Anda di halaman 1dari 24

SIROSIS HEPATIS

MAKALAH

diajukan untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Klinik Medikal Bedah 1
Dosen Pengampu: Ibu Saurmian Sinaga S. Kep., Ners., M. Kep

Disusun Oleh:
1. Putri Adya Hutami (1420118007)
2. Rafli Gunawan (1420118019)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IMMANUEL
JL. K.H. WAHID HASYIM NO. 161 BOJONGLOA KIDUL
KOTA BANDUNG
2019
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hati merupakan organ yang penting serta memiliki fungsi yang
kompleks dalam tubuh. di dalam hati terjadi proses-proses penting bagi
kehidupan kita, yaitu proses penyimpanan energi, pengaturan metabolism
kolesterol, dan penetralan racun/obat yang masuk dalam tubuh kita. Sehingga
dapat kita bayangkan akibat yang akan timbul apabila terjadi kerusakan pada
hati.
Sirosis Hepatis adalah penyakit kronis pada hepar dengan inflamasi
dan fibrosis hepar yang mengakibatkan distorsi stuktur hepar dan hilangnya
sebagian besar fungsi hepar. Perubahan besar yang terjadi karena sirosis
adalah kematian sel-sel hepar, terbentuknyya sel-sel fibrotik (sel mast),
regenerasi sel dan jaringan perut yang menggantikan sel-sel normal.
Perubahan ini menyebabkan hepar kehilangan fungsinya dan distorsi
strukturnya. Hepar yang sirotik akan menyebabkan sirkulasi intrahepatik
tersumbat (obstruksi intrahepatik)
Sirosis Hepatis dapat disebabkan oleh intrahepatik dan ekstrahepatik,
kolestasis, hepatitis virus, dan hepatotoksin. Alkoholisme dan malnutrisi
adalah dua faktor pencetus utama untuk sirosis Laennec. Sirosis pascanekrotik
akibat hepatotoksin adalah sirosis yang paling sering dijumpai.
Di Negara maju, hepatitis C kronis pada konsumsi alkohol yang
berlebihan merupakan penyebab paling umum dari sirosis. Sirosis ditandai
dengan fibrosis jaringan dan konversi hati yang normal menjadi nodul
struktural yang abnormal. Akibatnya, bentuk hati yang normal akan berubah
disertai terjadinya penekanan pada pembuluh darah dan terganggunya aliran
darah vena porta yang akhirnya menyebabkan hipertensi portal (Pinzani et al.,
2011).
Berdasarkan data WHO (2004), sirosis hati merupakan penyebab
kematian ke delapan belas di dunia, hal ini ditandai dengan semakin
meningkatnya angka kesakitan dan kematian akibat sirosis hati. Data WHO
(2008) menunjukkan pada tahun 2006 sekitar 170 juta umat manusia
menderita sirosis hepatis. Angka ini meliputi sekitar 3% dari seluruh populasi
manusia di dunia dan setiap tahunnya infeksi baru sirosis hepatis bertambah 3-
4 juta. The Journal for Nurse Practitioners mengatakan bahwa di Amerika
Serikat, penyakit hati kronis adalah penyebab kematian ke dua belas. Sekitar
5,5 juta orang di Amerika Serikat memiliki sirosis.
Komplikasi yang dialami pasien sirosis hati antara lain hipertensi
portal, ascites, spontaneous bakterial peritonitis (SBP), varises esophagus, dan
ensefalopati hepatik. Antara komplikasi satu dengan yang lain saling terkait.
Ascites hanya akan muncul jika pasien mengalami hipertensi portal. Pasien
yang mengalami varises esofagus akan berisiko terjadi pendarahan karena
ruptur esofagus, pada keadaan pendrahan akan menjadi salah satu faktor
pemicu terjadinya ensefalopati hepatik (Tasnif dan Hebert, 2011).
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS

A. Definisi Sirosis Hepatis


Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan
difus dan menahun pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat,
degenerasi dan regenerasi sel-sel hati, sehingga timbul kekacauan dalam
susunan parenkim hati (Mansjoer, FKUI, 2001).
Sirosis Hepatis adalah sekelompok penyakit hati kronik yang
mengakibatkan kerusakan di sel hati dan sel tersebut digantikan oleh jaringan
parut sehingga terjadi penurunan jumlah jaringan hati normal. Peningkatan
jaringan parut tersebut menimbulkan distorsi struktur hati yang normal,
sehingga terjadi gangguan aliran darah melalui hati dan terjadi gangguan
fungsi hati. Sirosis Hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata
yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hati
dekompensata yang ditandai gejala-gejala tanda klinis yang jelas.
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium
akhir fibrosis hepatic yang berlangsung progresif yang ditandai dengan
distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. (Sudoyo
Aru, dkk 2009).
Penyakit hati kronis ini dicirikan dengan destorsi arsiitektus hati yang
normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul regenerasi sel hati,
yang tidak berkaitan dengan vascular normal. (Sylvia A. price).
Prognosis Sirosis Hati dipengaruhi berbagai faktor, seperti etiologi,
beratnya kerusakan hati, komplikasi dan penyakit lain yang menyertai.
Klasifikasi Child merupakan salah satu parameter untuk menilai derajat
keparahan pasien sirosis hepatis, dimana variabelnya meliputi konsentrasi
bilirubin, albumin, ada tidaknya ascites dan ensefalopati, serta status nutrisi.
Klasifikasi ini terdri dari Child kelas A, B, dan C.
Pasien dengan sirosis hati dalam perjalanan penyakitnya, sering
mengalami gangguan ginjal, dimana pada stadium awal gangguan fungsi
ginjal ini bersifat reversible, yaitu dapat membaik dengan intervensi medis.
Stadium ekstrim dari gangguan fungsi ginjal ini adalah sindrom hepatorenal
(SHR) yang umumnya bersifat ireversibel. SHR adalah gangguan fungsi
ginjal sekunder pada penyakit hati tingkat berat baik akut maupun kronik yang
bersifat fungsional dan progresif. Sekitar 20% pasien sirosis hati dengan asites
disertai fungsi ginjal yang normal, akan mengalami SHR setelah 1 tahun, dan
39% setelah 5 tahun perjalanan penyakit.

B. ETIOLOGI
Penyebab sirosis belum teridentifikasi jelas, meskipun hubungan antara
sirosis dan minum alkohol berlebihan telah di tetapkan dengan baik. Negara
dengan insidensi sirosis tertinggi memiliki konsumsi alkohol perkapita terbesar.
Kecenderungan keluarga dengan predisposisi genetik, juga hypersensitivitas
terhadap alkohol, tampak pada sirosis alkoholik.
Ada juga 3 tipe sirosis hepatis:
1. Sirosis Laennec (disebut juga sirosis alkoholik, porta, dan sirosis gizi),
dimana jaringan parut secara khas mengelilingi daerah portal itu disebabkan
oleh alkoholis kronis
2. Sirosis pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai
akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya
3. Sirosis biliaris, dimana pembentukan jaringan perut terjadi dalam hati di
sekitar saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi
(kolangitis).
C. PATOFISIOLOGI
Sirosis adalah tahap akhir pada banyak tipe cidera hati. Sirosis hati
biasanya memiliki konsistensi noduler, dengan berkas fibrosis (jaringan parut)
dan daerah kecil jaringan regenerasi. Terdapat kerusakan luas hepatosit.
Perubahan bentuk hati mengubah aliran sistem vascular dan limfatik serta
jalur duktus empedu. Periode eksaserbasi ditandai dengan stasis empedu,
endapan jaundis.
Meskipun ada beberapa faktor yang terlibat dalam etiologi sirosis,
konsumsi minuman beralkohol dianggap sebagai faktor pnyebab yang utama.
Sirosis terjadi dengan frekuensi paling tinggi pada peminum minuman keras.
Meskipun defisiensi gizi dengan penurunan asupan protein turut menimbulkan
kerusakan hati pada sirosis, namun asupan alkohol yang berlebihan
merupakan faktor penyebab yang utama pada perlemakan hati dan
konsekuensi yang ditimbulkannya. Namun demikian, sirosis juga pernah
terjadi pada individu yang tidak memiliki kebiasaan minum inuman keras dan
pada individu yang dietnya normal tetapi dengan konsumsi alkohol yang
tinggi (Smeltzer & Bare, 2001).
Sirosis alkoholik atau secara historis disebut sirosis Laennec ditandai
oleh pembentukan jaringan parut yang difus, kehilangan sel-sel hati yang
uniform, dan sedikit nodul regenerative. Sehingga kadang-kadang disebut
sirosis mikronodular. Sirosis mikronodular dapat pula diakibatkan oleh cedera
hati lainnya. Tiga lesi utama akibat induksi alkohol adalah perlemakan hati
alkoholik, hepatitis alkoholik, dan sirosis alkoholik (Tarigan, 2001).
Kelanjutan proses sebagai akibat penyebab tidak di ketahui atau
penyalahgunaan alkohol biasanya mengakibatkan kematian dari ensefalopati
hepatikum, infeksi bakteri (gram negatif), peritonitis (bakteri), hepatoma
(tumor hati), atau komplikasi hipertensi porta.
D. MANIFESTASI KLINIS
1. Keluhan pasien:
- Pruritis
- Urine berwarna gelap
- Ukuran lingkar pinggang meningkat
- Turunnya selera makan da
n turunnya berat badan
- Ikterus(kuning pada kulit dan mata) muncul belakangan
2. Tanda Klasik
- Telapak tangan merah
- Pelebaran pembuluh darah
- Ginekomastia
- Bukan tanda yang spesifik
- Peningkatan waktu protombin adalah tanda yang lebih khas
- Ensefelopati hepatitis dengan hepatitis yang akut dapat terjadi dalam
waktu singkat dan pasien akan merasa mengantuk,delirium,kejang,dan
koma dalam waktu 24 jam
- Onset enselopati hepatitis dengan gagal hati kronik lebih lambat dan
lemah.
(yuliana elin,2009)

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Lab
a) Tes fungsi hati
b) Tes anti body
c) Tes protein
d) Tes darah
e) Pemeriksaan serologi
f) Pemeriksaan igM dengue, igG dengue, igM anti-HAV, HBsAg
2. Pemeriksaan Radiologi
a) USG Perut
b) Rontgen

F. Penatalaksanaan
Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa:
1. Simtomatis
2. Supportif, yaitu antara lain:
a. Istirahat yang cukup
b. Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang, misalnya: cukup
kalori, protein 1gr/kgBB/hari dan vitamin
c. Pengobatan berdasarkan etiologi, misalnya pada sirosis hati akibat
infeksi virus Hepatitis C dapat dicoba dengan interferon.
3. Pengobatan yang spesifik dari sirosis hati akan diberikan jika telah terjadi
komplikasi seperti:
a. Asites
b. Spontaneous bacterial peritonitis (SBP)
Adanya kecurigaan akan SBP bila dijumpai keadaan sebagai berikut:
- Dicurigai sebagai sirosis tingkat B dan C dengan asites.
- Gambaran klinis mungkin tidak ada dan leukosit tetap normal
- Protein asites biasanya <1g/dl
- Biasanya monomicrobial dan bakteri Gram-Negative
- Mulai pemberian antibotik jika asites > 250 mm polymorphs
- 50% mengalami kematian dan 69% sembuh dalam 1 tahun.
Pengobatan SBP dengan memberikan Cephalosporins Generasi III
(Cefotaxime), secara parental selama lima hari, atau Qinolon secara
oral. Mengingat akan rekurennya tinggi maka untuk Profilaxis dapat
diberikan Norfloxacin (400mg/hari) selama 2-3 minggu.
c. Hepatorenal Syndrome
Adapun kriteria diagnostik dapat dilihat sebagai berikut:
- Majo: penyakit htai kronis dengan asites, glomerular fitration rate
yang rendah, Serum creatin > 1,5 mg/dl, Creatine Clearance (24
hour)< 4,0 ml/minute, tidak ada syok, infeksi berat, kehilangan
cairan dna obat-obatan Nephrotoxic, Proteinuria < 500 mg/hari,
tidak ada penin
- ikatan ekspansi volume plasma.
- Minor: volume urine < 1 liter/hari, sodium urine < 10 mmol/liter,
osmolaritas urine > osmolaritas plasma, konsentrasi sodium serum
< 13 mmol/liter.
Sindroma ini dicegah dengan menghindari pemberian Diuretik
yang berlebihan, pengenal secara dini setiap penyakit seperti
gangguan elektrolit, pendarahan dan infeksi. Penanganan secara
konservatif dapat dilakukan berupa: Retriksi cairan, garam,
potassium dan protein. Serta menghentikan obat-obatan yang
Nefrotoxic. Manitol tidak bermanfaat bahkan dapat menyebabkan
Asidosis intraseluler. Diuretik dengan dosis yang tinggi juga tidak
bermanfaat, dapat mencetuskan perdarahan dan shock. Pilihan
terbaik adalah transplantasi hati yang diikuti dengan perbaikan dan
fungsi ginjal.
a. Perdarahan karena pecahnya Varises Esofagus
Kasus ini merupakan kasus emergensi. Prinsip penanganannya:
- Pasien diistirahatkan dan dipuaskan
- Pemasangan IVFD berupa garam fisiologis dan kalau
perlu transfuse
- Pemasangan Naso Gastric Tube, hal ini mempunyai
banyak sekali kegunaannya yaitu: untuk mengetahui
perdarahan, cooling dengan es, pemberian obat-obatan,
evaluasi perdarahan
- Pemberian obat-obatan berupa antasida, ARH2,
Antifibrinolitik, Vitamin K, Vasopressin, Octriotide
dan Somatostatin.
- Disamping itu diperlukan tindakan-tindakan lain dalam
rangka menghentikan perdarahan misalnya Pemasangan
Ballon Tamponade dan Tindakan Skleroterapi/Ligasi
atau Oesophageal Transection.
b. Ensefalophaty Hepatic
Suatu syndrome Neuropsikiatri yang didapatkan pada penderita
penyakit hati menahun, mulai dari gangguan ritme tidur,
perubahan kepribadian, gelisah sampai ke pre koma dan koma.
Faktor pencetus, antara lain: infeksi, perdarahan gastro
intestinal, obat-obat yang Hepatotoxic. Prinsip penanganan ada
3 sasaran:
- Mengenali dan mengobati faktor pencetus
- Intervensi untuk menurunkan produksi dan absorpsi
amoniak serta toxin-toxin yang berasal dari usus
dengan jalan: diet rendah protein, pemberian antibiotik
(neomisin), pemberian lactulose/lactikol.
- Obat-obat yang memodifikasi Balance Neutronsmiter:
secara langsung (Bromocriptin, Flumazemil) dan Tak
langsung (Pemberian AARS).
G. Komplikasi
Komplikasi sirosis hepatis menurut Tarigan (2001) adalah:
1. Hipertensi portal
2. Coma/ ensefalopaty hepatikum
3. Hepatoma
4. Asites
5. Peritonitis bakterial spontan
6. Kegagalan hati (hepatoselular)
7. Sindrom hepatorenal
H. Pathway

Multifactor penyebab: Sirosis Hepatis Nyeri


- Malnutrisi
- Kolestasis kronik Kelainan jar Fungsi hati Resiko gangguan
- Toksik/Infeksi Iflamasi akut
parenkim hati terganggu fungsi hati
- Metabolic: DM
- Alcohol
- Hepatitis virus B dan C Kronis Ggn metabolism Ggn metabolism Ggn metabolism
bilirubin protein zat besi

Hipertensi Portal Ansietas Bilirubin tak Asam amino relative Ggn asam folat
terkunjugasi (albumin,globulin)

Varises Esofagus Ggn sintesis vit K


Ikterik Feses pucat
Urine gelap Faktor pembekuan darah
terganggu, sintesis
prosumber terganggu
Ggn citra tubuh Penumpukan
garam empedu
Resiko perdarahan
dibawah kulit
Perdarahan Peningkatan tekanan Penurunan produksi
gastrointestinal: hidrostatik, peningkatan sel darah
hematemesis melena permeabilitas vaskuler Pruritas merah/anemia
Kelemahan
Hipokalemia, anemia Filtrasi cairan Kerusakan Sintesis vit A,B
keruang ketiga integritas kulit complek, B12
Intoleransi aktivitas melalui hati menurun

Asites dan Ggn metabolism


edema perifer vitamin

Kelebihan volume cairan Ekspansi paru


terganggu
Ggn pembentukan
Alkalosis Ketidakefektifan perfusi empedu
jaringan perifer Ketidakefektifan
pola nafas
Koma
Lemak tdk dpt
Peningkatan
diemulsikan dan tdk dpt
Metabolic peristaltic usus
diserap oleh usus halus
ensefalopati
Diare

Kematian Ketidakmampuan Ketidakseimbangan


Resiko
koping keluarga nutrisi kurang dari
ketidakseimbangan
elektrolit kebutuhan tubuh
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN SIROSIS HEPATIS

A. Pengkajian
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Nama : Tn. B
Tanggal lahir : 30 September 1969
Jenis kelamin : laki-laki
Agama : Islam
Suku Bangsa : Sunda
Alamat : Jalan Kenangan, Gg Salamina No. 8 RT/01
RW/02
Pekerjaan : Buruh
Pendidikan : SMP
b. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny. Y
Alamat : Jalan Kenangan, Gg Salamina No. 8 RT/01
RW/02
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SMP
Hub dengan Klien : Istri Tn. B
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Pasien mengatakan mual
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien mengeluh perutnya sakit dan begah seperti ditusuk-tusuk dan terasa
penuh di perut bagian kanan atas sehingga pasien sulit untuk bergerak dan
berkurang rasa sakitnya apabila dibuat duduk dalam posisi semifowler.
Rasa sakit itu muncul apabila pasien duduk dan saat melakukan aktifitas
terlalu berat sehingga pasien hanya berada di atas tempat tidur sepanjang
hari. Pasien mengatakan rasa sakitnya sudah dirasakan sejak 2 minggu lalu
tanggal 6 SEPTEMBER 2019, namun rasa sakitnya tidak dapat ditahan
lagi mulai tiga hari sebelum masuk rumah sakit yakni tanggal 19
september 2019. Pasien juga mengeluh mual dan tidak nafsu makan serta
nyeri di daerah perut. Nyeri pasien terkaji pada skala nyeri 7 (nyeri berat
terkontrol) menurut skala Smeltzer (0-10). Nyeri muncul saat pasien
bergerak dan beraktifitas, sehingga pasien hanya berbaring di tempat tidur.
Nyeri itu muncul saat pasien mulai kesulitan makan karena mual. Pasien
juga mengatakan saat malam sering sesak napas karena perutnya yang
semakin membesar sehingga sulit digunakan untuk bernafas dan akan
berkurang jika pasien duduk dalam posisi semifowler. Sesak nafas itu
selalu terjadi saat malam hari dan sangat mengganggu aktifitas. Rasa
sakitnya sangat dirasakan pasien terutama di daerah dada dan paru-paru.
Gejala di mulai sejak 2 minggu lalu sebelum pasien masuk rumah sakit 
atau tepatnya tanggal 6 september 2019.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien mengatakan punya riwayat penyakit kuning 6 bulan yang lalu
yakni sekitar bulan Maret 2019 dan dirawat di RS Bandung. Pasien juga
mengatakan  selama ini telah mengkonsumsi obat-obatan seperti :
Lactolac 3x CI, Sucralent 3 x CI, Spironolakton 4x25 mh/hari, dan
Furosemid.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Istri mengatakan bahwa klien tidak memiliki keturunan penyakit yang
menurun dan menular.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Status Kesehatan Umum
1) Keadaan Umum : Cukup
2) Tingkat Kesadaran : Compos Mentis
3) Tanda-tanda Vital :
T = 100/60 mmHg
S = 375 ° C
RR = 24 x/menit
N = 96 x/menit
BB sebelum sakit = 67kg
BB setelah sakit = 56 kg
TB = 165 cm
LILA = 27 cm
4) Head to Toe :
a) Kepala : Berbentuk simetris, tidak ada benjolan. Rambut tumbuh
merata dan tidak botak. Rambut berminyak dan tidak rontok.
b) Wajah : Berbentuk simetris, odema, otot muka dan rahang
kekuatan normal, sianosis tidak ada, wajah menyeringai dan
meringis karena kesakitan.
c) Mata : Alis mata, kelopak mata normal, konjuktiva anemia, pupil
isokor dan sclera ikterus (berwarna kuning), reflek cahaya positif
serta tajam penglihatan menurun.
d) Telinga : Tidak ada serumen, membrane timpani dalam batas
normal.
e) Hidung : Deformitas (kelainan bentuk), mukosa, secret, bau,
obstruksi, polip tidak ada, pernafasan cuping hidung tidak ada.
f) Mulut : tidak ada stomatitis dan mukosa bibir tampak kering.
g) Leher : Fungsi menelan normal, tidak ada pembesaran kelenjar
tiroid, tidak ada pembesara vena jugularis, dan tidak ada kaku
kuduk.
h) Dada dan Thoraks :
Inspeksi           : Bentuk dada simetris, dan napas dangkal
Palpasi             : tidak ada benjolan dan tidak ada nyeri tekan
Perkusi            : suara paru : sonor
Auskultasi       : Terdapat ronchi
i) Abdomen :
Inspeksi           : Terdapat asites dan terlihat spider nevi
Auskultasi       :bising usus 17x/menit
Palpasi            :Nyeri tekan di daerah epigastrium dan didaerah
sekitar organ hati saat di palpasi terasa kenyal dan terdapat asites
Perkusi            : Tympani
j) Ekstrimitas
- Atas : akral hangat, terpasang infuse ditangan kanan, tidak ada
luka, dan tidak ada kelumpuhan.
- Bawah : tidak terjadi kelumpuhan, tidak ada luka, dan tidak
terpasang infuse di kaki kanan maupun kiri.
k) Genetalia : fungsi genetalia baik dan terpasang kateter.
l) Integumen : seluruh bagian tubuh terlihat kekuningan, kulit tampak
kusam dan kering serta turgor kulit menurun.

B. Analisa Data
Nama : Tn. B Ruang : Melati
Umur : 50 tahun No. RM : 01.256.179
NO. PENGELOMPOKAN DATA ETIOLOGI KELUHAN
1. DS: Pengumpulan cairan intra Gangguan
Pasien mengatakan sulit untuk abdomen ketidakefektifan pola
bernapas dan merasa sesak napas nafas.
DO: Penurunan ekspansi paru
- Pola pernafasan pasien tidak akibat asites
teratur dan bernafas dengan
frekuensi cepat (takipnea).
- Pasien tampak mengalami Akumulasi secret
pernafasan dangkal.
- Observasi TTV
RR: 24 x/menit
TD: 100/70 mmHg
N: 96 x/menit
S: 375 ° C
2. DS: Intake kurang Perubahan status
Pasien mengatakan mual jika nutrisi, kurang dari
makan kebutuhan tubuh
DO:
- Pasien tidak bisa makan lewat
oral
- BB pasien menurun, sebelum
sakit 67kg dan saat sakit 56kg.
- Observasi TTV
RR: 24 x/menit
TD: 100/80 mmHg
N: 95 x/menit
S: 37 4 ° C
3. DS: Terganggunya Gangguan
- Pasien mengatakan perutnya mekanisme pengaturan keseimbangan volume
semakin membesar dan terasa (penurunan plasma cairan lebih dari
begah. protein) kebutuhan normal
- Pasien mengatakan badan terasa tubuh
lelah/ lemas.
- Pasien mengatakan sulit untuk
bergerak.
- Pasien juga mengeluh perutnya
sakit.
DO:
- - Pasien mengalami asites di
daerah abdomen.
- - Pasien terlihat cemas dan tidak
nyaman dengan keadannya.
- - Pasien terbaring lemas ditempat
tidur.
- Pasien dengan turgor kulit
menurun
- Observasi TTV
RR: 24 x/menit
TD: 100/60 mmHg
N: 97 x/menit
S: 376 ° C

C. Diagnosa Keperawatan
Nama : Tn. B Ruang : Melati
Umur : 50 tahun No. RM : 01.256.179
NO. TANGGAL DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. 23 September 2019 Gangguan ketidakefektifan pola nafas berhubungan
dengan pengumpulan cairan intra abdomen, penurunan
ekspansi paru akibat asites ,akumulasi sekret berlebihan.
DS:
-Pasien mengatakan sulit untuk bernapas
-Pasien mengatakan sesak napas
DO:
- Pola pernafasan pasien tidak teratur dan bernafas dengan
frekuensi cepat (takipnea).
- Pasien tampak mengalami pernapasan dangkal.
- Observasi TTV
RR: 24 x/menit
TD: 100/70 mmHg
N: 96 x/menit
S: 375 ° C
2. 23 September 2019 Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan
dengan intake yang kurang.
DS:
-Pasien mengatakan mual jika makan
DO:
-Pasien tidak bisa makan lewat oral

- BB sebelum sakit 67kg dan BB saat sakit 56kg


3. 23 September 2019 Gangguan keseimbangan volume cairan lebih dari
kebutuhan normal tubuh berhubungan dengan
terganggunya mekanisme pengaturan (penurunan plasma
protein).
DS:
-Pasien mengatakan perutnya membesar dan terasa begah.
- Pasien mengatakan badan terasa lelah/lemas.
-Pasien mengatakan sulit untuk bergerak.
-Pasien juga mengeluh perutnya sakit.
DO:
- Pasien mengalami asites di daerah abdomen.
- Pasien terlihat cemas dan tidak nyaman dengan
keadannya.
- Pasien terbaring lemas ditempat tidur.
- Pasien dengan turgor kulit menurun
D. Rencana Asuhan Keperawatan
Nama : Tn. B Ruang : Melati
Umur : 50 tahun No. RM : 01.256.179
No Dx Keperawatan Tujuan Keperawatan Intervensi Keperawatan Rasional Keperawatan
.
1. Gangguan - Tupan: 1.Awasi frekwensi, 1.Pernafasan
ketidakefektifan Setelah dilakukan kedalaman dan upaya dangkal/cepat
pola nafas b.d tindakan keperawatan pernafasan. kemungkinan ada
pengumpulan selama 2x24 jam di 2.Ubah posisi sering sehubungan dengan
cairan intra harapkan pasien tidak dorong nafas dalam hipoksia atau akumulasi
abdomen, mengalami sesak latihan dan batuk. cairan dalam abdomen.
penurunan ekspansi nafas. 3.Berikan posisi semi 2.Membantu ekspansi
paru akibat asites, - Tupen : fowler paru dalam memobilisasi
akumulasi secret Setelah dilakukan 4.Monitor jumlah lemak.
berlebihan. tindakan keperawatan pernapasan dengan 3.Memudahkan
selama 1x24 jam. observasi TTV pernafasan dengan
Diharapkan pasien 5.Kolaborasi dengan menurunkan tekanan
dapat mengatasi pola tim medis dalam pada diafragma dan
nafas yang lebih pemantauan meminimalkan  sekret.
efektif . perkembangan pasien 4.Mengetahui status
perkembangan
pernapasan pasien.
5.Memberikan obat
peroral dan parenteral
pada pasien untuk
kesembuhan pasien.
2. Gangguan - Tupan : 1. Motivasi pasien untuk 1. Motivasi sangat penting
pemenuhan Setelah dilakukan makan makanan bagi penderita
kebutuhan nutrisi tindakan keperawatan sesuai diet yang anoreksia dan gangguan
b.d intake yang selama 2x24 jam dianjurkan dan gastrointestinal.
kuat. kebutuhan nutrisi suplemen makanan. 2.    Makanan dengan porsi
tubuh dapat 2. Tawarkan makanan kecil dan sering lebih
terpenuhi. dengan porsi sedikit ditolerir oleh penderita
- Tupen : tapi sering. anoreksia.
Setelah dilakukan 3. Hidangkan makanan 3.    Meningkatkan selera
tindakan keperawatan yang menimbulkan makan
selama 1x24 jam. selera dan menarik 4.    Mengurangi cita rasa
Diharapkan pasien dalam penyajiannya. yang tidak enak dan
dapat mengatasi pola 4.    Pelihara hygiene oral merangsang selera
nutrisi yang baik dan sebelum makan. makan.
tercukupi. 5.   Berikan obat yang 5.    Mengurangi gejala
diresepkan untuk gastrointestinal dan
mengatasi mual, perasaan tidak enak
muntah, diare atau pada perut yang dapat
konstipasi. mengurangi selera
6.   Motivasi peningkatan makan dan keinginan
asupan cairan dan terhadap makanan.
latihan jika pasien 6.    Meningkatkan pola
melaporkan defekasi yang normal
konstipasi. dan mengurangi rasa
7. Amati gejala yang tidak enak serta distensi
membuktikan adanya pada abdomen.
perdarahan 7. Mendeteksi komplikasi
gastrointestinal. gastrointestinal yang
serius.
3. Gangguan - Tupan : 1.Monitor  intake dan 1.Menentukan fungsi
keseimbangan Setelah dilakukan output cairan. Ukur ginjal dan kebutuhan
volume cairan lebih tindakan keperawatan kehilangan cairan cairan dan penurunan
dari kebutuhan selama 2x24 jam. melalui gastrointestinal resiko kelebihan cairan
normal tubuh b.d Diharapkan kadar dan Perkirakan bertambah.
terganggunya cairan pada klien kehilangan tak kasat 2.Mengurangi retensi
mekanisme dalam keadaan mata, contoh; keringat, cairan dan peningkatan
pengaturan seimbang. dll. tekanan hidrostatik
(penurunan plasma - Tupen : 2.Monitor edema dan kapiler.
protein). Dalam 1x24 jam asites. 3.Mengikuti diet rendah
diharapkan klien 3.Batasi asupan natrium dan pembatasan
dapat mengatasi natrium dan cairan cairan
keseimbangan 4. Ukur dan catat 4.Memantau perubahan
volume cairan. lingkar perut setiap pada pembentukan asites
hari. dan penumpukan cairan.
5. Jelaskan pada pasien 5.Peningkatan
dan keluarga tentang pemahaman sehingga
pembatasan cairan dan dapat meningkatkan
diet kerjasama
6.Tingkatkan dan pasien dan keluarga
dorong oral hygiene dalam program
dengan sering. perawatan.
7.Monitor BB tiap hari, 6.Kebersihan mulut yang
dengan alat, waktu dan baik dapat mengurangi
pakaian yang sama. kekeringan membran
Jika memungkinkan. mukosa mulut, sehingga
dapat mengurangi rasa
haus.
7.Memantau BB pasien
untuk melihat
bertambahnya volume
cairan dalam tubuh atau
tidak.

E. Implementasi
Dari hasil intervensi tersebut yang telah tertulis implementasi atau
pelaksanaan yang dilakukan sesuai dengan keadaan pasien dirumah sakit.
Pelaksanaan merupakan pengololahan dan perwujudan, dan rencana tindakan yang
meliputi beberapa bagian yaitu validasirca, rencana keperawatan, memberikan asuhan
keperawatan, dan pengumpulan data.

F. Evaluasi
1. Evaluasi adalah perbandingan yang simpetemik tentang keresahan klien
dengan berdasarkan tujuan yang ditetapkan.
2. Dalam evaluasi tujuan tersebut terdapat 3 alternatif yaitu:
a. Tujuan tercapai : pasien menunjukan perubahan dengan standar yang telah
ditetapkan.
b. Tujuan tercapai sebagian: pasien menunjukan perubahan sebagai sebagian
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan
c. Tujuan tidak tercapai: pasien tidak menunjukan perubahan dan kemajuan
sama sekali
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai