Anda di halaman 1dari 14

ISSN: 2477-2771, e-ISSN: 2477-8214

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LIVING HISTORY DALAM


MATERI SEJARAH LOKAL GEGER CILEGON 1888 SEBAGAI UPAYA
MEMBANGUN NILAI PATRIOTISME SISWA

Rikza Fauzan, M.Pd


Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Abstrak : Tulisan ini menjelaskan mengenai penerapan pembelajaran sejarah melalui pemanfaatan
materi sejarah lokal (local history) Geger Cilegon 1888 dalam mengembangkan nilai patriotisme
di kalangan siswa. Penulisan ini dilatarbelakangi permasalah yang terjadi di lapangan dalam
pembelajaran sejarah ialah anggapan yang mengatakan bahwa sejarah adalah pembelajaran yang
menjenuhkan, membosankan, model pembelajaran yang monoton, dan kemampuan guru yang
tidak optimal dalam melakukan pengembangan. Salah satu model pembelajaran sejarah lokal yang
bisa di terapkan adalah sejarah dari lingkungan sekitar (Living History). Pembelajaran dengan
menggunakan materi sejarah lokal mengenai peristiwa heroik di sekitar siswa dapat dijadikan
sumber belajar dan mengembangkan nilai-nilai perjuangan para pahlawan lokal.

Kata kunci : Sejarah Lokal, Living History, Nilai Patriotisme

24

Jurnal Pendidikan dan Sejarah: Candrasangkala


ISSN: 2477-2771, e-ISSN: 2477-8214

PENDAHULUAN atau membahas materi sejarah nasional


di sisi lain sejarah lokal terabaikan. Guru
Tujuan pengajaran sejarah di
dalam melaksanakan tugasnya hanya
sekolah mengacu pada tujuan
terfokus pada buku paket sejarah
pendidikan nasional yang tercantum
nasional, dan metode yang digunakan
dalam pasal 3 UU RI No 20 Th. 2003
hanya menggunakan interaksi satu arah.
tentang SISDIKNAS, bahwa tujuan
Para siswa diberikan tugas hafalan
pendidikan nasional adalah “... untuk
sehingga efektivitas dan tujuan yang
berkembangnya potensi peserta didik
akan dicapai tidak tercapai. Hal ini dapat
agar menjadi manusia yang beriman dan
dilihat dalam proses pembelajaran yang
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
ada siswa kurang memahami sejarah
Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu,
lokal bahkan tidak mengetahui sejarah
cakap, kreatif, mandiri dan menjadi
daerahnya sendiri.
warga negara yang demokratis, serta
bertanggungjawab.” Dalam mendukung Masalah selanjutnya yang juga
tujuan pendidikan nasional pendidikan menjadi keresahan saat ini ialah
sejarah di sekolah sesuai Kurikulum kurangnya kesadaran kebangsaan yang
2004 mempunyai misi 1) sebagai dimiliki oleh para siswa. Nilai-nilai
pendidikan intelektual dan 2) sebagai kepahlawanan, nilai nasionalisme,
pendidikan nilai, pendidikan patriotisme juga nilai-nilai kearifan lokal
kemanusiaan, pendidikan pembinaan sendiri tidak dipahami. Adapun yang
moralitas, jati diri, nasionalisme, dan menjadi dasar pernyataan tersebut,
identitas bangsa (Depdiknas, 2004:5). kurangnya siswa yang mengetahui dan
Tujuan pengajaran bukan sekedar memehami tokoh-tokoh pergerakan
transfer of knowledge, tetapi juga yang ada di daerahnya. Harapan terbesar
transfer of value, bukan sekedar saat ini adalah siswa memahami nilai-
membelajarkan siswa menjadi cerdas, nilai kejuangan yang di wariskan oleh
tetapi juga berakhlak mulia. Pengajaran para pahlawan, dan tak kalah penting
sejarah selain bertujuan untuk nilai-nilai kearifan lokal yang ada di
mengembangkan keilmuan, juga lingkungannya.
mempunyai fungsi didaktis.
Kajian sejarah lokal tidak lagi
Beberapa permasalahan yang dapat dipandang tidak menarik, kurang
menjadi keresahan selama ini dalam luas dampaknya, atau alasan lain yang
pembelajaran sejarah diantaranya adalah tradisional kajian sejarah lokal adalah
pembelajaran sejarah hanya menyentuh kajian yang menuntut kesungguhan,

25

Jurnal Pendidikan dan Sejarah: Candrasangkala


ISSN: 2477-2771, e-ISSN: 2477-8214

dukungan keahlian antara lain dengan pembelajaran sejarah dimana


pendekatan “total history”, struktural, menfokuskan pada pemahaman materi
multidisipliner, baik dalam visi dirinya sebagai bekal siswa dalam memenuhi
sendiri, maupun dalam kerangka kebutuhan siswa. Padalah selain materi
nasional. Rohyati (2007: 220). ada hal yang lebih penting yaitu
Pendidikian sejarah lokal dan sejarah perubahan kebribadian dan pola pikir
nasional merupakan proses enkulturasi siswa ketika dihadapkan kepada suatu
dalam rangka nation and character masalah baik dalam pembelajaran
building. maupun dalam kehidupan
lingkungannya (Hasan, 2012: 74).
Winenburg (2008:11)
mengungkapkan bahwa masalah moral Maka dalam hal ini Widja
harus diperhatikan setiap manusia, (1989:9) menyatakan usaha untuk
karena baik buruknya moral setiap memberikan peran yang lebih besar bagi
pribadi menentukan kualitas suatu peminat sejarah lokal yang bukan
bangsa. Nilai moral bangsa Indonesia profesional, khususnya para guru
dilandasi nilai-nilai Pancasila sebagai sejarah, belakangan juga muncul dalam
dasar negara. Karena dengan Seminar Sejarah lokal di Denpasar yang
menanamkan nilai-nilai Pancasila pada dikemukakan oleh Tjondronegoro
siswa maka mereka dapat bertindak dan (Widja, 1989:9) mengemukakan :
bersikap sebagai makhluk Tuhan serta
Lain dari jaman penjajahan
sebagai bagian dari komunitas sebuah sekarang kita telah memiliki
Negara. Dalam hubungannya dengan guru-guru sekolah lanjutan yang
tersebar jauh dari pusat dan
bangsa dan negara setiap pribadi juga peminat-peminat terhadap
dituntut untuk mempunyai rasa sejarah (sejarawan professional)
guru-guru sejarah dikalangan
patriotisme dan kebangsaan atau guru tingkatan itulah yang
nasionalisme. tampak paling dekat dengan
“perekam sejarah” lokal yang
kami bayangkan. Kedudukan
Permasalahan utama
sosial mereka sedikit di
pendidikan sejarah adalah kenyataan “ketepian” tidak sepenuhnya
mempunyai bias ke pusat, dan
bahwa orang lebih memperhatikan
cukup hidup ditengah-tengah
materi dan disiplin sejarah dibandingkan masyarakat untuk dapat
menghayati kebutuhan dan
dengan kepentingan peserta didik.
kepentingan rakyat banyak
Beberapa Kenyataan yang terdapat (Tjondronegoro 1982:6)
dalam pembelajaran sejarah ialah Kontribusi peranan
pemahaman yang keliru lainnya pada pembelajaran sejarah lokal terhadap

26

Jurnal Pendidikan dan Sejarah: Candrasangkala


ISSN: 2477-2771, e-ISSN: 2477-8214

tumbuhnya nilai-nilai positif siswa Adanya suatu perubahan yang


sudah banyak dikaji beberapa peneliti. lebih baik dan harus menyesuaikan
Supardan (2004:13) menyimpulkan tujuan pembelajaran sejarah nasional
bahwa peranan sejarah lokal sebetulnya yaitu memotivasi siswa untuk berpikir
memberikan identitas dan mengisi kritis-analisis dalam memanfaatkan
“kevakuman” serta memberikan pengetahuan tentang masa yang telah
kontribusi terhadap pengembangan rasa lampau guna memahami secara baik
memiliki sebagai Bangsa Indonesia. kehidupan masa kini dan masa yang
Namun pada kenyataannya, akan datang. Perubahan serta
pembelajaran sejarah di Indonesia pembenahan pembelajaran sejarah yang
kurang bercerita bagi orang-orang mencakup berbagai aspek baik aspek
tertentu dan tidak dirasakan hingga metodologis maupun aspek lain yang
sekarang sebagai sesuatu yang dimiliki memang mempengaruhi kualitas
atau dihayati sendiri (Lapian, 1980:4). pembelajaran sejarah.

Dalam pandangan seperti di Perubahan sebuah paradigma


atas, maka pendidikan sejarah bertujuan tersebut, juga terjadi dalam pendidikan
mengembangkan berbagai nilai dalam sejarah (Hasan, 1999: 9) sebagai
aspek-aspek kehidupan masa lampau. konsekwensi logis adanya pergeseran
Selain itu Hasan (2005:6) juga filsafat dalam pembelajaran sejarah.
bependapat bahwa walaupun pendidikan Hasan berpendapat bahwa perubahan itu
sejarah untuk jenjang pendidikan dasar mencakup :
lebih cenderung pada pendidikan nilai
1. Pemahaman serta kesadaran
melalui pembelajaran sejarah namun dalam cerita sejarah belum
kemampuan pemahaman dan skill yang bersifat final.
diperlukan dalam disiplin sejarah 2. Adanya saling keterkaitan antara
selayaknya juga diperkenalkan, dan pada pelajaran sejarah dalam
kehidupan sehari-hari.
kenyataannya dalam kurikulum
3. Perlunya perluasan sejarah
pendidikan sejarah dewasa ini upaya- politik dengan tema-tema
upaya di atas sudah banyak dilakukan. sejarah sosial,sejarah budaya,
sejarah ekonomi dan yang
Nilai-nilai yang harus pula menyangkut dengan teknologi.
dikembangkan adalah nilai-nilai yang
Adanya perubahan paradigma
memiliki kearifan lokal, yaitu nilai-nilai
pembelajaran sejarah maupun pada
yang tumbuh dan berkembang dalam
pembelajaran lainnya, merupakan salah
kehidupan sekitar siswa Mulyana dan
satu tujuan untuk menjawab tantangan
Gunawan (2007:2).
27

Jurnal Pendidikan dan Sejarah: Candrasangkala


ISSN: 2477-2771, e-ISSN: 2477-8214

globalisasi termasuk masalah-masalah melancarkan taktik perjuangan


sosial yang sifatnya mengacu pada menentang pemerintahan kolonial.
disintegrasi bangsa. Dengan demikian Gerakan itu antara lain dipimpin oleh
pelajaran sejarah berlandaskan Haji Abdul Karim, Haji Tubagus Ismail,
rekonstruksi sosial dengan Haji Marjuki, dan Haji Wasid atau
menggunakan paradigma new history KH.Wasyid.
artinya dalam proses belajar mengajar (http://humaspdg.wordpress.com/2010/0
sejarah, guru sangat dituntut membawa 5/03/peristiwa-geger cilegon-1888)
siswanya dalam lingkungan kehidupan
Latar belakang peristiwa ini
guna untuk mudah memahaminya.
karena terjadinya krisis kepercayaan
Pelajaran sejarah sering dirasakan
masyarakat banten terhadap
sebagai hanya fakta-fakta berupa tahun,
pemerintahan Hindia Belanda saat itu.
tokoh serta peristiwa belaka.
Sartono Kartodirjo (1984)
mengemukakan :

PERISTIWA GEGER CILEGON Pemberontakan yang banyak


terjadi di Banten karena adanya
1888 DAN APLIKASI MODEL
faktor-faktor tertentu adanya
PEMBELAJARAN LIVING keresahan sosial dapat
dicontohkan terjadinya
HISTORY.
disintegrasi tatanan tradisional
karena semakin memburuknya
Dalam konteks sejarah lokal, system politik dan tumbuhnya
dapat disajikan pembelajaran sejarah kebencian religius terhadap
penguasa-penguasa asing,
dengan berbasis kepahlawanan dan sehingga dapat memunculkan
patriotisme. Misalnya, di Banten terjadi pemberontakan-pemberontakan
pada abad 19. Aspek politik
peristiwa Geger Cilegon tahun 1888. yang paling menonjol dalam
Peristiwa Geger cilegon merupakan pemberontakan tersebut karena
kebencian rakyat terhadap
Perlawanan bersenjata yang paling pamongpraja dan perlawanan
menonjol di Banten pada abad ke-19 terhadap sewa tanah yang akan
diterapkan oleh pemerintah
yang terjadi pada tanggal 9 Juli 1888 kolonial di agen- agennya.
yang dipimpin oleh para ulama. Dalam Langkanya uang dan rendahnya
hasil-hasil petani memunculkan
setiap pengajian/dzikiran yang diadakan pemberontakan untuk
di rumah-rumah atau pun di masjid, para menyampaikan ketidakpuasan
dan dendam mereka.
ulama itu selalu menanamkan semangat Pemberontakan ini juga karena
jihad menentang penjajah kepada diperkuat karena adanya
kekuasaan para orang-orang
masyarakat. Melalui pesantren- kafir atau bisa disebut penganut
pesantren, para tokoh itu dengan mudah milenari atau mesianik.
28

Jurnal Pendidikan dan Sejarah: Candrasangkala


ISSN: 2477-2771, e-ISSN: 2477-8214

Pemberontakan-pemberontakan bersikap dan bertindak yang berpijak


tersebut bersifat revolusioner
pada pendidikan karakter yang
yang mempunyai tujuan untuk
menghancurkan birokrasi yang dikembangkan di sekolah-sekolah.
korup dan menumbangkan
Pembentukan kepribadian nasional
sistem pemerintahan yang
dibangun oleh penguasa asing. beserta identitas dan jati diri tidak akan
Pemberontakan tersebut juga
terwujud tanpa adanya pengembangan
dapat dipandang untuk merebut
kekuasaan politik yang dikuasai kesadaran sejarah sebagai sumber
oleh pamongpraja kolonial, akan
inspirasi dan aspirasi. Kepribadian
tetapi dalam pemberontakan
tersebut pihak pamongpraja nasional, identitas, dan jati diri
kolonial yang selalu menang
berkembang melalui pengalaman
karena golongan-golongan yang
memberontak lemah dalam kolektif bangsa, yaitu proses sejarah.
bidang organisasi.
Materi sejarah, sesuai dengan Permen
Dalam konteks sejarah lokal, Diknas no 22 tahun 2006 :
dapat disajikan pembelajaran sejarah
1. Mengandung nilai-nilai
dengan berbasis nilai-nilai
kepahlawanan, keteladanan,
kepahlawanan. Gerakan-gerakan tarekat
kepeloporan, patriotisme,
di banten yang sebagian besar dipimpin
nasionalisme, dan semangat
oleh golongan yang bukan termasuk
pantang menyerah yang
orang besar pada saat itu. Dalam hal ini
mendasari proses pembentukan
ada nilai bagi generasi muda Serang
watak dan kepribadian peserta
dalam memperjuangkan sesuatu untuk
didik
kemaslahatan hidup orang banyak dan
yakin kebenaran ada di pihaknya, 2. Memuat khasanah mengenai
sekarang membangun Serang tanah peradaban bangsa-bangsa,
kelahirannya tercinta, suri tauladan nilai- termasuk peradaban bangsa
nilai kepahlawanannya yang bisa Indonesia. Materi tersebut
menginspirasi pemuda untuk selalu merupakan bahan pendidikan
semangat berjuang. yang mendasar bagi proses
pembentukan dan penciptaan
Penanaman nilai nasionalisme
peradaban bangsa Indonesia di
akan mengembangkan kreativitas
masa depan
peserta didik untuk melakukan kajian-
kajian berbagai peristiwa, untuk 3. Menanamkan kesadaran
kemudian dipahami dan diintegrasikan persatuan dan persaudaraan
kepada masing-masing individu serta solidaritas untuk menjadi
sehingga melahirkan contoh untuk perekat bangsa dalam
29

Jurnal Pendidikan dan Sejarah: Candrasangkala


ISSN: 2477-2771, e-ISSN: 2477-8214

menghadapi ancaman History). Model pembelajaran ini akan


disintegrasi bangsa. membimbing peserta didik dalam
melakukan penelusuran peristiwa
4. Sarat dengan ajaran moral dan
sejarah yang terdapat di lingkungan
kearifan yang berguna dalam
sekitarnya, tempat peserta didik
mengatasi krisis multidimensi
menjalani kehidupan kesehariannya.
yang dihadapi dalam kehidupan
Model pembelajaran ini juga erat
sehari-hari.
kaitannya dengan studi sejarah lokal
5. Berguna untuk menanamkan (Mulyana dan Gunawan., 2007: 243-
dan mengembangkan sikap 244). Living History merupakan model
bertanggung jawab dalam pembelajaran sejarah yang bersumber
memelihara keseimbangan dan pada lingkungan kehidupan sekitar
kelestarian lingkungan hidup. siswa. Isu-isu materi sejarah yang
bertema keberlangsungan (continuity)
Untuk mengantisipasi deretan
dan perubahan (change) dalam
permasalahan di atas sekaligus
lingkungan terdekat siswa menjadi isi
memenuhi tuntutan KTSP (Kurikulum
(content) model pembelajaran Living
Tingkat Satuan Pendidikan) dan
History.
memberi kesempatan kepada peserta
didik untuk mengembangkan berbagai Manfaat model pembelajaran
kemampuan individunya yang sesuai Living History di sekolah tidak saja
dengan sifat yang terkandung dalam isi dapat diukur dengan penalaran
materi, cara berpikir, dan keterampilan sederhana, akan tetapi juga telah terbukti
prosesual sejarah, maka terasa perlu berdasarkan penelitian yang telah
merancang model pembelajaran sejarah dilakukan. Wawan Darmawan, S.Pd.,
yang sesuai dengan harapan dalam M.Hum dan kawan-kawan melakukan
KTSP, yaitu memberikan kesempatan penelitian tentang penggunaan model ini
kepada peserta didik untuk belajar di salah satu SMU di Kota Bandung .
membangun dan menemukan jati diri Hasilnya menyatakan bahwa model
melalui proses belajar yang aktif, kreatif, pembelajaran Living History
efektif, dan menyenangkan. menumbuhkan aktivitas kreatif dan
suasana belajar yang banyak melibatkan
Beberapa model pembelajaran
siswa. Dengan menggunakan model
yang bisa diterapkan salah satunya
pembelajaran ini, peserta didik tidak lagi
dengan menggunakan lingkungan sekitar
sekedar berperan sebagai pengamat yang
mereka sebagai sumber belajar (Living
berada di luar cerita sejarah yang
30

Jurnal Pendidikan dan Sejarah: Candrasangkala


ISSN: 2477-2771, e-ISSN: 2477-8214

dipelajari, namun menjadi pelaku dan sejarah, mengklasifikasi, menemukan


pengamat sejarah sekaligus. Rasional sesuatu, bahkan dalam
akhirnya kreativitas dan suasana belajar menggeneralisasi. Model Living History
peserta didik di sekolah meningkat juga mengajak peserta didik untuk
lantaran model pembelajaran ini niscaya melakukan kegiatan lawatan ke tempat-
melibatkan peran serta peserta didik. tempat bersejarah. Lawatan sejarah,
setidak-tidaknya, memiliki 3 aspek yang
Douch (1967) dan Mahoney
sifatnya mendidik: rekreatif, inspiratif,
(1981) mengemukakan, jika
dan edukatif. Model ini juga dapat
dibandingkan dengan pengajaran sejarah
menggerakkan sikap dan perilaku yang
yang konvensional, kelebihan
bertitik tekan pada nilai sejarah, seperti
pengajaran sejarah lokal adalah
nilai cinta tanah air, rela berkorban,
kemampuannya membawa peserta didik
solidaritas, dan semangat persatuan.
pada situasi riil di lingkungannya.
Dengan kata lain, pengajaran sejarah Robert Douch lewat salah satu
lokal mampu menerobos batas antara bukunya yang berjudul Local History
teori dengan kenyataan yang ada. and The Teacher menyatakan bahwa
Berdasarkan aspek sosiologis- dalam pembelajaran sejarah, hendaknya
psikologis, model pembelajaran ini peserta didik dapat melihat langsung
dapat membawa peserta didik secara kehidupan yang nyata, bukan materi
langsung dalam mengenal serta pelajaran yang abstrak. Untuk mencapai
menghayati lingkungan masyarakatnya. aspirasi ini, pembelajaran sejarah dapat
Sedangkan jika dihubungkan dengan bersumber dari pengalaman kehidupan
konsep pendekatan proses, pembelajaran siswa sehari-hari. Kedekatan emosional
sejarah lokal akan mendukung prinsip siswa dengan lingkungannya merupakan
pengembangan kemampuan peserta sumber belajar yang berharga bagi
didik untuk berpikir aktif-kreatif. terjadinya proses pembelajaran di kelas
(Mulyana dan Gunawan, 2007: 1).
Model pembelajaran Living
History mendorong peserta didik untuk Sumber pembelajaran berupa
lebih peka terhadap lingkungan. Selain aspek lingkungan sekitar (neighborhood)
itu terdorong mengembangkan merupakan batasan keruangan terpenting
keterampilan-keterampilan proses yang dalam studi kesejarahan, khususnya
bersifat discovery dan inquiry, seperti sejarah lokal. Lingkungan sekitar yang
mengobservasi, melaksanakan terbatas, mulai dari lingkungan keluarga
wawancara, menyeleksi bahan/sumber hingga meluas ke lingkungan di luar

31

Jurnal Pendidikan dan Sejarah: Candrasangkala


ISSN: 2477-2771, e-ISSN: 2477-8214

keluarga. Batasan keruangan ini dapat tidak diperkenalkan secara abstrak


menjadi tema pembelajaran sejarah. (Agus M. dan Restu G., 2007: 7).
Dinamika pengalaman hidup siswa di
Penyajian konsep-konsep yang
keluarganya juga dapat menjadi inspirasi
lebih konkrit terasa kian penting
bagi pembelajaran sejarah di sekolah
mengingat kegiatan belajar mengajar
(Mulyana dan Gunawan, 2007: 2-3).
yang terbaik memang harus
Sebagaimana yang telah menumbuhkembangkan unsur kognitif,
diutarakan David D. Van Tassel dalam afektif, dan psikomotor peserta didik
Agus M. dan Restu G. (2007: 7), secara optimal. Pembelajaran yang baik
penulisan dan pengkajian sejarah juga mentransformasikan ketiga unsur
dewasa ini tidak lagi menekankan soal tersebut melalui metode yang efektif dan
kelompok elite sosial tertentu. Fokus tidak saja berfaedah dalam pandangan
baru dalam studi ini antara lain guru, melainkan juga terasa manfaatnya
kelompok-kelompok sosial keluarga, bagi kehidupan kekinian (now) dan
aneka permasalahan sosial, pabrik dan kedisinian (here) menurut sudut
perusahaan, kelahiran dan kematian, pandang peserta didik. Tujuan akhirnya,
masa kanak-kanak dan masa tua, pembelajaran berkontribusi signifikan
kriminalitas serta penyakit kejiwaan. dalam membantu mengarahkan laju
kehidupan masa kini dan masa depan
Materi sejarah yang disajikan
peserta didik ke arah yang lebih baik.
dapat diambil dari lingkungan terdekat
peserta didik, mulai dari kehidupan di Wawan Darmawan, S.Pd.,
rumah hingga di luar rumahnya seperti M.Hum dalam Agus M. dan Restu G.
lingkungan komunitas masyarakat (2007: 245) mengutip pendapat Douch
dimana peserta didik berada. Materi (1967) yang menawarkan tiga cara untuk
yang diajarkan tetap memperhatikan mengaplikasikan model pembelajaran
konsep-konsep ilmu yang dapat Living History dalam pengajaran sejarah
dikembangkan dalam sejarah. Sudah lokal di sekolah. Pertama, mengambil
barang tentu konsep-konsep ilmu contoh-contoh dari kejadian lokal untuk
disajikan dengan menyesuaikan tingkat memberi ilustrasi yang lebih hidup dari
perkembangan psikologi siswa. uraian sejarah nasional maupun sejarah
Umumnya anak sekolah lebih mudah dunia yang sedang diajarkan. Di sini
memahami konsep-konsep tersebut sudah jelas tidak akan ada masalah bagi
dalam tingkat yang lebih konkrit alias usaha mengkaitkan sejarah lokal dengan
kurikulum pengajaran sejarah yang

32

Jurnal Pendidikan dan Sejarah: Candrasangkala


ISSN: 2477-2771, e-ISSN: 2477-8214

berlaku, misalnya dalam peristiwa 2. Bagaimana kondisi


monumen saat ini
sejarah lokal Geger Cilegon 1888.
(terpelihara baik, kurang
Selain menjelaskan peristiwa yang terpelihara, rusak atau
hancur) ?
terjadi dalam lingkup nasional, guru
juga harus memberikan gambaran 3. Bagaimanakah hubungan
monumen dengan
bagaimana daerah di lingkungan masyarakat sekitar saat ini
sekitarnya pada periode itu. (masih digunakan sesuai
fungsinya atau tidak ada
kaitannya dengan masyarakat
Kedua, mengadakan kegiatan
sekitarnya) ?
penjelajahan lingkungan (lawatan).
4. Bagaimanakah ciri-ciri
Dalam cara ini, siswa diharapkan, selengkapnya dari monumen
disamping belajar sejarah di kelas, juga itu, baik dari bangunannya,
hiasannya (kalau ada), dan
diajak ke lingkungan sekitar sekolah sebagainya?
atau siswa untuk mengamati langsung
5. Adakah kemungkinan
sumber-sumber sejarah, serta perubahan monumen dari
mengumpulkan data sejarah. Apabila di bentuk semula, dan kalau ada
coba ditelusuri bentuknya
lingkungan sekitar siswa ada monumen yang terdahulu, (dan juga
yang berkaitan dengan peristiwa sejarah kemungkinan latar belakang
terjadinya perubahan itu) ?
yang sedang dikaji, maka siswa dapat
6. Adakah sumber-sumber
diajak langsung ke objek sejarah untuk mengidentifikasi umur
tersebut. Tidak jarang terjadi di dari monumen tersebut baik
yang ada pada monumen
lingkungan sekitar sekolah terdapat (misalnya angka tahun,
sejumlah monumen yang mempunyai prasasti, atau bahan
bangunannya), atau dari
nilai sejarah. Siswa mungkin tertarik sumber lain di luar monumen
untuk diajak mengungkapkan latar (misalnya perbandingan
dengan monumen yang
belakang sejarah dari monumen tersebut. sejenis yang sudah diketahui
Sesuai dengan tingkat kemampuan kapan didirikan, atau dari
sumber tertulis lainyang
siswa, maka untuk pengamatan benda secara langsung atau tidak
sejarah ini. Widja (1989 : 141) langsung menyinggung
tentang bangunan itu,
menjelaskan permasalahan yang perlu ataupun dari informasi lisan
ditelusuri berkaitan dengan monumen dari informan yang dapat
dipercaya) ?
antara lain :
7. Apakah dari sumber-sumber
1. Dimanakah tepatnya letak tersebut diatas bisa ditelusuri
monumen yang diamati, serta pula suasana kehidupan
bagaimana situasi lingkungan masyarakatyang
tempat monumen itu berdiri ? menghasilan/mendirikan
monumen tersebut?
33

Jurnal Pendidikan dan Sejarah: Candrasangkala


ISSN: 2477-2771, e-ISSN: 2477-8214

Ketiga, studi khusus serta cukup pengamatan terhadap perubahan sosial


mendalam mengenai berbagai aspek tersebut (aspek apapun yang diambil
kesejarahan di lingkungan sekitar sebagai sasaran pengamatan) terutama
peserta didik. Mengamati kehidupan berusaha mengidentifikasi hal-hal
penduduk di suatu lokalitas tertentu seperti bagaimana wujudlembaga
tidak hanya melihat aspek-aspek tersebut secara tradisional, bagaimana
statisnya saja (kehidupan masyarakat di bentuknya saat ni (mana unsurnya yang
suatu saat tertentu saja), akan etapi lebih tetap berlaku, mana yang sudah lenyap
menarik apabila siswa juga diberi atau tidak berperanan lagi), faktor-faktor
kesempatan menelusuri secara sederhana mana yang berperan menimbulkan
aspek-aspek dinamisnya yang perubahan dalam lembaga dan pranata
menyangkut perkembangan atau tersebut.
perubahan sosial yang dialami kelompok
Hal diatas biasanya diorganisir
masyarakat itu. Ini sebenarnya
dan dilaksanakan seperti layaknya studi
merupakan unsur pokok dari studi
sejarah profesional. Siswa diharapkan
sejarah, yaitu melihat berbagai aspek
mengikuti prosedur seperti yang
kehidupan masyarakat dalam dinamika
dilakukan para peneliti profesional,
perkembangannya (Widja, 1989 : 142).
mulai dari pemilihan topik sampai pada
Perkembangan atau perubahan penyusunan laporan. Dalam cara yang
sosial yang dialami suatu masyarakat itu ketiga ini, peserta didik dapat secara
bisa diamati antara lain melalui pranata berkelompok melakukan investigasi data
sosial yang dimilikinya seperti keluarga terhadap objek sejarah. Investigasi ini
dengan segala aspeknya, siste menyerupai langkah penelitian sejarah
pemerintahan, sistem pendidikan, yang meliputi heuristik, kritik,
perkumpulan-perkumpulan tradisional, interpretasi, dan historiografi. Dalam
lembaga gotong-royong dan sebagainya. kegiatan ini, guru harus mampu
Tentu saja untuk mengadakan membimbing kegiatan siswa.
pengamatan yang lebih intensif.
Selanjutnya ada beberapa
Sebliknya dipilih salah satu saja diantara
tindakan yang harus diperhatikan oleh
pranata-pranata sosial yang dimiliki
guru dalam pelaksanaan model Living
masyarakat tersebut. Salah satu contoh
History di lapangan, antara lain :
dalam peristiwa Geger Cilegon 1888,
siswa dapat mempelajari gerakan 1. Membimbing siswa dalam
tarekat-tarekat yang berkembang di memilih topik yang sesuai
dengan minat dan kemampuan
daerah sekitarntya. Pada dasarnya siswa.
34

Jurnal Pendidikan dan Sejarah: Candrasangkala


ISSN: 2477-2771, e-ISSN: 2477-8214

2. Membimbing siswa dalam Bahkan belajar yang baik dapat


melakukan persiapan-persiapan
bersumber dari pengalaman siswa
yang akan dikerjakan di
lapangan. sehari-hari. Sejarah lokal dalam konteks

3. Membantu dan membimbing pembelajaran di sekolah tidak hanya


siswa dalam menyusun sebatas sejarah yang dibatasi oleh
pedoman observasi dan
wawancara. keruangan yang bersifat administratif
belaka, seperti sejumlah provinsi atau
4. Membimbing siswa dalam
melaksanakan penelusuran daerah-daerah.
peristiwa sejarah yang telah
dipilihnya dengan baik. Pemahaman sejarah yang
5. Menciptakan situasi kompetitif demikian, hanya dapat dilakukan
antar kelompok dan manakala pengajaran sejarah tidak
kekompakan antara anggota
kelompok. hanya menekankan pada rentetan waktu

6. Mengadakan diskusi kelompok dan peristiwa belaka, tetapi mengajar


dan kelas untuk membahas sejarah harus memberikan makna bagi
pelaksanaan model Living
History di lapangan. siswa. Untuk melakukan hal tersebut,
guru harus melihat sejarah sebagai suatu
7. Membantu kelompok siswa
yang mengalami kesulitan mata pelajaranyang sarat akan nilai-
dalam pelaksanaan di lapangan nilai. Nilai yang dimaksud disini tak
8. Membantu dan membimbing hanya sekedar nilai kewarganegaraan
siswa dalam
seperti nasionalisme, patriotisme,
menginterpretasikan data yang
diperoleh di lapangan. demokrasi, dan lain-lain. Nilai yang
9. Membimbing siswa dalam harus dikembangkan adalah nilai-nilai
menyusun laporan hasil yang tumbuh dan berkembang dalam
penelitian lapangan
kehidupan sekitar siswa.
10. Memberi waktu dan tempat
untuk mendiskusikan hasil Model Living History bisa
penelitian di kelas.
dijadikan sebagai model pembelajaran
sejarah lokal yang berbasis lingkungan

PENUTUP sekitar siswa. Dalam model


pembelajaran Living Histroy, guru
Pembelajaran sejarah di sekolah dituntun kreatif dan inovatif terutama
seharusnya memberikan kemudahan pada aspek menganalisis kurikulum,
siswa untuk dapat melihat langsung yaitu dengan mencoba menyelaraskan
kehidupan yang nyata, bukan materi tuntutan kurikulum dengan
pembelajaran yang jauh dari realitas. pengembangan pembelajaran sejarah

35

Jurnal Pendidikan dan Sejarah: Candrasangkala


ISSN: 2477-2771, e-ISSN: 2477-8214

lokal yang memerlukan waktu relatif


lama, baik untuk persiapan maupun
pelaksanaan kegiatan sejarah lokal yang
biasanya dilakukan di luar kelas.

Pengembangan model
pembelajaran ini sangat diperlukan
dalam proses belajar sejarah di sekolah,
karena model ini sebagai awal siswa
mengenal bagaimana sejarah bukan
untuk dihafal dan bersifat rutin saja,
tetapi suatu pelajaran yang dapat
memproyekisikan pengalaman masa
lampau masyarakat sekitar siswa dengan
masa kini. Dengan pengajaran sejarah
siswa akan mendapatkan banyak contoh
dan pengalaman dari berbagai tingkat
perkembangan masyarakatnya.

36

Jurnal Pendidikan dan Sejarah: Candrasangkala


ISSN: 2477-2771, e-ISSN: 2477-8214

DAFTAR PUSTAKA Rochiati Wiriaatmadja. Peranan


Pengajaran Sejarah Nasional
Agus Mulyana & Restu Gunawan. Indonesia Dalam Pembentukan
Sejarah Lokal, Penulisan dan Identitas Nasional. (Disertasi.
Pembelajaran di Sekolah. Bandung: Pendidikan IPS-PPS-
(Bandung: Salamina. 2007) IKIP Bandung. 1992)
Supardan, Dadang. Pembelajaran R.T Schwatz; Staub, E.; Lavine, H. “On
Kesadaran Sejarah berbasis the varieties of national
Pendekatan Multikultural dan attachment: constructive
Perspektif Sejarah Lokal, patriotism”. Journal of Political
Nasional, Global dalam Psychology. Staub, E. &
Integrasi Bangsa. (Disertasi: Schwatz, R.T (1994).
SPS UPI Bandung. 2004). Manifestations of blind and
Depdiknas. Kurikulum 2006 SMA: constructive patriotism:
Pedoman Khusus personality correlates and
Pengembangan Silabus dan individual-group relations.
Penilaian Mata pelajaran (Chicago: Nelson - Hall
Sejarah. (Jakarta: Dirjen Publisher. 1999).
Pendidikan Dasar dan Said Hamid Hasan, Pendidikan Sejarah
Menengah. 2006). Indonesia: Isu dalam Ide dan
Depdiknas. Undang-Undang No. 20 Pembelajaran. (Bandung: Rizqi
Tahun 2003 tentang Sistem Press, 2012).
Pendidikan Nasional. (Jakarta: Wineburg, Sam. Berfikir Historis.
Depdiknas. 2007). (Jakarta : Obor. 2006).
Depdiknas. Permendiknas No. 22 tahun Sartono Kartodirdjo,. Pemberontakan
2006 tentang Standar Isi Untuk Petani Banten 1888. (Pustaka
Satuan Pendidikan Dasar dan Jaya. 1984).
Menengah. (Jakarta : Depdiknas. Taufik Abdullah. Sejarah Lokal di
2006) Indonesia. (Yogyakarta: Gadjah
Gertrude Himmelfarb. The New History Mada University Press. 1992).
and The Old. (Cambridge,
Massachusetts: The Belknap
Press of Harvard University Sumber Internet :
Press. 1987). Humas Disbudpar Pandeglang.
I Gde Widja. Sejarah Lokal suatu Peristiwa Geger Cilegon 1888. :
Perspektif dalam Pengajaran <http://humaspdg.wordpress.co
Sejarah. (Bandung: Aksara. m/2010/05/03/peristiwa-geger-
1991). cilegon-1888/.> (diakses 25
James Mahoney. Local History : A April 2013)
Guide for Research an Writing.
(Washington DC : National
Association. 1981).
Lapian.Memeperluas Cakrawala
Melalui Sejarah Lokal. (Dalam
Prisma, 8 Jakarta: LP3ES, 1980)
Supriatna, Nana. Konstruksi
Pembelajaran Sejarah Kritis.
(Bandung : Historia Utama
Press. 2007).
Robert Douch. Local History and the
Teacher. (London : Routledge
and Kegan. 1967).

37

Jurnal Pendidikan dan Sejarah: Candrasangkala

Anda mungkin juga menyukai