Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

PEB, GAWAT JANIN DAN SC

DISUSUN OLEH:
TAMARA SRI NURAENI
4399814901210077

PROGRAM STUDI PROFESI NERS REGULER


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Horizon Karawang
Jalan Pangkal Perjuangan KM 1 (By Pass), Kabupaten Karawang, Jawa Barat 413116,
Indonesia
2020/2021
A. Pre-eklamsi
1. Definisi
Pre-eklamsia merupakan penyakit khas akibat kehamilan yang
memperlihatkan gejala trias (hipertensi, edema, dan proteinuria), kadang-
kadang hanya hipertensi dan edema atau hipertensi dan proteinuria (dua
gejala dari trias dan satu gejala yang harus ada yaitu hipertensi).
Menurut Mansjoer (2000), pre-eklamsia merupakan timbulnya hipertensi
disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20
minggu atau segera setelah persalinan. Pre eklampsia merupakan suatu
kondisi spesifik kehamilan dimana hipertensi terjadi setelah minggu ke-20
pada wanita yang sebelumnya memiliki tekanan darah normal dan diartikan
juga sebagai penyakit vasospastik yang melibatkan banyak sistem dan
ditandai oleh hemokonsentrasi, hipertensi dan proteinuria (Bobak,
Lowdermilk, & Jensen, 2005).
Klasifikasi pre eklamsia dibagi menjadi 2 yaitu sebagai berikut:
a) Pre eklamsia ringan
Pre eklamsia ringan ditandai dengan:
1) tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi
berbaring terlentang; kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih dari
tensi baseline (tensi sebelum kehamilan 20 minggu); dan kenaikan
sistolik 30 mmHg atau lebih. Cara  pengukuran sekurang-kurangnya
pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak periksa 1  jam, atau berada
dalam interval 4-6 jam.
2) Edema umum, kaki, jari tangan, dan muka; kenaikan berat badan 1
kg atau lebih dalam seminggu.
3) Proteinuria kuantatif 0,3 gr atau lebih per liter; kualitatif 1 + atau 2 +
pada urin kateter atau midstream (aliran tengah)
b) Pre eklamsia berat
Pre eklamsia berat ditandai dengan:
1) Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
2) Proteinuria 5 gr atau lebih per liter.
3) Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam .
4) Adanya gangguan serebral atau kesadaran, gangguan visus atau
penglihatan, dan rasa nyeri pada epigastrium.
5) Terdapat edema paru dan sianosis
6) Kadar enzim hati (SGOT, SGPT) meningkat disertai ikterik.
7) Perdarahan pada retina.
8) Trombosit kurang dari 100.000/mm.
2. Etiologi
Penyebab pre-eklampsia belum diketahui secara jelas. Penyakit ini dianggap
sebagai "maladaptation syndrome" akibat penyempitan pembuluh darah
secara umum yang mengakibatkan iskemia plasenta sehingga berakibat
kurangnya pasukan darah yang membawa nutrisi ke janin. Ada beberapa
faktor predisposisi terjadinya pre eklamsia, yaitu:
a) Primigravida atau primipara mudab (85%)
b) Grand multigravida
c) Sosial ekonomi rendah.
d) Gizi buruk
e) Faktor usia (remaja; < 20 tahun dan usia diatas 35 tahun).
f) Pernah pre eklamsia atau eklamsia sebelumnya.
g) Hipertensi kronik.
h) Diabetes mellitus.
i) Mola hidatidosa.
j) Pemuaian uterus yang berlebihan, biasanya akibat dari kehamilan ganda
atau polihidramnion (14-20%).
k) Riwayat keluarga dengan pre eklamsia dan eklamsia (ibu dan saudara
perempuan).
l) Hidrofetalis.
m) Penyakit ginjal kronik.
n) Hiperplasentosis: mola hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, bayi
besar, dan diabetes mellitus.
o) Obesitas.
p) Interval antar kehamilan yang jauh.

3. Tanda dan gejala


a) penambahan berat badan yang berlebihan, terjadi kenaikan 1 kg
seminggu beberapa kali.
b) Edema terjadi peningkatan berat badan, pembengkakan kaki, jari tangan
dan muka.
c) Hipertensi (di ukur setelah pasien beristirahat selama 30 menit)
d) TD > 140/90 mmHg atau
e) Tekanan sistolik meningkat > 30 mmHg
f) Diastolik>15 mmHg
g) Tekanan diastolic pada trimester ke II yang >85 mmHg patut di curigai
sebagai preeklamsi
h) Proteinuria
- Terdapat protein sebanyak 0,3 g/l dalam urin 24 jam atau
pemeriksaan kuwalitatif +1 / +2.
- Kadar protein > 1 g/l dalam urine yang di keluarkan dengan kateter
atau urine porsi tengah, di ambil 2 kali dalam waktu 6 jam.
4. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan pre
eklamsia yaitu sebagai berikut :
a) Pemeriksaan Laboratorium
b) Pemeriksaan Darah Lengkap dan Apusan Darah
1) Penurunan hemoglobin (nilai rujukan atau kadar normal hemoglobin
untuk wanita hamil adalah 12-14 gr%).
2) Hematokrit meningkat (nilai rujukan 37-43 vol%).
3) Trombosit menurun (nilai rujukan 150.000-450.000/mm
c) Urinalisis
Ditemukan protein dalam urine.
d) Pemeriksaan Fungsi Hati
1) Bilirubin meningkat (N= < 1 mg/dL).
2) LDH (laktat dehidrogenase) meningkat.
3) Aspartat aminomtransferase (AST) > 60 uL.
4) Serum Glutamat Pirufat Transaminase (SGPT) meningkat (N= 15-45
u/ml)
5) Serum Glutamat Oxaloacetic transaminase (SGOT) meningkat (N= <
31 u/ml)
6) Total protein serum menurun (N= 6,7  –  8,7 g/dL) 4)
e) Tes Kimia Darah Asam urat meningkat > 2,7 mg/dL, dimana nilai
normalnya yaitu 2,4  –  2,7 mg/dL.
f) Pemeriksaan Radiologi
Ultrasonografi (USG). Hasil USG menunjukan bahwa ditemukan
retardasi perteumbuhan janin intra uterus. Pernafasan intrauterus lambat,
aktivitas janin lambat, dan volume cairan ketuban sedikit.
Kardiotografi Hasil pemeriksaan dengan menggunakan kardiotografi
menunjukan bahwa denyut jantung janin lemah.

B. Gawat Janin
1. Definisi
Gawat janin adalah Denyut jantung janin (DJJ) kurang dari 100 per menit
atau lebih dari 180 per menit (Nugroho, 2012). Gawat janin terjadi bila janin
tidak menerima O2 yang cukup, sehingga akan mengalami hipoksia. Situasi
ini dapat terjadi (kronik) dalam jangka waktu yang lama atau akut. Disebut
gawat janin bila ditemukan denyut jantung janin diatas 160/menit atau
dibawah 100/menit, denyut jantung tidak teratur, atau keluarnya mekonium
yang kental pada awal persalinan (Prawirohardjo, 2009). Gawat janin
merupakan suatu reaksi ketika janin tidak memperoleh oksigen yang cukup
(Dewi.A.h., Cristine.C.P., 2010).
2. Etiologi
Menurut Prawirohardjo (2007) penyebab gawat janin sebagai berikut :
1) Persalinan berlangsung lama
Persalinan lama adalah persalinan yang terjadi lebih dari 24 jam pada
primigravida dan lebih dari 18 jam pada multigravida (Nugrahaeni,
2010). Persalinan lama dapat mengakibatkan ibu menjadi Gelisah, letih,
suhu badan meningkat, berkeringat, nadi cepat, pernapasan cepat dan
meteorismus. Di daerah lokal sering dijumpai: Bandle Ring, oedema
serviks, cairan ketuban berbau, terdapat mekonium.
2) Induksi persalinan dengan oksitosin
Induksi persalinan ialah suatu tindakan terhadap ibu hamil belum inpartu
baik secara operatif maupun mesinal, untuk merangsang timbulnya
kontraksi rahim sehingga terjadi persalinan. Akibat pemberian oksitosin
yang berlebih-lebihan dalam persalinan dapat mengakibatkan relaksasi
uterus tidak cukup memberikan pengisian plasenta.
3) Ada perdarahan
Perdarahan yang dapat mengakibatkan gawat janin yaitu karena solusio
plasenta. Terjadinya solusio plasenta dipicu oleh perdarahan kedalam
desidua basalis. Desidua tersebut kemudian terbelah sehingga
meninggalkan lapisan tipis yang melekat pada miometrium. Sebagai
akibatnya, proses tersebut dalam stadium awal akan terdiri dari
pembentukan hematoma desidua yang menyebabkan pelepasan,
kompresi dan akhirnya penghancuran plasenta yang berdekatan dengan
bagian tersebut.
4) Infeksi
Infeksi, yang disebabkan oleh pecahnya ketuban pada partus lama dapat
membahayakan ibu dan janin,karena bakteri didalam amnion menembus
amnion dan menginvasi desidua serta pembuluh korion sehingga terjadi
bakteremia dan sepsis pada ibu dan janin. Pneomonia pada janin, akibat
aspirasi cairan amnion yang terinfeksi, adalah konsekuensi serius lainnya
(Prawirohadjo, 2009).
5) Insufisiensi plasenta
a) Insufisiensi uteroplasenter akut
Hal ini terjadi karena akibat berkurangnya aliran darah uterusplasenta
dalam waktu singkat, berupa: aktivitas uterus yang berlebihan,
hipertonika uterus, dapat dihubungkan dengan pemberian oksitosin,
hipotensi ibu, kompresi vena kava, posisi terlentang, perdarahan ibu
karena solusio plasenta atau solusio plasenta.
b) Insufisiensi uteroplasenter kronis Hal ini terjadi karena kurangnya
aliran darah dalam uterusplasenta dalam waktu yang lama. Misalnya :
pada ibu dengan riwayat penyakit hipertensi.
6) Kehamilan Postterm
Meningkatnya resiko pada janin postterm adalah bahwa dengan diameter
tali pusat yang mengecil, diukur dengan USG, bersifat prediktif terhadap
gawat janin pada intrapartum, terutama bila disertai dengan
oligohidramnion. Penurunan cairan amnion biasanya terjadi ketika usia
kehamilan telah melewati 42 minggu, mingkin juga pengeluaran
mekonium oleh janin ke dalam volume cairan amnion yang sudah
berkurang merupakan penyebabnya terbentuknya mekonium kental yang
terjadi pada sindrom aspirasi mekonium.
7) Preeklamsia
Menurut Prawirohardjo (2009), Preeklamsia dapat menyebabkan
kegawatan janin seperti sindroma distres napas. Hal tersebut dapat terjadi
karena vasopasme yang merupakan akibat dari kegagalan invasi trofoblas
kedalam lapisan otot pembuluh darah sehingga pembuluh darah
mengalami kerusakan dan menyebabkan aliran darah dalam plasenta
menjadi terhambat dan menimbulkan hipoksia pada janin yang akan
menjadian gawat janin.
3. Klasifikasi
Jenis gawat janin yaitu :
a) Gawat janin yang terjadi secara ilmiah
1) Gawat janin iatrogenic
Gawat janin iatrogenik adalah gawat janin yang timbul akibat
tindakan medik atau kelalaian penolong. Resiko dari praktek yang
dilakukan telah mengungkapkan patofisiologi gawat janin iatrogenik
akibat dari pengalaman pemantauan jantung janin.
2) Posisi tidur ibu
Posisi terlentang dapat menimbulkan tekanan pada Aorta dan Vena
Kava sehingga timbul Hipotensi. Oksigenisasi dapat diperbaiki
dengan perubahan posisi tidur menjadi miring ke kiri atau
semilateral.
3) Infus oksitosin
Bila kontraksi uterus menjadi hipertonik atau sangat kerap, maka
relaksasi uterus terganggu, yang berarti penyaluran arus darah uterus
mengalami kelainan. Hal ini disebut sebagai Hiperstimulasi.
Pengawasan kontraksi harus ditujukan agar kontraksi dapat timbul
seperti kontrkasi fisiologik.
4) Anestesi Epidural
Blokade sistem simpatik dapat mengakibatkan penurunan arus darah
vena, curah jantung dan penyuluhan darah uterus. Obat anastesia
epidural dapat menimbulkan kelainan pada denyut jantung janin
yaitu berupa penurunan variabilitas, bahkan dapat terjadi deselerasi
lambat. Diperkirakan obat-obat tersebut mempunyai pengaruh
terhadap otot jantung janin dan vasokontriksi arteri uterina.
4. Penanganan Gawat Janin pada Persalinan
Menurut Prawirohardjo (2009) penanganan gawat janin saat persalinan
adalah sebagai berikut :
a) Cara pemantauan
1) Kasus resiko rendah – auskultasi DJJ selama persalinan :
- Setiap 15 menit kala I
- Setiap setelah his kala II
- Hitung selama satu menit setelah his selesai
2) Kasus resiko tinggi – gunakan pemantauan DJJ elektronik secara
berkesinambungan
3) Hendaknya sarana untuk pemeriksaan pH darah janin disediakan
b) Interpretasi data dan pengelolaan
1) Untuk memperbaiki aliran darah uterus : Pasien dibaringkan miring
ke kiri, untuk memperbaiki sirkulasi plasenta
2) Hentikan infus oksitosin (jika sedang diberikan)
3) Berikan oksigen 6-8 L/menit
4) Untuk memperbaiki hipotensi ibu (setelah pemberian anastesi
epidural) segera berikan infus 1 L infus RL
5) Kecepatan infus cairan-cairan intravaskular hendaknya dinaikkan
untuk meningkatkan aliran darah dalam arteri uterina.
c) Untuk memperbaiki aliran darah umbilikus
1) Pasien dibaringkan miring ke kiri, untuk memperbaiki sirkulasi
plasenta.
2) Berikan ibu oksigen 6-8 L/menit
C. Sectio Caesaria
1. Definisi
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan
melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan
syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram
(Sarwono, 2009)
2. Klasifikasi
a) Sectio cesaria transperitonealis profunda
Sectio cesaria transperitonealis propunda dengan insisi di segmen bawah
uterus. insisi pada bawah rahim, bisa dengan teknik melintang atau
memanjang. Keunggulan pembedahan ini adalah:
1) Pendarahan luka insisi tidak seberapa banyak.
2) Bahaya peritonitis tidak besar.
3) Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri dikemudian
hari tidak besar karena pada nifas segmen bawah uterus tidak
seberapa banyak mengalami kontraksi seperti korpus uteri sehingga
luka dapat sembuh lebih sempurna.
b) Sectio cacaria klasik atau section cecaria korporal
Pada cectio cacaria klasik ini di buat kepada korpus uteri, pembedahan
ini yang agak mudah dilakukan,hanya di selenggarakan apabila ada
halangan untuk melakukan section cacaria transperitonealis profunda.
Insisi memanjang pada segmen atas uterus.
c) Sectio cacaria ekstra peritoneal Section cacaria eksrta peritoneal dahulu
di lakukan untuk mengurangi bahaya injeksi perporal akan tetapi dengan
kemajuan pengobatan terhadap injeksi pembedahan ini sekarang tidak
banyak lagi di lakukan. Rongga peritoneum tak dibuka, dilakukan pada
pasien infeksi uterin berat.
d) Section cesaria Hysteroctomi Setelah sectio cesaria, dilakukan
hysteroktomy dengan indikasi:
1) Atonia uteri
2) Plasenta accrete
3) Myoma uteri
4) Infeksi intra uteri berat
3. Etiologi
Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri
iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari
janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa
faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio
caesarea sebagai berikut:
a) CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu
tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat
menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang
panggul merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk rongga
panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan
lahir secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau
panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses
persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan
patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi
asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.
b) PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung
disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah
perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab
kematian maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan.
Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan
mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.
c) KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar
ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di
bawah 36 minggu.
d) Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena
kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi
daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat
mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk
dilahirkan secara normal.
e) Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan
pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
f) Kelainan Letak Janin
1) Kelainan pada letak kepala
- Letak kepala tengadah Bagian terbawah adalah puncak
kepala, pada pemeriksaan dalam teraba UUB yang paling
rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya
bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar panggul.
- Presentasi muka Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga
bagian kepala yang terletak paling rendah ialah muka. Hal ini
jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.
- Presentasi dahi Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi
berada pada posisi terendah dan tetap paling depan. Pada
penempatan dagu, biasanya dengan sendirinya akan berubah
menjadi letak muka atau letak belakang kepala.
2) Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak
memanjang dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di
bagian bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang,
yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki, sempurna,
presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki
(Saifuddin, 2002).
4. Pemeriksaan penunjang
a) Elektroensefalogram ( EEG ) Untuk membantu menetapkan jenis dan
fokus dari kejang.
b) Pemindaian CT Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
c) Magneti resonance imaging (MRI) Menghasilkan bayangan dengan
menggunakan lapangan magnetik dan gelombang radio, berguna untuk
memperlihatkan daerah – daerah otak yang itdak jelas terliht bila
menggunakan pemindaian CT.
d) Pemindaian positron emission tomography ( PET ) Untuk mengevaluasi
kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi,
perubahan metabolik atau alirann darah dalam otak.
e) Uji laboratorium
1) Fungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
2) Hitung darah lengkap: mengevaluasi trombosit dan hematokrit
3) Panel elektrolit
4) Skrining toksik dari serum dan urin
5) AGD
6) Kadar kalsium darah
7) Kadar natrium darah h. Kadar magnesium darah

D. Konsep Asuhan Keperawatan


1) Pengkajian
Pada pengkajian klien dengan sectio caesaria, data yang dapat ditemukan
meliputi distress janin, kegagalan untuk melanjutkan persalinan, malposisi
janin, prolaps tali pust, abrupsio plasenta dan plasenta previa.
a) Identitas atau biodata klien
Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa, status
perkawinan, pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit nomor
register , dan diagnosa keperawatan.
b) Keluhan utama
c) Riwayat kesehatan
- Riwayat kesehatan dahulu:
Penyakit kronis atau menular dan menurun sepoerti jantung,
hipertensi, DM, TBC, hepatitis, penyakit kelamin atau abortus.
- Riwayat kesehatan sekarang :
Riwayat pada saat sebelun inpartu di dapatka cairan ketuban yang
keluar pervaginan secara sepontan kemudian tidak di ikuti tanda-
tanda persalinan.
- Riwayat kesehatan keluarga:
Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti jantung, DM,
HT, TBC, penyakit kelamin, abortus, yang mungkin penyakit
tersebut diturunkan kepada klien.
d) Pola-pola fungsi kesehatan
- pola persepsi dan tata leksana hidup sehat
karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini,
dan cara pencegahan, penanganan, dan perawatan serta
kurangnya mrnjaga kebersihan tubuhnya akan menimbulkan
masalah dalam perawatan dirinya
- Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan
karena dari keinginan untuk menyusui bayinya.
- Pola aktifitas
Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti
biasanya, terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan
tenaga banyak, cepat lelah, pada klien nifas didapatkan
keterbatasan aktivitas karena mengalami kelemahan dan nyeri.
- Pola eleminasi
Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan sering
/susah kencing selama masa nifas yang ditimbulkan karena
terjadinya odema dari trigono, yang menimbulkan inveksi dari
uretra sehingga sering terjadi konstipasi karena penderita takut
untuk melakukan BAB.
- Istirahat dan tidur
Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur
karena adanya kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah
persalinan
- Pola hubungan dan peran
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan
keluarga dan orang lain.
- Pola penanggulangan sters
Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas
- Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka
janhitan dan nyeri perut akibat involusi uteri, pada pola kognitif
klien nifas primipara terjadi kurangnya pengetahuan merawat
bayinya
- Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya,
lebih-lebih menjelang persalinan dampak psikologis klien terjadi
perubahan konsep diri antara lain dan body image dan ideal diri
- Pola reproduksi dan sosial
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan
seksual atau fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena adanya
proses persalinan dan nifas.
e) Pemeriksaan fisik
- Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadangkadang
terdapat adanya cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan
- Leher
Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar tioroid,
karena adanya proses menerang yang salah
- Mata
Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata,
konjungtiva, dan ng keadaan selaput mata pucat (anemia) karena
proses persalinan yang mengalami perdarahan, sklera kuning
- Telinga
Biasanya bentuk telingga simetris atau tidak, bagaimana
kebersihanya, adakah cairan yang keluar dari telinga.
- Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-
kadang ditemukan pernapasan cuping hidung
- Dada
Terdapat adanya pembesaran payu dara, adanya hiper pigmentasi
areola mamae dan papila mamae
- Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih
terasa nyeri. Fundus uteri 3 jari dibawa pusat.
- Genitaliua
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila
terdapat pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk anak
dalam kandungan menandakan adanya kelainan letak anak.
- Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena ruptur
- Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk mrlihat kelainan-kelainan karena
membesarnya uterus, karenan preeklamsia atau karena penyakit
jantung atau ginjal.
- Tanda-tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah turun,
nadi cepat, pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.
2) Diagnosa keperawatan
a) Nyeri akut
b) Gangguan pertukaran gas
c) Resiko infeksi
d) Menyusui tidak efektif berhubungan
3) Intervensi keperawatan
N DX.KEP TUJUAN KHUSUS INTERVENSI
O
1 Nyeri akut Tingkat nyeri Manajemen Nyeri
Kriteria hasil:  Observasi
 Keluhan nyeri cukup - Identifikasi lokasi,
menurun (4) karakteristik,
 Meringis cukup durasi, frekuensi,
menurun (4) kualitas, intensitas
 Gelisah menurun (5) nyeri
 Kesulitan tidur - Identifikasi skala
menurun (5) nyeri
 Nadi membaik (5) - Identifikasi respon
 Tekanan membaik nyeri non verbal
(5) - Identifikasi faktor
 Pola tidur membaik
(5) yang memperberat
dan memperingan
nyeri
- Identifikasi
pengetahuan dan
keyakinan tentang
nyeri
- Identifikasi
pengaruh budaya
terhadap respon
nyeri
- Identifikasi
pengaruh nyeri pada
kualitas hidup
- Monitor
keberhasilan terapi
komplementer yang
sudah diberikan
- Monitor
efeksamping
penggunaan
analgetik
 Terapeutik
- Berikan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis,
akupresur, terapi
music, biofeedback,
terapi pijat,
aromaterapi, teknik
imajinasi
terbimbing,
kompres
hangat/dingin,
terapi bermain)
- Kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri (mis.
suhu ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
- Fasilitasi istirahat
dan tidur
- Pertimbangkan
jenis dan sumber
nyeri dan pemilihan
strategi meredakan
nyeri
 Edukasi
- Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
- Jelaskan strategi
meredakan nyeri
- Anjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri
- Anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat
- Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
 Kolaborasi
- Kolaborasi
pemberian
analgetik, jika perlu
2 Gangguan Setelah dilakukan asuhan - Observasi Tanda-
pertukaran gas keperawatan selama 1x24 tanda vital ibu
jam nafas janin terpenuhi - Memantau Djj 30

ditandai dengan KH: DJJ : menit sekali

145x/menit Denyut - Melakukan

jantung janin reguller kolaborasi dengan

Nadi 90 pada ibu dokter dalam


pemberian terapi
Ekstraksi, infus
terpasang (RL 1
kolf + metergin 1
amp + oxytocin 1
amp) dengan kateter
terpasang.
- Memberikan
dukungan
emosional kepada
ibu seperti banyak
berdo’a supaya ibu
kuat dan lebih
bersemangat dalam
melahirkan nanti,
ibu terlihat
bersemangat.
- Mengatur ibu dalam
posisi yang
nyaman, ibu dalam
posisi dorsal
rekumben.
- Membimbing ibu
meneran disaat ada
his dan beristirahat
diluar his, ibu dapat
mengedan dengan
baik.
- Melakukan
pertolongan
persalinan dengan,
bayi
3 Resiko infeksi Kontrol risiko Pencegahan infeksi
- Kekuatan otot (5) Observasi
- Kontrol gerakan - Monitor tanda dan
(5) gejala infeksi lokal
- Keseimbangan dan sistemik
gerakan (5) Terapeutik
- Kemantapan - Batasi jumlah
gerakan (5) pengunjung
- Kehalusan - Berikan perawatan
gerakan (5) kulit pada area edema
- Gerakan ke arah - Cuci tangan sebelum
yang di inginkan dan sesudah kontak
(5) dengan pasien dan
- Gerakan dengan lingkungan pasien
waktu yang - Pertahankan teknik
diinginkan (5) aseptik pada pasien
berisiko tinggi
Edukasi
- Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
- Ajarkan cara mencuci
tangan dengan benar
- Ajarkan etika batuk
- Ajarkan cara
memeriksa kondisi
luka atau luka operasi
- Anjurkan
meningkatkan asupan
nutrisi
- Anjurkan
meningkatkan asupan
cairan
Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu
4 Menyusui Setelah dilakukan Edukasi menyusui
tidak efektif tindakan keperawatan Observasi

selama 1x24 jam di - Identifikasi tujuan

harapkan menyusui tidak atau keinginan

efektif meningkat dengan menyusi

kriteria hasil :
- Perlekatan bayi Terapeutik

pada payudara ibu - Dukung ibu

meningkat (5) meningkatkan

- Kemampuan ibu kepercayaan diri

memposisikan dalam menyusui

bayi dengan benar - Libatkan sistem

meningkat (5) pendukung : Suami,

- Kepercayaan diri keluarga, tenaga

ibu meningkat (5) kesehatan, dan


masyarakat

Edukasi
- Ajarkan perawatan
payudara postpartum
(mis. memerah ASI,
pijat payudara)
DAFTAR PUSTAKA
Bobak, I.M., Deitra L.L., & Margaret D. J. (2005). Buku ajar keperawatan maternitas,
Edisi 4. Jakarta: EGC
PPPNI.(2018).Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi1. Jakarta: DPP PPNI
PPPNI.(2018).Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi1. Jakarta: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai