Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

MATA KULIAH “ SEJARAH GEREJA UMUM “

JUDUL : TERBITNYA PERLAWANAN TERHADAP PEMERINTAHAN PAUS

DOSEN PENGAMPU

RINI ADIYATI , M.Th

DISUSUN OLEH :

JEANE FEBRIANINGTYAS SUCITRA

SEKOLAH TINGGI TEOLOGI KRISTUS ALFA OMEGA SEMARANG

PRODI S1 PROFESIONAL PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN

23 SEPTEMBER 2021
BAB I

PENDAHULUAN

I.i Latar Belakang

Pada abad pertengahan, paus berebut kekuasaan dengan para raja. Pada
tahun 1309 sampai 1377, paus bertempat tinggal di Avignon (sekarang di
Prancis) bukan di Roma. Kepausan Avignon tercatat akan kerakusannya dan
korupsi. Adanya penyimpangan ajaran Kristen , terutama karena adanya praktik
penjualan surat pengampunan dosa. Korupsi yang dilakukan oleh uskup dan
petinggi agama Kristen dan karena adanya keinginan dari Negara Eropa untuk
membebaskan diri dari kepemimpinan Paus yang memiliki sikap gereja lama
yang cenderung otoriter. Periode akhir Abad pertengahan meliputi saat - saat
kemerosotan kekuasaan kepausan, tahun 1303 , sampai dengan jatuhnya ibukota
kekaisaran Bisantin, konstantinopel (atau Istambul), pada tahun 1453.
Borjuisme tumbuh menjadi sayap berkembang dari monarki di setiap Negara.
Hal ini mengakhiri feodalisme serta menandai dimulainya Negara – Negara
modern. Akan tetapi nasionalisme sendiri segera menjadi sebuah rintangan bagi
kesatuan Gereja. Selama suatu bagian yang signifikan periode ini , Perancis dan
Inggris terlibat dalam peperangan (Perang 100 tahun), dan sebagian besar
Negara Eropa lainnya dalam konflik. Kewibawaan kepausan merosot drastic di
bawah control Perancis. Persoalan bergesernya pada perebutan pengaruh dan
kekuasaan antara kepausan dan kekaisaran disebabkan oleh beberapa hal antara
lain seperti Perang 100 tahun antara Inggris dan Perancis, pembuangan
Babilonia Kepausan di Avignon , skisma Besar Gereja barat. Kira-kira pada
tahun 1300 timbul kontroversi antara Paus Bonifasius VIII dan Raja Philips dari
Prancis. Batas - batas otoritas dalam Gereja dan Negara, karena mereka
menganggap diri mereka masing-masing memiliki otoritas yang kuat. Paus
Bonifasius VIII mengekskomunikasikan Raja Philips dari Gereja. Raja Philips,
yang merasa dirugikan, berupaya membunuh Paus Bonifasius VII, tetapi
akhirnya hanya sebatas menculik dan menganiaya Paus tersebut. Raja Philips
hanya mengakui otoritas Paus dalam hal iman selebihnya dia yang menentukan
langkah negara, tetapi setelah mengalami penculikan dan penganiayaan yang
berat, Paus Bonifasius VIII meninggal. Paus Clemens V dipilih sebagai
pengganti. Paus Clemens V lebih banyak menuruti kehendak Raja Philips
daripada melakukan hal yg baik terhadap Gereja. Tahun 1309, Paus Clemens V
pindah ke Avignon dan meninggalkan kota Roma, yg kala itu politik negara
sedang labil. Kota Roma menjadi kota yang terlantar. Paus yang menggantikan
Clemens V serta para penganti seterusnya menetap di Avignon selama enam
puluh sembilan tahun. Pada masa ini kehidupan para Paus bergelimangan harta,
yang diperoleh dengan cara menguras uang umat Kristus, lantaran peraturan
pajak - pajak Gereja yang sangat menuntut.

I.ii Rumusan Masalah

 Perang 100 tahun , Perang Seratus Tahun adalah sebuah konflik


bersenjata sepanjang 116 tahun antara Kerajaan Inggris dan Perancis, yang
berawal pada 1337 dan berakhir pada 1453. Perang ini berlangsung
sepanjang masa kekuasaan lima raja Inggris dan lima raja Perancis (Valois).

 Muncul skisma barat yang terbesar yaitu ada dua atau tiga Paus yang
mengklaim sebagai pewaris yang sah takhta Santo Petrus (1378 – 1418).

 Untuk menyembuhkan diri dari skisma dan untuk mereformasi gereja


muncul gerakan konsiliarisme.

 Kepausan Avignon (1309-1377) Di bawah pengaruh Perancis yang kuat.


Tujuh paus tinggal di Avignon yang Paus Yohanes XXII adalah yang paling
kuat.
BAB II

PEMBAHASAN MASALAH

1. Kekalahan Bonifatius VII.

Untuk melumpuhkan kuasa kaisar-kaisar Jerman, Paus mencari bantuan pada


raja-raja Perancis. Tetapi sebenarnya mereka itulah yang merupakan bahaya besar
bagi Paus, karena di negeri Perancis telah timbul kesadaran kebangsaan baru, yang
bertentangan dengan keinginan Roma yang mau menguasai dunia. Pertentangan ini
terjadi tatkala Paus Bonifatius VII (1294 – 1303) melarang Philip IV yang Elok,
Raja Perancis, memungut pajak untuk Negara dari Klerus dan biara-biara serta
segala milik Gereja yang lain. Larangan ini tak dipedulikan oleh Philip. Alasan
perselisihan itu tak lain dari soal yang penting ini. Paus Bonifasius VIII
mengekskomunikasikan Raja Philips dari Gereja. Bonifasius mengulangi lagi
tuntutan-tuntutan Paus untuk memerintah seluruh dunia. Dalam “bulla-nya” yang
beralamat” unam Sanctam” (1320), diuraikan bahwa kepada Paus diberikan dua
pedang (Lukas 22:38), yaitu kuasa rohani dan duniawi. Akan tetapi sementara
Bonifatius menyediakan kutuk Gereja untuk Philip, Raja Philips, yang merasa
dirugikan, berupaya membunuh Paus Bonifasius VII, tetapi akhirnya hanya sebatas
menculik dan menganiaya Paus tersebut. Dengan tiba-tiba ia seorang diri disergap
dan ditawan oleh suatu pasukan Perancis atas perintah raja. Raja Philips hanya
mengakui otoritas Paus dalam hal iman selebihnya dia yang menentukan langkah
negara. Setelah mengalami penculikan dan penganiayaan yang berat, Paus
Bonifasius VIII meninggal. Kejadian itu merupakan suatu pukulan besar bagi Paus
yang memang terlalu melebih-lebihkan kekuasaannya.

2. Paus di Avignon.
Paus Clemens V dipilih sebagai pengganti Paus Bonifasius VII. Paus Clemens V
lebih banyak menuruti kehendak Raja Philips daripada melakukan hal yang baik
terhadap Gereja. Raja Philips memfitnah Ordo Bait Allah yang dianggap heritik dan
meminta izin kepada Paus Clemens V untuk membubarkan ordo itu, padahal dibalik
rencana tersebut Raja Philips ingin menguasai harta yang dimiliki oleh ordo
tersebut. Paus Clemens V pun menyetujui keinginan Raja Philips tersebut. Tindakan
Paus Clemens V cukup untuk membuktikan keberpihakannya terhadap Raja Philips.
Tahun 1309, Paus Clemens V pindah ke Avignon dan meninggalkan kota Roma,
yang kala itu politik negara sedang labil. Kota Roma menjadi kota yg terlantar.
Padahal saat itu Roma membutuhkan sosok Paus. Sampai 1377 mereka bersemayam
disana. Lawan-lawan Paus menyebut waktu itu “Perpindahan Paus Clemens V ke
Avignon disebut pengasingan atau “Pembuangan ke Babel”. Paus Clemens V
dipaksa oleh raja membubarkan ordo yang kaya dari tuan-tuan Tempelir (1312),
sebab pada sangka Philip, kuasa mereka berbahaya baginya. Pajak-pajak Gereja
dipunggut menurut aturan-aturan yang sangat keras, yang menyebabkan dompet
rakyat Kristen menjadi kosong dan pembendaharaan Paus semakin penuh. Tak
mengherankan bahwa dari segala pihak terdengar keberatanan. Kaisar-kaisar Jerman
yang kedudukannya sudah sangat lemah, dilawan terus oleh Paus-paus di Avignon.
Akan tetapi pada tahun 1338 raja-raja Jerman mengambil keputusan bahwa kaisar-
kaisar yang mereka pilih, dengan sendirinya sudah menjadi kaisar yang sah,
sehingga izin Paus tidak perlu lagi. Paus yang menggantikan Clemens V serta para
penganti seterusnya menetap di Avignon selama enam puluh sembilan tahun. Pada
masa ini kehidupan para Paus bergelimangan harta, yang diperoleh dengan cara
menguras uang umat Kristus, lantaran peraturan pajak - pajak Gereja yang sangat
menuntut. Otoritas Paus pun semakin di dalam pemerintahan religious – politik
sebagai unsur pokok yang telah lenyap. Hal ini dapat dibuktikan ketika sidang
umum 1338 di Rense meresmikan raja pilihan mereka tanpa datang ke Roma untuk
minta ditahbiskan. Padahal ada kebiasaan bahwa setiap raja yang terpilih
ditahbiskan di Roma. Hubungan paus terhadap kerajaan – kerajaan semakin luntur.

3. Perlawanan Kesusteraan.
Pandangan-pandangan revolusioner ini pun kedengaran didalam banyak
karangan pada abad ke-XIV. Penyair Dante menguraikan dalam sebuah kitab (1315)
bahwa Negara mempunyai panggilan ilahinya sendiri dibumi di samping Gereja.
Dalam karangan-karangan lain di anjurkannya atas kedaulatan rakyat, yaitu raja
wajib menjalankan kehendak rakyat, karena rakyatlah yang merupakan Negara.
Bahwa asas ini berlaku juga pada gereja. Sebab itu seharusnya pemerintahan Gereja
disusun secara demokratis (yaitu oleh konsili-konsili yang terdiri dari wakil-wakil
umat Kristen) dan bukan lagi secara hierarkhis. Sangat penting juga ajaran William
dari Occam (Inggris) yang menganggap Gereja dan Negara sebagai dua kuasa yang
berdiri sendiri, yang satu tak boleh memerintah yang lain. Hanya apabila salah satu
dari kedua ini tak sanggup melaksanakan tugasnya, maka wajiblah memberi
pertolongan oleh orang lain. Segala kritik terhadap kedudukan Paus memuncak
dalam kitab syair yang termasyur “Divina Comedia” (komedi Ilahi), karangan Dante
(di Florensa Italia, 1256 – 1321). Dalam syair yang panjang dan indah ini
diceritakannya suatu perjalanan khyali, yang dibuatnya ke neraka, api penyucian dan
sorga. Segala keadaan baik dan buruk pada zamannya itu, di kupasnya dalam cerita
perkunjungan ini. Dante gelisah melihat kuasa duniawi Gereja, yang menyebabkan
derajat Gereja menjadi merosot. Ia tak suka melihat pedang dan tongkat gembala
pada suatu tangan. Kedudukan Paus di lukisannya sebagai perempuan sundal dari
Wahyu Yohanes. Dalam mereka antara lain ditunjukan beberapa Paus yang
menyerahkan karunia-karunia Tuhan yang ajaib untuk memperoleh emas dan perak
(mengenai Simon). Menurut gambarannya, badan mereka terbalik didalam lobang-
lobang ditanah dengan kaki mereka ke atas. Dante megharapkan, bahwa masyarakat
Kristen akan di baharui oleh kaisar baru, Hendrik VII (1308 – 1212), tetapi harapan
ini menjadi kandas karena kaisar ini tiba-tiba mangkat.

4. Schisma besar di barat.

Pada tahun 1377 tahta Paus di pulangkan ke Roma. Paus Gregorius XI


memutuskan pulang ke Roma, walaupun situasi belum dapat dikatakan aman.
Kerajaan Perancis pun menyarankan agar paus tetap di Avignon, tetapi paus tetap
tidak dapat menahan hatinya untuk pulang ke Roma. Ia akhirnya wafat empat belas
bulan setelah pulang ke Roma. Setelah kematian Paus Gregorius XI konklaf
langsung digelar di Vatikan, tidak lama setelah upacara penguburan. Paus Urbanus
VI terpilih sebagai pengganti. Ia dikenal oleh penduduk Roma dan Avignon. Paus
Urbanus VI  berdarah Prancis. Sebelum menjadi paus ia adalah uskupagung di Bari,
nama dari Paus Urbanus VI adalah Bartolomeus Prigano. Ia dipilih oleh para
kardinal, tetapi rakyat mengancam bahwa paus harus berasal dari Roma agar paus
tidak pergi ke Avignon lagi nantinya. Ketakutan rakyat ini cukup beralasan lantaran
cardinal yang menjadi calon paus sebagian besar orang Prancis. Akhirnya para
cardinal berpura-pura memilih seorang cardinal yang menjadi paus di hadapan
rakyat. Kardinal itu adalah Fransiskus Tebaldeschi yang berdarah Roma. Tetapi satu
tahun kemudian, paus Urbanus VI tidak mau menuruti kehendak kardinal kardinal
Perancis yang banyak dan berkuasa itu. Avignon Paus Urbanus VI ternyata
mempunyai karakter dan kepribadian yg buruk. Hal ini tercermin dari tingkah
lakunya yang menonjolkan sikap pribadi dan nasionalis. Hal ini menyebabkan
kekecewaan para kardinal Prancis yang mendesak agar paus tersebut mundur dari
jabatannya. Para kardinal Prancis akhirnya berkumpul secara inklusif dan
memutuskan bahwa pemilihan Paus Urbanus VI dianggap tidak sah sehingga
mereka memilih seorang Paus yang lain dan mereka mengangkat seorang  paus
baru, yaitu Paus Clemens VII yang bertakhta di Avignon. Jadi masa itu terdapat dua
paus yakni, Paus Urbanus VI yang bertakhta di Roma, Paus Clemens VII yang
bertakhta di Avignon. Demikianlah mulai “Schism besar dibarat”. Yang baru
berakhir pada tahun 1415. Perancis memihak kepada Avignon, tetapi Jerman dan
Inggris kepada Roma. Kedua Paus itu saling mengutuki, sehingga sehingga segenap
umat Kristen pada masa itu kena kutuk. Sebab itu banyak orang percaya kehilangan
ketenangan hatinya, karena jikalau hanya kepatuhan pada Paus saja menjamin
keselamatan yang kekal bagi orang Kristen, tidak mengherankan, bahwa keadaan ini
sangat merugikan kedudukan Paus dalam Gereja. Timbullah kesangsian dalam hati
banyak orang apakah kuasa Paus benar-benar ilahi. Akibat lain pula dari Schisma ini
ialah bahwa orang mulai memikirkan kemungkinan Gereja-gereja kebangsaan, yang
tidak lagi tergantung kepada Paus.

5. Konsili – konsili besar.


Dari Universitas di Paris, yang pada waktu itu menjadi pusat ilmu internasional
terdorong untuk memulihkan kembali kesatuan dengan menghapus keburukan
skisma.. Meskipun dapat dirasakan bahwa mereka seakan – akan menentang prinsip
kesatuannya, namun mereka berbuat demikian karena terdorong oleh harapan yang
membara untuk memulihkan kembali kesatuan. Kecuali dalam hal ini mereka tidak
percaya lagi kepada kedua Paus yang sedang berkuasa. Maka mereka merasa
berkewajiban untuk menyelamatkan gereja meskipun harus melawan Paus. Mulai
terdengarlah seruan dari umat sendiri untuk kembali menganjurkan kekuasaan
konsili, supaya tujuan kesatuan itu tercapai yaitu Gereja di perbaruhi secara lahiriah
dan batiniah. Seruan ini sangat disetujui oleh segala golongan masyarakat.

1. Untuk mencapai maksud yang indah itu diadakanlah konsili di Pisa (Italia
Utara) pada tahun 1409.

Konsili diadakan di Mei-Juli 1409 dihadiri oleh utusan dari kedua belah pihak
yaitu Roma dan Avigon, dihadiri kira - kira 24 kardinal, para uskup, Doktor
Teologi, dan ahli hokum Gereja, para duta besar hamper semua Negara Barat,
termasuk utusan raja Bohemia yaitu Winceslaus. Para peserta konsili
menegaskan bahwa , keuda Paus (Roma dan Avigon) dinyatakan skismatik dan
bidah. Sebab mereka telah memperkosa iman dari satu Gereja Katolik yang
kudus. Salah satu hasil dari konsili di Piza di antaranya pengangkatan paus baru
yaitu, seorang uskup dari Milan yang bergelar Alexander V. Dengan
diangkatnya uskup baru ini, maka konsili memutuskan untuk memecat
Gregorius XII dan Benediktus XIII yang sebelumnya menggantikan Urbanus
VI yang bertakhta di Roma dan Paus Clemes VII yang bertakhta di Avignon,
menjabat sebagai Paus. Kedua Paus di Roma dan Avignon dipecat tetapi oleh
karena kedua Paus yang tersebut tadi tidak terima meletakan jabatannya.
Terpilihnya Alexander V ternyata tidak merubah keadaan menjadi lebih baik,
tetapi sebaliknya bahwa keadaan semakin kacau. Kini pertentangan tidak hanya
terjadi antara Paus Roma dan Avigon, tetapi kini menjadi pertentangan antara
Roma - Avigon – dan Konsili Pisa. Satu tahun kemudian (1410) Alexander V
wafat. Maka konsili kembali lagi digelar untuk memilih seorang paus baru yaitu
Kardinal Baldaasar Cossa, yang bergelar Yohanes XXIII. Paus baru ini dikenal
mempunyai kemampuan dalam memimpin. Dalam kepemimpinananya ia
cenderung emosional ambisius dan haus uang. Bahkan ia tidak sedikitpun
berminat pada reformasi Gereja, sehingga sinode di Roma yang ia pimpin
(1412 – 1415) tidak sedikitpun menyentuh masalah reformasi. Melalui segala
keburukan yang dimiliki oleh Paus Yohanes XXIII , telah menjadi alasan untuk
tetap mempertahankan jabatan mereka (Gregorius dan Benediktus). Gregorius
dan Benediktus menyatakan bahwa pengangkatan paus baru ini tidak sah.
Dengan demikian, umat Kristen kini tidak hanya mempunyai satu, melainkan
tiga paus sekaligus. Situasi ini sekaligua menandakan bahwa Gereja semakin
mengalami kekacauan terutama berasal dari dalam tubuh Gereja itu sendiri.

2. Raja Sigmund dari Jerman mengusahakan konsili itu, tempatnya di Constanz


(pada batas Jerman dan Swiss), dari tahun 1414 – 1418. Maksudnya yang
terpenting ialah untuk menghentikan Schism itu dan akan memperbaruhi
Gereja. Paus-paus membawa banyak pengikut, supaya anggota-anggota
bersuara menurut bangsanya. Jadi tiap-tiap bangsa (Jerman, Spanyol, Inggris,
Italia, dan lain-lain) dan lagi majelis kardinal – kardinal mendapat suatu suara.
Dengan jalan demikian cita-cita kebangsaan dan “konsiliaris” menentang orang
“kurialis” (yaitu yang menyongkong Paus). Konsili Konstanz diadakan
bersamaan dengan pesta semua Orang Kudus (1414). Konsili ini menitik
beratkan pada Causa Unionis (mengeleminasikan Skisma Barat); dan Causa
Reformationis (pembenahan Gereja). Dari agenda tersebut, hanya butir pertama
yg benar - benar terlaksana secara penuh. Konsili Konstanz (1414-1418) adalah
salah satu Konsili yang paling agung dalam sejarah Gereja saat itu. Dalam arti
tertentu inilah kongres seluruh dunia Kristen Barat. Dihadiri oleh hirarki (29
Kardinal, 3 Batrik, 33 Uskup Agung, dan lebih dari 300 Uskup lainnya),
sejumlah imam dan awam, para bangsawan tersebut yaitu, mengangkat kembali
reputasi Tahta Suci, menata ulang Kora Roma dan Negara Kepausan. Akan
tetapi , tugas itu hanya menjadi sebuah harapan belaka. Faktanya, paus ini
justru terlalu banyak memperhatikan kepentingan keluarganya diabndingkan
dengan kepentingan Gereja. Disepakat melalui voting pemilihan Paus baru akan
dilakukan berdasarkan Negara bukan berdasarkan peserta. Dengan keputusan
ini, Italia merasa sangat kecewa, karena diantara para Uskup dan Teolog Italia
yang berhak memilih mencapai 55% dari seluruh peserta yang hadir. Yohanes
XXIII menghilang dari tempat persidangan dan melarikan diri hingga ke
Breisach Rhien. Tindakan Yohanes ini secara langsung melanggar kesepakatan
sebelumnya. Dengan demikian ia wajib diadili secara hukum Gereja sebab
salah satu keputusan  konsili Konstanz yaitu memecat Yohanes XXIII sebagai
seorang paus. Alasannya, selain dia telah melarikan diri dari jalannya konsili
dia juga dituduh melakukan simony dan hidup sarat dengan skandal. Paus
Roma (Gregorius XII) akhirnya melepas kedudukannya secara suka rela. Tapi
berbeda dengan Paus Benediktus XIII. Ia justru menolak untuk melepaskan
jabatannya. Akan tetapi pendukung paus ini hanya segelintir saja dan hanya ada
4 Kardinal. Selain karena sedikitnya jumlah pendukung, paus ini juga dituduh
melakukan sumpah palsu, heretikh, dan skismatik. Menanggapi tuduhan -
tuduhan itu, akhirnya para Kardinal kembali melakukan sidang. Hasil dari
sidang ini yaitu, secara resmi mencopot kedudukan Benediktus sebagai paus. Ia
kemudian wafat pada 23 Mei 1423. Konsili Konstanz memutuskan untuk
memilih paus baru. Pada sidang ini akhirnya menetapkan Kardinal Ordo
Colonna, yang bergelar Martinus V, sebagai Paus baru dan tercapailah apa
yang menjadi tujuan Gereja saat itu, yakni berakhirnya Skisma Barat. Mula-
mula konsili Constanz berhasil baik. Schisman diselesaikan dan seorang Paus
baru dipilih, yaitu Martinus V pun ditetapkan selaku asas resmi, bahwa konsili
yang mendapat hak dan kuasanya langsung dari Kristus, sehingga tiap-tiap
orang yang percaya, sampai Paus sekali pun, wajib takluk kepada keputusan
tentang iman dan kebajikan yang diambil oleh konsili itu. Maksudnya ialah
supaya konsili-konsili harus bersidang pada waktu yang tertentu. Tetapi sayang
segala ikhtiar pembaruan yang lain menjadi gagal oleh karena Negara-negara
kurang setuju. Paus Martinus V mempergunakan keadaan ini, dengan mengatur
konkordat dengan setiap Negara, dimana ia menjanjikan beberapa pembaharuan
Gereja untuk tiap-tiap negeri tersendiri. Dengan itu konsili di Constanz itu tak
berdaya lagi. Kinerja Paus Martinus V tidak memuaskan, maka gereja
memutuskan untuk kembali mengadaan konsili, demi tercapainya perubahan
yang lebih baik di dalam tubuh Gereja. Tugas khusus, Paus Martinus V yaitu,
mengangkat kembali reputasi Tahta Suci, menata ulang kota Roma dan Negara
Kepausan. Tetapi faktanya paus ini terlalu banyak memperhatikan kepentingan
keluarganya dibandingkan dengan kepentingan Gereja. Hal ini terbukti antara
lain dengan kegagalannya dalam menangani refolusi keagamaan yang muncul
di Bohemia. Kinerja Paus Martinus V tidak memuaskan, maka gereja
memutuskan untuk kembali mengadakan konsili, demi tercapainya perubahan
yang lebih baik di dalam tubuh Gereja.

3. Konsili berikutnya diadakan di Bazel , 1431. Konsili ini baru dibuka setelah
Paus Martinus V meninggal. Secara resmi konsili ini dipimin oleh Kardinal
Yulius Cesarin bersama paus baru pengganti Martinus V yakni Eugenius IV.
Konsili ini bersidang di Besel (Swiss) dari tahun 1431-1449, tetapi kurang
berhasil disebabkan anggota-anggotanya tidak bersatu. Pelaksaaan konsili ini
sempat mengalami kekacauan, perihal jumlah peserta yang sedikit. Selain itu,
muncul informasi bahwa aka nada rencana menentang prakarsa konsili, yang
dilakukan oleh kelompok – kelompok tertentu. Pelaksanaan konsili kacau,
karena jumlah peserta sedikit. Keadaan ini memaksa Paus Eugenius IV
berencana memindahkan tempat konsili dari Bazel ke Bologna pada musim
panas. Beberapa keputusan dalam konsili di Bazel , secara umum diambil
secara tergesa – gesa , karena berhadapan dengan situasi yang saat itu terjadi.
Pada sesi pertama sudah direncanakan akan dibahas mengenai tiga tugas utama
konsili, yakni menepis heritik , menetapkan perdamaian dengan bangsa –
bangsa Kristen dan membenahi Gereja. Akan tetapi tanpa disangka Paus
Eugenius membekukan konsili ini dengan sebuah Bula. Sehingga muncul
pertentangan dianatara para peserta konsili. Para Kardinal mendesak paus untuk
menunda dalam pemindahan tempat konsili sebelum menghasilkan satu
keputusan yang sah. Hingga akhirnya konsili di Bologna tidak pernah terwujud.
Keterpecahan )soal konsili berikutnya hendak diaadakan) menandai keputusan
bersama antara paus dan para peserta, akhirnya disepakati bahwa konsili
berikutnya akan diadakan di Ferrera (Italia). Dalam konsili Ferara ini , muncul
perdebatan – perdebatan yang sangat a lot. Bahkan beberapa kali konsili
terancam dibekukan. Namun, setelah beberapa saat berjalan, konsili ini kembali
ditunda akibat adanya keputusan paus yang menyatakan bahwa konsili ini akan
kembali dipindahkan ke tempat baru yaitu Firenze. Makusd dari perpindahan
ini lebih condong pada penyediaan sarana – sarana yang lebih memadai bagi
para tamu diabndingkan penyediaan saranan di Ferara. Keputusan ini akhirnya
kembali menimbulkan pertentangan dari para konselerasi yang berasal dari
Bazel. Melihat keadaan yang semakin buruk ini, melalui sidang umum para
Kardinal memutuskan untuk mengekskomunikasi dan mencopot jabatan
Eugenius sebagai paus, karena masalah - masalah tersebut, Eugenius V
dianggap tidak memihak sepenuhnya kepada Gereja. Dengan pemecatan
Eugenius, Gereja kembali memilih seorang paus baru sebagai penggantinya.
Maka diputuskan pengangkatan paus baru yaitu Amedeus VIII seorang
bangsawan Savola yang bergelar Feliks V. Sementara itu, konsili di Firenze ini
terus berlangsung hingga membuka sejarah baru. Dari konsili ini dihasilkan
sebuah pokok-pokok dogmatis yaitu, peranan dan asal-usul Roh Kudus,
eksistensi api penyucian, penggunaan azimus dalam Ekaristi, Epiclesis dalam
liturgi Ekaristi, dan terutama primat yuridiksi paus atas seluruh Gereja: ”
Pontifex Romawi “ adalah pengganti Petrus dan wakil Kristus dan kepadanya,
di dalam Petrus, telah diserahkan kuasa penuh untuk menggembalakan,
memerintah, mengatur seluruh Gereja.”

6. Gereja Kebangsaan.

Rupa-rupanya golongan konsiliarislah yang kalah dan paus-paus yang menang,


tetapi pada hakekatnya kuasa duniawi dan gerejawi Paus-paus makin lama makin
mundur yang mengakibatkan krisinya kewibawaan Paus yang berkuasa pada saat itu.
Yang sebetulnya menang ialah Negara-negara yang mulai mencampuri pimpinan
Gereja lagi, sama seperti dulu. Gereja Katolik yang am terbagi-terbagi dalam beberapa
Gereja senegeri atau Gereja kebangasaan, meskipun Paus tinggal tetap kepala gereja
juga. Di Perancis raja merebut belbagai hak dalam pemerintahan, pengadilan dan
pemungutan pajak Gereja. Kerajaan Spanyol yang mudah itu pun mempunyai Gereja
negaranya. Misalnya inkwisisis menjadi satu tugas, bahkan menjadi dinas Negara.
Hanya di Jerman saja Paus masih berkuasa, walaupun cita-cita kebangsaan mulai
diwujudkan juga disana, yaitu oleh raja-raja yang menuntut bermacam hak dari Paus
untuk negerinya masing-masing. Kemudian perkembangan dan susunan Gereja Luther
beralaskan keadaan ini.

7. Kepausan sesudah konsili-konsili. Mulai waktu itu Paus-paus tak dapat lagi
mengharapkan pemerintahan atas seluruh dunia. Sekarang mereka hidup dalam
“negara Gereja”. Dimana mereka mengejar kekuasaan, kehormatan dan kekayaan
untuk diri sendiri dan untuk keluarga dan anak-anaknya. Pendirian dan kelakuan
mereka tak ubahnya dengan tabiat raja-raja Italia yang lain, yang hidup sesuka hatinya
saja. Kemewahan, cinta dan ingat diri sendiri, percabulan dan lain-lain dosa, itu
adalah perkara biasa dalam istana Paus Alexander VI Borgia (1492 – 1503). Belum
pernah derajat Paus merosot sedalam itu.
BAB III

PENUTUP

III.I KESIMPULAN

Ini merupakan masa peralihan dari abad pertengahan ke zaman


reformasi. Kepausan mengalami krisis, sedangkan penguasa-penguasa duniawi makin
lama makin lebih menentukan  kehidupan diwilayah mereka termasuk kehidupan
rohani. Sesudah paus Bonifatius VIII terjadilah pembuangan kepausan ke Babylon.
Sebagai akibat pembuangan dan kemudian Skhisma kepausan kehidupan gereja merosot
sebab tidak ada pimpinan yang kuat. Kontrol atas rohaniawan menjadi berkurang
sehingga tingkah laku merosot. Ini terjadi karena unsur kuasa dan uang semakin
dipentingkan. Yang dicari oleh paus untuk memperoleh kembali kedudukan politiknya
adalah kuasa, pengaruh dan uang untuk membiayai kepausan dan segala usahanya.
Keadaan gereja menyedihkan banyak orang, sehingga mereka ingin memperbaiki gereja
atau mereformasinya. Yang diperjuangkan adalah para rohaniawan berhenti memikirkan
status dan uang saja dan kembali kepada kehidupan yang terarah kepada Allah. Hasil
usaha-usaha untuk mereformasi gereja antara lain: skhisma kepusan dipulihkan (1415).
Raja-raja berperan mengakhiri perpecahan gereja. Namun, peranan penguasa duniawi
semakin menonjol bidang-bidang tradisional dikuasai oleh gereja: kebudayaan, ilmu
pengetahuan, pendidikan bahkan theologi lebih bebas dibawah lindungan pemerintah.
Keadaan gereja pada abad pertengahan diwarnai oleh berbagai masalah. Beberapa
masalah seperti kebudayaan, kehidupan rohani, dan politik pada masa tersebut, yang
menjadi latar belakang munculnya gerakan reformasi.

III.II TANGGAPAN PENULIS

TANGGAPAN NEGATIF
Gereja di masa – masa menjelang reformasi menghadapi tantangan – tantangan
dari berbagai pihak yang menuntut pembaruan. Gerakan – gerakan ini menyerang
struktur gereja yang hierarkhis dan legalistik. Banyak pemimpin gereja yang
menyeleweng dan menyalahgunakan kekuasaan. Penjualan indulgensi juga untuk
membiayai pembangunan gedung gereja Santo Petrus di  Vatikan seharusnya tidak
boleh terjadi. Hal ini juga dilakukan dalam jual-beli jabatan gerejawi, sehingga siapa
pun dapat menjadi pejabat gereja, uskup, dengan uangnya. Tidak mengherankan kalau
kemudian terjadi perebutan kekuasaan bahkan sampai tingkat kepausan. Kepercayaan
atas diri Paus pun hilang. Reputasi seorang Paus sulit mendapat kepercayaan dari
masyarakat hal ini di karenakan sudah jatuh karena hal – hal yang tidak semestinya
terjadi di lingkungan gerejawi. Paus, yang sudah terbiasa menikmati kekuasaan yang
sangat besar, bahkan melebihi kaisar, tidak ingin kekuasaannya dibatasi. Di pihak lain,
ada cukup banyak pemimpin gereja yang mengatakan bahwa kalau kekuasaan tidak
dibatasi, akan muncul kecenderungan untuk menyalahgunakan kekuasaan tersebut
sehingga hal ini menimbulkan masalah intern yang memicu perselisihan.

TANGGAPAN POSITIF

Dalam kepercayaan iman Kristen, Yesus Kristus adalah kepala gereja.


Persekutuan orang-orang yang percaya kepada Yesus Kristus disebut gereja. Gereja
didirikan oleh-Nya, sementara Roh Kudus-Nya tentu berkarya dalam mengembangkan
serta memelihara gereja di dunia. Tanda penyertaan Tuhan bagi gereja-Nya nampak
pada saat Ia berjanji bahwa Ia akan menyertai kita sampai akhir zaman (Matius 28:20b).
Dalam menjalankan misinya bagi dunia, gereja diperlengkapi dengan berbagai karunia
melalui umat yang Tuhan tempatkan dalam gereja untuk menjadi para pelayan-Nya.
Dalam panggilan misinya bagi dunia, gereja mengalami berbagai tantangan dan
hambatan, namun dalam keadaan demikian, bahkan mengalami kemerosotan, gereja
harus terus bertumbuh dan semakin bertumbuh. Sejarah gereja di masa lalu tidak dapat
dilupakan begitu saja, perjuangan para rasul yang menjadi martir dan bapa - bapa gereja
harus kita hormati karena dengan perjuangan mereka membuat gereja di masa sekarang
bertahan. Lambat laun perkembangan gereja semakin cepat dengan kerohanian yang
semakin membaik. Sebagai orang Kristen yang hidup di zaman sekarang , kita harus
mendukung lingkungan gereja supaya gereja tetap bertahan sampai kapanpun dan tidak
ada lagi hal seperti di masa lalu yang menyebabkan kemerosotan atau kemunduran
gereja.

III.III MAKNA TEOLOGIS

Masalah yang menimbulkan merosotnya hidup rohani dalam gereja pada saat itu
ialah kurangnya kecakapan hidup rohani para rohaniawan. Hal itu telah tempak ada
jumlah rohaniawan yang terlalu banyaj, sehingga kegiatan mereka menjadi menurun.
Pada saat tersebut sangatlah banyak orang ingin menjadi biarawan, tetapi orang – orang
tersebut bukan karena cita – cita yang murni melainkan bertujuan untuk mendapatkan
suatu pangkat dan memperoleh keuntungan ekonomis yang ada di dalamnya.
Pendidikan dan pengetahuan para rohaniawan pada masa itu dapat juga dikatakan
sangat kurang. Dengan demikian mereka tidak mempunyai pondasi yang kuat untuk
menjalankan hidup rohani ataupun tugasnya, Mereka yang masuk menjadi biarawan
lebih banyak anak dari para bangsawan dengan tujuan untuk mendapatkan posisi yang
tinggi dalam gereja. Dan mereka juga tidak enggan untuk mengejar pangkat dan jabatan
dalam gereja, dan tujuan utama untuk mendapatakan pangkat dan kekayaaan dalam
gereja tersebut. Dalam tonggak sejarah kekristenan ada banyak konflik – konflik yang
menimbulkan kontroversi. Gereja yang ada sekarang bukanlah Gereja yang terbentuk
begitu saja. Gereja yang telah terbentuk pada masa kini telah menempuh pelbagai
masalah – masalah kontroversi, termasuk skisma. Skisma ini menuntut Gereja kian
murni dalam menata diri, sebagai wujud dari Gereja yang universal.
BAB 1V

DAFTAR PUSTAKA

Rini Adiyati. Sejarah Gereja Umum, Seri Diktat : Sekolah Tinggi Teologi Kristus Alfa
Omega.

Rudyanto Chandra. 2015.Sejarah Gereja Umum, Seri Diktat : Sekolah Tinggi Teologi
Kristus Alfa Omega.

https://www.wikiwand.com/id/Sejarah_Kekristenan#/Gereja_pada_Abad_Pertengahan.

https://www.wikipedia.com/id/Sejarah Gereja#/bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.

https://books.google.co.id/books?
id=lib1_ZD5p0C&printsec=frontcover&hl=id&source=gbs_ge_summary_r&cad=0#v=
onepage&q&f=false.

https://123dok.com/document/y8xmkx0q-sejarah-gereja-umum-pdf.html

Anda mungkin juga menyukai