DISUSUN OLEH:
TAMARA SRI NURAENI
4399814901210077
B. Gawat Janin
1. Definisi
Gawat janin adalah Denyut jantung janin (DJJ) kurang dari 100 per menit
atau lebih dari 180 per menit (Nugroho, 2012). Gawat janin terjadi bila janin
tidak menerima O2 yang cukup, sehingga akan mengalami hipoksia. Situasi
ini dapat terjadi (kronik) dalam jangka waktu yang lama atau akut. Disebut
gawat janin bila ditemukan denyut jantung janin diatas 160/menit atau
dibawah 100/menit, denyut jantung tidak teratur, atau keluarnya mekonium
yang kental pada awal persalinan (Prawirohardjo, 2009). Gawat janin
merupakan suatu reaksi ketika janin tidak memperoleh oksigen yang cukup
(Dewi.A.h., Cristine.C.P., 2010).
2. Etiologi
Menurut Prawirohardjo (2007) penyebab gawat janin sebagai berikut :
1) Persalinan berlangsung lama
Persalinan lama adalah persalinan yang terjadi lebih dari 24 jam pada
primigravida dan lebih dari 18 jam pada multigravida (Nugrahaeni,
2010). Persalinan lama dapat mengakibatkan ibu menjadi Gelisah, letih,
suhu badan meningkat, berkeringat, nadi cepat, pernapasan cepat dan
meteorismus. Di daerah lokal sering dijumpai: Bandle Ring, oedema
serviks, cairan ketuban berbau, terdapat mekonium.
2) Induksi persalinan dengan oksitosin
Induksi persalinan ialah suatu tindakan terhadap ibu hamil belum inpartu
baik secara operatif maupun mesinal, untuk merangsang timbulnya
kontraksi rahim sehingga terjadi persalinan. Akibat pemberian oksitosin
yang berlebih-lebihan dalam persalinan dapat mengakibatkan relaksasi
uterus tidak cukup memberikan pengisian plasenta.
3) Ada perdarahan
Perdarahan yang dapat mengakibatkan gawat janin yaitu karena solusio
plasenta. Terjadinya solusio plasenta dipicu oleh perdarahan kedalam
desidua basalis. Desidua tersebut kemudian terbelah sehingga
meninggalkan lapisan tipis yang melekat pada miometrium. Sebagai
akibatnya, proses tersebut dalam stadium awal akan terdiri dari
pembentukan hematoma desidua yang menyebabkan pelepasan,
kompresi dan akhirnya penghancuran plasenta yang berdekatan dengan
bagian tersebut.
4) Infeksi
Infeksi, yang disebabkan oleh pecahnya ketuban pada partus lama dapat
membahayakan ibu dan janin,karena bakteri didalam amnion menembus
amnion dan menginvasi desidua serta pembuluh korion sehingga terjadi
bakteremia dan sepsis pada ibu dan janin. Pneomonia pada janin, akibat
aspirasi cairan amnion yang terinfeksi, adalah konsekuensi serius lainnya
(Prawirohadjo, 2009).
5) Insufisiensi plasenta
a) Insufisiensi uteroplasenter akut
Hal ini terjadi karena akibat berkurangnya aliran darah uterusplasenta
dalam waktu singkat, berupa: aktivitas uterus yang berlebihan,
hipertonika uterus, dapat dihubungkan dengan pemberian oksitosin,
hipotensi ibu, kompresi vena kava, posisi terlentang, perdarahan ibu
karena solusio plasenta atau solusio plasenta.
b) Insufisiensi uteroplasenter kronis Hal ini terjadi karena kurangnya
aliran darah dalam uterusplasenta dalam waktu yang lama. Misalnya :
pada ibu dengan riwayat penyakit hipertensi.
6) Kehamilan Postterm
Meningkatnya resiko pada janin postterm adalah bahwa dengan diameter
tali pusat yang mengecil, diukur dengan USG, bersifat prediktif terhadap
gawat janin pada intrapartum, terutama bila disertai dengan
oligohidramnion. Penurunan cairan amnion biasanya terjadi ketika usia
kehamilan telah melewati 42 minggu, mingkin juga pengeluaran
mekonium oleh janin ke dalam volume cairan amnion yang sudah
berkurang merupakan penyebabnya terbentuknya mekonium kental yang
terjadi pada sindrom aspirasi mekonium.
7) Preeklamsia
Menurut Prawirohardjo (2009), Preeklamsia dapat menyebabkan
kegawatan janin seperti sindroma distres napas. Hal tersebut dapat terjadi
karena vasopasme yang merupakan akibat dari kegagalan invasi trofoblas
kedalam lapisan otot pembuluh darah sehingga pembuluh darah
mengalami kerusakan dan menyebabkan aliran darah dalam plasenta
menjadi terhambat dan menimbulkan hipoksia pada janin yang akan
menjadian gawat janin.
3. Klasifikasi
Jenis gawat janin yaitu :
a) Gawat janin yang terjadi secara ilmiah
1) Gawat janin iatrogenic
Gawat janin iatrogenik adalah gawat janin yang timbul akibat
tindakan medik atau kelalaian penolong. Resiko dari praktek yang
dilakukan telah mengungkapkan patofisiologi gawat janin iatrogenik
akibat dari pengalaman pemantauan jantung janin.
2) Posisi tidur ibu
Posisi terlentang dapat menimbulkan tekanan pada Aorta dan Vena
Kava sehingga timbul Hipotensi. Oksigenisasi dapat diperbaiki
dengan perubahan posisi tidur menjadi miring ke kiri atau
semilateral.
3) Infus oksitosin
Bila kontraksi uterus menjadi hipertonik atau sangat kerap, maka
relaksasi uterus terganggu, yang berarti penyaluran arus darah uterus
mengalami kelainan. Hal ini disebut sebagai Hiperstimulasi.
Pengawasan kontraksi harus ditujukan agar kontraksi dapat timbul
seperti kontrkasi fisiologik.
4) Anestesi Epidural
Blokade sistem simpatik dapat mengakibatkan penurunan arus darah
vena, curah jantung dan penyuluhan darah uterus. Obat anastesia
epidural dapat menimbulkan kelainan pada denyut jantung janin
yaitu berupa penurunan variabilitas, bahkan dapat terjadi deselerasi
lambat. Diperkirakan obat-obat tersebut mempunyai pengaruh
terhadap otot jantung janin dan vasokontriksi arteri uterina.
4. Penanganan Gawat Janin pada Persalinan
Menurut Prawirohardjo (2009) penanganan gawat janin saat persalinan
adalah sebagai berikut :
a) Cara pemantauan
1) Kasus resiko rendah – auskultasi DJJ selama persalinan :
- Setiap 15 menit kala I
- Setiap setelah his kala II
- Hitung selama satu menit setelah his selesai
2) Kasus resiko tinggi – gunakan pemantauan DJJ elektronik secara
berkesinambungan
3) Hendaknya sarana untuk pemeriksaan pH darah janin disediakan
b) Interpretasi data dan pengelolaan
1) Untuk memperbaiki aliran darah uterus : Pasien dibaringkan miring
ke kiri, untuk memperbaiki sirkulasi plasenta
2) Hentikan infus oksitosin (jika sedang diberikan)
3) Berikan oksigen 6-8 L/menit
4) Untuk memperbaiki hipotensi ibu (setelah pemberian anastesi
epidural) segera berikan infus 1 L infus RL
5) Kecepatan infus cairan-cairan intravaskular hendaknya dinaikkan
untuk meningkatkan aliran darah dalam arteri uterina.
c) Untuk memperbaiki aliran darah umbilikus
1) Pasien dibaringkan miring ke kiri, untuk memperbaiki sirkulasi
plasenta.
2) Berikan ibu oksigen 6-8 L/menit
C. Sectio Caesaria
1. Definisi
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan
melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan
syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram
(Sarwono, 2009)
2. Klasifikasi
a) Sectio cesaria transperitonealis profunda
Sectio cesaria transperitonealis propunda dengan insisi di segmen bawah
uterus. insisi pada bawah rahim, bisa dengan teknik melintang atau
memanjang. Keunggulan pembedahan ini adalah:
1) Pendarahan luka insisi tidak seberapa banyak.
2) Bahaya peritonitis tidak besar.
3) Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri dikemudian
hari tidak besar karena pada nifas segmen bawah uterus tidak
seberapa banyak mengalami kontraksi seperti korpus uteri sehingga
luka dapat sembuh lebih sempurna.
b) Sectio cacaria klasik atau section cecaria korporal
Pada cectio cacaria klasik ini di buat kepada korpus uteri, pembedahan
ini yang agak mudah dilakukan,hanya di selenggarakan apabila ada
halangan untuk melakukan section cacaria transperitonealis profunda.
Insisi memanjang pada segmen atas uterus.
c) Sectio cacaria ekstra peritoneal Section cacaria eksrta peritoneal dahulu
di lakukan untuk mengurangi bahaya injeksi perporal akan tetapi dengan
kemajuan pengobatan terhadap injeksi pembedahan ini sekarang tidak
banyak lagi di lakukan. Rongga peritoneum tak dibuka, dilakukan pada
pasien infeksi uterin berat.
d) Section cesaria Hysteroctomi Setelah sectio cesaria, dilakukan
hysteroktomy dengan indikasi:
1) Atonia uteri
2) Plasenta accrete
3) Myoma uteri
4) Infeksi intra uteri berat
3. Etiologi
Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri
iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari
janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa
faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio
caesarea sebagai berikut:
a) CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu
tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat
menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang
panggul merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk rongga
panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan
lahir secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau
panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses
persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan
patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi
asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.
b) PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung
disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah
perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab
kematian maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan.
Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan
mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.
c) KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar
ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di
bawah 36 minggu.
d) Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena
kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi
daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat
mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk
dilahirkan secara normal.
e) Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan
pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
f) Kelainan Letak Janin
1) Kelainan pada letak kepala
- Letak kepala tengadah Bagian terbawah adalah puncak
kepala, pada pemeriksaan dalam teraba UUB yang paling
rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya
bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar panggul.
- Presentasi muka Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga
bagian kepala yang terletak paling rendah ialah muka. Hal ini
jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.
- Presentasi dahi Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi
berada pada posisi terendah dan tetap paling depan. Pada
penempatan dagu, biasanya dengan sendirinya akan berubah
menjadi letak muka atau letak belakang kepala.
2) Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak
memanjang dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di
bagian bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang,
yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki, sempurna,
presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki
(Saifuddin, 2002).
4. Pemeriksaan penunjang
a) Elektroensefalogram ( EEG ) Untuk membantu menetapkan jenis dan
fokus dari kejang.
b) Pemindaian CT Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
c) Magneti resonance imaging (MRI) Menghasilkan bayangan dengan
menggunakan lapangan magnetik dan gelombang radio, berguna untuk
memperlihatkan daerah – daerah otak yang itdak jelas terliht bila
menggunakan pemindaian CT.
d) Pemindaian positron emission tomography ( PET ) Untuk mengevaluasi
kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi,
perubahan metabolik atau alirann darah dalam otak.
e) Uji laboratorium
1) Fungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
2) Hitung darah lengkap: mengevaluasi trombosit dan hematokrit
3) Panel elektrolit
4) Skrining toksik dari serum dan urin
5) AGD
6) Kadar kalsium darah
7) Kadar natrium darah h. Kadar magnesium darah
- Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu
4 Menyusui Setelah dilakukan Edukasi menyusui
tidak efektif tindakan keperawatan Observasi
kriteria hasil :
- Perlekatan bayi Terapeutik
Edukasi
- Ajarkan perawatan
payudara postpartum
(mis. memerah ASI,
pijat payudara)
DAFTAR PUSTAKA
Bobak, I.M., Deitra L.L., & Margaret D. J. (2005). Buku ajar keperawatan maternitas,
Edisi 4. Jakarta: EGC
PPPNI.(2018).Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi1. Jakarta: DPP PPNI
PPPNI.(2018).Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi1. Jakarta: DPP PPNI