Anda di halaman 1dari 60

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN.

M DENGAN
MENINGOENCEPALITIS VIRAL DI RUANG
MELATI 1 RSUP Dr. SARDJITO

Disusun untuk memenuhi Tugas Praktik Klinik Keperawatan Anak


Dosen Pembimbing : Dra. Ni Ketut Mendri, S.Kep, M. Sc

Disusun oleh :

Nia Ariyanti (P07120521072)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES YOGYAKARTA


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
JURUSAN KEPERAWATAN
2021
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN. M DENGAN
MENINGOENCEPALITIS VIRAL DI RUANG
MELATI 1 RSUP Dr. SARDJITO

Diajukan untuk disetujui pada :


Hari :
Tanggal :
Tempat :

Pembimbing Akademik Pembimbing Lapangan

(Dra. Ni Ketut Mendri, S.Kep, M. Sc) (Wwik Herawati, SST)

2
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN

A. DEFINISI
Meningitis adalah infeksi akut pada selaput meningen (selaput yang menutupi
otak dan medula spinalis) (Nelson, 2010). Encephalitis adalah infeksi virus pada otak
(Elizabeth, 2009). Meningoencephalitis adalah peradangan pada selaput meningen dan
jaringan otak.
Otak dan medulla spinalis dilindungi oleh lapisan atau selaput yang disebut
meningen. Peradangan pada meningen khususnya pada bagian araknoid dan plamater
(leptomeningens) disebut meningitis. Peradang pada bagian duramater disebut
pakimeningen. Meningitis dapat disebabkan karena bakteri, virus, jamur atau karena
toksin. Namun demikian sebagian besar meningitis disebabkan bakteri. Meningitis
adalah peradangan pada meningen yaitu membrane yang melapisi otak dan medulla
spinalis (Tarwoto, 2013).
Meningitis adalah radang yang terjadi pada araknoid dan piameter yang
disebabkan oleh bakteri, virus, riketsia, atau protozoa yang dapat terjadi secara akut dan
kronis. Sedangkan ensefalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh
bakteri, cacing, protozoa, jamur, ricketsia, atau virus (Whiteley, 2014).
Meningitis merupakan penyakit peradangan pada selaput otak, sedangkan
ensefalitis adalah penyakit peradangan pada otak. Dalam beberapa kasus kedua penyakit
ini dapat terjadi bersamaan yang dikenal dengan nama meningoensefalitis.
Meningoensefalitis merupakan penyakit yang menyerang sistem saraf pusat yang dapat
disebabkan oleh virus, bakteri, tuberkulosis, ataupun jamur. Penyakit ini dapat
mengenai siapa saja, terutama mereka yang memiliki daya tahan tubuh yang kurang,
misalnya anak-anak, penderita malnutrisi, lansia, dan orang-orang dengan penyakit yang
menurunkan sistem imun tubuh (immunocompromised) (Junaidi, 2019).

B. ETIOLOGI
Menurut Widagdo, dkk (2013), mengatakan meningitis dapat disebabkan oleh
berbagai macam organisme: Haemophilus influenza, Neisseria meningitis
(Meningococus), Diplococus pneumonia, Streptococcus group A, Pseudomonas,

3
Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Klebsiella, Proteus. Paling sering klien
memiliki kondisi predisposisi seperti: fraktur tengkorak, infeksi, pembedahan otak atau
spinal, dimana akan meningkatkan terjadinya meningitis.
1. Meningitis bakteri
Organisme yang paling sering pada meningitis bakteri adalah: Haemophilus
influenza, Streptococcus pneumonia, Neisseria meningitides, dan Staphylococcus
aureus. Protein di dalam bakteri sebagai benda asing dan dapat menimbulkan
respon peradangan. Neutropil, monosit, limfosit dan yang lainnya merupakan sel-
sel sebagai respon peradangan. Eksudat terdiri dari bakteri fibrin dan leukosit yang
dibentuk di ruang subaraknoid. Penumpukan didalam cairan serebrospinal akan
menyebabkan cairan menjadi kental sehingga dapat menggangu aliran serebrospinal
di sekitar otak dan medulla spinalis. Sebagian akan menganggu absorbsi akibat
granulasi arakhnoid dan dapat menimbulkan hidrosefalus. Penambahan eksudat di
dalam ruang subaraknoid dapat menimbulkan peradangan lebih lanjut dan
peningkatan tekanan intrakranial. Eksudat akan mengendap di otak dan saraf-saraf
kranial dan spinal. Sel-sel meningeal akan menjadi edema, membran sel tidak dapat
lebih panjang mengatur aliran cairan yang menujuh atau keluar dari sel.
2. Meningitis virus
Tipe meningitis ini sering disebut sebagai aseptik meningitis. Meningitis ini terjadi
sebagai akibat dari berbagai macam penyakit virus yang meliputi measles, mumps,
herpes simplex dan herpes zoster. Pembentukan eskudat pada umumnya terjadi
diatas korteks serebral, substansi putih dan meningens. Kerentanan jaringan otak
terhadap berbagai macam virus tergantung pada tipe sel yang dipengaruhi.Virus
herpes simplex merubah metabolisme sel, yang mana secara cepat menyebabkan
perubahan produksi enzim atau neurotransmitter yang menyebabkan disfungsi dari
sel dan kemungkinan kelainan neurologi.
Nurarif dan Kusuma (2016), mengatakan penyebab meningitis ada 2 yaitu:
1. Pada orang dewasa, bakteri penyebab tersering adalah Dipiococus pneumonia
dan Neiseria meningitidis, stafilokokus, dan gram negative.
2. Pada anak-anak bakteri tersering adalah Hemophylus influenza, Neiseria
meningitidis dan diplococcus pneumonia.

4
Penyebab meningitis yang paling sering adalah bakteri, virus, jamur, dan protozoa :
Penyebab Jenis
Bakteri  Streptococcus pneumonia
 Neisseria meningitides
 Listeria monocytogenes
 Hemophilus influenza
 Streptococcus agalactiae
 Escherichia coli
 Klebisella pneumonia
 Pseudomonas aeruginosa
 Salmonella spp
 Nocardia spp
 Mycobacterium tuberculosis
Virus  Nonpolio enteroviruses echoviruses
 Coxsackieviruses
 Mumps virus
 Arboviruses
 Herpesviruses
 Lymphocytic choriomeningitis virus
 Human immunodeficiency virus
 Adenovirus
 Parainfluenza viruses 2 and 3

Jamur  Cryptococcus neoformans


 Coccidioides immitis
 Histoplasma capsulate
 Paracoccidioides brasiliensis

Protozoa  Naegleria fowleri


 Angiostrongylus cantonensis
 Strongyloides stercoralis
 Toxoplasma gondii
 Plasmodium falciparum

5
C. ANATOMI FISIOLOGI
Otak manusia mempunyai berat 2% dari berat badan orang dewasa (3 pon),
menerima 20 % curah jantung dan memerlukan 20% pemakaian oksigen tubuh dan
sekitar 400 kilokalori energi setiap harinya. Otak merupakan jaringan yang paling
banyak memakai energi dalam seluruh tubuh manusia dan terutama berasal dari proses
metabolisme oksidasi glukosa (Prince &Wilson dalam Nera, 2019).

Gambar 2.1. Anatomi selaput otak (Nera, 2019)

Otak bertanggung jawab terhadap kemampuan manusia untuk melakukan


gerakan- gerakan yang disadari, dan kemampuan untuk berbagai macam proses mental,
seperti ingatan atau memor, perasaan emosional, intelegensi, berkomunikasi, sifat atau
kepribadian dan pertimbangan. Berdasarkan gambar dibawah, otak dibagi menjadi lima
bagian, yaitu otak besar (serebrum), otak kecil (serebelum), otak tengah (mesensefalon),
otak depan (diensefalon), dan jembatan varol (pons varoli).
Otak diselimuti oleh selaput otak yang disebut meningens yang terdiri dari 3 lapisan
yaitu :

6
1. Durameter
Lapisan paling luar dari otak dan bersifat tidak kenyal. Lapisan ini melekat
langsung dengan tulang tengkorak, berfungsi untuk melindungi jaringan-
jaringan yang halus dari otak dan medulla spinalis.
2. Arakhnoid
Lapisan bagian tengah dan terdiri dari lapisan yang berbentuk jarring laba- laba.
Ruangan dalam lapisan ini disebut dengan ruang subarachnoid dan memiliki
cairan yang disebut cairan serebrospinal. Lapisan ini berfungsi untuk melindungi
otak dan medulla spinalis dari guncangan.
3. Piameter
Lapisan paling dalam dari otak dan melekat pada otak. Lapisan ini banyak
memiliki pembuluh darah, berfungsi untuk melindungi otak secara langsung.
Bagian-bagian otak :
1. Otak Besar (Serebrum)
Merupakan bagian terbesar dan terdepan dari otak manusia. Otak besar mempunyai
fungsi dalam mengatur semua aktivitas mental, yang berkaitan dengan
kepandaian (intelegensi), ingatan (memori), kesadaran dan pertimbangan. Otak
besar terbagi menjadi empat bagian yang disebut lobus. Bagian lobus yang
menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan yang menyerupai parit disebut
sulcus.
a. Lobus Frontal
Merupakan bagian lobus yang ada di paling depan dari otak besar. Lobus ini
berhubungan dengan kemampuan membuat alasan, kemampuan gerak,
kognisi, perencanaan, penyelesaian masalah, member penilaian,
kreativitas, kontrol perasaan, dan kemampuan bahasa.
b. Lobus Parietal
Berada ditengah berhubungan dengan proses sensor perasaan seperti
tekanan, sentuhan, dan rasa sakit.
c. Lobus Temporal
Berada di bagian bawah berhubungan kemampuan pendengaran,
pemaknaan informasi dan bahasa bicara atau komunikasi dalam bentuk
suara.

7
d. Lobus Occipital
Bagian paling belakang berhubungan dengan rangsangan visual yang
memungkinkan manusia mampu melakukan interpretasi terhadap objek
yang ditangkap oleh retina mata.
2. Otak Kecil (Serebelum)
Mempunyai fungsi utama dalam koordinasi terhadap otot dan tonus otot,
keseimbangan dan posisi tubuh. Bila ada rangsangan yang merugikan atau
berbahaya maka gerakan sadar yang normal tidak mungkin dilaksanakan. Otak
kecil juga berungsi mengkoordinasikan gerakan yang halus dan cepat. Otak kecil
juga menyimpan dan melaksanakan serangkaian gerakan otomatis yang
dipelajari seperti gerakan mengendarai mobil, gerakan tangan saat menulis,
gerakan mengunci pintu dan sebagainya. Jika terjadi cidera pada otak kecil dapat
mengakibatkan gangguan pada sikap dan koordinasi gerakan otot.
3. Otak Tengah (Mesensefalon)
Terletak di depan otak kecil dan jembatan varol. Otak tengah berfungsi penting
pada reflek mata, tonus otot serta fungsi posisi atau kedudukan tubuh.
4. Otak Depan (Diensefalon)
Terdiri dari dua bagian, yaitu thalamus yang berfungsi menerima semua
rangsangan dari reseptor kecuali bau, dan hipotalamus yang berfungsi dalam
pengaturan suhu, pengaturan nutrient, penjagaan agar tetap bangun, dan
penumbuhan sikap agresif.
5. Jembatan Varol (Pons Varoli)
Merupakan serabut saraf yang menghubungkan otak kecil bagian kiri dan kanan.
Selain itu, menghubungkan otak besar dan sumsum tulang belakang.

Meningitis atau radang selaput otak adalah radang pada


membran yang menyelubungi otak dan sumsum tulang
belakang, yang secara kesatuan disebut meningen. Radang
dapat disebabkan oleh infeksi oleh virus, bakteri atau juga
mikroorganisme lain, dan walaupun jarang dapat disebabkan
oleh obat tertentu. Meningitis dapat menyebabkan kematian
karena radang yang terjadi di otak dan sumsum tulang

8
belakang.

9
D. PATOFISIOLOGI
Otak dan medulla spinalis dilindungi oleh tiga lapisan meningen yaitu pada
bagian paling luar adalah duramater, bagian tengah araknoid dan bagian dalam
piamater. Cairan serebrospinalis merupakan bagian dari otak yang berada dalam ruang
subaraknoid yang dihasilkan dalam fleksus choroid yang kemudian dialirkan melalui
system ventrikal. Mikroorganisme dapat masuk ke dalam sistem saraf pusat melalui
beberapa cara misalnya hematogen (paling banyak), trauma kepala yang dapat tembus
pada CSF dan arena lingkungan. Invasi bakteri pada meningen mengakibatkan respon
peradangan. Netropil bergerak ke ruang subaraknoid untuk memfagosit bakteri
menghasilkan eksudat dalam ruang subaraknoid. Eksudat ini yang dapat menimbulkan
bendungan pada ruang subaraknoid yang pada akhirnya dapat menimbulkan
hidrosepalus. Eksudat yang terkumpul juga akan berpengaruh terhadap saraf-saraf
kranial dan perifer. Makin bertambahnya eksudat dapat meningkatkan tekanan
intracranial (Tarwoto, 2013).
Otak dan medulla spinalis dilindungi oleh lapis meningitis: duramater, araknoid dan
piamater. CSF diproduksi di dalam fleksus koroid ventrikel yang mengalir melalui
ruang subaraknoid di dalam system ventrikel dan sekitar otak dan medulla spinalis. CSF
diabsobsi melalui araknoid pada lapisan araknoid dari meningintis. Organisme
penyebab meningitis masuk melalui sel darah merah pada blood brain barrier. Cara
masuknya dapat terjadi akibat trauma penetrasi, prosedur pembedahan atau pecahnya
abses serebral. Meningitis juga dapat terjadi bila adanya hubungan antara cairan
serebrospinal dan dunia luar. Masuknya mikroorganisme menuju ke susunan saraf pusat
melalui ruang subarakhoid dapat menimbulkan respon peradangan pada pia, araknoid,
cairan serebrospinal dan ventrikel. Eksudat yang dihasilkan dapat menyebar melalui
saraf kranial dan spinal sehingga menimbulkan masalah neurologi. Eksudat dapat
menyumbat aliran normal cairan serebropinal dan menimbulkan hidrosefalus (Widagdo,
dkk, 2013).

E. MANIFESTASI KLINIS
Tarwoto (2013) mengatakan manifestasi klinik pada meningitis diantaranya :
1. Demam, merupakan gejala awal
2. Nyeri kepala

10
3. Mual dan muntah
4. Kejang umum
5. Pada keadaan lebih lanjut dapat mengakibatkan penurunan kesadaran sampai
dengan koma.
Sedangkan menurut (Widago, dkk, 2013) manifestasi klinis klien meningitis meliputi:
1. Sakit kepala
2. Mual muntah
3. Demam
4. Sakit dan nyeri secara umum
5. Perubahan tingkat kesadaran
6. Bingung
7. Perubahan pola nafas
8. Ataksia
9. Kaku kuduk
10. Ptechialrash
11. Kejang (fokal, umum)
12. Opistotonus
13. Nistagmus
14. Ptosis
15. Gangguan pendengaran
16. Tanda brundzinki’s dan kerniq’s
positif
17. Fotophobia

11
Gejala klinis meningitis dapat dibagi dalam 3 (tiga) stadium (Anderson, 2010) :
1. Stadium I
a. Prodromal, berlangsung 1 - 3 minggu
b. Biasanya gejalanya tidak khas, timbul perlahan- lahan, tanpa kelainan
neurologis
c. Gejala : Sakit kepala, demam (tidak terlalu tinggi), rasa lemah, nafsu makan
menurun (anorexia), nyeri perut, tidur terganggu, mual, muntah, konstipasi,
apatis, irritable
d. Pada bayi, irritable dan ubun- ubun menonjol merupakan manifestasi yang
sering ditemukan; sedangkan pada anak yang lebih tua memperlihatkan
perubahan suasana hati yang mendadak, prestasi sekolah menurun, letargi,
apatis, mungkin saja tanpa disertai demam dan timbul kejang intermiten.
2. Stadium II
a. Disebut juga fase transisi atau meningitik, yang ditandai dengan memberatnya
penyakit. Pada fase ini terjadi rangsangan pada selaput otak/meningen.
b. Ditandai oleh adanya kelainan neurologik, akibat eksudat yang terbentuk diatas
lengkung serebri.
c. Pemeriksaan kaku kuduk (+), refleks Kernig dan Brudzinski (+) kecuali pada
bayi.
d. Dengan berjalannya waktu, terbentuk infiltrat (massa jelly berwarna abu) di
dasar otak yang menyebabkan gangguan otak / batang otak.
e. Pada fase ini, eksudat yang mengalami organisasi akan mengakibatkan
kelumpuhan saraf kranial dan hidrosefalus, gangguan kesadaran, papiledema
ringan serta adanya tuberkel di koroid. Vaskulitis menyebabkan gangguan
fokal, saraf kranial dan kadang medulla spinalis. Hemiparesis yang timbul
disebabkan karena infark/ iskemia, quadriparesis dapat terjadi akibat infark
bilateral atau edema otak yang berat.
f. Pada anak berusia di bawah 3 tahun, iritabel dan muntah adalah gejala
utamanya, sedangkan sakit kepala jarang dikeluhkan. Sedangkan pada anak
yang lebih besar, sakit kepala adalah keluhan utamanya, dan kesadarannya
makin menurun.

12
Gejala:
1) Akibat rangsang meningen : sakit kepala berat dan muntah (keluhan utama)
2) Akibat peradangan / penyempitan arteri di otak : disorientasi, bingung,
kejang, tremor, hemibalismus / hemikorea, hemiparesis / quadriparesis,
penurunan kesadaran
3) Gangguan otak / batang otak / gangguan saraf kranial:
Saraf kranial yang sering terkena adalah saraf otak III, IV, VI, dan VII. Tanda:
Strabismus, diplopia, ptosis, reaksi pupil lambat, gangguan penglihatan
kabur
3. Stadium III
a. Terjadi percepatan penyakit, berlangsung selama ± 2-3 minggu
b. Gangguan fungsi otak semakin jelas.
c. Terjadi akibat infark batang otak akibat lesi pembuluh darah atau strangulasi
oleh eksudat yang mengalami organisasi.
d. Gejala: Pernapasan irregular, demam tinggi, edema papil, hiperglikemia,
kesadaran makin menurun, irritable dan apatik, mengantuk, stupor, koma, otot
ekstensor menjadi kaku dan spasme, opistotonus, pupil melebar dan tidak
bereaksi sama sekali, nadi dan pernafasan menjadi tidak teratur, hiperpireksia.
Tiga stadium tersebut di atas biasanya tidak jelas
batasnya antara satu dengan yang lain, tetapi bila tidak diobati
biasanya berlangsung 3 minggu sebelum pasien meninggal.
Dikatakan akut bila 3 stadium tersebut berlangsung selama 1
minggu.

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Anamnesis
Dapat ditemukan riwayat kontak dengan pasien TB, malaise, anoreksia, demam, nyeri
kepala yang semakin memburuk, perubahan mental, penurunan kesadaran, kejang,
kelumpuhan saraf kranial, hemiparese, atau gangguan neurologis lain (Meiti, 2011).
2. Pemeriksaan fisik
Sering ditemukan tanda klinis berupa kaku kuduk (40-80%), kebingungan (10- 30%),
penurunan kesadaran (30-60%), parese saraf kranial (30-50%), hemiparese (10-

13
20%), paraparese (5-10%), dan kejang (50% pada anak-anak dan 5% pada dewasa)
(Twaithes G et al, 2009).
3. Pemeriksaan Penunjang (Hudak dan Gallo, 2012)
a. Laboratorium rutin : tidak khas, dapat ditemukan leukosit yang meningkat,
normal atau menurun, diff count bergeser ke kiri, kadang-kadang ditemukan
hiponatremia akibat SIADH (Meiti F, 2011). Elektrolit serum, meningkat
jika anak dehidrasi: Na+ naik dan K + turun.
b. Fungsi lumbal dan kultur CSS: jumlah leukosit (CBC) meningkat, kadar
glukosa darah mrenurun, protein meningkat, glukosa serum meningkat
c. Kultur darah, untuk menetapkan organisme penyebab
d. Kultur urim, untuk menetapkan organisme penyebab
e. MRI, CT-scan/ angiorafi

G. PENATALAKSANAAN
1. Perawatan umum
a. Penderita dirawat di rumah sakit.
b. Mula – mula cairan diberikan secara infus dalam jumlah yang cukup dan
jangan berlebihan.
c. Bila gelisah diberi sedativa seperti Fenobarbital atau penenang.
d. Nyeri kepala diatasi dengan analgetika.
e. Panas diturunkan dengan :
1) Kompres es
2) Paracetamol
3) Asam salisilat
Pada anak dosisnya 10 mg/kg BB tiap 4 jam secara oral
f. Kejang diatasi dengan :
1) Diazepam
Dewasa : Dosisnya 10 – 20 mg IV
Anak : Dosisnya 0,5 mg/kg BB IV
2) Fenobarbital
Dewasa : Dosisnya 6 – 120 mg/hari secara oral
Anak : Dosisnya 5 – 6 mg/kg BB/hari secara oral

14
3) Difenil hidantoin
Dewasa : Dosisnya 300 mg/hari secara oral
Anak : Dosisnya 5 – 9 mg/kg BB/hari secara oral
g. Sumber infeksi yang menimbulkan meningitis purulenta diberantas
dengan obat – obatan atau dengan operasi
h. Kenaikan tekanan intra kranial diatasi dengan :
1) Manitol
Dosisnya 1 – 1,5 mg/kg BB secara IV dalam 30 – 60 menit dan
dapat diulangi 2 kali dengan jarak 4 jam
2) Kortikosteroid
Biasanya dipakai deksametason secara IV dengan dosis pertama 10
mg lalu diulangi dengan 4 mg setiap 6 jam. Kortikosteroid masih
menimbulkan pertentangan. Ada yang setuju untuk memakainya
tetapi ada juga yang mengatakan tidak ada gunanya.
3) Pernafasan diusahakan sebaik mungkin dengan membersihkan jalan
nafas.
i. Bila ada hidrosefalus obstruktif dilakukan operasi pemasangan pirau
(shunting).
j. Efusi subdural pada anak dikeluarkan 25 – 30 cc setiap hari selama 2 – 3
minggu, bila gagal dilakukan operasi.
k. Fisiotherapi diberikan untuk mencegah dan mengurangi cacat.

2. Pemberian Antibiotika
Antibiotika spektrum luas harus diberikan secepat mungkin tanpa menunggu
hasil biakan. Baru setelah ada hasil biakan diganti dengan antibiotika yang
sesuai. Pada terapi meningitis diperlukan antibiotika yang jauh lebih besar
daripada konsentrasi bakterisidal minimal, oleh karena :
a. Dengan menembusnya organisme ke dalam ruang sub araknoid berarti
daya tahan host telah menurun.
b. Keadaan likuor serebrospinalis tidak menguntungkan bagi leukosit dan
fagositosis tidak efektif.

15
c. Pada awal perjalanan meningitis purulenta konsentrasi antibodi dan
komplemen dalam likuor rendah.
Pemberian antibiotika dianjurkan secara intravena yang mempunyai spektrum luas
baik terhadap kuman gram positif, gram negatif dan anaerob serta dapat
melewati sawar darah otak (blood brain barier). Selanjutnya antibiotika
diberikan berdasarkan hasil test sensitivitas menurut jenis bakteri.
Antibiotika yang sering dipakai untuk meningitis purulenta adalah :
a. Ampisilin
Diberikan secara intravena
Dosis :
Neonatus : 50 – 100 mg/kg BB/hari dibagi dalam 2 kali pemberian.
Umur 1 – 2 bulan : 100 – 200 mg/kg BB/hari dibagi dalam 3 kali pemberian.
Umur > 2 bulan : 300 – 400 mg/kg BB/hari dibagi dalam 4 kali pemberian.
Dewasa : 8 – 12 gram/hari dibagi dalam 4 kali pemberian.
b. Gentamisin
Diberikan secara intravena
Dosis :
Prematur : 5 mg/kg BB/hari dibagi dalam 2 kali pemberian
Neonatus : 7,5 mg/kg BB/hari dibagi dalam 3 kali pemberian
Bayi dan dewasa : 5 mg/kg BB/hari dibagi dalam 3 kali pemberian.
c. Kloramfenikol
Diberikan secara intravena
Dosis :
Prematur : 25 mg/kg BB/hari dibagi dalam 2 kali pemberian.
Bayi genap bulan : 50 mg/kg BB/hari dibagi dalam 2 kali pemberian.
Anak : 100 mg/kg BB/hari dibagi dalam 4 kali pemberian.
Dewasa : 4 – 8 gram/hari dibagi dalam 4 kali pemberian.
d. Sefalosporin
Diberikan secara intravena
1) Sefotaksim, Dosis :
Prematur & neonatus : 50 mg/kg BB/hari dibagi dalam 2 kali pemberian.
Bayi & anak : 50 – 200 mg/kg BB/hari dibagi dalam 2–4 kali

16
pemberian.
Dewasa : 2 gram tiap 4 – 6 jam. Bila fungsi ginjal jelek, dosis
diturunkan.
2) Sefuroksim, Dosis :
Anak : 200 mg/kg BB/hari dibagi dalam 4 kali pemberian.
Dewasa : 2 gram tiap 6 jam

H. PATHWAY

Sumber : (Kuslecha, 2013)

17
I. KOMPLIKASI
1. Peningkatan tekanan intrakranial
2. Hydrosephalus : Penumpukan cairan pada rongga otak, sehingga meningkatkan
tekanan pada otak.
3. Infark serebral : Kerusakan jaringan otak akibat tidak cukup suplai oksigen, karena
terhambatnya aliran darah ke daerah tersebut.
4. Ensepalitis : peradangan pada jaringan otak dan meningen akibat virus, bakteri, dan
jamur.
5. Syndrome of inappropriate secretion of antidiuretic hormon
6. Abses otak : Infeksi bakteri yang mengakibatkan penimbunan nanah didalam otak
serta pembengkakakan.
7. Kejang : Gangguan aktivitas listrik di otak. Ditandai dengan gerakan tubuh yang
tidak terkendali dan hilangnya kesadaran.
8. Endokarditis : Infeksi pada endokardium yaitu lapisan bagian dalam jantung.
9. Pneumonia : Infeksi yang menimbulkan peradangan pada kantung udara disalah
satu atau kedua paru-paru yang dapat berisi cairan.
10. Syok sepsis : Infeksi luas yang menyebabkan kegagalan organ dan tekanan darah
yang sangat rendah.

J. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Anamnesis pada meningitis meliputi keluhan utama, riwayat penyakit sekarang,
riwayat penyakit dahulu, dan pengkajian psikososial (pada anak perlu dikaji
dampak hospitalisasi) (Muttaqin, 2008).
a. Keluhan utama
Hal yang sering menjadi alasan klien atau orang tua membawa anaknya untuk
meminta pertolongan kesehatan adalah suhu badan tinggi, kejang, dan
penurunan tingkat kesadaran.
b. Riwayat penyakit sekarang
Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui untuk mengetahui jenis kuman
penyebab. Disini harus ditanya dengan jelas tentang gejala yang timbul
seperti kapan mulai terjadinya serangan, sembuh atau bertambah buruk.

18
Pada pengkajian klien dengan meningitis biasanya didapatkan keluhan yang
berhubungan dengan akibat infeksi atau peningkatan tekanan intrakranial.
Keluhan tersebut di antaranya sakit kepala dan demam adalah gejala
awal yang sering. Sakit kepala dihubungkan dengan meningitis yang selalu
berat dan sebagai akibat iritasi meningen. Keluhan kejang perlu mendapat
perhatian untuk dilakukan pengkajian lebih mendalam, bagaiman sifat
timbulnya kejang, stimulasi apa yang sering menimbulkan kejang dan
tindakan apa yang diberikan dalam upaya menurunkan keluhan kejang.
Adanya penurunan kesadaran dihubungkan dengan meningitis bakteri.
Disorientasi dan gangguan memori biasanya merupakan awal adanya
penyakit.
Pengkajian lainnya yang perlu ditanyakan seperti riwayat selama menjalani
perawatan di RS, pernahkah menjalani tindakan invasive yang
memungkinkan masuknya kuman ke meningen terutama tindakan melalui
pembuluh darah.
c. Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian penyakit yang pernah dialami klien yang memungkinkan adanya
hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi pernahkah
klien mengalami infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media,
mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, tindakan bedah
saraf, riwayat trauma kepala dan adanya pengaruh immunologis pada masa
sebelumnya. Riwayat sakit TB paru perlu ditanyakan kepada klien perlu
ditanyakan kepada klien terutama jika ada keluhan batuk produktif dan
pernah mengalami pengobatan obat anti tuberculosis yang sangat berguna
untuk mengidentifikasi meningitis tuberkulosa.
d. Pengkajian psikososial-spititual
Pengkajian psikologis klien meningitis meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai
status emosi, kognitif dan perilaku klien.
Sebagian besar pengkajian ini didapat diselesaikan melalui interaksi
menyeluruh dengan klien dalam pelaksanaan pengkajian lain dengan
member pertanyaan dan tetap melakukan pengawaan sepanjang waktu

19
untuk menentukan kelayakan ekspresi emosi dan pikiran. Pengkajian
mekanime koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai respon
emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien
dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga maupun dalam
masyarakat.
e. Pemeriksaan Fisik
1) Tanda-tanda vital
Pada klien meningitis biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh lebih
dari normal 38-41oC, dimulai pada fase sistemik, kemerahan, panas,
kulit kering, berkeringat. Keadaan ini biasanya dihubungkan dengan
proes inflamasi dan iritasi meningen yang sudah menggangu pusat
pengatur suhu tubuh. Penurunan denyut nadi berhubungan dengan
tanda-tanda peningkatan TIK.
2) B1 (Breathing)
Inspeksi apakah klien batuk, produksi sputum, sesak nafas, penggunaan
otot bantu nafas dan peningkatan frekuensi nafas yang sering
didapatkan pada klien meningitis yang disertai adanya gangguan
sistem pernafasan.
Palpasi thorax hanya dilakuan jika terdapat deformitas pada tulang dada
pada klien dengan efusi pleura massif.
Auskultasi bunyi nafas tambahan seperti rochi pada klien meningitis
tuberkulosa dengan penyebaran primer dari paru.
3) B2 ( Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular terutama dilakukan pada klien
meningitis pada tahap lanjut seperti apabila klien mengalami renjatan
(syok).
4) B3 (Brain)
Pengkajian ini merupakan pemeriksaan focus dan lebih lengkap
dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
a) Pengkajian tingkat kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar
dan parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian.

20
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien meningitis biasanya
berkisar pada tingkat letergi, stupor, dan semikomatosa. Jika klien
sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk
menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk
pemantauan pemberi asuhan.
b) Pengkajian Fungsi Serebral
Status mental : observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara,
ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien meningitis
tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan.
c) Pengkajian Saraf Kranial
 Saraf I : biasanya pada klien meningitis tidak ada kelainan funsi
penciuman.
 Saraf II : Tes ketajaman penglihatan dalam batas normal
 Saraf III, IV, dan VI : Pemeriksaan funsi dan reaksi pupil pada
klien meningitis yang tidak disertai penurunan kesadaran
biasanya tanpa kelainan.
 Saraf V : Pada klien meningitis umumnya tidak didapatkan
paralisis pada otot wajah dan reflek kornea biasanya tidak ada
kelainan.
 Saraf VII : Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
simetris.
 Saraf VIII : Tidak ditemukan adanya tuli konduktif atu tuli
persepsi.
 Saraf IX dan X : Kemampuan menelan baik
 Saraf XI : Tidak ada atrofi otot sternokledomastoideus dan
trapezius.
 Saraf XII : Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi
dan tidak ada fasikulasi. Indra pengecapan normal.
d) Pengkajian Sistem Motorik
Kekuatan otot menurun, control keseimbangan, dan koordinasi pada
meningitis tahap lanjut mengalami perubahan.

21
e) Pengkajian Reflek
Pemeriksaan reflek profunda, pengetukan pada tendon, ligamentum
atau periosteum derajat reflek pada respon normal. Reflek patologis
akan didapatkan pada klien meningitis dengan tingkat kesadaran
koma. Adanya reflek Babinski (+) merupakan tanda lesi UMN.
f) Pengkajian Sistem Sensorik
Pemeriksaan sensorik pada meningitis biasanya didapatkan sensari raba,
nyeri, suhu yang normal, tidak ada perasaan abnormal di permukaan
tubuh, sensasi propriosefsi, dan diskriminatif normal.
 Kaku kuduk
 Tanda Kernig Positif
 Tanda Brudzinski
5) B4 (Bladder)
Pemeriksaan pada sistem perkemihan biasanya didapatkan berkurangnya
volume pengeluaran urine, hal ini berhubungan dengan penurunan
perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjal.
6) B5 ( Bowel)
Mual sampai muntah disebabkan peningkatan produksi asam lambung.
Pemenuhan nutrisi pada klien meningitis menurun karena anoreksia dan
adanya kejang.
7) B6 (Bone)
Adanya bengkak dan nyeri pada sendi-sendi besar (khususnya lutut dan
pergelangan kaki). Petekia dan lesi purpura yang didahului oleh ruam.
Pada penyakit yang berat dapat ditemukan ekimosis yang berat pada
wajah dan ekstremitas. Klien sering mengalami penurunan kekuatan otot
dan kelemahan fisik secara umum sehingga mengganggu ADL.
f. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostic rutin pada klien meningitis, meliputi laboratorium klinik
rutin (Hb, leukosit, LED, trombosit, retikulosit, glukosa). Pemeriksaan
laboratorium yang khas pada meningitis adalah analisa cairan otak. Analisa
cairan otak diperiksa untuk jumlah sel, protein, dan konsentrasi glukosa.
Pemeriksaan lainnya diperlukan sesuai klinis klien, meliputi foto rontgen paru

22
dan CT scan kepala.

2. Diagonosa Keperawatan yang mungkin muncul


a. Perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan infeksi otak
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang
tertahan dibuktikan dengan batuk tidak efektif, ronchi
c. Pola nafas tidak efektif b.d hambatan upaya nafas dibuktikan dengan pola
nafas abnormal
d. Resiko infeksi b.d penyakit kronis
e. Resiko cidera b.d perubahan fungsi kognitif
f. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan dibuktikan dengan
berat badan menurun, otot pengunyah lemah
g. Resiko ketidakseimbangan cairan b.d trauma/perdarahan
h. Hipertermi b.d proses penyakit dibuktikan dengan suhu tubuh diatas
normal.
i. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
dibuktikan dengan kekuatan otot menurun
j. Defisit perawatan diri b.d kelemahan dibuktikan dengan tidak mampu
melakukan perawatan diri secara mandiri.

23
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
No. SLKI SIKI
Keperawatan
1. Perfusi serebral Tujuan : Observasi :
tidak efektif Setelah dilakukan intervensi - Identifikasi penyebab peningkatan TIK (mis.lesi menempati
berhubungan keperawatan selama 3 jam ruang, gangguan metabolism, edema serebral, peningkatan
dengan infeksi maka ekspetasi membaik tekanan vena, obstruksi cairan serebrospinalis, hipertensi
otak dengan kriteria hasil : intrakranial idiopatik.
- Tingkat - Monitor peningkatan tekanan darah
kesadaran - Monitor pelebaran tekanan nadi(selisih TDS dan TDD)
meningkat - Monitor penurunan frekuensi jantung
- Kognitif meningkat - Monitor ireguleritas irama nafas
- Tekanan intra - Monitor penurunan tingkat kesadaran
cranial menurun - Monitor perlambatan atau kesimetrisan respon pupil
- Sakit kepala menurun - Monitor kadar CO2 dan pertahankan dalam rentang yang
- Gelisah menurun diindikasikan
- Agitasi menurun - Monitor tekanan perfusi serebral
- Demam menurun - Monitor jumlah, kecepatan dan karakteristik dranase cairan
- Tekanan darah serebrospinalis
membaik - Monitor efek stimulus lingkungan terhadap TIK
- Reflek saraf membaik - Monitor MAP (Mean Arterial Pressure)
- Monitor CVP (Central Venous Pressure)
- Monitor PAWP, jika perlu
- Monitor PAP, jika perlu
- Monitor ICP (Intra Cranial Pressure), jika tersedia
- Monitor CPP (Cerebral Perfusion Pressure)
- Monitor gelombang ICP
- Monitor status pernafasan
- Monitor intake dan output cairan
- Monitor cairan serebrospinalis

24
Terapeutik :
- Ambil sampel drainase cairan serebrospinalis
- Kalibrasi transduser
- Pertahankan sterilitas sistem pemantauan
- Pertahankan posisi kepala dan leher netral
- Bila sistem pemantauan, jika perlu
- Atur interval pemantauan sesuai kondisi pasien
- Dokumentasi hasil pemantauan
- Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang
tenang
- Berikan posisi semi fowler
- Hindari maneuver Valsava
- Cegah terjadinya kejang
- Hindari penggunaan PEEP
- Hindari menggunakan cairan IV hipotonik
- Atur ventilator agar PaCO2 optimal
- Pertahankan suhu tubuh Edukasi :
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan, jika perlu .
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian sedasi dan anti konvulsan
- Kolaborasi pemberian diuretic osmosis
- Kolaborasi pemberian pelunak tinja
2. Bersihan jalan Tujuan : Observasi :
nafas tidak efektif Setelah dilakukan intervensi - Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya nafas
berhubungan keperawatan selama 3 jam - Monitor pola nafas(seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi,
dengan sekresi maka ekspetasi membaik kassmaul, cheyne-stokes, blot, ataksik)
yang tertahan dengan kriteria hasil : - Monitor kemampuan batuk efektif
dibuktikan dengan - Batuk efektif meningkat - Monitor adanya produksi sputum
batuk tidak efektif, - Produksi sputum - Monitor adanya sumbatan jalan nafas

25
ronchi menurun - Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
- Mengi menurun - Monitor saturasi oksigen
- Wheezing menurun - Auskultasi bunyi nafas
- Dispnea menurun - Monitor nilai AGD
- Ortopnea menurun - Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha nafas)
- Sulit bicara menurun - Monitor bunyi nafas tambahan
- Ronchi menurun - Monitor sputum
- Sianosis menurun - Identifikasi kemampuan batuk
- Gelisah menurun - Monitor adanya retensi sputum
- Frekuensi - Monitor tanda dan gejala infeksi saluran nafas
nafas membaik - Monitor input dan output cairan
- Pola nafas membaik Terapeutik :
- Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi klien
- Dokumentasi pemantauan
- Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan head-tilt dan chin-lift
- Posisikan semi fowler atau fowler
- Berikan minum hangat
- Lakukan fisioterapi dada
- Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
- Lakukan hipokoksigenasi sebelum penghisapan
endotrakeal
- Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
- Berikan oksigen, jika perlu
- Pasang perlak dan bengkok dipangkuan pasien
- Buang sekret pada tempat sputum
Edukasi :
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan.
- Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi

26
- Ajarkan teknik batuk efektif
- Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
- Anjurkan tarik nafas dalam melalui hidung selama 4 detik,
ditahan selama 2 detik, kemudian keluarkan dari mulut dengan
bibir mencucu (dibulatkan) selama 8 detik
- Anjurkan mengulangi tarik nafas dalam hingga 3 kali
- Anjurkan batuk dengan kuat langsung setela tarik nafas dalam
yang ke-3
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.

27
4. Implementasi
Sasaran utama dapat mencakup eliminasi yang adekuat dari produksi sisa tubuh,
reduksi atau peningkatan nyeri, peningkatan toleransi aktivitas, pencapaian tingkat
nutrisi, pemeliharaan keseimbangan cairan dan elektrolit serta pemeliharaan
kesehatan dan tidak ada komplikasi.
5. Evaluasi
Adapun hasil yang ingin dicapai yaitu mencapai masa penyembuhan tepat waktu,
mempertahankan tingkat kesadaran, tidak mengalami kejang, melaporkan nyeri
berkurang, mencapai kembali atau mempertahankan posisi fungsional optimal
kekuatan, serta tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang.

28
DAFTAR PUSTAKA

Masfiyah., Aris Catur Bintoro., & Purnomo Hadi. (2013). Gambaran Definitif Meningitis
Tuberkulosa di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Semarang: FK Unissula Semarang.
tersedia pada http://www.google.com/www.jurnal.ipi.ac.id eduhealth

Meiti. (2011). Meningitis Tuberkulosis. Dalam: Infeksi Pada Sistim Saraf, Kelompok Studi
Neuro Infeksi. Surabaya: Airlangga University Press

Muttaqin, Arif. (2008). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta: Salemba Medika

Nurarif, Huda Amin & Kusuma, Hardhi. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan
Penerapan Diagnosa Nanda, NIC,NOC Dalam Berbagai Kasus. Yogjakarta:
Mediaction Publishing

Nursalam. (2013). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta :
Salemba Medika

PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Defenisi dan Tindakan Kriteria
Hasil Keperwatan. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Simanullang., Sori Muda sarumpaet., Rasmaliah. (2014). Karakteristik Penderita Meningitis


Anak Yang di Rawat Inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan. Sumatara Utara:
FKM Usu. tersedia pada http://www.google.com/www.jurnal ipi.ac.id eduhealth

Tarwoto. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Sagung Seto

Whiteley & Richard J. ( 2014). Infection Of Central Nervous System. 4th ed. China:
Lippincott Williams & Wilkins.

Widago, wahyu., Toto Suharyanto., Ratna Aryani. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Klien
Dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Katalog Dalam Terbitan (KDT)

http://pustaka.poltekkes-pdg.ac.id/repository/KTI_AMBAR_TIAGANA

28
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN.M DENGAN DIAGNOSA MEDIS
MENINGOENCEPALITIS VIRAL DI BANGSAL MELATI 1
RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA

Hari/Tanggal : Senin, 25 Oktober 2021


Jam : 10.00 WIB
Tempat : Melati 1, RSUP Dr. Sardjito
Oleh : Nia Ariyanti
Sumber data : Keluarga Pasien, Rekam Medis, Perawat
Metode : Observasi, Wawancara, Studi Dokumen

A. PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Pasien
1) Nama Pasien : An. M
2) Tempat Tgl Lahir : Bantul, 30 Mei 2014
3) Umur : 7 Tahun 4 Bulan
4) Jenis Kelamin : Laki-laki
5) Agama : Islam
6) Pendidikan : Belum sekolah
7) Pekerjaan : Belum bekerja
8) Suku / Bangsa : Jawa/ Indonesia
9) Alamat : Dk Diro, Pendowoharjo, Sewon, Bantul
10) Diagnosa Medis : Meningoencepalitis viral dd bakterial
11) No. RM : 01989xxx
12) Tanggal Masuk RS : 16 Oktober 2021, Pukul 12.28 WIB

b. Penanggung Jawab / Keluarga


1) Nama : Tn. S
2) Umur : 34 Tahun
3) Pendidikan : S1
4) Pekerjaan : TNI/POLRI
5) Alamat : Dk Diro, Pendowoharjo, Sewon, Bantul
6) Hubungan dengan pasien : Ayah Kandung
7) Status perkawinan : Menikah

29
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama saat Pengkajian
Keluarga pasien mengatakan anak ada riwayat mual dan muntah setiap makan
dan minum. Keluarga pasien mengatakan bahwa anak tidak bisa menggerakan
kaki dan tangan bagian kanan, untuk aktivitas anak semua harus dibantu oleh
orang tua atau perawat seperti makan, mandi, berpakaian.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
1) Alasan masuk RS :
Keluarga pasien mengatakan pasien mengalami penurunan kesadaran
dan kejang.
2) Riwayat Kesehatan Pasien :
Keluarga pasien mengatakan 3 tahun sebelum masuk rumah sakit pasien
kejang pada tangan dan kaki kanan, berhenti sendiri, frekuensi kejang
tidak ingat dan tidak berobat namun hanya di rukyah. 2 hari sebelum
masuk rumah sakit anak muntah nyemprot tiap makan dan minum, anak
lebih banyak tidur, sulit bicara, lemas separuh badan, demam 38 ○C. 1
hari sebelum masuk rumah sakit kesadaran tidak membaik, anak lebih
banyak tidur, tidak bicara, kejang pada tangan dan kaki, lama kejang ± 1
jam, makan dan minum sulit karena anak lebih banyak tidur, tidak
dibawa berobat. Hari masuk rumah sakit anak dibawa ke IGD RSS
karena masih lemah separuh badan bagian kanan, kesadaran belum
membaik. Kemudian anak masuk PICU tanggal 16 Oktober 2021, pukul
13.13 WIB keadaan apatis, E4M5V3. Tindakan yang sudah dilakukan di
PICU yaitu oksigenasi, pemberian obat, lumbal pungsi, CT Scan kepala
dengan kontras. Setelah kondisi anak stabil, anak dipindahkan ke bangsal
Melati 1 pada hari Kamis, 21 Oktober 2021 Pukul 11.30 WIB untuk
melanjutkan perawatan. Saat pengkajian tanggal 25 Oktober 2021, pukul
10.00 WIB kesadaran anak composmentis, GCS 15 E4V5M5, keluhan
anggota gerak bagian kanan tidak bisa digerakkan dan terkadang nyeri
skala 1 saat ditekuk, terpasang IV line H-1 dan NGT H-1.
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
a) Prenatal
Keluarga pasien mengatakan saat masa kehamilan rutin memeriksaan
kehamilannya ke dokter praktek, selama kehamilan tidak ada riwayat sakit dan

30
konsumsi obat-obatan selama hamil tidak ada.
b) Perinatal
Keluarga pasien mengatakan persalinan dilakukan secara normal per vaginam,
An.M lahir saat ibu usia kehamilan 37 minggu, berat badan lahir 3800 gr, lahir
langsung menangis, tidak ada cacat pada tubuh.
c) Postnatal
Keluarga pasien mengatakan setelah selesai persalinan ibu dan anak dirawat
gabung, ASI ibu keluar, anak tidak sianosis, tidak kejang, dan tidak kuning.
d) Penyakit yang pernah diderita
Keluarga pasien mengatakan bahwa An.M memiliki riwayat kejang pada tangan
dan kaki kanan saat usia 3 tahun. Tidak ada riwayat TB.
e) Riwayat Hospitalisasi
Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien 2 kali dirawat di rumah sakit, kali ini
dirawat dan dahulu saat anak lahir.
f) Riwaya Imunisasi
Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien sudah imunisasi Hep B0 di bidan,
BCG 1x, DPT 3x, Polio 4x, Campak 1x di bidan.
g) Riwayat tumbuh kembang
Keluarga pasien mengatakan berat badan An. M saat lahir adalah 3.800 g,
panjang badannya lupa, ASI ekslusif diberikan sejak anak usia 0-6 bulan, MPASI
mulai diberikan dari umur 6-9 bulan, tidak ada masalah tumbuh kembang pada
anak. Saat ini An. M kelas 1 SD, anak juara kelas peringkat 1, tidak ada riwayat
ketinggalan pelajaran, komunikasi dan sosialisasi dengan teman seumurnya dan
keluarga di rumah baik.
b. Riwayat Kesehatan Keluarga
1) Genogram

31
32
2) Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga pasien mengatakan bahwa kakeknya pernah memiliki penyakit TB,
namun sudah dinyatakan sembuh 2 tahun yang lalu, saat ini kakek sudah
meninggal. Keluarga pasien mengatakan anggota keluarga yang lain tidak ada
riwayat kejang, epilepsi, atau penyakit keturunan.

4. Kesehatan Fungsional (11 Pola Gordon)


1) Nutrisi- metabolic
- Keluarga pasien mengatakan An.M selama di rumah makan 3x sehari
dengan nasi, lauk pauk, dan buah, An.M susah untuk makan sayur. An.M
makan habis 1 porsi, namun terkadang sesuai mood anak.
- Keluarga pasien mengatakan An.M selama di rumah minum air putih dan
terkadang jus dalam sehari kurang lebih 1000-1500cc.
- Keluarga pasien mengatakan selama pasien dirawat di rumah sakit pasien
dipasang selang untuk makan, dan hanya makan makanan yang disediakan
RS.
- Diet Seimbang (Cair) frekuensi 4x200 cc dan 2x1 porsi bubur sumsum,
Energi 1960 kkal, Protein 289 gram/ hari, cairan 1660 cc/hari.
2) Eliminasi
- Keluarga pasien mengatakan An.M sebelum sakit buang air kecil 7-8x
sehari, urine berwarna kuning jernih.
- Keluarga pasien mengatakan An.M sebelum sakit buang air besar tidak
tentu kadang 1x sehari.
- Keluarga pasien mengatakan An.M selama sakit buang air kecil 3-4x sehari,
urine berwarna kuning jernih.
- Keluarga pasien mengatakan An.M selama sakit buang air besar 4 hari baru
buang air besar 1 kali.
- Pasien menggunakan pampers
3) Aktivitas /latihan
a) Keadaan aktivitas sehari – hari
- Keluarga pasien mengatakan An.M sebelum sakit dapat berjalan, lari
dan melakukan aktivitas seperti berangkat ke sekolah bermain tanpa ada

33
masalah.
- Keluarga pasien mengatakan An.M selama sakit hanya berbaring
ditempat tidur karena tangan dan kaki kanannya tidak bisa digerakkan,
makan dan minum maupun berpindah harus dibantu oleh perawat atau
orang tua.
- Keluarga pasien mengatakan An.M selama sakit dimandikan oleh
perawat 2x sehari menggunakan sabun dan shampo diatas tempat tidur.
b) Keadaan pernafasan
- RR : 22 x/menit
- Napas teratur
- Jalan napas bersih, tidak ada sumbatan jalan napas
c) Keadaan Kardiovaskuler
(1) Skala ketergantungan

KETERANGAN
AKTIFITAS
0 1 2 3 4
Bathing
4
Toileting
4
Eating
4
Moving
2
Ambulasi
4
Walking
4
Keterangan :

0 = Mandiri/ tidak tergantung apapun


1 = dibantu dengan alat
2 = dibantu orang lain
3 = Dibantu alat dan orang lain
4 = Tergantung total
4) Istirahat – tidur
- Keluarga pasien mengatakan An.M sebelum sakit istirahat cukup, tidur

34
malam hari sekitar pukul 20.00-05.00 WIB.
- Keluarga pasien mengatakan An.M selama sakit banyak tidur, pada malam
hari tidur pukul 19.00-05.00 WIB, pada siang hari tidur 3-4 jam namun
waktu tidak tentu.
5) Persepsi, pemeliharaan dan pengetahuan terhadap kesehatan
Keluarga pasien dapat menangkap informasi yang diberikan oleh petugas
kesehatan seperti dokter dan perawat dengan baik, dengan menjelaskan
kembali terkait penyakit anaknya.
6) Pola Toleransi terhadap stress-koping
Keluarga pasien mengatakan sudah ikhlas dengan apa yang diderita
anaknya, dan berusaha untuk kesembuhan anaknya.
7) Pola hubungan peran
Keluarga pasien mengatakan sangat menyayangi An.M, memberikan
pengertian kepada anaknya terkait kondisi sekarang, selalu menghibur
anaknya, selalu mendampingi anaknya, dan memberikan yang terbaik untuk
anak.
8) Kognitif dan persepsi
Keluarga pasien mengatakan apa yang dialami An.M adah ujian dari Allah,
dan harus diterima dengan baik, jika esoknya anaknya kambuh keluarga akan
membawa ke pelayanan kesehatan.
9) Persepsi diri-Konsep diri
a) Gambaran Diri
- Keluarga pasien mengatakan anaknya saat usia 3 tahun pernah
mengalami kejang pada tangan dan kaki kanannya.
- Keluarga pasien mengatakan akan merawat anaknya dengan baik.
- Keluarga pasien mengatakan siap untuk rutin kontrol sesuai jadwal saat
sudah pulang dari rumah sakit.
b) Harga Diri
- Keluarga pasien mengatakan tidak malu kepada tetangga maupun
orang lain terhadap kondisi kesehatan anaknya sekarang.
- Keluarga pasien mengatakan sangat menyayangi An.M.
c) Peran Diri
Kedua orang tua pasien mengatakan sadar dan paham akan posisi dirinya

35
sebagai ibu dan seorang ayah.
d) Ideal Diri
Keluarga pasien mengatakan terus berusaha agar anaknya bisa lekas sembuh
dan bisa berkumpul dengan keluarga di rumah.
e) Identitas Diri
Ibu pasien mengatakan bahwa dirinya seorang perempuan dan seorang ibu.
10) Reproduksi dan kesehatan
Keluarga pasien mengatakan An.M tidak ada permasalahan terkait alat
kelaminnya.
11) Keyakinan dan Nilai Anak beragama islam
Keluarga pasien mengatakan selalu berdoa kepada Allah atas kesembuhan
anaknya dan selalu melakukan shalat 5 waktu.
5. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum : Sedang
a) Kesadaran : Composmentis, GCS 14 (E4V5M5)
b) Status Gizi :
- Berat badan : 28 Kg
- Tinggi badan : 127 cm
- Lingkar kepala : 54 cm
- IMT : 17.17 Kg/m2 (Status gizi baik)
c) Tanda Vital :
- Nadi : 128 x/menit
- RR : 26 x/menit
- Suhu : 36.8○C
- SPO2 : 98%
d) Skala Nyeri (Baker Faces)

Tidak sakit Sedikit Agak MenggangguSangat Nyeri tak

Nyeri menggangu aktivitas menggangutertahankan

36
Assasment nyeri = Skala 2

2) Pemeriksaan Secara Sistematik (Cephalo – Caudal)


a) Kulit
- Warna kulit sawo matang
- Tidak ada kemerahan
- Tidak terdapat lesi/kulit yang mengelupas
b) Kepala
- Bentuk kepala bulat, tidak terdapat benjolan.
- Rambut berwarna hitam, bersih, tidak ada ketombe, tidak berminyak.
- Hidung simetris, penciuman masih baik, dan tidak ada sumbatan jalan
napas.
- Telinga simetris, tidak keluar cairan, dan pendengaran masih berfungsi
dengan baik.
- Sclera putih, tidak kuning ataupun kemerahan.
- Membran mukosa lembab
- Mulut tampak bersih
- Hidung terpasang NGT
c) Leher
- Warna kulit sawo matang sama dengan anggota badan yang lain
- Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
- Tidak ada lesi/luka.
- Tidak ada krepitasi.
- Tidak terdapat peningkatan vena jugularis
d) Thorax
1) Inspeksi
- Dada kanan dan kiri terlihat simetris, ekspansi dada maksimal.
- Napas spontan
- Irama napas teratur
- RR : 26x/menit
2) Perkusi
- Terdengar suara sonor pada bagian paru.
3) Palpasi
- Vokal fremitus teraba dibagian depan, tidak ada nyeri tekan
4) Auskultasi

37
- Suara nafas vesikuler
e) Jantung
1) Inspeksi
- Pergerakan dinding dada simetris
2) Perkusi
- Terdengar suara dulness/redup
3) Palpasi
- Ictus cordis teraba di garis midklavikula sinistra intercosta V
4) Auskultasi
- Regular S1 lub dan regular S2 dub. Bunyi jantung terdengar
f) Abdomen
1) Inspeksi
- Bentuk perut cembung, abdomen simetris, tidak ada lesi, warna kulit
sama dengan anggota tubuh yang lain
2) Auskultusi
- Terdengar bising usus dan peristaltik usus 12x/menit
3) Perkusi
- Terdengar suara tympani.
4) Palpasi
- Tidak ada nyeri tekan, tidak ada penumpukkan cairan atau asites.
g) Genetalia
- Pasien terpasang pampers
- Area genitalia tidak ada kelainan dan bersih
h) Ekstremitas
1) Bagian atas/superior
Anggota gerak lengkap, tidak ada kelainan jari tangan, capillary refill ≤
2 detik, turgor kulit cukup, akral hangat, tidak ada edema. Terdapat
kelemahan pada tangan kanan.
2) Bagian bawah/inferior
Anggota gerak bawah lengkap, tidak ada kelainan jari kaki, capillary
refill ≤ 2 detik, turgor kulit cukup, tidak ada edema, akral hangat.
Terdapat kelemahan pada kaki kanan. Reflek babinski pada tendon.

Kekuatan otot : 1 5
1 5
38
Pengkajian VIP score (Visual Infusion Phlebithis) Skor visual flebitis pada luka tusukan
infus :

Tanda yang ditemukan Skor Rencana Tindakan


Tempat suntikan tampak sehat 0 Tidak ada tanda flebitis
- Observasi kanula
Salah satu dari berikut jelas: 1 Mungkin tanda dini flebitis
 Nyeri tempat suntikan - Observasi kanula
 Eritema tempat suntikan
Dua dari berikut jelas : 2 Stadium dini flebitis
 Nyeri sepanjang kanula - Ganti tempat kanula
 Eritema
 Pembengkakan
Semua dari berikut jelas : 3 Stadium moderat flebitis
 Nyeri sepanjang kanula  Ganti kanula
 Eritema  Pikirkan terapi
 Indurasi
Semua dari berikut jelas : 4 Stadium lanjut atau awal
tromboflebitis
 Nyeri sepanjang kanula
 Eritema  Ganti kanula
 Indurasi  Pikirkan terapi
 Venous cord teraba
Semua dari berikut jelas : 5 Stadium lanjut tromboflebitis
 Nyeri sepanjang kanula  Ganti kanula
 Eritema  Lakukan terapi
 Indurasi
 Venous cord teraba
 Demam

*)Lingkari pad

Pengkajian risiko jatuh (Humpty Dumpty)

Tanggal
Parameter Kriteria Nilai 25-10-2021

Dibawah 3 tahun 4
Usia 3-7 tahun 3 3
8-13 tahun 2
>13 tahun 1

39
Laki-laki 2 2
Jenis kelamin
Perempuan 1
Diagnosis Kelainan neurologis 4 4

40
Perubahan dalam 3
oksigenasi
Kelainan psikis/prilaku 2
Diagnosis lain 1
Tidak menyadari 3
Gangguan keterbatasan dirinya
kognitif Lupa adanya keterbatasan 2
Orientasi baik terhadap 1 1
diri sendiri
Riwayat jatuh dari tempat 4
tidur
Faktor lingkungan Pasien gunakan alat bantu 3
Pasien berada ditempat 2 2
tidur
Diluar ruang perawat 1
Respon terhadap Dalam 24 jam 3
operasi/obat Dalam 48 jam 2
penenang/efek >48 jam 1
anestesi
Bermacam- macam obat 3 3
digunakan: obat sedatif
fenozin, antidepresan,
Penggunaan obat laksansia/ deuretika,
narkotik.
Salah satu dari pengobatan 2
diatas
Pengobatan lain 1
Total Skor 15
Ket : Skror 7-11 = risiko jatuh rendah Skor >12 = risiko jatuh tinggi

41
6. Pemeriksaan Penunjang
1) Hasil laboratorium
Tanggal : 16 Oktober 2021, Pukul : 10.26 WIB

Nama Pemeriksaan Hasil Nilai Rujuan Metode

HEMATOLOGI

Hemoglobin 14.0 g/dl 10.2-15.2 Spektrofotometri

Hematokrit 41.4% 34.0-48.0 Kalkulasi

Eritrosit 4.62 10^6/uL 4.00-5.40 Flowcytometry

Leukosit 18.23 10^3/uL 5.00-17.00 Flowcytometry

Trombosit 310 x 10^3/µL 150-450 Flowcytometry

Neutrofil % 84.3% 30.0.0-60.0 Flowcytometry

Limfosit% 10.3% 29.0-65.0 Flowcytometry

ELEKTROLIT

Natrium 129 mmol/L 132-141 ISE Indirect

Kalium 5.41 mmol/L 3.50-5.10 ISE Indirect

Klorida 95 mmol/L 97-107

Kalsium 2.35 mmol/L 2.10-2.50

FAAL GINJAL

BUN 24.3 5.0-18.0

Creatinin 0.84 0.80-1.30

(Sumber Data Sekunder : RM Pasien)

2) Pemeriksaan CT Scan kontras


Tanggal : 16 Oktober 2021
Hasil :
- Edema cerebri, herniasi transtentorial dengan cerebritis curiga ec infeksi
virus
- Belum tampak gambar abses cerebri pada head ct scan saat ini
- Tak tampak gambaran massa intracranial pada head ct scan saat ini

42
(Sumber Data Sekunder : RM Pasien)

3) Pemeriksaan EKG
Tanggal : 16 Oktober 2021, Pukul : 12.06 WIB
Vent. Rate : 98 bpm
PR interval : 136 ms
QRS duration : 76 ms
QT/QTc interval : 338/405 ms
Sinus arrhytmia
Normal EKG

(Sumber Data Sekunder : RM Pasien)

b. Terapi
Tanggal : 25 Oktober 2021
Terapi Dosis dan Satuan Rute

Phenytoin 70 mg/12 jam IV

Clorazepam 0,3 mg/12 jam PO

Acyclovir 300 mg/8 jam IV

Piracetam 400 mg/8 jam PO

(Sumber Data Sekunder : RM Pasien)

43
B. ANALISA DATA

Nama : An. M
Hari/ Tanggal : Senin, 25 Oktober 2021

DATA MASALAH PENYEBAB


DO : Risiko perfusi serebral Peradangan dan
- Kesadaran pasien tidak efektif edema pada selaput
Composmentis, GCS 14 (Hal 51, SDKI 2017) otak dan otak
E4V5M5
- Reflek babinski pada tendon
- Pasien riwayat mengalami
kejang berulang, terakhir pada
tanggal 24/10/2021
- Nadi : 102 x/menit
- RR : 22 x/menit
- Suhu : 36,3°C
- Hasil CT Scan kontras, Tanggal
16 Oktober 2021:
Edema cerebri, herniasi
transtentorial dengan cerebritis
curiga ec infeksi virus

DS :
- Keluarga pasien mengatakan
anak ada riwayat mual dan
muntah setiap makan dan
minum
- Keluarga pasien mengatakan
anak memiliki riwayat kejang
berulang sejak 3 tahun yang
lalu

DO : Gangguan mobilitas Gangguan


- Kekuatan otot fisik neuromuskular
1(Hal5 124, SDKI 2017)
- Rentang gerak menurun 1 5
- Nadi : 126 x/menit
- Gerakan terbatas, miring kanan
kiri dan duduk harus dibantu
keluaga atau perawat
- Kondisi fisik pasien lemah
- Anggota gerak atas dan bawah
bagian kanan tidak bisa
digerakkan
DS :
- Keluarga pasien mengatakan

44
bahwa anak tidak bisa
menggerakan kaki dan tangan
bagian kanan
- Keluarga pasien mengatakan
untuk aktivitas anak semua
harus dibantu seperti makan,
mandi, berpakaian
DO: Risiko jatuh Kekuatan otot menurun
- Nadi : 126 x/menit (Hal 306, SDKI 2017)
- Skor humpty dumpty : 15
(Risiko jatuh tinggi)
- Kondisi fisik pasien lemah
- Anggota gerak atas dan bawah
bagian kanan tidak bisa
digerakkan
- Pasien riwayat mengalami
kejang berulang, terakhir pada
tanggal 24/10/2021

DS:
- Keluarga pasien mengatakan
bahwa anak tidak bisa
menggerakan kaki dan tangan
bagian kanan

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN BERDASARKAN PRIORITAS


1. Risiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan peradangan dan edema
pada selaput otak dan otak ditandai dengan :
DO :
- Kesadaran pasien Composmentis, GCS 14 E4V5M5
- Reflek babinski pada tendon
- Pasien riwayat mengalami kejang berulang, terakhir pada tanggal 24/10/2021
- Nadi : 102 x/menit
- RR : 22 x/menit
- Suhu : 36,3°C
- Hsil CT Scan kontras, Tanggal 16 Oktober 2021:
Edema cerebri, herniasi transtentorial dengan cerebritis curiga ec infeksi
virus
DS :
- Keluarga pasien mengatakan anak ada riwayat mual dan muntah setiap

45
makan dan minum
- Keluarga pasien mengatakan anak memiliki riwayat kejang berulang sejak 3
tahun yang lalu
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular ditandai
dengan :
DO :
- Kekuatan otot

1 5
- Rentang gerak menurun 1 5
- Nadi : 126 x/menit
- Gerakan terbatas, miring kanan kiri dan duduk harus dibantu keluaga atau
perawat
- Kondisi fisik pasien lemah
- Anggota gerak atas dan bawah bagian kanan tidak bisa digerakkan
DS :
- Keluarga pasien mengatakan bahwa anak tidak bisa menggerakan kaki dan
tangan bagian kanan
- Keluarga pasien mengatakan untuk aktivitas anak semua harus dibantu
seperti makan, mandi, berpakaian
3. Risiko jatuh berhubungan dengan kekuatan otot menurun ditandai dengan :
DO:
- Nadi : 126 x/menit
- Skor humpty dumpty : 15 (Risiko jatuh tinggi)
- Kondisi fisik pasien lemah
- Anggota gerak atas dan bawah bagian kanan tidak bisa digerakkan
- Pasien riwayat mengalami kejang berulang, terakhir pada tanggal 24/10/2021
DS:
- Keluarga pasien mengatakan bahwa anak tidak bisa menggerakan kaki dan
tangan bagian kanan

46
D. PERENCANAAN KEPERAWATAN
Nama pasien : An. M
No.RM : 01989xxx
Perencanaan Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan/ (SLKI) Intervensi (SIKI)
1 Risiko perfusi serebral tidak efektif Senin, 25 Oktober 2021 Senin, 25 Oktober 2021
berhubungan dengan peradangan dan edema Pukul : 10.00 WIB Pukul : 10.00 WIB
pada selaput otak dan otak ditandai dengan :
Setelah dilakukan asuhan Manajemen peningkatan tekanan intrakranial
DO : keperawatan selama 4x24 jam I.06194:
- Kesadaran pasien Composmentis, GCS 14 diharapkan perfusi serebral efektif Observasi :
E4V5M5 dengan kriteria hasil:
- Monitor tanda dan gejala peningkatan TIK
Perfusi serebral L.02014 : (bradikardi, pola napas ireguler, kesadaran
- Reflek babinski pada tendon
- Tingkat kesadaran meningkat menurun)
- Pasien riwayat mengalami kejang
berulang, terakhir pada tanggal - Gelisah menurun - Monitor intake dan output cairan
24/10/2021 - Demam menurun Terapeutik :
- Nadi : 102 x/menit - Refleks saraf membaik - Minimalkan stimulus dengan menyediakan
Kontrol risiko L.14128 : lingkungan yang tenang
- RR : 22 x/menit
- Kemampuan orang tua - Berikan posisi semi fowler
- Suhu : 36,3°C mengidentifikasi faktor risiko Kolaborasi :
- Hasil CT Scan kontras, Tanggal 16 meningkat - Kolaborasi pemberian sedasi dan anti
Oktober 2021: - Kemampuan orang tua konvulsan, jika perlu
melakukan strategi kontrol Manajemen kejang I.06193:
Edema cerebri, herniasi transtentorial
risiko meningkat
dengan cerebritis curiga ec infeksi virus Observasi :
- Kemampuan orang tua
DS :
mengenali perubahan status - Monitor terjadinya kejang berulang
- Keluarga pasien mengatakan anak ada kesehatan meningkat - Monitor tanda-tanda vital
riwayat mual dan muntah setiap makan - Penggunaan fasilitas kesehatan Terapeutik :
dan minum meningkat
- Baringkan pasien agar tidak terjatuh

47
- Keluarga pasien mengatakan anak - Pertahankan kepatenan jalan napas
memiliki riwayat kejang berulang sejak - Longgarkan pakaian, terutama dibagian leher
3 tahun yang lalu
- Jauhkan benda-benda berbahaya terutama benda
tajam
Edukasi :
- Anjurkan keluarga menghindari memasukkan
apapun ke dalam mulut anak saat periode kejang
- Anjurkan keluarga tidak menggunakan
kekerasan untuk menahan gerakan anak

Nia Ariyanti
2 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan Senin, 25 Oktober 2021 Senin, 25 Oktober 2021
gangguan neuromuskular ditandai dengan : Pukul : 10.00 WIB Pukul : 10.00 WIB
DO :
Setelah dilakukan asuhan Dukungan ambulasi I.06171 :
- Kekuatan otot keperawatan selama 3x24 jam Observasi :
1 5 mobilitas fisik pasien
diharapkan
- Rentang gerak menurun membaik - Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik
1 dengan
5 kriteria hasil:
lainnya
- Nadi : 126 x/menit Mobilitas fisik L.05042 :
- Gerakan terbatas, miring kanan kiri - Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
- Pergerakan ekstermitas
dan duduk harus dibantu keluaga meningkat - Monitor frekuensi jantung sebelum dan
atau perawat memulai ambulasi
- Kondisi fisik pasien lemah - Kekuatan otot meningkat - Monitor kondisi umum selama melakukan
- Anggota gerak atas dan bawah - Rentang gerak (ROM) ambulasi
bagian kanan tidak bisa digerakkan meningkat Terapeutik :
DS : - Nyeri menurun (Skala 0-1 dari - Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik
- Keluarga pasien mengatakan 10) - Libatkan keluarga untuk membantu pasien
bahwa anak tidak bisa - Kaku sendi menurun dalam meningkatkan ambulasi
menggerakan kaki dan tangan Edukasi :
bagian kanan - Kelemahan fisik menurun
Toleransi aktivitas L.05047: - Anjurkan melakukan ambulasi dini
- Keluarga pasien mengatakan untuk

48
aktivitas anak semua harus dibantu - Frekuensi nadi meningkat - Ajarkan kepada keluarga pasien ambulasi
seperti makan, mandi, berpakaian (Normal : 70-110 x/menit) sederhana yang harus dilakukan (miring kanan
kiri, duduk)
- Perasaan lemah menurun
Kolaborasi :
- Frekuensi napas membaik
- Kolaborasi dengan fisioterapi untuk latihan
(Normal : 19-22 x/menit) rentang gerak pasien sesuai program

Nia Ariyanti
3 Risiko jatuh berhubungan dengan Senin, 25 Oktober 2021 Senin, 25 Oktober 2021
kekuatan otot menurun ditandai dengan : Pukul : 10.00 WIB Pukul : 10.00 WIB
DO:
Setelah dilakukan asuhan Pencegahan jatuh I.14540:
- Nadi : 126 x/menit keperawatan selama 3x24 jam Observasi :
- Skor humpty dumpty : 15 (Risiko diharapkan pasien tidak jatuh dengan
jatuh tinggi) kriteria hasil: - Identifikasi risiko jatuh setidaknya sekali setiap
- Kondisi fisik pasien lemah Tingkat jatuh L.14138 : shift
- Anggota gerak atas dan bawah - Jatuh dari tempat tidur menurun - Hitung risiko jatuh dengan menggunakan skala
bagian kanan tidak bisa (Humpty dumpty scale)
- Jatuh saat duduk menurun
digerakkan - Monitor kemampuan berpindah
- Pasien riwayat mengalami kejang - Jatuh saat dipindahkan Terapeutik :
berulang, terakhir pada tanggal menurun
Mobilitas fisik L.05042 :
- Pastikan roda tempat tidur dalam kondisi
24/10/2021 terkunci
DS: - Pergerakan ekstermitas
- Keluarga pasien mengatakan meningkat
- Pasang handrail tempat tidur
bahwa anak tidak bisa Edukasi :
- Kekuatan otot meningkat
menggerakan kaki dan tangan - Anjurkan keluarga pasien untuk memanggil
bagian kanan - Kaku sendi menurun perawat jika membutuhkan bantuan untuk
- Kelemahan fisik menurun berpindah
- Ajarkan cara menggunakan bel pemanggil
perawat, bed, dan handrail

49
Nia Ariyanti

E. PELAKSANAAN DAN EVALUASI KEPERAWATAN


Nama pasien : An. M
No.RM : 01989xxx
DIAGNOSA PELAKSANAAN EVALUASI
KEPERAWATAN
Risiko perfusi serebral tidak efektif Senin, 25 Oktober 2021 Senin, 25 Oktober 2021
berhubungan dengan peradangan dan Pukul : 10.00 WIB Pukul : 12.40 WIB
edema pada selaput otak dan otak - Memonitor tanda-tanda vital S:
ditandai dengan : - Keluarga pasien mengatakan anak tidak kejang, terakhir kejang pada hari
-Memonitor tanda dan gejala minggu kemarin
DO : peningkatan TIK (bradikardi, pola - Keluarga pasien mengatakan anak merasa nyaman di ruangan dan tidak
- Kesadaran pasien napas ireguler, kesadaran menurun) terganggu dengan lingkungan
Composmentis, GCS 14 - Meminimalkan stimulus dengan O:
E4V5M5 menyediakan lingkungan yang - Kesadaran anak CM, GCS 14 E4V5M5
tenang - Anak tidak kejang
- Reflek babinski pada tendon - Nadi : 102 x/menit
- Memonitor terjadinya kejang
- RR : 22 x/menit

50
berulang - Pola napas teratur
- Pasien riwayat mengalami - Suhu : 36.3°C
kejang berulang, terakhir pada - Memberikan diet cair 200 cc - Lingkungan tenang
tanggal 24/10/2021 melalui selang NGT - Diberikan diet cair 200cc melalui selang NGT
- Nadi : 102 x/menit - Mengelola pemberian phenytoin 70 - Anak tidak mual
mg melalui PO - Diberikan terapi phenytoin 70 mg melalui PO
- RR : 22 x/menit A : Risiko perfusi serebral tidak efektif teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
- Suhu : 36,3°C
- Monitor terjadinya kejang berulang
- Hasil CT Scan kontras, Tanggal
- Monitor tanda-tanda vital
16 Oktober 2021:
- Monitor tanda dan gejala peningkatan TIK (bradikardi, pola napas ireguler,
Edema cerebri, herniasi
kesadaran menurun)
transtentorial dengan cerebritis
curiga ec infeksi virus - Monitor intake dan output cairan
DS : - Berikan posisi semi fowler
- Keluarga pasien mengatakan - Kelola pemberian phenytoin 70 mg/12jam melalui PO
anak ada riwayat mual dan
muntah setiap makan dan
minum
- Keluarga pasien mengatakan Nia Ariyanti
anak memiliki riwayat kejang Selasa, 26 Oktober 2021 Selasa, 26 Oktober 2021
berulang sejak 3 tahun yang Pukul : 13.30 WIB Pukul : 18.00 WIB
lalu S:
- Memonitor tanda dan gejala
peningkatan TIK (bradikardi, pola - Keluarga pasien mengatakan akan menjaga lingkungan anak tetap aman
napas ireguler, kesadaran dan tidak ada benda-benda tajam disekitar anak
menurun) - Keluarga pasien mengatakan anak tidak kejang
- Anak mengatakan posisinya nyaman
- Memberikan posisi semi fowler O:
- Mengelola pemberian piracetam - Posisi anak nyaman semi fowler
400mg melalui PO - Nadi : 126 x/menit
- RR : 20 x/menit
- Memonitor terjadinya kejang
- Pola napas teratur
berulang
- Suhu : 37°C
- Memonitor tanda-tanda vital - Kesadaran anak CM, GCS 14 E4V5M5
- Menganjurkan keluarga untuk - Anak tidak kejang
- Diberikan diet cair 200cc melalui selang NGT

51
menjauhkan benda-benda - Anak tidak mual dan muntah
berbahaya terutama benda tajam - Diberikan terapi piracetam 400mg melalui PO
dari anak A : Risiko perfusi serebral tidak efektif teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
- Memberikan diet cair 200 cc
melalui selang NGT - Monitor terjadinya kejang berulang
- Monitor tanda-tanda vital
- Monitor tanda dan gejala peningkatan TIK (bradikardi, pola napas ireguler,
kesadaran menurun)
- Kelola pemberian piracetam 400 mg/8 jam melalui PO

Nia Ariyanti
Rabu, 27 Oktober 2021 Rabu, 27 Oktober 2021
Pukul : 10.10 WIB Pukul : 12.35 WIB
- Memonitor tanda dan gejala S:
peningkatan TIK (bradikardi, pola - Keluarga pasien mengatakan anak tidak kejang
napas ireguler, kesadaran - Keluarga pasien mengatakan anak tidak panas
menurun) O:
- Kesadaran anak CM, GCS 14 E4V5M5
- Memonitor terjadinya kejang - Anak tidak kejang
berulang - Nadi : x/menit
- Memonitor tanda-tanda vital - RR : x/menit
- Pola napas teratur
- Meminimalkan stimulus dengan
- Suhu : 36. °C
menyediakan lingkungan yang
- Lingkungan anak tenang
tenang
A : Risiko perfusi serebral tidak efektif teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
- Monitor tanda dan gejala peningkatan TIK (bradikardi, pola napas ireguler,
kesadaran menurun)
- Monitor terjadinya kejang berulang
- Monitor tanda-tanda vital
- Anjurkan keluarga menghindari memasukkan apapun ke dalam mulut anak saat

52
periode kejang
- Anjurkan keluarga tidak menggunakan kekerasan untuk menahan gerakan anak
saat kejang kambuh

Nia Ariyanti
Kamis, 28 Oktober 2021 Kamis, 28 Oktober 2021
Pukul : 13.40 WIB Pukul : 15.00 WIB
- Memonitor tanda dan gejala S:
peningkatan TIK (bradikardi, pola - Keluarga pasien mengatakan anak tidak kejang
napas ireguler, kesadaran - Keluarga pasien mengatakan saat di rumah nanti akan rutin meminumkan
menurun) obat pada anaknya
O:
- Mengelola pemberian piracetam - Kesadaran anak CM, GCS 16 E4V5M6
400mg melalui PO - Anak tidak kejang, anak tampak tenang dan bisa tersenyum
- Memonitor terjadinya kejang - Nadi : 98 x/menit
berulang - RR : 22 x/menit
- Pola napas teratur
- Memonitor tanda-tanda vital
- Suhu : 36. 2°C
- Anjurkan keluarga tidak - Diberikan terapi piracetam 400mg melalui PO
menggunakan kekerasan untuk A : Risiko perfusi serebral tidak efektif teratasi sebagian
menahan gerakan anak saat kejang P : Lanjutkan intervensi
kambuh
- Persiapkan pasien pulang
- Edukasi pemberian obat pulang
- Anjurkan untuk kontrol sesuai jadwal

Nia Ariyanti
Gangguan mobilitas fisik berhubungan Senin, 25 Oktober 2021 Senin, 25 Oktober 2021
dengan gangguan neuromuskular Pukul : 10.00 WIB Pukul : 12.30 WIB
ditandai dengan : - Mengidentifikasi toleransi fisik S:
melakukan ambulasi - Keluarga pasien mengatakan akan sering melatih anaknya untuk gerak
DO : sesuai kemampuan anak
- Kekuatan otot - Memonitor frekuensi jantung O:
sebelum dan memulai ambulasi - Ambulasi anak masih terbatas, anak mampu miring kanan, miring kiri dan
1 5
- Rentang gerak menurun - Memonitor kondisi umum selama
1 5 duduk harus dibantu orang tua dan perawat

53
- Nadi : 126 x/menit melakukan ambulasi - Nadi sebelum ambulasi : 102 x/menit
- Gerakan terbatas, miring Nadi sesudah ambulasi : 118 x/menit
- Memfasilitasi melakukan - KU selama ambulasi : sedang
kanan kiri dan duduk harus mobilisasi fisik - Membantu anak mencoba duduk diatas tempat tidur
dibantu keluaga atau - Menganjurkan keluarga untuk
perawat melatih anak melakukan ambulasi A : Gangguan mobilitas fisik teratasi sebagian
- Kondisi fisik pasien lemah sederhana (miring kanan kiri, P : Lanjutkan intervensi
- Anggota gerak atas dan duduk) - Monitor frekuensi jantung sebelum dan memulai ambulasi
bawah bagian kanan tidak - Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi
bisa digerakkan - Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik
DS :
- Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan ambulasi
- Keluarga pasien
mengatakan bahwa anak - Anjurkan melakukan ambulasi dini
tidak bisa menggerakan - Kolaborasi dengan fisioterapi untuk latihan rentang gerak pasien
kaki dan tangan bagian
kanan
- Keluarga pasien Nia Ariyanti
mengatakan untuk Selasa, 26 Oktober 2021 Selasa, 26 Oktober 2021
aktivitas anak semua harus Pukul : 13.30 WIB Pukul : 18.00 WIB
dibantu seperti makan, - Memonitor adanya nyeri atau S:
mandi, berpakaian keluhan fisik lainnya - Keluarga pasien mengatakan anak tidak mengeluh nyeri saat mencoba
miring kanan kiri, namun terasa nyeri saat tangan dan kaki kanan sedang
- Memonitor frekuensi jantung dilatih fisioterapi
sebelum dan memulai ambulasi - Keluarga pasien mengatakan akan sering melatih anaknya untuk gerak
- Memonitor kondisi umum selama sesuai kemampuan anak
melakukan ambulasi - Anak mengatakan badannya wangi
O:
- Memfasilitasi melakukan
- Tidak ada nyeri saat anak miring kanan kiri dan duduk
mobilisasi fisik dan mengajarkan
- Badan anak bersih dan wangi, mulut bersih, rambut anak bersih dan rapih,
latihan rentang gerak
baju dan sprei tampak bersih dan rapih
- Memandikan pasien diatas tempat - Anak miring kanan kiri dan duduk dibantu
tidur - Nadi sebelum ambulasi : 110 x/menit
- Melibatkan keluarga untuk Nadi sesudah ambulasi : 126 x/menit
membantu pasien dalam - KU selama ambulasi : cukup
meningkatkan ambulasi - Keluarga ikut membantu mobilisasi saat memandikan anak
- Dilakukan latihan retang gerak pasif selama 10 menit pada anggota gerak

54
- Menganjurkan kepada keluarga anak
pasien ambulasi sederhana untuk A : Gangguan mobilitas fisik teratasi sebagian
anak (miring kanan kiri, duduk) P : Lanjutkan intervensi
- Monitor frekuensi jantung sebelum dan memulai ambulasi
- Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi
- Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik
- Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan ambulasi
- Anjurkan melakukan ambulasi dini
- Kolaborasi dengan fisioterapi untuk latihan rentang gerak pasien

Nia Ariyanti
Rabu, 27 Oktober 2021 Rabu, 27 Oktober 2021
Pukul : 08.10 WIB Pukul : 12.40 WIB
- Memonitor adanya nyeri atau S:
keluhan fisik lainnya - Keluarga pasien mengatakan sudah mulai sering melatih anaknya untuk
gerak
- Memonitor frekuensi jantung - Keluarga pasien mengatakan terkadang anak terasa nyeri pada tangan dan
sebelum dan memulai ambulasi kaki kanan jika ditekuk
- Memonitor kondisi umum selama O:
melakukan ambulasi - Membantu anak duduk diatas tempat tidur sambil menonton televisi
- Nadi sebelum ambulasi : 106 x/menit
- Melibatkan keluarga untuk
Nadi sesudah ambulasi : 112 x/menit
membantu pasien dalam
- KU selama ambulasi : cukup
meningkatkan ambulasi
- Keluarga ikut membantu mengatur posisi anak duduk
- Menganjurkan kepada keluarga
pasien ambulasi sederhana untuk A : Gangguan mobilitas fisik terastasi sebagian
anak (miring kanan kiri, duduk) P : Lanjutkan intervensi
- Monitor frekuensi jantung sebelum dan memulai ambulasi
- Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi
- Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik
- Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan ambulasi
- Anjurkan keluarga pasien untuk rajin melatih anak rentang gerak

55
Nia Ariyanti
Risiko jatuh berhubungan dengan Senin, 25 Oktober 2021 Senin, 25 Oktober 2021
kekuatan otot menurun ditandai Pukul : 10.20 WIB Pukul : 12.45 WIB
dengan : S:
- Mengidentifikasi risiko jatuh
DO: - Keluarga pasien mengatakan selama di rawat anak tidak jatuh
- Menghitung risiko jatuh dengan - Keluarga pasien mengatakan akan menghubungi perawat jika perlu
- Nadi : 126 x/menit menggunakan skala (Humpty bantuan dalam memindahkan anaknya
- Skor humpty dumpty : dumpty scale)
15 (Risiko jatuh tinggi) - Memonitor kemampuan berpindah O:
- Kondisi fisik pasien - Skor skala humpty dumpty : 15 (Risiko jatuh tinggi)
lemah - Memastikan roda tempat tidur
- Roda tempat tidur dalam anak dalam kondisi terkunci
dalam kondisi terkunci
- Anggota gerak atas dan - Handrail tempat tidur terpasang dengan benar
bawah bagian kanan - Memasang handrail tempat tidur - Anak mampu bergeser kearah samping diatas tempat tidur
pasien
tidak bisa digerakkan
- Menganjurkan keluarga pasien A : Risiko jatuh teratasi sebagian
- Pasien riwayat
untuk memanggil perawat jika P : Lanjutkan intervensi
mengalami kejang
membutuhkan bantuan untuk - Identifikasi risiko jatuh setiap shift
berulang, terakhir pada berpindah
tanggal 24/10/2021 - Hitung risiko jatuh dengan menggunakan skala (Humpty dumpty scale)
DS: - Monitor kemampuan berpindah
- Keluarga pasien mengatakan - Pastikan roda tempat tidur dalam kondisi terkunci
bahwa anak tidak bisa
menggerakan kaki dan tangan - Pasang handrail tempat tidur
bagian kanan
- Anjurkan keluarga pasien untuk memanggil perawat jika membutuhkan
bantuan untuk berpindah

Nia Ariyanti
Selasa, 26 Oktober 2021 Selasa, 26 Oktober 2021
Pukul : 14.10 WIB Pukul : 18.00 WIB
S:
- Mengidentifikasi risiko jatuh
- Keluarga pasien mengatakan akan menghubungi perawat jika perlu

56
bantuan dalam memindahkan anaknya
- Menghitung risiko jatuh dengan
menggunakan skala (Humpty - Keluarga pasien mengatakan sudah bisa mengatur posisi tempat tidur dan
dumpty scale) memasang pinggiran tempat tidur

- Memonitor kemampuan berpindah O:


- Memastikan roda tempat tidur - Skor skala humpty dumpty : 15 (Risiko jatuh tinggi)
dalam kondisi terkunci - Roda tempat tidur dalam anak dalam kondisi terkunci
- Handrail tempat tidur terpasang dengan benar
- Memasang handrail tempat tidur
pasien - Anak mampu miring kanan diatas tempat tidur, duduk perlu dibantu oleh
orang tua dan perawat
- Menganjurkan keluarga pasien
untuk memanggil perawat jika A : Risiko jatuh teratasi sebagian
membutuhkan bantuan untuk P : Lanjutkan intervensi
berpindah
- Identifikasi risiko jatuh setiap shift
- Hitung risiko jatuh dengan menggunakan skala (Humpty dumpty scale)
- Monitor kemampuan berpindah
- Pastikan roda tempat tidur dalam kondisi terkunci
- Pasang handrail tempat tidur
- Anjurkan keluarga pasien untuk memanggil perawat jika membutuhkan
bantuan untuk berpindah

Nia Ariyanti

Rabu, 20 Oktober 2021 Rabu, 20 Oktober 2021


Pukul : 08.10 WIB Pukul : 12.50 WIB
S:
- Mengidentifikasi risiko jatuh
- Keluarga pasien mengatakan anak tidak jatuh
- Menghitung risiko jatuh dengan - Keluarga pasien mengatakan selalu memasang pinggiran tempat tidur agar
menggunakan skala (Humpty anaknya aman
dumpty scale)
- Memastikan roda tempat tidur O:

57
dalam kondisi terkunci - Skor skala humpty dumpty : 14 (Risiko jatuh tinggi)
- Roda tempat tidur dalam anak dalam kondisi terkunci
- Memasang handrail tempat tidur
pasien - Handrail tempat tidur terpasang dengan benar
- Anak tidak jatuh
- Menganjurkan keluarga pasien - Keluarga pasien kooperatif
untuk memanggil perawat jika
membutuhkan bantuan untuk - Kekuatan otot pada anggota gerak kiri 6
berpindah - Kaku pada sendi anggota gerak anak menurun

A : Risiko jatuh teratasi


P : Lanjutkan intervensi
- Monitor kemampuan berpindah
- Pastikan roda tempat tidur dalam kondisi terkunci
- Pasang handrail tempat tidur
- Anjurkan keluarga pasien untuk memanggil perawat jika membutuhkan
bantuan untuk berpindah

Nia Ariyanti

58
KESIMPULAN

Setelah dilakukan pengkajian pada An.M, didapatkan masalah keperawatan utama


sebagai berikut :
1. Risiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan peradangan dan edema
pada selaput otak dan otak
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular
3. Risiko jatuh berhubungan dengan kekuatan otot menurun
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 4x24 jam pada diagnosa risiko perfusi
serebral, masalah keperawatan belum teratasi, sedangkan asuhan keperawatan selama 3x24
jam pada diagnosa keperawatan gangguan mobilitas fisik juga belum teratasi karena anak
terkadang masih mengeluh nyeri skala 2, diagnosa keperawatan risiko jatuh selama 3x24
jam teratasi karena kekuatan otot meningkat, kaku sendi menurun, kelemahan fisik
menurun, anak tidak jatuh. Selama asuhan keperawatan melibatkan kedua orang tua An.M
sehingga mendukung berlangsungnya tindakan keperawatan.
Anak dipulangkan pada hari Kamis 28 Oktober 2021 kondisi KU baik, kesadaran
composmentis GCS 15 E4V5M5, diantarkan menggunakan kursi roda dengan discharge
planning :
- Edukasi keluarga pasien untuk minum obat teratur sesuai jadwal, dengan obat pulang:
Phenytoin 70 mg/12 jam (PO)
Piracetam 400 mg/8 jam (PO)
Clonazepam 0,3 mg/12 jam (PO)
- Makan dan minum teratur
- Melanjutkan fisioterapi
- Kontrol tepat waktu pada tanggal 02 November 2021 di Poli Neurologi Anak
- Mengajarkan keluarga pasien cara daftar online untuk kontrol

Anda mungkin juga menyukai