Anda di halaman 1dari 6

BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dan Fungsi Noken


Noken merupakan sebuah kerajinan tangan khas Papua berupa tas
yang terbuat dari serat pohon yang dirajut. Noken mempunyai fungsi
sosial, yaitu menjadi identifikasi asal suku. Karena corak, bentuk, dan
pewarnaan pada noken dari setiap suku berbeda-beda. Noken juga
mempunyai fungsi budaya, karena digunakan dalam semua acara adat.
Noken juga mempunyai fungsi ekonomi, yaitu sebagai penyimpan bahan
makanan untuk keperluan mendesak. Noken juga mempunyai fungsi
politik, dengan digunakannya noken dalam pemilu, Noken digunakan
sebagai media pemungutan suara yang dilakukan oleh masyarakat dan
diwakilkan oleh kepala suku. Nama noken dipakai pada sistem Noken
karena Noken sendiri memiliki peranan penting dalam pengambilan suara
di 12 Kabupaten di Papua. Sistem noken adalah sistem pemilihan umum
yang penggunanya menggunakan noken yang digantungkan pada salah
satu kayu dan digunakan sebagai pengganti kotak suara. Kepala suku
dalam Sistem Noken memiliki peranan yang amat penting karena
penentuan hasil pemilukada di daerah itu ditentukan oleh kepala suku di
daerah itu. Sistem ini bertumpu pada pengaruh kepala suku. Kepala suku
memiliki peranan yang amat penting dalam sistem ini. Seorang kepala
suku bukan hanya menjadi pemimpin politik tetapi menjadi pemimpin
dalam setiap aspek yang berkembang di masyarakat, baik itu sosial,
ekonomi, dan budaya.
Secara teknis pelaksanaan sistem noken berdasarkan Keputusan
KPU Provinsi Papua No 1/Kpts/KPUProv.030/2013 Tentang Mekanisme
Pemilihan Mengunakan Sistem Noken dapat di bedakan menjadi 2 model
yaitu: pemilihan dengan menggunakan sistem noken yang dilakukan di
lapangan terbuka yang berada di sekitar area Tempat Pemungutan Suara
(TPS) dan adalah pemilihan yang di wakilkan oleh kepala suku (model
ikat/sistem perwakilan). Model pertama panitia penyelenggara dalam hal
KPPS setempat membolehkan kelompok masyarakat untuk membawa
atau KKPS sendiri yang menyediakan noken sebagai pengganti kotak
suara yang berjumlah sesuai dengan jumlah pasangan calon dalam suatu
pemilihan umum. Selanjutnya noken tersebut kemudian ditancapkan pada
sebatang kayu dengan gambar kandidat yang masing-masing ditempel
pada kayu tersebut, setelah itu masyarakat berbaris tepat di depan noken
sesuai dengan calon yang akan di pilih. Pada model kedua kepala suku
mendatangi panitia penyelenggaran pemilihan umum untuk pengambilan
umum untuk mengambil surat suara sesuai dengan jumlah pemilih
sukunya yang terdaftar. Setelah menerima surat suara, kepala suku
kemudian mengisi surat suara dengan menusuk gambar pilihannya dan
menyerahkan semua surat suara tersebut kepada panitia. Model inilah
yang seringkali disebut dengan sistem ikat atau sistem perwakilan oleh
kepala suku (big man). Model ini dianggap bertentangan dengan UU No
15 Tahun 2011 karena melanggar asas luber jurdil, karena semua
pemilihan suara diwakilkan dan bukan dilakukan oleh si pemilih langsung.
Hal ini menuai pro dan kontra, si satu sisi sistem ini baik karena tingkat
literasi yang rendah di Papua terkhususnya untuk daerah pegunungan
tengah Papua mengefisiensi waktu pengumpulan surat suara akan tetapi
sistem big man ini bertentangan dengan asas luber jurdil yang merupakan
hak demokrasi yang dimiliki oleh setiap masyarakat.

2.2 Sejarah digunakannya Sistem Noken


Sistem Noken merupakan kebudayaan nasional yang dilestarikan dari
generasi ke generasi di Papua khususnya wilayah Pegunungan Tengah.
Sistem Noken sendiri terbagi atas dua macam, yang satu Sistem Noken
berarti perwakilan yang dilakukan oleh kepala suku seluruh surat
masyarakatnya (Big Man) dan Sistem Noken yang hanya menjadikan
Noken sebagai tempat pengganti kotak suara. Sistem Noken sendiri hadir
diatas segala keterbatasan yang ada, bukan hanya kondisi geografis
wilayah Pegunungan Tengah yang sulit dijangkau akan tetapi sulitnya
masuk sistem informasi dan komunikasi ke wilayah Pegunungan Tengah
itu sendiri. Tidaklah mudah mencapai distrik-distrik pedalaman wilayah
Pegunungan Tengah yang dikelilingi oleh hutan lebat dan kontur geografis
yang berlika-liku, kondisi geografis yang sulit tersebut menghambat
pemerataan kotak suara di seluruh wilayah di Papua khususnya
pedalaman Papua seperti wilayah Pegunungan Tengah, biaya yang tidak
sedikit juga harus dikeluarkan oleh para calon kepala daerah untuk
memaparkan visi dan misinya, sehingga lahirlah Sistem Noken yang
dipercayakan kepada kepala suku untuk melaksanakan dalam
pemilukada.
Dalam Sistem Big man kepala suku bukan hanya memaparkan visi
misi tetapi juga mewakilkan seluruh masyarakat untuk memilih kepala
daerah, dalam Sistem Noken yang diakui oleh Mahkamah Konstitusi
kepala suku hanya memaparkan visi dan misi serta membiarkan
masyarakat untuk berdiskusi siapa yang akaln mereka pilih dan mencapai
kesepakatan. Sistem Noken ini diatur dalam MK No. 47-81/PHPU-A-
VII/2009 tanggal 09 Juni 2009 karena dianggap sebagai nilai dan budaya
yang hidup di Papua menganut sistem pemilihan Langsung, Umum,
Bebas dan Terbuka (LUBET) walaupun masih dianggap bertentangan
dengan asas LUBER JURDIL karena melanggar asas langsung, suara
dapat diwakilkan oleh orang yang dipercaya apabila berhalangan hadir,
melanggar asas rahasia karena pemilihan dengan Sistem Noken berarti
masyarakat telah mengetahui siapa yang akan dipilih oleh semua
masyarakat karena kepala daerah yang dipilih telah didiskusikan terlebih
dahulu oleh daerah tersebut dan berdasarkan kesepakatan bersama.

2.3 Cara masyarakat menentukan dan memilih kepala daerah


Masyarakat wilayah Pegunungan Tengah akan mulai melakukan
diskusi-diskusi mengenai calon kepala daerah yang akan mereka pilih
tepat setelah nama para calon kepala daerah itu diumumkan di daerah
mereka, diskusi-diskusi dilaksanakan baik secara spontan maupun
terencana. Diskusi tersebut dilakukan dimana saja mereka dapat bertemu
salah satu contohnya yaitu rumah adat. Diskusi tersebut biasanya
dipimpin oleh pemuka agama ataupun guru yang mereka percaya dapat
mengarahkan mereka untuk lebih mengenal calon-calon kepala daerah
yang akan mereka pilih.
Bagi sebagian besar masyarakat wilayah pedalaman, visi dan misi
bukanlah hal yang penting untuk mereka bahas dalam diskusi mereka
dalam menentukan calon kepala daerah yang akan mereka pilih. Bagi
mereka visi dan misi belum dapat dipercaya dan diuji kebenarannya,
mereka lebih memilih untuk mencari informasi tentang calon kepala
daerah tersebut, mulai dari pekerjaan apa saja yang pernah ia lakukan,
hobi, kebiasaan yang sering ia lakukan, nilai-nilai hidup yang ia pegang
serta jika ia berasal dari sebuah desa tertentu masyarakat akan mencari
kontribusinya terhadap desa tersebut dan kemajuan apa saja yang terjadi
di desa itu.
Informasi sebanyak-banyaknya akan dicari oleh seluruh masyarakat
desa sampai mereka mandapatkan gambaran apakah calon kepala
daerah itu layak untuk mereka pilih, kemudian mereka melakukan
pengujian terhadap satu dengan yang lain dalam diskusi sehingga
dicapailah kesepakatan yang calon mana yang akan mereka pilih dan
berapa suara yang akan dialokasikan pada calon kepala daerah terpilih
tersebut.
Pemilihan dengan Sistem Noken ini sangat transparan, para
masyarakat kampung telah menetapkan siapa yang mereka pilih dan
pemenang pemilihan di daerah itu telah ditentukan sebelum hari pemilihan
tiba. Semua warga kampung berpartisipasi bersama dalam pemilihan,
mereka tidak mempermasalahkan dimana mereka akan melakukan
pencoblosan dan suara tersebut dapat diwakilkan oleh orang yang
dipercaya asal yang kepala daerah yang dipilih telah sesuai dengan
kesepakatan seluruh masyarakat kampung.

2.4 Masalah yang ditimbulkan Noken


Berdasarkan pilkada yang dilaksanakan diwilayah Pegunungan
Tengah, ada banyak konflik yang terjadi karena pelaksanaan Sistem
Noken, hal ini karena Sistem Noken dianggap mematikan hak perorangan,
menggunakan big man sebagai perwakilan, mengklaim suara salah satu
kampung dan diberikan ke salah satu calon dari beberapa calon. Dengan
Sistem Noken pasangan calon sudah bisa tahu mereka menang atau
kalah bahkan sebelum hari pemilihan tiba, hal ini disebabkan karena
Sistem Noken melanggar asas bebas dan rahasia.
Sistem Noken seharusnya perlahan dihilangkan karena Sistem Noken
sendiri tidak diatur dalam UU Pemilukada, jika alasannya adalah efisiensi
diamana penduduk kampung yang jauh tidak perlu datang untuk
memberikan suara, hal itu tidak tepat. Hal ini merupakan tanggung jawab
KPU wilayah untuk melayani masyarakat sejauh apapun untuk
memberikan suara.
Perludem atau Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi meninjau
bahwa Sistem Noken perlu dibenahi, pasalnya sistem ini memicu konflik
antar masyarakat. Dalam Sistem Noken yang melanggar asas rahasia
dalam asas luber jurdil akan langsung diketahui calon pasangan kepala
daerah terpilih karena pemilihannya diwakilkan oleh suku, sehingga suku-
suku yang kepala daerahnya menang sajalah yang mendapatkan
pembangunan lebih sedangkan yang tidak memilih kepala daerah terpilih
itu pada saat pilkada daerahnya menjadi terbelakang atau cenderung
diabaikan, hal inilah yang memicu konflik antar suku di Papua sehingga
memakan banyak korban. KPU sendiri telah berupaya menghapus Sistem
Noken akan tetapi keputusan akhir tetap pada wilayah masing-masing.
Adapun wilayah tidak setuju atas penghapusan Sistem Noken karena
dianggap sebagai budaya turun-temurun, Perludem merekomendasikan
KPU RI dan Bawaslu RI agar menjamin pelaksanaan sistem noken sesuai
dengan ketentuan yang berlaku dan diawasi dengan baik.
Pelaksanaannya harus transparan dan akuntabel dan membuka ruang
keterlibatan publik secara luas. Untuk jangka panjang, ketentuan sistem
noken perlu dibenahi kembali.

Anda mungkin juga menyukai