Anda di halaman 1dari 6

Nama : Nadiya Shiyamah

Nim : 200130100111087
Kelompk :4
Gelombang :8

Sistem Integumen

Anamnesa
Anamnesia atau history atau sejarah hewan adalah berita atau keterangan atau
lebih tepatnya keluhan dari pemilik hewan mengenai keadaan hewannya ketika
dibawa datang berkonsultasi untuk pertama kalinya, namun dapat pula berupa
keterangan tentang sejarah perjalanan penyakit hewannya jika pemilik telah sering
datang berkonsultasi. Cara-cara mendapatkan sejarah tersebut dari pemilik hewan
perlu dipelajari seperti juga dengan tahapan pemeriksaan yang lain (Widodo et
al.,2017).
Sinyalemen
Sinyalemen atau jati diri atau identitas diri atau ciri-ciridari seekor hewan
merupakan pembedayang membedakannya dari hewan lainsebangsa dan sewarna
meski ada kemiripansatu sama lainnya (twin), isi dar sinyalemen antara lain nama,
spesies, ras, kelamin, umur, bulu, warna, berat badan, tanda kusus (Widodo et
al.,2017).
 Status Present / Keadaan umum
Keadaan umum ini meliputi:
1)Perawatan yang diberikan pemilik kepada pasien baik, dapat dilihat dari
keadaan bulu yang bersih dan tidak berbau.
2) Habitus atau tingkah laku pasien aktif,Ditandai dengan ketika hewan di
lepaskan pada pemeriksaan, hewan tersebut langsung secara aktif berjalan atau
berlari mengelilingi ruangan. Namun jika hewan abnormal/pasif, hewan hanya
akan berdiam diri tidak melakukan apapun atau hewan akan bersembunyi
3)Gizi yang diberikan kepada pasien juga baik, dilihat dari kondisi tubuhnya diana
hewan memiliki pertumbuhan yang normal,berdasarkan dari struktur pertulangans
eperti tuber coxae yang tidak terlihat.
4) Sikap berdirinya baik / tegak, hasil iniberdasarkan hasil inspeksi dari
praktikanbahwa tidak ada kelianan pada saat hewanberdiri dan hewan tidak
bungkuk. Inimenandakan bahwa tidak adanyaperubahan fisik pada bagian alat
gerak.
5) Suhu tubuh normal pada kucing dewasa yaitu 38 – 39,3 oC
 
6) Frekuensi nadi: pemeriksaan pulsus pada hewan kecil dengan meraba arteri
femoralisnya (sebelah medial femur)
 
7) Frekuensi nafas: melihat kembang kepisnya daerah thoracho abdominal atau
menempelkan telapak tangan pada cuping hidung (Widodo et al.,2017).

Adaptasi Lingkungan
Kesan pertama dokter hewan Ketika melihat sikap pasien seringkali mendapatkan
dugaan yang tepat. Sikap kucing sehat yaitu segera bermain atau mengintari
tempat baru dan mendengkur atau snur Ketika dielus badannya (Widodo et
al.,2017).
Sistem Intergumen
System integument terdiri dari rambut, kulit, paw dan kuku. Kulit adalah organ
terbesar yang terdapat pada tubuh makhluk hidup. Kulit dan rambut berfungsi
sebagai barrier anatomis dan fisiologis dari tubuh, selain sebagai pelindung atau
barrier tubuh kulit juga memiliki fungsi yaitu sebagai system thermoregulator,
indikasi status kesehatan dan reproduksi, kamuflase dan pelindung dari sinar UV,
imunoregulator dan pengawasan imun, penyimpanan air, lemak dan bahan
lainnya, indra sensorik, produksi vitamin D dan proses sekresi dan eksresi
(Strugess, 2012).

Gambar 1. Struktur Anatomi Kulit


Sebelum dilakukannya pemeriksaan integumen harus terlebih dahulu mengetahui
susunan dan anatomi normal dari kulit. Gambar 1 Susunan anatomi normal kulit
(Sturgess, 2012)
Kulit dan Rambut
1. Aspek Rambut
Seekor hewan yang menderita gangguan makan akibat sakit
tertentu yang mempengaruhi nafsu makan untuk waktu yang cukup lama
akan menunjukkan kelainan pada rambutnya: suram, kering, kasar serta
mudah lepas/rontok. Sebaliknya rambut yang lemas/lembut dan mengkilap
menandakan bahwa hewannya tidak mengalami gangguan makan yang
lama. Rambut-rambut yang kotor atau melekat satu dengan yang lainnya
menandakan bahwa hewan tidak dirawat dengan baik, jarang dimandikan,
jarang disisir atau disikat. Rambut-rambut yang berdiri di tempat-tempat
yang lokal dapat terjadi karena infiltrasi cairan pada kulit di bawahnya,
yakni pada urticaria. Pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu dengan
inpeksi lokal yang dilakukan yaitu meliputi kepadatan bulu dan lapisan
bawahnya. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan forceps untuk
membelah rambut dan senter kecil sebagai sumber cahaya. Hal ini juga
dilakukan di daerah lumbosacral untuk memeriksa keberadaan ektoparasit
seperti kutu, pinjal dan caplak (Rijnberk and Sluijs, 2009).
2. Kerontokan
Rambut akan rontok secara fisiologis, yakni pada Saat yang
dinamakan melengah atau ganti rambut. Kadang-kadang kerontokan
rambut tanpa disertai kemunculan rambut baru dapat terjadi mendadak
tanpa diketahui sebabnya. Hewan yang sehat umumnya memiliki memiliki
bulu atau rambut yang tampak mengkilap, tidak kusam dan rontok
(Widodo et al.,2017).

3. Kebotakan
Kebotakan dapat disebabkan oleh beberapa infeksi penyakit seperti
skabies, ringworm, dan lain lain. Namun kegundulan dapat iuga teriadi
tanpa disertai kerusakan pada kulit di bawahnya, dan pada kulitnya tidak
ditemukan parasit ataupun jamur, Dalam hal ini disebut alopesia. alopecia
sering tidak diketahui dengan pasti (Widodo et al.,2017).

4. Turgor Kulit
Turgor kulit, disebut pula elastisitas kulit atau kepegasan atau
elenturan kulit, dipengaruhi oleh kandungan air di dalam kulit. Tugor kulit
diperiksa dengan cara menarik kulit ke luar (terangkat) atau mencubit kulit
(leher dorsal, punggung atau dada) ke atas sebentar, dan setelah itu
melepaskannya. Turgor kulit pada hewan sehat sangat baik dalam hitungan
detik (kurang lebih 2-3 detik) setelah cubitan kulit telah kembali ke posisi
datar semula. lebih lama untuk kembali mendatar ke posisi semula. Tugor
kulit dapat berkurang atau menurun disebabkan oleh pcnyakit-pcnyakit
kulit khronis seperti eksema, skabies, atau irirasi tekanan pada kulit untuk
waktu yang lama dan juga pada penyakit-penyakit yang menyebabkan
gangguan
urnum seperti pada tuberkulosis. Tugor dapat berkurang iuga bila hewan
kchilangan banyak cairan ragawi sangat cepat misalkan dalam kondisi
diare
akut disertai muntah-muntah akut, pada pendarahan yang hebat atau pada
poliuria yang disebabkan Obat diuresis (Widodo et al.,2017).

5. Permukaan Kulit
Memeriksa kulit akan lebih mudah dengan menggunakan forsep
untuk menyibakkan rambut ke arah Sisi sebelahnya dan menilai kulit di
bawahnya. Pada waktu pemeriksaan yang diperhatikan adalah warna kulit
dan kehadiran lesio. Melanin merupakan pigmen yang bertanggung jawab
terhadap pigmentasi kulit baik lokal maupun umum dan bersamaan dengan
pheomelanin memberi warna rambut menjadi gelap. Pigmentasi kulit
ditentukan oleh jumlah, ukuran, dan distribusi melanosoma, suatu zat yang
berperan dalam membentuk melanin. Perubahan-perubahan pada kulit
dapat terjadi secara primer oleh penyakit kulit itu sendiri dan dapat pula
terjadi secara sekunder -baik sebagai gejala penyakit tertentu dari dalam
ragawi hewan yang diekspresikan atau berdampak pada kulit misalkan
urtikaria pada gangguan pencernaan, ataupun kerusakan akibat beberapa
penyakit
infeksius pada kulit, misalnya eksantema pustalosa pada penyakit
distemper dan Odenta subkutanea pada penyakit antraks. Pemeriksaan
warna kulit mempunyai arti kecil dalam diagnosis penyakit hewan, karena
pada umumnya kulit hewan berwarna gelap dan ditutupi oleh rambut yang
lebat merata, sehingga merintangi pemeriksaan. Pemeriksaan kulit hanya
dapat dilangsungkan di tempat- tempat yang jarang berambut, misalnya
pada dinding perut bagian bawah dan pada daun telinga sebelah dalam
(Widodo et al.,2017).

6. Bau Kulit
Bau rangsangan yang tercium sewaktu inpeksi maupunadspeksi pada
waktu melakukan pemeriksaan fisik dapat disebabkaa oleh bahan
obat/farmaka yang semula dipergunakan sebagai Obat- obatan kulit di daerah
tersebut dan masih melekat atau lengket Pembusukan jaringan yang rusak
terbuka dan sepsis dalam wraktu lama akan menimbulkan bau yang busuk
Pada seborrhoea dijumpai bau yang tengik, pada favus bau yang keluar seperti
bau urinasi tikus. Pada diabetes tahap lanjut dan pada ketosis- asetonemia
didapatkan bau aseton yang seolah-olah keluar dari kulitnya dan aroma
urinny•a yang mengandung benda-benda keton, atau pada sindrom uremia
dengan bau amonia baik lewat mulut maupun urin. Pada askariasis yang hebat
didapatkan bau yang amat busuk menyengat yang ditimbulkan dari feses yang
mengandUng asam belerang atau H2S (Widodo et al.,2017).
DAFTAR PUSTAKA

Widodo, Setyo, Dondin Sajuthi, ChusnulCholiq, Agus Wijaya, RetnoWulansari,


RP Agus Lelana. 2017. Diagnostik Klinik Hewan Kecil. Edisi1. IPB Press.
Institut Pertanian Bogor:Bogor.
Rijnberk, A. and F.J. van Sluijs. 2009. Medical History and Physical Examination
in Companion Animals, Second Edition. Saunders Elsevier: Netherlands
Sturgess, K. 2012. Pocket Handbook of Small Animal Medicine. Manson
Publishing: London.

Anda mungkin juga menyukai