Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

“APAKAH DIPERBOLEHKAN MENCICIPI MAKANAN SAAT


BERPUASA?”

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fikih Ibadah Terkait Peribadatan

Dosen Pengampu : N. Eva auziah, DRA.,M.AG

Disusun Oleh :

Nama : Aathiika Mutiara Melati

NPM : 10010121015

PRODI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG

2021
ABSTRAK

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Puasa adalah penahanan diri dari syahwat perut dan syahwat kemaluan, serta
dari segala benda konkret yang memasuki rongga dalam tubuh (seperti obat dan
sejenisnya), dalam rentang waktu tertentu yaitu sejak terbitnya fajar kedua (yaitu fajar
shadiq) sampai terbenamnya matahari yang dilakukan oleh orang tertentu yang
dilakukan orang tertentu yang memenuhi syarat.
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa. (Q.S, al-Baqarah
(2): 183. Dalam ayat tersebut, Allah swt menyeru orang-orang yang beriman ingin
mengingatkan mereka terhadap eksistensi, hakikat dan jati diri mereka
sebagai hamba-hamba-Nya yang beriman. Allah swt menegaskan bahwa tujuan utama
dari ibadah puasa adalah membentuk manusia-manusia yang bertaqwa. Hal ini
memberikan pemahaman, agar dalam melaksanakan puasa Ramadhan hendaknya kita
tidak terjebak pada sekadar menggugurkan kewajiban, yang pada akhirnya puasa
hanya menjadi kegiatan seremonial /ritualitas ibadah tahunan, tidak bermakna dan
tidak menghasilkan kecerdasan spiritual dan sosial seperti yang terangkum pada kata
“taqwa”.
Berpuasa merupakan kewajiban yang telah Allah perintahkan kepada
umatNya. Berbicara tentang puasa, pasti tidak lepas dari yang namanya berbuka
puasa. Pastinya dalam berbuka puasa kita menginginkan menu makanan yang enak
dan lezat. Bagi ibu-ibu tentu memasak adalah kewajian yang menjadi rutinitas ketika
bulan puasa untuk menyiapkan menu masakan yang lezat dan nikmat kesukaan
keluarga. Tidak hanya ibu-ibu, namun juga koki yang berprofesi sebagai pebisnis
restoran ataupun para penjual makanan bazar ramadhan, tentunya berpikir keras agar
menghasilkan makanan yang nikmat dan tidak mengecewakan. Untuk memastikan
rasa makanan berbuka puasa yang sesuai harapan,terkadang ia harus mencicipinya
terlebih dahulu. Lalu bagaimana cara mencicipi makanan padahal kita sedang
berpuasa. Banyak yang merasa was-was karena khawatir puasanya batal. Sebenarnya,
bagaimana hukum mencicipi makanan saat berpuasa, apakah boleh? Bagaimana
pendapat Ulama mengenai hal ini?

B. Rumusan Masalah
1. Apa hukum mencicipi makanan saat berpuasa
2. Bagaimana pendapat para ulama mengenai permasalahan ini yang menjadi
keraguan dalam masyarakat
3. Bagaimana cara agar tetap bisa mencicipi makanan namun tidak membatalkan
puasa?

C. Tujuan Penelitian
1. Memahami hukum mencicipi makanan saat berpuasa
2. Menemukan pendapat yang tepat untuk mengatasi permasalahan keraguan
masyarakat mengenai “Apakah Diperbolehkan Mencicipi Makanan Saat
Berpuasa?”
3. Mengetahui cara mencegah agar tidak terjadi pembatalan puasa saat mencicipi
makanan
LITERATUR REVIEW

Dijelaskan dalm Fiqih Al Manhaji, puasa dalam bahasa Arab disebut ash Shiyam (
‫ )الصيام‬yang secara bahasa berarti al imsaaku anisy syai’i (‫ )اإلمساك عن الشيئ‬yakni menahan dari
sesuatu baik perkataan ataupun makanan.

Dalam Al Qur’an, Allah Subhanahu wa Ta’ala menceritakan tentang Maryam.

ُ ْ‫إِنِّي نَ َذر‬
َ ‫ت لِلرَّحْ َم ِن‬
‫صوْ ًما‬

“Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhanku Yang Maha Pengasih” (QS.
Maryam: 26)

Maksudnya Maryam bernazar tidak akan berbicara dengan siapapun.

Adapun puasa yang dimaksud dalam terminologi syariat adalah menahan diri dari
segala hal yang membatalkan puasa mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari disertai
dengan niat.

Fiqhus Sunnah lin Nisa’ atau fikih sunnah untuk wanita disusun oleh Abu Malik kamal bin
As Sayyid Salim. Dalam buku ini disebutkan bahwa puasa maknanya adalah menahan diri
dari hal-hal yang membatalkan dari terbitnya Fajar sampai terbenamnya matahari dengan
niat.

Adapun pengertian puasa menurut syara’, dapat dilihat di dalam penjelasan ulama bermazhab
asy-Syafii sebagai berikut: (Puasa adalah menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa
sejak terbit fajar hingga terbenam matahari dengan niat puasa). (al-Fiqh al-Manhaji ‘ala
Mazhab al-Imam asySyafii, h. 331)

Syekh Abdullah bin Hijazi asy-Syarqawi dalam kitabnya, Hasyiyatusy Syarqawi ‘ala
Tuhfatith Thullab menyebutkan:

“Di antara sejumlah makruh dalam berpuasa ialah mencicipi makanan karena dikhawatirkan
akan mengantarkannya sampai ke tenggorokan. Dengan kata lain, khawatir dapat
menjalankannya lantaran begitu dominannya syahwat. Posisi makruhnya itu sebenarnya
terletak pada ketiadaan alasan atau hajat tertentu dari orang yang mencicipi makanan itu.
Berbeda lagi bunyi hukum untuk tukang masak baik pria maupun wanita, dan orangtua yang
berkepentingan mengobati buah hatinya yang masih kecil. Bagi mereka ini, mencicipi
makanan tidaklah makruh," demikian Az-Zayadi menerangkan.
Melihat keterangan ini, maka bisa disimpulkan jika mencicipi masakan bagi mereka yang
puasa selama ia berkepentingan, maka tidak masalah.

Menurut Panduan Puasa Ramadhan di Bawah Naungan Al-Qur`an dan As-Sunnah


dari Kemenag, boleh mencicipi masakan dengan cara menjaganya jangan sampai masuk ke
dalam tenggorokan dan kembali mengeluarkannya . Hal ini berdasarkan perkataan ‘Abdullah
bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma yang mempunyai hukum marfu’ dengan sanad yang hasan
dari seluruh jalan-jalannya : “Tidak apa-apa bagi orang yang berpuasa mencicipi cuka atau
sesuatu yang ia ingin beli sepanjang tidak masuk ke dalam tenggorokannya.”
METODE PENELITIAN

Data-data yang dipergunakan dalam penyusunan makalah ini berasal dari berbagai
literatur kepustakaan yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas. Beberapa jenis
referensi utama yang digunakan adalah buku Fiqih, jurnal ilmiah edisi online, dan artikel
ilmiah yang bersumber internet.

Metode penulisan bersifat studi pustaka, informasi didapatkan dari berbagai literatur
dan disusun berdasarkan hasil studi informasi yang diperoleh. Penulisan diupayakan saling
terkait antar satu sama lain dan sesuai topik yang dibahas.

Data yang terkumpul diseleksi dan diurutkan sesuai dengan topik kajian. Kemudian
dilakukan penyusunan makalah berdasarkan data yang telah dipersiapkan secara logis dan
sistematis. Teknik analisis data bersifat deskriptif argumentatif.
HASIL TEMUAN

Menurut para Ulama, mencicipi makanan saat berpuasa hukumnya boleh. Baik itu
dilakukan karena ada kebutuhan, seperti untuk memastikan rasa makanan, maupun tidak ada
kebutuhan. Hanya saja, jika mencicipi makanan dilakukan tanpa ada kebutuhan tertentu,
meskipun boleh dan tidak membatalkan puasa, hukumnya adalah makruh. Ini sebagaimana
disebutkan oleh Syaikh Al-Syarqawai dalam kitab Hasyiyatusy Syarqawi 'ala Tuhfah Al-
Thullab yaitu Di antara perkara yang dimakruhkan saat berpuasa adalah mencicipi makanan
karena dikhawatirkan makanan tersebut sampai ke tenggerokan. Dengan kata lain, khawatir
dapat menjalankan makanan itu ke tenggorokan lantaran begitu dominannya syahwat.
Kemakruhan itu sebenarnya terletak pada ketiadaan alasan atau hajat tertentu dari orang yang
mengecap makanan itu. Adapun para juru masak, baik laki-laki maupun perempuan dan
orang yang memiliki anak kecil yang berkepentingan mengobatinya, maka mencicipi
makanan bagi keduanya tidak dimakruhkan. Mengecap masakan tidaklah makruh. Ini
sebagaimana dikatakan oleh Imam Al-Zayyadi. Dalam kitab Al-Sunan Al-Kubra, Imam Al-
Baihaqi menyebutkan sebuah riwayat yang bersumber dari Ibnu Abbas bahwa beliau
membolehkan seseorang mencicipi makanan selama makanan tersebut tidak sampai pada
tenggorokannya. Riwayat tersebut adalah sebagai berikut: 

Ibnu Abbas berkata: Tidak masalah bagi seseorang untuk  mencicipi makanan, baik makanan
berupa cuka atau makanna lainnya, selama tidak masuk tenggorokannya, dalam keadaan dia
berpuasa. Dengan demikian,, meskipun mencicipi makanan hukumnya boleh, namun hal itu
sebaiknya ditinggalkan jika memang tidak ada kebutuhan. Namun jika ada kebutuhan, maka
boleh mencicipi makanan dan hendaknya segera diludahkan agar tidak tertelan sampai
tenggorokan. 

Di antara dalil yang menunjukkan hal ini adalah perkataan Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu,

‫ رواه البخاري معلقا‬.‫أس أَن يَ ُذوق ال َخ َّل أو ال َشي َء َما لَـم يَد ُخل َحلقَه وهو صائم‬
َ َ‫اَل ب‬

“Tidak mengapa mencicipi cuka atau makanan lainnya selama tidak masuk ke
kerongkongan.” (H.r. Bukhari secara mu’allaq)

Jika orang yang puasa menelan makanan yang dicicipi karena tidak sengaja maka dia tidak
wajib qadha, dan dia lanjutkan puasanya. Ini berdasarkan keumuman dalil yang
menunjukkan dimaafkannya orang yang lupa dalam pelaksanaan syariat. Di samping itu
terdapat sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

Dalam konteks tersebut diartikan bahwasannya mencicipi atau menghirup aroma makanan,
tidak membatalkan puasa selama makanan tidak masuk ke kerongkongan. Dengan begitu,
seorang yang mencicipi makanan hendaknya cukup mengecap lalu mengeluarkan kembali ke
mulut.

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH


Muhammad Cholil Nafis menjelaskan mencicipi masakan saat puasa hukumnya mubah.
"Mencicipi itu hukumnya tidak membatalkan, tetapi khawatir untuk tertelan pasti
membatalkan, jadi setelah dicicipi langsung dimuntahkan," ujarnya kepada Kompas.com,
Minggu (18/4/2021). Jika cara tersebut (langsung memuntahkan setelah mencicipi) dinilai
agak sulit untuk dilakukan, maka sebaiknya ditinggalkan atau tidak mencicipi. "Jika ada yang
mencicipi tapi tidak menelan maka tidak batal puasanya," katanya lagi.

Cholil menambahkan, mencicipi masakan sebaiknya sedikit saja, sekedar untuk mengetahui
rasanya. Menurutnya, mencicipi masakan baik yang dilakukan oleh tukang masak maupun
bukan yang memasak makanan tersebut, hukumnya sama saja. Kendati demikian, ia
menekankan, sebisa mungkin untuk tidak mencicipinya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Kepala Kanwil Kemenag Jateng Musta'in Ahmad.
Menurutnya, mencicipi masakan dengan keperluan memastikan rasanya (oleh juru masak,
termasuk Ibu rumah tangga) boleh dan tidak membatalkan puasa selama tidak masuk ke
kerongkongan. "Bukan juru masak makruh, bisa batalkan pahala puasa. Bukan puasanya
yang batal, tapi pahala-nya (pahala puasa)," ujarnya kepada Kompas.com, Minggu
(18/4/2021). Musta'in menekankan, yang batal adalah pahalanya, karena soal pahala puasa itu
mutlak kuasa Allah SWT.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu berkata, Rasulullah Shallallahu’alai wa sallam


bersabda, “Allah berfirman, ‘Semua amal anak Adam untuknya kecuali puasa. Ia untuk-Ku
dan Aku yang akan membalasnya.” Dihubungi terpisah, Dekan Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) Syamsul Hidayat mengatakan hukum
mencicipi masakan adalah makruh. "Mencicip rasa ditempel di lidah dan segera dikeluarkan.
Insha Allah tidak membatalkan puasa tetapi itu hukumnya makruh, artinya sebaiknya tidak
dilakukan," tuturnya pada Kompas.com, Minggu (18/4/2021).
Kepala Kepala Kantor Kementerian Agama Surakarta Musta'in Ahmad mengatakan,
seseorang yang berpuasa namun hendak mencicipi makanan terdapat dua hukum yang
mengatur di dalamnya.

Pertama, mencicipi makanan sebatas di ujung lidah dan segera dikeluarkan bagi tukang
masak (termasuk di keluarga) hukumnya mubah (boleh) dan tidak membatalkan puasa.

Kedua, mencicipi makanan yang dilakukan oleh orang di luar itu, hukumnya
adalah makruh atau sebaiknya dihindari.

"Makruh itu sebaiknya dihindari karena tidak disukai oleh Allah SWT," kata Musta'in kala
itu.
Selain itu, penjelasan lain soal mencicipi makanan di bulan Ramadhan juga terdapat dalam
kitab Hasyiyah Asy-Syarqawi Syarah Tuhfatut Thullab:

"Di antara sejumlah makruh dalam berpuasa ialah mencicipi makanan karena dikhawatirkan
akan mengantarkannya sampai ke tenggorokan. Dengan kata lain, khawatir dapat
menjalankannya lantaran begitu dominannya syahwat. Posisi makruhnya itu sebenarnya
terletak pada ketiadaan alasan atau hajat tertentu dari orang yang mencicipi makanan itu.
Berbeda lagi bunyi hukum untuk tukang masak baik pria maupun wanita, dan orang tua yang
berkepentingan mengobati buah hatinya yang masih kecil. Bagi mereka ini, mencicipi
makanan tidaklah makruh."
Disebutkan dalam kitab Hasyiyah an-Nihayah bahwa hukum orang yang berpuasa tetapi
mencicipi makanan adalah makruh.

"Mencicipi makanan adalah makruh bagi orang yang berpuasa, kacuali kalau ada hajat."

Syekh Abdullah bin Hijazi asy-Syarqawi dalam kitabnya, Hasyiyatusy Syarqawi ‘ala
Tuhfatith Thullab menyebutkan:

“Di antara sejumlah makruh dalam berpuasa ialah mencicipi makanan karena
dikhawatirkan akan mengantarkannya sampai ke tenggorokan. Dengan kata lain,
khawatir dapat menjalankannya lantaran begitu dominannya syahwat. Posisi
makruhnya itu sebenarnya terletak pada ketiadaan alasan atau hajat tertentu dari
orang yang mencicipi makanan itu. Berbeda lagi bunyi hukum untuk tukang masak
baik pria maupun wanita, dan orangtua yang berkepentingan mengobati buah hatinya
yang masih kecil. Bagi mereka ini, mencicipi makanan tidaklah makruh," demikian
Az-Zayadi menerangkan.
Melihat keterangan ini, maka bisa disimpulkan jika mencicipi masakan bagi mereka
yang puasa selama ia berkepentingan, maka tidak masalah.

Asal saja, usai dicicipi, masakan tersebut segera dikeluarkan kembali. Jangan
SAMPAI ditahan lama-lama, apalagi ditelan. jIKA ditelan bukan hanya haram, tetapi
juga membatalkan puasa.

Ketika kita sedang berpuasa, masih ada perasaan takut puasa kita batal saat mencicipi
makanan yang sedang dimasak. Sehingga kita harus tahu dulu, cara yang diperbolehkan
untuk mencicipi makanan agar puasa kita tetap sah. Llidah merupakan indera perasa dengan
fungsi mengecap berbagai rasa yang masuk ke mulut kita. Jadi, jika harus mencicipi sesuatu
seperti makanan, letakkan makanan tersebut di ujung lidah dan segera keluarkan atau buang
setelahnya.

Ketika kita sedang mencicipinya, kita tidak boleh bernafsu untuk menelan
dan mengonsumsi makanan tersebut, karena hukumnya dapat berubah menjadi makruh. Jadi,
pastikan makanan yang dicicipi enggak sampai ke tenggorokan dan tertelan oleh kita. Jika
dirasa cita rasa masakan sudah pas dan tidak ada yang perlu dipastikan lagi, berarti sudah
cukup kita mencicipi makanan tersebut.

KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

Pengertian puasa http://repository.uin-suska.ac.id/7228/4/BAB%20III.pdf

https://bali.kemenag.go.id/denpasar/berita/25244/hukum-mencicipi-makanan-saat-puasa
Puasa, https://www.tribunnews.com/ramadan/2021/04/17/hukum-mencicipi-masakan-saat-berpuasa-
begini-cara-mencicipi-makanan-agar-tak-membatalkan-puasa?page=2

"Mencicipi Masakan Saat Puasa, Batalkah


Puasanya?" https://www.kompas.com/tren/read/2021/04/18/125202165/mencicipi-masakan-
saat-puasa-batalkah-puasanya?page=all.

https://www.kompas.tv/article/164789/mencicipi-makanan-saat-berpuasa-ramadan-batal-tidak-ya?
page=2
Referensi: https://konsultasisyariah.com/5982-mencicipi-makanan-ketika-
puasa.html

http://repository.uinsu.ac.id/2468/1/ISI%20FIKIH%20RAMADHAN%20RAMLI.pdf

Anda mungkin juga menyukai