Anda di halaman 1dari 21

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Pembelajaran di Perguruan Tinggi

Istilah pembelajaran hampir berkaitan dengan istilah mengajar.

Sardiman (2007:52) menyatakan ”mengajar lebih cenderung kepada

transfer of knowledge”. ”Pembelajaran merupakan suatu upaya untuk

menciptakan kondisi yang memungkinkan siswa untuk belajar”

(Muliyardi, 2002:3). Jadi, mengajar itu adalah menyampaikan materi atau

mendemonstrasikan prosedur-prosedur, sedangkan pembelajaran adalah

membuat mahasiswa belajar.

Proses pembelajaran di perguruan tinggi tidak sama dengan proses

pembelajaran di sekolah. Sebab, ”Mahasiswa pada umumnya telah

mempunyai kematangan dalam berpikir dan menentukan pilihan. Dari segi

umur pun, mahasiswa telah dianggap dibandingkan dengan siswa sekolah

menengah” (Hisyam, 2002:4).

Mahasiswa sebagai orang yang sudah dianggap dewasa, hendaknya

diperlakukan dengan cara-cara yang sesuai dengan karakteristiknya.

Hisyam (2002:7) mengatakan bahwa orang dewasa itu biasanya mampu

mengarahkan dirinya sendiri, mempunyai pengalaman yang beragam, siap

belajar akibat kebutuhan dan lebih menyenangi belajar yang bersifat

problem centered.

10
2

Selain itu, ”Setiap mahasiswa adalah individu yang memiliki

potensi untuk belajar mandiri, baik dari sumber tertulis, media masa atau

lingkungannya. Dosen lebih bersifat memfasilitasi dan menciptakan iklim

belajar yang kondusif sehingga potensi tersebut bisa berkembang secara

optimal” (Erman, 2004:2). Oleh sebab itu, dosen seyogyanya berusaha

menciptakan situasi perkuliahan yang memungkinkan mahasiswa belajar

dari pengetahuan dan pengalamannya masing-masing.

2. Perkuliahan Kalkulus 1

Erman (2004:17) menjelaskan sebagai berikut:

Pada permulaannya cabang-cabang matematika yang


ditemukan adalah Aritmatika atau Berhitung, Aljabar dan
Geometri. Setelah itu ditemukan Kalkulus yang berfungsi
sebagai tonggak penopang terbentuknya cabang
matematika baru yang lebih kompleks, antara lain
Statistika, Topologi, Aljabar (Linear, Abstrak, Himpunan),
Geometri (Sistem Geometri, Geometri Linear), Analisis
Vektor, dan lain-lain.

Secara garis besar materi matematika dapat dikelompokkan

menjadi 5 bagian yaitu: Kalkulus, Statistik, Geometri, Aljabar dan

Terapan. Kalkulus adalah mata kuliah yang diberikan pada tahun pertama

perkuliahan matematika. Untuk STAIN Batusangkar, perkuliahan Kalkulus

dilaksanakan selama 2 semester yakni pada semester pertama dan kedua.

Mata kuliah Kalkulus 1 merupakan mata kuliah wajib yang

diberikan pada semester 1 dengan beban 3 SKS. Materi yang diberikan

meliputi sistem bilangan riil dan ketaksamaan, fungsi dan grafik, limit dan

kekontinuan, turunan dan aplikasinya serta penerapannya dalam berbagai


3

masalah yang berkaitan dengan topik tersebut. Berikut penjelasan materi

dari perkuliahan Kalkulus 1.

a. Pendahuluan: sistem bilangan riil, ketaksamaan, nilai mutlak, akar

kuadrat, kuadrat, garis lurus, grafik persamaan.

b. Fungsi dan limit: fungsi dan grafiknya, operasi pada fungsi, fungsi

trigonometri, pendahuluan limit, pengkajian mendalam tentang limit,

teorema limit, kekontinuan fungsi.

c. Turunan: dua masalah dengan satu tema, turunan, aturan pencarian

turunan, turunan sinus dan kosinus, aturan rantai, notasi Leibniz,

turunan tingkat tinggi, pendifensialan implisit, laju yang berkaitan,

diferensial dan aproksimasi.

d. Penggunaan turunan: maksimum dan minimum, kemonotonan dan

kecekungan, maksimum dan minimum lokal, lebih banyak masalah

maksimum dan minimum, penerapan ekonomi, limit diketakhinggaan,

limit tak terhimgga, penggambaran grafik canggih, teorema nilai rata-

rata.

Secara umum, mata kuliah ini mencakup ide-ide dasar yang

penting dalam pemodelan fenomena dinamis. Secara khusus, perkuliahan

ini menyediakan suatu pembahasan Kalkulus Diferensial yang sekaligus

merupakan suatu keilmuan yang dibutuhkan dalam proses pendidikan

selanjutnya dan keprofesian. Perlu ditekankan dalam pelaksanaan

perkuliahan mata kuliah ini adalah “sejarah” dari Kalkulus tersebut harus

dikupas secara menarik. Disadari atau tidak, aspek ini mampu


4

meningkatkan motivasi mahasiswa untuk mempelajari matematika.

Penanganan khusus mahasiswa program studi matematika dalam mata

kuliah ini lebih pada pengalaman bermatematika, bukan pada perbedaan

materi perkuliahan.

3. Konstruktivisme

“Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang

menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita

sendiri” (Von Glasersfeld dalam Paul, 1997:18). Wilson (1996:3)

“Constructivist is a way of emphasizing the importance of meaningful,

authentic activities that help the learner to construct understandings and

develop skills relevant to solving problems”. Jadi, konstruktivisme adalah

suatu paham yang mana mahasiswa membentuk (mengkonstruk) sendiri

pengetahuan atau konsep secara aktif berdasarkan pengetahuan dan

pengalaman yang sudah ada.

Gega dalam Muliyardi (2002:92) mengemukakan “dalam

pandangan konstruktivisme siswa (mahasiswa) tidak secara sederhana

menerima atau menyerap informasi yang ia terima dari penyampaian guru

(dosen) atau buku teks. Tetapi siswa sendiri yang mengkonstruksikan

suatu pengetahuan baru”.

Menurut konstruktivisme mahasiswa mengkonstruksi pengetahuan

dengan cara memberi arti pada pengetahuan tersebut sesuai

pengalamannya. Mahasiswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah,


5

menemukan sesuatu dan mentransformasi suatu informasi kompleks ke

situasi lain serta bergelut dengan ide-ide.

a. Prinsip belajar menurut konstruktivisme

Para ahli konstruktivisme menyatakan bahwa belajar melibatkan

konstruksi pengetahuan saat pengalaman baru diberi makna oleh

pengetahuan terdahulu. Persepsi yang dimiliki mahasiswa

mempengaruhi pembentukan persepsi baru. Mahasiswa

menginterpretasikan pengalaman baru dan memperoleh pengetahuan

baru berdasarkan realitas yang telah terbentuk di dalam pikiran

mahasiswa.

Prinsip-prinsip konstruktivisme telah banyak digunakan dalam

pendidikan sains dan matematika. Paul (1997:73) mengemukakan:

Prinsip-prinsip yang sering diambil dari konstruktivisme


antara lain: (1) pengetahuan dibangun oleh siswa secara
aktif, (2) tekanan dalam proses belajar terletak pada siswa,
(3) mengajar adalah membantu siswa (mahasiswa) belajar,
(4) tekanan dalam proses belajar lebih pada proses bukan
pada hasil akhir, (5) kurikulum menekankan partisipasi
siswa, dan (6) guru (dosen) adalah fasilitator.

Prinsip di atas sering digunakan untuk merencanakan proses

perkuliahan, kurikulum dan evaluasi pelaksanaan perkuliahan yang

telah berjalan. Pada proses perkuliahan, dosen mengambil prinsip

konstruktivisme untuk menyusun metode mengajar yang lebih

menekankan keaktifan mahasiswa. Sedangkan sebagai alat evaluasi,

konstruktivisme dapat digunakan untuk meneliti mengapa mahasiswa

tertentu dapat belajar lebih baik dengan teman.


6

b. Ciri-ciri belajar menurut konstruktivisme

Belajar menurut konstruktivisme adalah ”Proses mengasimilasikan

dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan

pengertian yang sudah dipunyai seseorang sehingga pengertiannya

dikembangkan” (Paul, 1997:61). Jadi, belajar adalah kegiatan

mahasiswa mengkonstruksi pengetahuannya berdasarkan pengalaman.

Ciri-ciri belajar menurut konstruktivisme (Paul, 1997:61) adalah

sebagai berikut:

(1) Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan


oleh siswa dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan
dan alami. Konstruksi arti itu dipengaruhi oleh pengertian
yang telah ia punyai. (2) Konstruksi arti itu adalah proses
yang terus-menerus. Setiap kali berhadapan dengan
fenomena atau persoalan yang baru, diadakan
rekonstruksi, baik secara kuat maupun lemah. (3) Belajar
bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan lebih
dari suatu pengembangan pemikiran dengan membuat
pengertian yang baru. (4) Proses belajar yang sebenarnya
terjadi pada waktu skema seseorang dalam keraguan yang
merangsang pemikiran lebih lanjut. (5) Hasil belajar
dipengaruhi oleh pengalaman pelajar dengan dunia fisik
dan lingkungannya. (6) Hasil belajar seseorang tergantung
pada apa yang telah diketahui si pelajar: konsep-konsep,
tujuan dan motivasi yang mempengaruhi interaksi dengan
bahan yang dipelajari.

”Belajar matematika merupakan proses dimana siswa secara aktif

mengkonstruksi pengetahuan matematika. Ketika siswa mencoba

menyelesaikan tugas-tugas di kelas, maka pengetahuan matematika

dikonstruksikan secara aktif (Cobb dalam Erman, 2004:76).


7

Ciri-ciri pembelajaran matematika menurut pandangan

konstruktivisme (Herman Hudoyo dalam Muliyardi, 2002:95) adalah

sebagai berikut:

(1) Siswa terlibat aktif dalam belajarnya. Siswa belajar


materi matematika secara bermakna dengan bekerja dan
berpikir. Siswa belajar bagaimana belajar itu. (2)
Informasi baru harus dikaitkan dengan informasi lain
sehingga menyatu dengan skemata yang dimiliki siswa
agar pemahaman terhadap informasi (materi) kompleks
dapat terjadi. (3) Orientasi pembelajaran adalah
investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah
pemecahan masalah.

b. Penerapan konstruktivisme dalam pembelajaran

Cobb (1996:56) menjelaskan “The idea that learning is a

constructive process is widely accepted; learner do not passively

receive information but instead actively construct knowledge as they

strive to make sense of their worlds”. Esensi dari teori konstruktivisme

adalah bahwa dalam proses pembelajaran, mahasiswalah yang harus

mendapatkan penekanan. Merekalah yang harus aktif

mengembangkan pengetahuan mereka, bukan dosen atau orang lain.

Mereka yang harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya.

Penekanan belajar mahasiswa secara aktif ini perlu dikembangkan.

Kreativitas dan keaktifan mahasiswa akan membantu mereka untuk

berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif mahasiswa.

Proses pembelajaran konstruktivisme digambarkan sebagai

berikut:
8

Pengetahuan Awal Pengalaman Belajar Pengetahuan Baru

Gambar 1. Bagan Proses Pembelajaran Konstruktivisme (Sumber


Nurhadi, 2003:34)

Bagan di atas menjelaskan bahwa mahasiswa lahir dengan

pengetahuan yang masih kosong. Setelah menjalani kehidupan dan

berinteraksi dengan lingkungannya, mahasiswa memperolah

pengetahuan awal. Pengetahuan awal tersebut diproses melalui

pengalaman-pengalaman belajar untuk memperoleh pengetahuan baru.

Langkah-langkah penerapan konstruktivisme dalam pembelajaran

di kelas adalah sebagai berikut (Nurhadi, 2003:39-40):

1) Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge).

2) Pemerolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge) dilakukan

secara keseluruhan, tidak dalam paket-paket terpisah-pisah.

3) Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge) dapat

dilakukan mahasiswa dengan cara menyelidiki dan menguji semua

hal yang memungkinkan dari pengetahuan baru itu.


9

4) Menerapkan pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh

(applying knowledge) dengan cara menggunakannya secara otentik

melalui problem solving.

5) Melakukan refleksi (reflecting on knowledge)

2. Buku Kerja

Dalam Sistem Kredit Semester (SKS), satu SKS bermakna bahwa

mahasiswa wajib mengikuti perkuliahan tatap muka 1 jam pertemuan (50

menit), mengerjakan tugas terstruktur yang diberikan dosen sesuai dengan

materi kuliah selama 60 menit dan mengerjakan tugas-tugas mandiri yaitu

mahasiswa mencari, mempelajari sendiri materi-materi yang mendukung

materi perkuliahan selama 60 menit. Hal ini berarti dosen harus

memberikan tugas-tugas kepada mahasiswa untuk dikerjakannya di luar

jam perkuliahan, agar mereka dapat melaksanakan SKS sesuai dengan

ketentuan yang berlaku.

Pemberian tugas untuk dikerjakan mahasiswa di luar jam

perkuliahan merupakan salah satu tugas dosen, seperti yang diungkapkan

oleh Uzer (1992:4) ”Tugas guru (dalam hal ini dosen) sebagai pendidik

meliputi, mengajar dan melatih. Mendidik berarti meneruskan dan

mengembangkan nilai-nilai hidup, mengajar berarti meneruskan dan

mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, sedangkan melatih

berarti mengembangkan keterampilan pada siswa (mahasiswa)”.


10

Kutipan di atas menjelaskan bahwa tugas dosen tidak hanya

mengajar di kelas dan mengembangkan ilmu pengetahuan, akan tetapi juga

mengembangkan nilai hidup dan keterampilan mahasiswa.

Mengembangkan nilai hidup dan keterampilan mahasiswa ini dapat

dilakukan dengan pemberian tugas. ”Dalam pemberian tugas, mahasiswa

seharusnya diberikan tugas-tugas yang kompleks, sulit dan realistik dan

kemudian diberikan bantuan secukupnya untuk dapat menyelesaikan tugas

kompleks tersebut” (Muliyardi, 2002:93). Pemberian tugas dapat

dilakukan dalam bentuk buku kerja.

”Buku kerja ditujukan untuk membantu mahasiswa agar dapat

belajar secara kontinu dan terarah. Namun demikian buku kerja ini disusun

bukan untuk menggantikan peranan buku referensi maupun pengganti

kuliah” (Koko, 1991:v). Melalui buku kerja ini diharapkan mahasiswa

dapat belajar secara lebih sistematis. Hal ini juga sesuai dengan pendapat

Strang (1991) yang menyatakan bahwa buku kerja dibuat dengan tujuan

untuk mengajarkan matematika dalam cara aktif dan lebih terarah.

Buku kerja ini berisikan kompetensi dasar, teori singkat, latihan

terstruktur dan tugas-tugas, soal-soal latihan serta bahan diskusi. Berikut

uraian tentang isi buku kerja yang dikemukakan oleh Koko (1991:v),

yaitu:

(a) Sasaran belajar; yang dimaksudkan agar dosen dan


mahasiswa sama-sama menyadari isi dari kuliah ini. (b)
Teori singkat dan kata-kata kunci; dimaksudkan agar para
mahasiswa dapat mengetahui materi-materi esensial dari
setiap topik. (c) Latihan terstruktur serta tugas-tugas;
dengan adanya latihan ini para mahasiswa diharapkan akan
11

dapat memahami pentahapan serta proses dari suatu


penyelesaian soal. (d) Soal-soal latihan; dengan
mengerjakan soal-soal latihan yang sudah diurutkan
tingkat kesukarannya dan diberikan kuncinya, mahasiswa
akan mengetahui sejauhmana pemahaman suatu konsep
serta keterampilan yang telah dimilikinya. (e) Bahan
diskusi; bahan diskusi ini dimaksudkan untuk merangsang
para mahasiswa agar dapat membentuk kelompok-
kelompok belajar dengan harapan agar terjadi kompetisi
yang sehat untuk mendapatkan pemahaman dan nilai yang
baik.

Mahasiswa akan dituntun dalam mengerjakan soal-soal latihan.

Sebab, ada soal yang sudah ada sedikit penyelesaiannya dan ada juga soal

yang belum ada penyelesaiannya. Soal-soal pada buku kerja ini dibuat

dengan berpedoman kepada buku pegangan mahasiswa dan dosen, yaitu

buku Kalkulus dan Geometri Analitis jilid 1 karangan Edwin J. Purcell dkk

(2003) dan buku Kalkulus karangan Koko Martono (1999).

Buku kerja ini disusun dengan menggunakan pendekatan

konstruktivisme. Sebab, buku kerja ini berisi ringkasan materi yang dapat

dijadikan sebagai pengetahuan awal mahasiswa. Selain itu, pengetahuan

awal juga diperoleh mahasiswa dari penjelasan dosen sewaktu kuliah teori.

Dengan soal-soal latihan yang diberikan menuntut mahasiswa bekerja dan

mengalami sendiri pengetahuan tersebut. Akhirnya mahasiswa memahami

materi perkuliahan yang diberikan.

Santi (2007: 4-5) mengemukakan bahwa bagian-bagian dari buku

kerja yaitu: kompetensi, kiat-kiat belajar, catatan, latihan dan tugas, serta

tindak lanjut. Pengembangan buku kerja berbasis konstruktivisme yang

dirancang tidak mengacu kepada pendapat Koko (1991) dan Santi (2007),
12

tetapi modifikasi dari keduanya. Isi buku kerja berbasis konstruktivisme

adalah sebagai berikut:

a. Materi pokok

b. Materi prasyarat

c. Indikator kompetensi

d. Ringkasan materi

e. Tugas

f. Latihan terbimbing

g. Latihan

h. Kunci jawaban

i. Kesimpulan.

Buku kerja dapat mengaktifkan mahasiswa, karena buku kerja ini

terlebih dahulu dikerjakan mahasiswa di rumah kemudian didiskusikan

secara berkelompok sewaktu perkuliahan responsi. Dengan demikian

mahasiswa terlatih memecahkan persoalan, menemukan ide pokok dari

materi perkuliahan, mampu bekerjasama, mandiri dan bertanggung jawab

serta lebih termotivasi pada perkuliahan Kalkulus 1.

3. Peran Aktivitas Mahasiswa dalam Perkuliahan

Aktivitas adalah segala sesuatu yang dilakukan mahasiswa selama

perkuliahan. Aktivitas belajar mahasiswa ini dapat bersifat fisik maupun

mental. Kedua aktivitas tersebut saling terkait satu sama lain.


13

Rousseau dalam Sardiman (2007:96-97) menjelaskan ”Segala

pengetahuan itu harus diperoleh dengan pengamatan sendiri, pengalaman

sendiri, penyelidikan sendiri, dengan bekerja sendiri, dengan fasilitas yang

diciptakan sendiri, baik secara rohani maupun teknis”. Hal ini

menunjukkan bahwa setiap orang yang belajar harus aktif. Tanpa aktivitas,

proses belajar tidak mungkin berlangsung dengan baik.

Selain itu, Silberman (1996:4) mengemukakan:

When learning is passive, the learner comes to the


encounter without curiosity, without questions, and
without interest in the outcome (except, perhaps, in the
grade he or she will receive). When learning is active, the
learner is seeking something. He or she wants an answer
to a question, needs information to solve a problem, or is
searching for a way to do a job.

Banyak aktivitas yang dapat dilakukan mahasiswa dalam belajar,

tidak cukup hanya mendengar dan mencatat saja. Paul B. Diedrich dalam

Sardiman (2007:101) mengemukakan 8 macam aktivitas yang dapat terjadi

dalam belajar, yaitu:

a. Visual activities, yang termasuk didalamnya misalnya,


membaca, memerhatikan gambar, demonstrasi,
percobaan, pekerjaan orang lain.
b. Oral activities, seperti: menyatakan, merumuskan,
bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat,
mengadakan wawancara, diskusi, interupsi.
c. Listening activities, sebagai contoh, mendengarkan:
uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato.
d. Writing activities, misalnya: menulis cerita, karangan,
laporan, angket, menyalin.
e. Drawing activities, misalnya: menggambar, membuat
grafik, peta, diagram.
f. Motor activities, yang termasuk didalamnya antara
lain: melakukan percobaan, membuat konstruksi,
model mereparasi, bermain, berkebun, beternak.
14

g. Mental activities, sebagai contoh: menanggapi,


mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat
hubungan, mengambil keputusan.
h. Emotional activities, seperti: menaruh minat, merasa
bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani,
tenang, gugup.

Dari pendapat di atas, tampak bahwa banyak aktivitas yang dapat

dilakukan oleh mahasiswa dalam belajar matematika. Menurut Erman

(2004:299) ”Belajar matematika tidak sekedar learning to know,

melainkan harus ditingkatkan meliputi learning to do, learning to be,

hingga learning to live together”.

Berdasarkan jenis-jenis aktivitas di atas, aktivitas yang akan

diamati dalam penelitian ini adalah:

a. Bekerja sendiri dalam mengisi buku kerja

b. Berdiskusi dalam kelompok

c. Memperhatikan penjelasan teman baik di kelompok maupun di kelas

d. Bertanya/membanding

e. Menjawab pertanyaan teman

f. Mempertahankan pendapat

4. Motivasi Belajar

Menurut Crider (1983:118) ”Motivation can be defined as the

desires, needs and interest that arouse or activate an organism and direct

it toward a special goal, can lead to many different behaviors”.

Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa motivasi

didefinisikan sebagai keinginan, kebutuhan dan perhatian yang


15

membangkitkan atau mengaktifkan organisme dan menuntunnya ke arah

pencapaian tujuan tertentu, dapat mendorong untuk menentukan berbagai

perilaku.

Mc Donald dalam Oemar (2004:173) menyatakan ”Motivation is

an energy change within the person characterized by affective arousal and

anticipatory goal reactions”. Artinya motivasi adalah suatu perubahan

energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya sikap

dan reaksi untuk mencapai tujuan.

Definisi motivasi juga dikemukakan oleh Keller (1983:389), yaitu:

Motivation, by definition, refers to the magnitude and


direction of behavior. In other words, it refers to the
choices people make as to what experiences or goals they
will approach or avoid and degree of effort they will exert
in the respect.

Dari pengertian tersebut dimaksudkan bahwa motivasi berhubungan

dengan pilihan-pilihan yang dibuat oleh manusia sebagai pengalaman atau

tujuan yang akan mereka dekati atau hindari dan tingkat usaha yang akan

mereka gunakan untuk banyak hal.

Jadi, motivasi adalah serangkaian usaha untuk menyediakan

kondisi-kondisi tertentu, sehingga seseorang mau dan ingin melakukan

sesuatu, dan bila ia tidak suka, maka ia akan berusaha menghilangkan

perasaan tidak suka itu. Jika dikaitkan dengan kegiatan belajar, motivasi

adalah keinginan yang mengaktifkan, menggerakkan, menyalurkan dan

mengarahkan sikap dan perilaku seseorang untuk belajar.


16

Jensen (1998:67) mengemukakan lima strategi utama yang dapat

dilakukan dosen untuk meningkatkan motivasi mahasiswa dalam

perkuliahan yaitu:

a. Eliminate threat.
b. Goal-setting (with some student choice) on a daily
basis can provide a more focused attitude.
c. Influence positively in every way you can,
symbolically and concretely, student believe about
themselves and the learning.
d. Manage student emotions through the productive use
of ritual, drama, movement, and celebration.
e. Feedback is one of the greatest sources of intrinsic
motivation.

Selain itu, Dina (2001:14) juga mengemukakan dua cara yang

dapat dilakukan dosen dalam memotivasi belajar mahasiswa yaitu: “(1)

dengan meningkatkan mutu pembelajaran, dan (2) dengan mempengaruhi

harapan para mahasiswa sehingga mereka percaya bahwa keterlibatan

mereka dalam kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan suatu mata

kuliah akan mengantarkan pada keberhasilan dalam pencapaian tujuan

pendidikan serta sistem nilai mereka sebagai pribadi”.

Erman (2004:236) mengemukakan hal-hal yang perlu dilakukan

dosen dalam memotivasi mahasiswa untuk belajar matematika sebagai

berikut:

a. Memperlihatkan betapa bermanfaatnya matematika


bagi kehidupan melalui contoh-contoh penerapan
matematika yang relevan dengan dunia keseharian
mahasiswa.
b. Menggunakan teknik, metode dan pendekatan
pembelajaran matematika yang tepat dan sesuai
dengan karakteristik topik yang disajikan.
17

c. Memanfaatkan teknik, metode dan pendekatan yang


bervariasi dalam pembelajaran matematika agar tidak
monoton.

Penulis lebih cenderung mengacu pada pendapat Keller (1983:395)

untuk memilih indikator dari motivasi belajar. Keller mengemukakan

empat kategori kondisi motivasional yang harus diperhatikan dosen dalam

usaha menghasilkan perkuliahan yang menarik, bermakna dan

memberikan tantangan bagi mahasiswa yaitu: (1) minat (interest), (2)

relevansi (relevance), (3) harapan (expectancy), dan (4) kepuasan

(satisfaction).

Minat mahasiswa dalam belajar muncul jika didorong oleh rasa

ingin tahu yang tinggi. Dosen harus mampu merangsang dan memberikan

perhatian untuk dapat meningkatkan keingintahuan mahasiswa terhadap

materi perkuliahan yang diberikan.

Relevansi menunjukkan adanya hubungan materi perkuliahan

dengan kebutuhan dan kondisi mahasiswa. Motivasi mahasiswa akan

terpelihara apabila mereka menganggap apa yang dipelajari memenuhi

kebutuhan pribadi atau bermanfaat dan sesuai dengan nilai yang dipegang.

Harapan seringkali dipengaruhi oleh pengalaman sukses di masa

lampau. Dengan demikian, ada hubungan antara pengalaman sukses dan

motivasi. Motivasi dapat menghasilkan ketekunan yang membawa

keberhasilan dan selanjutnya pengalaman sukses tersebut akan memotivasi

mahasiswa untuk mengerjakan tugas berikutnya.


18

Keberhasilan dalam mencapai suatu tujuan akan menghasilkan

kepuasan dan mahasiswa akan termotivasi untuk terus berusaha mencapai

tujuan yang serupa. Kepuasan karena tercapainya tujuan dipengaruhi oleh

konsekwensi yang diterima, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar

diri mahasiswa tersebut.

Dengan adanya pemberian buku kerja, diharapkan mahasiswa lebih

termotivasi dalam perkuliahan Kalkulus 1. Apabila mahasiswa sudah

termotivasi dalam belajar, maka mereka akan mudah memahami materi

perkuliahan.

B. Penelitian yang Relevan

Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah:

1. Zulhelmi (2006) dengan penelitian yang berjudul ”Pengembangan

Perangkat Laboratorium Mini Fisika SMP Materi Pokok Optik Geometrik

(cahaya) Berorientasi Pendekatan Keterampilan Proses”. Hasil penelitian

ini menyatakan bahwa penggunaan perangkat laboratorium mini fisika

SMP dapat meningkatkan intensitas aktivitas peserta didik. Hasil belajar

aspek kognitif peserta didik meningkat setelah menggunakan perangkat

laboratorium mini fisika SMP. Sedangkan hasil belajar aspek afektif dan

psikomotor peserta didik rata-rata berada dalam kategori amat baik.

2. Nyimas Yasmin (2007) dengan penelitian yang berjudul ”Pengembangan

Perangkat Pembelajaran Matematika Berbasis Pendekatan RME

Dilaksanakan Secara Terbatas di SD Negeri 24 Padang”. Hasil penelitian


19

ini menyatakan bahwa perangkat pembelajaran matematika berbasis RME

mudah digunakan, bermanfaat dan menarik. Pada umumnya siswa

menyenangi proses pembelajaran berbasis RME ini. Tingkat aktivitas

siswa selama pembelajaran matematika berbasis RME adalah tinggi dan

motivasi belajar siswa sangat tinggi.

Penelitian ini akan mengembangkan buku kerja berbasis konstruktivisme

untuk perkuliahan Kalkulus 1. Agar produk yang dihasilkan berkualitas, buku

kerja harus divalidasi, diujicoba untuk melihat aspek praktikalitas dan

efektifitasnya. Aspek efektifitas yang diamati adalah aktivitas mahasiswa dan

motivasi belajar.

C. Kerangka Pemikiran

Pada perkuliahan Kalkulus 1 mahasiswa akan cepat melupakan materi

perkuliahannya jika mahasiswa hanya mendengarkan penjelasan dosen.

Dengan mendengar dan melihat, mahasiswa dapat mengingatnya sedikit.

Apalagi jika mahasiswa mendengar, melihat, mendiskusikan dan

melakukannya, maka mahasiswa akan memperoleh pengetahuan dan

keterampilan. Dengan kata lain, Kalkulus 1 itu akan mudah dipahami jika

mahasiswa terlibat aktif baik fisik, mental dan emosional selama proses

perkuliahan.

Konstruktivisme adalah suatu paham dimana mahasiswa secara aktif

mengkonstruksi sendiri pengetahuannya berdasarkan pengalaman yang sudah


20

ada. Mahasiswa dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu

dan mentransformasi suatu informasi kompleks ke situasi lain serta bergelut

dengan ide-ide. Penerapan konstruktivisme akan terlihat ketika mahasiswa

menggunakan buku kerja.

Buku kerja bertujuan untuk membantu mahasiswa belajar secara

kontinu dan terarah dengan memanfaatkan waktu belajar untuk tugas

terstruktur dan tugas mandiri. Dengan demikian mahasiswa tidak hanya belajar

pada waktu perkuliahan tatap muka saja.

Buku kerja berbasis konstruktivisme yang dirancang ini perlu

divalidasi oleh para pakar dan dipraktikalisasi oleh dosen pengamat serta

dilihat efektifitasnya dalam proses perkuliahan oleh dosen pengamat. Buku

kerja divalidasi berdasarkan validasi isi dan konstruk, praktikalitas dilakukan

pada saat ujicoba di kelas dan efektifitas hanya diamati dari aktivitas

mahasiswa dan motivasi belajar mahasiswa.

Buku kerja perlu divalidasi dan dipraktikalisasi untuk mengetahui

apakah buku kerja yang dirancang sudah mampu mengukur apa yang hendak

diukur dan mudah digunakan oleh dosen serta mahasiswa. Efektifitas

dilakukan dengan mengamati aktivitas dan motivasi mahasiswa selama proses

perkuliahan.

Secara ringkas kerangka berpikir dari penelitian ini dapat digambarkan

melalui diagram berikut ini:


21

Kalkulus 1

Buku kerja berbasis konstruktivisme

Validitas Praktikalitas Diujicoba Efektifitas


oleh Pakar Pengamatan

Validitas Validitas Aktivitas mahasiswa


Motivasi mahasiswa
isi konstruk

Di kelas

Gambar 2. Diagram Alir Kerangka Pemikiran

Anda mungkin juga menyukai