Anda di halaman 1dari 36

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Skizofrenia

2.1.1 Definisi

Skizofrenia menggambarkan suatu kondisi psikotik yang kadang-kadang

ditandai dengan apatis, tidak mempunyai hasrat, asosial, afek tumpul, dan alogia.

Klien mengalami gangguan pada pikiran, persepsi, dan perilaku. Pengalaman

subjektif dari pikiran yang terganggu dimanifestasikan pada gangguan bentuk

konsep yang sewaktu-waktu dapat mengarah ke salah mengartikan kenyataan,

delusi, dan halusinasi. Perubahan alam perasaan ambivalen, perasaan konstriksi

atau tidak sesuai, dan hilangnya empati kepada orang lain. Perilaku dapat berupa

menarik diri, regresif, atau aneh (Shader, 1994; dalam Doenges, Townsend, dan

Moorhouse, 2007).

2.1.2 Etiologi

Menurut Doenges, Townsend, Moorhouse (2007), terdapat teori-teori yang dapat

menjadi penyebab dari terjadinya skizofrenia pada seseorang, antara lain:

a) Psikodinamika

Psikosis merupakan akibat dari ego yang lemah. Perkembangan ego

telah dihambat oleh hubungan anak/orang tua yang simbiotik. Karena ego

lemah, pada gilirannya penggunaan mekanisme pertahanan ego terhadap

ansietas berat menjadi maladaptif, dan perilaku sering memerlihatkan sifat

segmen ide dari kepribadian (Doenges, Townsend, Moorhouse, 2007).

9
10

b) Biologis

Faktor genetik tertentu mungkin terkait dengan kerentanan mengalami

beberapa bentuk psikotik. Individu berisiko tinggi mengalami gangguan bila

ada pola keterlibatan keluarga (orang tua, saudara kandung, sanak keluarga

lain). Skizofrenia ditetapkan sebagai penyakit sporadik (artinya gen dapat

diturunkan dari generasi ke generasi). Hal itu merupakan sifat domain-autosom.

Bagaimanapun, banyak ilmuwan setuju bahwa yang diturunkan adalah

kerentanan atau predisposisinya, yang mungkin akibat dari defek enzim atau

abnormalitas biokimia lain, defisit neurologis yang tidak terlihat, atau beberapa

faktor lain atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut. Predisposisi ini, dengan

kombinasi dengan faktor lingkungan mengakibatkan timbulnya penyakit.

Beberapa riset menunjukkan bahwa gangguan ini mungkin defek sejak lahir,

yang terjadi pada hipokampus otak. Studi menunjukkan adanya gangguan pada

sel piramid di otak individu skizofrenik, sedangkan sel-sel otak individu bukan

skizofrenik tampak tersusun dengan rapi. Rasio ventrikel otak (ventricular

brain ratio, VBR) atau otak kecil yang tidak seimbang (atau area otak tertenru)

mungkin diturunkan dan/atau kongenital. Penyebabnya dapat berupa virus,

kekurangan oksigen, trauma kelahiran, malnutrisi maternal yang berat, atau

kerusakan sel akibat respon imun RhD (ibu negatif/janin positif) (Doenges,

Townsend, Moorhouse, 2007).

Teori biokimia menunjukkan peningkatan kadar dopamin

neurotransmitter, berupa pikiran untuk menghasilkan gejala aktivitas yang

berlebihan dan fragmentasi hubungan, yang umum ditemukan pada psikosis

(Doenges, Townsend, Moorhouse, 2007).


11

Walaupun kejadian seluruhnya relatif sama pada pria dan wanita,

beberapa sumber melaporkan pria predominan bias dengan dua pertiga pria

dewasa muda dengan penyakit mental serius. Anak laki-laki bereaksi kuat

dibandingkan anak perempuan terhadap tekanan dan konflik pada keluarga,

dan autisme pada anak lebih mudah dialami. Jumlah terbesar pada pria lebih

bermakna dibanding perempuan dengan menunjukkan perilaku obsesif dan

bunuh diri, fetihisme, dan skizofrenia. Skizofrenia berkembang lebih awal pada

pria, dan mereka berespon kurang baik terhadap pengobatan dan mempunyai

sedikit kesempatan untuk sembuh dan kembali ke kehidupan normal dibanding

wanita. Angka kejadian pada wanita didapatkan dari keturunan keluarga.

Perbedaan pengaturan otak pria dan wanita serta dampak hormon seks pada

pertumbuhan otak mungkin menghasilkan perbedaan semu yang berarti

“lingkup dan rentang jenis kelamin berbeda dalam insiden, penampilan, dan

perjalanan penyakit psikiatrik klinis” (Moir & Jessel, 1991; dalam Doenges,

Townsend, Moorhouse, 2007).

c) Dinamika Keluarga

Teori sistem keluarga menggambarkan suatu perkembangan skizofrenia

seiring dengan sistem disfungsi keluarga. Konflik antar-pasangan muncul

apabila hanya ayah/ibu yang dekat pada anak. Perhatian pada anak dapat

mengalihkan fokus cemas pada keluarga, dan hasilnya kondisi menjadi lebih

stabil. Hubungan simbiotik berkembang antara anak dan orang tua sampai

masa dewasa dan tidak dapat berespon terhadap tuntunan fungsi kedewasaan

(Doenges, Townsend, Moorhouse, 2007).

Teori interpersonal mengatakan bahwa individu psikotik merupakan

hasil hubungan orang tua/anak yang sangat cemas terus menerus. Anak
12

menerima pesan yang membingungkan dan penuh konflik dari orang tua serta

tidak bisa membina kepercayaan. Cemas yang tinggi dapat menetap, dan

konsep anak terhadap dirinya adalah individu yang ambigu. Kemunduran

menjadi psikosis memberi peredaan karena ansietas dan rasa aman dari

hubungan intim. Beberapa riset mengindikasikan bahwa klien yang hidup

dengan keluarga yang tinggi ekspresi emosinya (misalnya bermusuhan, mudah

mengkritik, kecewa, terlalu protektif, dan terlalu ikut campur) memperlihatkan

relaps yang lebih sering dibandingkan klien yang hidup dengan keluarga yang

kurang dapat mengekspresikan emosi (Doenges, Townsend, Moorhouse, 2007).

2.1.3 Manifestasi Klinis

Skizofrenia yang terjadi pada seseorang dapat memunculkan salah satu

atau beberapa dari gejala yang mungkin muncul pada penderita. Menurut Minister

Supply and Service Canada (2005), Dr.E.Fuler Torrey menerangkan gejala dari

skizofrenia dibagi menjadi gejala positif (gejala yang hadir dan seharusnya tidak

hadir) dan gejala negatif (gejala yang tidak hadir tetapi seharusnya hadir), antara

lain:

A. Gejala positif

a) Halusinasi

Halusinasi merupakan hasil dari ketajaman indera yang berlebihan

dan ketidakmampuan otak menerjemahkan secara tepat pesan yang diterima

sehingga penderita skizofrenia dapat mendengar suara dan melihat sesuatu

yang sebenarnya tidak ada, ataupun mengalami sensasi yang aneh pada

dirinya. Halusinasi yang dialami dapat bersifat menyenangkan,

menentramkan, dan netral. Namun terkadang dapat juga bersifat


13

mengancam, menghukun, menakutkan, dan dapat berupa perintah untuk

melakukan hal-hal yang berbahaya.

b) Delusi atau Waham

Delusi merupakan keyakinan yang dialami penderita, tetap dipertahankan

meskipun buktinya berlawanan dengan kepercayaan penderita.

c) Gangguan Berfikir

Gangguan berpikir dapat diartikan pada cara seorang penderita

skizofrenia memproses dan menata pikirannya. Dikarenakan pikiran

terpecah maka pembicaraan seorang penderita skizofrenia sering tidak

beraturan dan tidak logis, serta seringkali diikuti dengan respon emosional

yang tidak sesuai dengan apa yang sebenarnya dirasakan penderita.

Misalnya penderita tertawa ketika membicarakan peristiwa yang

menyedihkan.

d) Perasaan Hadirnya Alter-ego (Ego Yang Lain)

Ego yang lain ini adalah istilah yang digunakan sebagai

penggambaran ketidak jelasan kesadaran seseorang tentang dirinya.

Penderita akan merasa bahwa seolah-olah tubuhnya terpisah dari dirinya.

B. Gejala negatif

a) Kurangnya Motivasi atau Apatis

Kurangnya motivasi berarti seseorang mengalami penurunan semangat atau

keinginan untuk hidup disertai kemalasan.

b) Tumpulnya Indera

Tumpulnya indera merujuk pada kekosongan emosi. Penderita

terlihat tidak bisa menunjukkan emosi sama sekali karena terbatas atau tidak
14

adanya ekspresi wajah dan gerakan tangan. Ini dapat menjadi gejala paling

dominan selama perkembangan penyakit berlangsung.

c) Penarikaan Diri Dari Dunia Sosial

Menarik diri dari dunia sosial dapat terjadi sebagai akibat dari depresi, atau

bisa karena merasa aman ketika sendiri karena takut ditemani orang lain.

2.1.4 Penatalaksanaan

Menurut Junaidi (2012), terapi yang dapat dilakukan terhadap klien skizofrenia

adalah dengan menggunakan obat-obatan, terapi kejut listrik, dan psikoterapi.

a) Obat-Obatan

Penggunaan obat untuk skizofrenia pertama kali diperkenalkan oleh

Delay dan Deniker pada tahun 1955 yang disebut dengan istilah neuroleptik,

misalnya chlorpromazine dan reserpin. Sedangkan mekanisme kerja obat

melalui reseptor dopamin baru diketahui beberapa tahun kemudian, dan diikuti

dengan penemuan haloperidol oleh Janssen pada tahun 1958. Sejak itu

berbagai obat mulai dikembangkan dengan mekanisme utama sebagai

antagonis reseptor dopamin.

Obat clozapine yang ditemukan pada tahun 1970-an dianggap sebagai

era baru pengobatan skizofrenia karena obat ini efektif menghilangkan gejala

skizofrenia dengan efek samping yang kecil. Berbeda dengan obat-obat

sebelumnya yang hanya bekerja pada reseptor dopamin, obat ini juga bekerja

pada reseptor serotonin. Cara obat bekerja pada keseimbangan kedua reseptor

ini menjadi dasar dari pengembangan obat-obat lain. Dewasa ini, beberapa obat

telah disetujui untuk digunakan pada skizofrenia risperidone, olanzapine,

sertindole, ziprazidone, dan quetiapine. Obat antipsikotik golongan baru ini


15

bukan hanya meminimalkan efek samping tetapi juga memperkenalkan

dimensi baru dalam target terapi, yaitu pada gejala positif, negatif, afektif, dan

juga fungsi kognitif. Pada perkembangan terakhir, ternyata obat tidak hanya

bekerja pada dopamin dan serotonin, tetapi juga berperan dalam patofisiologi

terjadinya skizofrenia.

b) Terapi Kejut Listrik atau Electro Convulsive Therapy (ECT)

Electro Convulsive Therapy (ECT) merupakan terapi metode lama yang

saat ini masih digunakan untuk terapi skizofrenia yang diperkenalkan oleh Ugo

Cerlitti dan Luigi Bini pada tahun 1938. Cara pengobatan ini adalah dengan

mengalirkan kejutan listrik di kepala klien sehingga alur penyalur listrik

penyebab skizofrenia dikacaukan dengan harapan akan menghentikan

skizofrenia. Terapi ini hanya bersifat sementara karena setelah beberapa waktu

pola arus listrik otak yang mengarah pada skizofrenia kembali terjadi dan tentu

saja klien akan mengalami serangan skizofrenia. Terapi ini umumnya hanya

digunakan saat serangan hebat yang membuat klien agresif, mengamuk, dan

dapat membahayakan dirinya sendiri maupun orang lain.

c) Psikoterapi

Sebelum tahun 1970-an, dasar psikoterapi adalah pendekatan

psikodinamik yang menekankan bahwa skizofrenia disebabkan oleh pola

perilaku dan komunikasi yang salah dari klien dan keluarga. Psikoterapi

bertujuan meningkatkan kemampuan klien dalam menghadapi stres kehidupan,

meningkatkan kemampuan sosial, serta intervensi pada keluarga. Pendekatan

psikoterapi ditujukan untuk mengatasi gejala dan bukan merupakan pendekatan

untuk menghilangkan penyebab dari skizofrenia.


16

2.2 Perubahan Proses Pikir: Waham

2.2.1 Definisi

Waham adalah keyakinan klien yang tidak sesuai dengan kenyataan yang

tetap dipertahankan dan tidak dapat dirubah secara logis oleh orang lain.

Keyakinan ini berasal dari pemikiran klien yang sudah kehilangan kontrol

(Dermawan dan Rusdi, 2013).

Waham adalah keyakinan seseorang berdasarkan penilaian realitas yang

salah. Keyakinan klien tidak konsisten dengan intelektual dan latar belakang

budaya klien. Waham dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan dan perkembangan

seperti adanya penolakan, kekerasan, tidak ada kasih sayang, pertengkaran orang

tua, dan aniaya (Keliat, 1999; dalam Dermawan dan Rusdi, 2013).

Waham adalah suatu kepercayaan yang terpaku dan tidak dapat dikoreksi

atas dasar fakta dan kenyataan. Tetapi harus dipertahankan, bersifat patologis dan

tidak terkait dengan kebudayaan setempat. Adanya waham menunjukkan suatu

gangguan jiwa yang berat, isi waham dapat menerangkan pemahaman terhadap

faktor-faktor dinamis penyebab gangguan jiwa. Terbetuknya kepercayaan yang

bersifat waham adalah sebagai perlindungan diri terhadap rasa takut dan untuk

pemuasan kebutuhan (Sutini dan Yosep, 2014).

Dari beberapa definisi di atas disimpulkan bahwa waham atau delusi

merupakan keyakinan pada seseorang yang tidak sesuai dengan kenyataan yang

ada dan terus dipertahankan oleh penderitanya. Waham sebagian besar merupakan

keyakinan yang diluar logika. Waham terdiri dari beberapa klasifikasi, menurut

Kusumawati dan Hartono (2012) antara lain:

a) Waham agama: keyakinan klien terhadap suatu agama secara berlebihan.


17

b) Waham kebesaran: keyakinan klien yang berlebihan tentang kebesaran dirinya

atau kekuasaannya.

c) Waham somatik: keyakinan klien bahwa tubuh/bagian tubuhnya terserang

penyakit atau di dalam tubuhnya terdapat binatang.

d) Waham curiga: keyakinan klien bahwa ada seseorang atau kelompok tertentu

yang berusaha merugikan atau mencederai dirinya.

e) Waham nihilistik: keyakinan klien bahwa dirinya sudah tidak ada di dunia atau

meninggal dunia.

f) Waham bizar (waham yang aneh-aneh), berisi sebagai berikut:

 Sisip pikir: keyakinan klien bahwa ada pikiran orang lain yang disisipkan

pada pikirannya.

 Siar pikir: keyakianan klien bahwa orang lain mengetahui apa yang dia

pikirkan walaupun ia tidak pernah menyatakan apa yang dipikirkannya

kepada orang tersebut.

 Kontrol pikir: keyakinan klien bahwa pikirannya dikontrol oleh kekuatan

dari luar dirinya.

2.2.2 Etiologi

Keadaan yang muncul sebagai akibat dari proyeksi dimana seseorang

melemparkan kekurangan dan rasa tidak nyaman pada dunia luar. Biasanya

individu akan lebih sensitif dan lebih mudah tersinggung, suka menyendiri, dan

dingin. Ini dapat disebabkan karena penderita merasa tidak nyaman dengan

lingkungannya. Ketika terlalu sering menggunakan mekanisme proyeksi dan

adanya kecenderungan melamun untuk menghayal secara berlebihan, maka


18

keadaan ini dapat memunculkan waham. Perlahan-lahan seseorang tidak dapat

lepas dari khayalannya dan akhirnya meninggalkan dunia realita.

Secara umum segala sesuatu yang mengancam harga diri dan keutuhan

keluarga merupakan penyebab munculnya halusinasi dan waham. Selain itu,

kecemasan, kemampuan memisahkan dan mengatur persepsi mengenai perbedaan

antara apa yang dipikirkan dengan apa yang dirasakan menurun sehingga segala

sesuatu sulit dibedakan bagian manakah yang merupakan rangsangan dari pikiran

dan rangsangan dari lingkungan (Keliat, 1998; dalam Damaiyanti dan Iskandar,

2014).

Menurut Keliat (1998; dalam Damaiyanti dan Iskandar, 2014), terdapat

dua faktor yang dapat menyebabkan terjadinya waham, yaitu:

a) Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi ini meliputi perkembangan sosial kultural psikologis,

genetik, dan biokimia. Jika tugas perkembangan terganggu maka individu

mengalami stres dan kecemasan.

Berbagai faktor masyarakat dapat membuat seseorang merasa terisolasi

dan kesepian yang mengakibatkan kurangnya rangsangan eksternal. Stres yang

berlebihan dapat mengganggu metabolisme dalam tubuh sehingga membuat

ketidakmampuan dalam proses stimulus internal dan eksternal.

b) Faktor Presipitasi

Rangsangan dari lingkungan yang sering menjadi pencetus terjadinya

waham seperti klien mengalami hubungan yang tidak baik, terlalu lama diajak

berbicara, objek di lingkungannya, dan suasana sepi (isolasi). Suasana ini dapat

meningkatkan stres dan kecemasan.


19

2.2.3 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis yang dapat muncul pada klien yang menderita waham menurut

Yusuf, Fitryasari, Nihayati (2015) antara lain:

a) Kognitif

 Tidak mampu membedakan antara kenyataan dan khayalan

 Klien sangat mempercayai keyakinannya

 Tidak dapat berpikir secara realita

 Sulit dalam mengambil keputusan

b) Afektif

 Situasi tidak selaras dengan kenyataan

 Afek tumpul

c) Perilaku dan hubungan sosial

 Hipersensitif

 Hubungan interpersonal dengan orang lain tidak terjalin dengan baik

 Depresif

 Ragu-ragu

 Mengancam secara verbal

 Aktivitas tidak tepat

 Stereotip

 Impulsif

 Mudah curiga

d) Fisik

 Kebersihan kurang

 Wajah pucat
20

 Sering menguap

 Berat badan menurun

 Nafsu makan berkurang dan sulit tidur

2.2.4 Patofisiologi

Proses ternjadinya waham menurut Yusuf, Fitryasari, dan Nihayati (2015) adalah

sebagai berikut:

a) Fase Terbatasnya Kebutuhan Manusia (Lack of Human Need)

Terjadinya waham diawali oleh terbatasnya berbagai kebutuhan pasien

secara fisik dan psikis. Secara fisik, waham dapat terjadi pada individu dengan

status sosial dan ekonomi terbatas. Klien merasa menderita. Klien bisa saja

melakukan kompensasi yang salah karena adanya kesenjangan antara

kenyataan dengan apa yang diharapkan.

b) Fase Rendahnya Kepercayaan Diri (Lack of Self Esteem)

Setiap orang pasti memiliki ideal diri yang mereka bentuk sesuai

keinginan dan kebutuhan mereka, contohnya keinginan akan terpenuhinya

kebutuhan. Ketika kebutuhan tidak terpenuhi dapat terjadi kesenjangan antara

ideal diri dengan apa yang dialami individu, maka individu akan merasa

menderita, malu, dan tidak berharga.

c) Fase Pengendalian Internal dan Eksternal (Control Internal and External)

Pada fase ini, klien mencoba berpikir secara rasional apa yang diyakini

adalah kebohongan, hanya untuk menutup kekurangan, dan tidak sesuai dengan

kenyataan. Tetapi, menghadapi kenyataan bagi klien adalah hal yang berat

karena kebutuhan untuk diakui, dianggap penting, dan diterima lingkungan

menjadi prioritas hidup. Lingkungan sekitar klien mencoba memberikan


21

penilaian bahwa apa yang dikatakan klien tidak benar, namun hal ini tidak

dilakukan secara adekuat karena besarnya toleransi dan keinginan menjadi

perasaan. Lingkungan hanya menjadi pendengar pasif namun tidak mau

bertolak belakang secara berkepanjangan dengan alasan apa yang diyakini

klien tidak merugikan orang lain.

d) Fase Dukungan Lingkungan (Environment Support)

Dukungan lingkungan sekitarnya yang mempercayai apa yang diyakini

klien menyebabkan klien merasa didukung, sehingga pasien menganggap apa

yang diyakini sebagai sebuah kebenaran karena seringnya diulang-ulang.

Karena itu, mulai terjadi kerusakan kontrol diri dan tidak berfungsinya

superego yang ditandai dengan tidak ada lagi perasaan dosa saat berbohong.

e) Fase Nyaman (Comforting)

Dalam fase ini, klien merasa nyaman dengan keyakinan dan

kebohongannya serta menganggap semua orang akan mempercayai dan

mendukungnya. Keyakinan sering disertai halusinasi pada saat klien

menyendiri dari lingkungannya. Selanjutnya, klien lebih sering menyendiri dan

menghindari interaksi sosial (isolasi sosial).

f) Fase Peningkatan (Improving)

Ketika klien waham yang telah mengalami fase comforting dan merasa

didukung oleh lingkungan karena tidak ada yang mengonfrontasi keyakinannya,

maka klien akan masuk pada fase peningkatan ini.


22

2.3 Konsep Asuhan Keperawatan

2.3.1 Pengkajian

Pengkajian merupakan proses pertama yang dilakukan dalam pemberian

asuhan keperawatan. Ini dilakukan untuk memperoleh data dan informasi

mengenai klien yang sedang dirawat sehingga perawat mengetahui masalah

keperawatan apa yang sedang dialami oleh klien.

Umumnya klien yang mengalami gangguan orientasi realitas dibawa ke

rumah sakit karena sering mengucapkan kata-kata ancaman, mengatakan bahwa ia

membenci seseorang. Klien sering membentak bahkan menyerang orang yang

dianggapnya mengganggu ketika ia kesal. Klien juga sering merusak barang dan

kehilangan kontrol atas dirinya (Damaiyanti dan Iskandar, 2014).

Klien juga sering mengungkapkan sesuatu yang tidak sesuai dengan

kenyataan, flight of ideas, pengulangan kata-kata yang diucapkan. Klien pun

secara sering mengungkapkan apa yang diyakininya (bisa tentang agama,

kebesaran, kecurigaan, dan keadaan dirinya) secara berlebihan namun tidak sesuai

kenyataan yang ada. Biasanya klien tampak tidak memiliki orang lain, curiga,

bermusuhan, merusak (diri, orang, lingkungan), takut, kadang panik, sangat

waspada, tidak dapat menilai lingkungan dan kenyataan, ekspresi wajah tegang,

dan mudah tersinggung (Damaiyanti dan Iskandar, 2014).

Data yang didapat langsung oleh perawat dari klien disebut data primer,

sedangkan data yang didapat dari keluarga atau catatan tim kesehatan disebut data

sekunder. Setelah perawat mendapat data pengkajian, perawat melakukan analisis

data untuk mengelompokkan datanya untuk menyimpulkan masalah keperawatan

yang ada pada klien. Secara teori, menurut Doenges, Townsend, Moorhouse

(2007) etiologi dari terjadinya waham pada seseorang adalah:


23

a) Psikodinamika

Perkembangan emosi terhambat karena kurangnya

rangsangan/perhatian ibu. Seorang bayi mengalami penyimpangan rasa aman

dan gagal untuk membangun dasar rasa percaya. Ego yang rapuh sebagai

akibat dari kerusakan harga diri yang parah, perasaan kehilangan kendali, takut,

dan ansietas berat. Sikap curiga terhadap seseorang dimanifestasikan dan dapat

berlanjut selama hidup. Proyeksi merupakan mekanisme paling umum yang

digunakan sebagai pertahanan melawan perasaan.

b) Biologis

Pola keterlibatan keluarga relatif kuat yang muncul dikaitkan dengan

gangguan ini. individu dari anggota keluarga yang dimanifestasikan gejala

gaangguan ini berada pada risiko lebih tinggi untuk mengalaminya

dibandingkan dengan populasi umum. Studi pada manusia kembar juga

menunjukkan bahwa ada keterlibatan faktor genetik.

c) Dinamika Keluarga

Beberapa ahli teori meyakini bahwa individu paranoid memiliki orang

tua yang dingin dan perfeksionis, sering menimbulkan kemarahan, perasaan

mementingkan diri sendiri yang berlebihan, dan tidak percaya pada individu.

Klien menjadi orang dewasa yang rentan karena pengalaman ini.

Data dasar untuk pengkajian klien waham:

a) Aktivitas atau istirahat

Gangguan tidur karena halusinasi dan pikiran delusi, bangun lebih awal,

insomnia, dan hiperaktivitas.

b) Kebersihan diri

Kebersihan personal kurang, terlihat kusut/tidak terpelihara.


24

c) Integritas ego

 Dapat timbul dengan ansietas berat; ketidakmampuan untuk rileks, kesulitan

yang dibesar-besarkan, mudah agitasi.

 Mengekspresikan perasaan tidak adekuat, perasaan tidak berharga, kurang

diterima, dan kurang percaya pada orang lain.

 Menunjukkan kesulitan koping terhadap stres, menggunakan mekanisme

koping yang tidak sesuai (misal penggunaan proyeksi yang berlebihan dn

perilaku agresif, melakukan kewaspadaan yang tidak perlu, menghindari

penerimaan rasa bersalah)

d) Neurosensori

 Sistim delusi yang tidak ganjil dalam durasi paling sedikit satu bulan.

 Mengalami emosi dan perilaku kongruen dengan isi sistim

keyakinan/ketakutan bahwa diri sendiri ataupun orang terdekat berada

dalam bahaya karena diracuni atau diinfeksi;mempunyai penyakit; merasa

tertipu oleh pasangan individu, dicurangi oleh orang lain, dicintai atau

mencintai dari jarak jauh.

 Timbul afek yang terkontrol, dingin, tidak emosi; perilaku

terjaga/mengelak/perasaan tidak percaya.

 Bersikap waspada, mencari motif-motif tersembunyi; setiap orang/kejadian

berada dalam kecurigaan klien.

 Menunjukkan persepsi yang tajam; menunjukkan gangguan pengambilan

keputusan tentang persepsi.

 Delusi referens atau kontrol yang mungkin bekerja sama dengan FBI, CIA,

TV/radio.
25

 Halusinasi lihat atau dengar yang mencolok tidak selalu ada.

e) Keamanan

Dapat menunjukkan perilaku berbahaya/menyerang.

f) Interaksi sosial

 Kerusakan bermakna dalam fungsi sosial/perkawinan mungkin terlihat;

perilaku dalam semua area kehidupan lain biasanya normal.

 Umumnya bermasalah dengan hukum.

g) Pengajaran atau pembelajaran

 Awitan paling sering pada kehidupan dewasa pertengahan atau lansia.

 Dapat memiliki riwayat penyakit fisik/penyalahgunaan zat.

Pemeriksaan diagnostik:

 CT Scan: dapat menunjukkan struktur abnormalitas otak pada beberapa kasus

skizofrenik (misal Atrofi lobus temporal); pembesaran vetrikel dengan rasio

ventrikel-otak meningkat yang dapat dihubungkan dengan derajat gejala yang

dapat dilihat.

 Pemindai PET (Positron Emission Tomography): mengukur aktivitas

metabolik metabolik dari area spesifik otak dan dapat menyatakan aktivitas

metabolik yang rendah dari lobus frontal, terutama pada area prefrontal dari

korteks serebral.

 MRI: memberi gambaran otak tiga dimensi; dapat memperlihatkan gambaran

yang lebih kecil dari lobus frontal rata-rata, atrofi lobus temporal (terutama

hipokampus, girus parahipokampus, dan girus temporal superior)

 RCBF (Regional Cerebral Blood Flow): memetakan aliran darah dan

menyatakan intensitas aktivitas pada daerah otak yang bervariasi.


26

 BEAM (Brain Electrical Activity Mapping): menunjukkan respon gelombang

otak terhadap rangsangan yang bervariasi disertai dengan adanya respon yang

terhambat dan menurun, terkadang di lobus temporal dan sistim limbik.

 ASI (Addiction Severity Index): menentukan masalah-masalah ketergantungan

zat yang mungkin dikaitkan dengan penyakit mental, dan mengindikasikan area

pengobatan yang diperlukan.

 Uji psikologis (misal MMPI): menyatakan kerusakan pada satu area atau lebih.

Catatan: tipe paranoid biasanya menunjukkan sedikit atau tidak ada kerusakan.

Prioritas Keperawatan:

a) Meningkatkan lingkungan yang aman, keamanan klien/orang lain.

b) Menngkatkan lingkungan yang terbuka dan jujur sehingga klien dapat mulai

mempercayai diri sendiri/orang lain.

c) Mendorong klien/keluarga berfokus pada metode yang ditetapkan untuk koping

terhadap ansietas dan tekanan kehidupan.

d) Meningkatkan rasa harga diri dan percaya diri.

Kriteria Pemulangan:

a) Koping terhadap rasa ansietas tanpa penggunaan pengobatan atau sikap yang

menyerang.

b) Mengenal kenyataan; setuju untuk menyerah atau hidup dengan delusi.

c) Klien/keluarga/orang terdekat berpartisipasi dalam terapi.

d) Keluarga/orang terdekat memberi dukungan emosi bagi klien.

e) Pelaksanaan rencana untuk memenuhi kebutuhan setelah pulang

Kebutuhan persiapan pulang (Junaidi:2013):

a) Kemampuan makan klien, klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat

makan.
27

b) Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta

membersihkan dan merapikan pakaian.

c) Mandi klien dengan cara berpakaian, observasi kebersihan tubuh klien.

d) Istirahat dan tidur klien, aktivitas di dalam dan di luar rumah.

e) Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksi yang dirasakan setelah minum

obat.

2.3.2 Diagnosis Keperawatan yang Mungkin Muncul

Masalah keperawatan mengandung tiga komponen penting yaitu: 1)

Prioritas masalah yang merupakan masalah utama klien dari beberapa masalah

yang dimiliki klien; 2) Penyebab, yaitu salah satu masalah keperawatan yang

menyebabkan munculnya masalah utama; dan 3) Akibat yang juga merupakan

masalah keperawatan yang muncul karena masalah utama. Ketiga komponen

tersebut digambarkan pada pohon masalah berikut:

Kerusakan komunikasi verbal


(akibat)

Perubahan proses pikir: Waham


(masalah utama)

Harga diri rendah


(penyebab)

Bagan 2.1 Pohon Masalah Perubahan Proses Pikir: Waham


Sumber: Damaiyanti dan Iskandar (2014) dalam Buku Asuhan Keperawatan Jiwa
28

Pada klien skizofrenia dengan masalah keperawatan perubahan proses pikir:

waham, diagnosis keperawatan yang mungkin muncul menurut Doenges,

Townsend, dan Moorhouse (2007) antara lain:

a) Perubahan proses pikir: waham

Dapat dihubungkan dengan:

 Disintegrasi proses pikir, hambatan pengambilan keputusan

 Konflik psikologis; disintegrasi ego (konfusi tentang lingkungan)

 Ambivalens dan disertai ketergantungan (bagian dari dilema takut-perlu

dengan kemampuan untuk memulai sendiri mengisi aktivitas pengalih)

Kemungkinan ditandai dengan:

 Adanya sistem delusi (mungkin waham kebesaran, penganiayaan, referensi,

pemantauan, somatik, penuduhan); perintah, obsesi

 Asosiasi konkret dan simbolik; ide rujukan terhambat

 Interpretasi lingkungan tidak akurat; ketidaksesuaian kognitif; gangguan

kemampuan membuat keputusan

 Hiperaktivitas sederhana dan aktivitas motorik yang tetap (tindakan

ritualistik, perilaku stereotipik) sampai menarik diri dan retardasi

psikomotor

 Pola tidur terganggu

b) Hambatan komunikasi verbal

Dapat dihubungkan dengan:

 Hambatan psikologis, psikosis

 Autistik dan pikiran delusi

 Perubahan persepsi
29

Kemungkinan ditandai dengan:

 Tidak mampu mengungkapkan secara rasional

 Ekspresi verbal, seperti neologisme, ekolalia, asosiatif/kehilangan, bahasa

paralogis

 Ekspresi noonverbal seperti ekopraksia, perilaku stereotipik (ekspresi wajah,

bahasa, dan sikap tubuh yang ganjil)

c) Harga diri rendah kronis/perubahan penampilan peran/gangguan identitas

pribadi

Dapat dihubungkan dengan:

 Proses pikir yang disintegrasi (persepsi, kognisi, afek)

 Kehilangan/disintegrasi batasan ego

 Ancaman yang dirasakan pada diri sendiri

 Disintegrasi perilaku dan afek

Kemungkinan ditandai dengan:

 Ekspresi tidak berharga, perasaan negatif terhadap diri sendiri

 Hambatan dalam memutuskan, kognisi, dan persepsi; sistem delusi

ptotektif; gangguan perasaan diri (depersonalisasi dan kontrol delusi)

 Penampilan peran tidak jelas dalam keluarga, lingkungan sosial, dan kerja

 Ketidak adekuatan perkembangan harga diri dan harapan

 Ambivalen dan autisme (terganggu dengan penerimaan diri dan anti

keberadaan diri)
30

2.3.3 Rencana Asuhan Keperawatan

Rencana asuhan keperawatan pada klien skizofrenia dengan masalah

keperawatan perubahan proses pikir: waham sesuai dengan diagnosis keperawatan

yang mungkin muncul. Rencana yang dicantumkan adalah rencana asuhan

keperawatan pada diagnosis yang berhubungan dengan perubahan proses pikir:

waham, antara lain:

a) Perubahan proses pikir: waham

b) Hambatan komunikasi verbal

c) Harga diri rendah kronis/perubahan penampilan peran/gangguang identitas

pribadi

Rencana asuhan keperawatan dari diagnosis yang mungkin muncul menurut

Doenges, Townsend, dan Moorhouse (2007) adalah:

a) Diagnosis keperawatan: Perubahan proses pikir

Kriteria evaluasi yang diharapkan, klien dapat:

 Mengenali perubahan dalam berpikir/berperilaku

 Mengidentifikasi delusi dan mampu mengatasinya secara efektif dengan

menghilangkan pikiran patologis

 Mempertahankan orientasi pada realita

 Menciptakan hubungan interpersonal


31

Tabel 2.1 Rencana Tindakan Keperawatan Perubahan Proses Pikir


Intervensi Rasional
Mandiri:
1. Tentukan keparahan perubahan 1. Identifikasi sifat
proses pikir klien, catat bentuk komunikasi/pikiran
(dereistik, autistik, simbolik, simbolik/primitif meningkatkan
asosiasi konkret dan/atau pemahaman tentang proses
kehilangan asosiasi, terhambat); pikir klien dan memungkinkan
isi (delusi somatik, delusi tentang perencanaan intervensi yang
penganiayaan/kebesaran, ide tepat.
rujukan); dan aliran (flight of idea,
retardasi).
2. Ciptakan hubungan perawat-klien 2. Menyediakan lingkungan emosi
yang terapeutik. yang aman yang
memungkinkan interaksi
interpersonal dan menurunkan
autisme.
3. Gunakan komunikasi terapeutik 3. Komunikasi terapeutik adalah
untuk mengintervensi secara komunikasi yang jelas, terbuka,
efektif. konsisten, ringkas, dan
memerlukan partisipasi dari diri
sendiri. Ini akan menurunkan
pikiran autistik.
4. Kurangnya pertimbangan
4. Susun komunikasi untuk tentang faktor-faktor ini dapat
merefleksikan pertimbangan menyebabkan
riwayat/nilai sosial-ekonomi, diagnosis/interpretasi tidak
pendidikan, dan budaya klien. akurat (dengan demikian
pikiran normal dianggap
patologis).
5. Klien sering tidak mampu
5. Ekspresikan keinginan untuk mengorganisasikan pikiran
memahami pikiran klien dengan (mudah terdistraksi, tidak dapat
mengklarifikasi apa yang tidak berpegang pada konsep atau
jelas, pusatkan pada perasaan keutuhan, tetapi berpusat pada
bukan isi, usahakan untuk munitiae), dan aliran pikiran
mengerti (tentang ketidakjelasan sering terlihat seperti berlomba,
klien), mendengarkan dengan khayalan, atau kemunduran.
saksama, mengatur aliran pikiran Mendengar secara sktif
bila dibutuhkan. mengidentifikasi pola pikir
klien dan mempermudah
pemahaman.
berlanjut...
32

...lanjutan
Intervensi Rasional
6. Kuatkan pikiran kongruen klien. 6. Memberi kesempatan bagi klien
Tolak pikiran untuk untuk mengontrol perilaku
berargumen/setuju dengan pikiran agresif. Penurunan perubahan
yang terintegrasi. Hadirkan pikiran (disintegrasi, delusi)
kenyataan dan demonstrasikan seperti kompensasi pikiran
motivasi untuk mengerti klien klien sebagai respon terhadap
(model kesabaran). kenyataan.
7. Berikan pikiran yang sesuai dan 7. Meningkatkan harga diri dan
buat batasan (terapi kognitif) jika meningkatkan rasa aman bagi
klien mencoba untuk merespon klien dan orang lain. Terapi
secara impulsif terhadap kognitif diarahkan secara
perubahan pikiran. spesifikpada pola pikir yang
berkembang (misal asosiasi
tidak logis dibuat di antara
kejadian yang kebanyakan dari
kita tidak yakin kaitannya).
Tujuannya adalah
memodifikasi keyakinan yang
sudah diperbarui, dan dengan
menghubungkan mereka
dengan “pengalaman normal”
mengurangi rasa takut yang
menyerang mereka.
8. Kaji pola tidur/istirahat dengan 8. Delusi, halusinasi, dan lain-
mengobservasi kemampuan lain, dapat mengganggu pola
tertidur, kualitas tidur. tidur klien. Rasa takut dapat
mengganggu kemampuan tidur.
Gangguan tidur dapat
menimbulkan perilaku menarik
diri, konfusi, gangguan
9. Atur waktu yang sesuai untuk persepsi.
tidur dan istirahat. 9. Konsistensi pada jadwal
mengurangi rasa takut/tidak
aman yang mungkin
mengganggu tidur. Tidur dapat
ditingkatkan dengan
menyeimbangkan aktivitas
(fisik, pekerjaan) dengan
istirahat.
10. Bantu klien 10. Meningkatkan kemampuan
mengidentifikasi/mempelajari untuk mengoptimalkan
teknik yang dapat menciptakan istirahat, memaksimalkan
tidur/istirahat. kemampuan untuk berpikir
jernih.

berlanjut...
33

...lanjutan
Intervensi Rasional
11. Kaji adanya faktor yang 11. Adanya halusinasi/delusi;
memengaruhi kemampuan klien faktor situasi seperti perawatan
melakukan aktivitas pengalih. di rumah sakit jangka panjang;
faktor psikologis seperti
kemampuan yang menurun.
12.Pantau program pengobatan, 12. Mampu mengidentifikasi dosis
observasi dampak dan efek efektif minimal untuk
samping terapeutik, sedasi, mengurangi gejala psikotik
hipotensi ortostatik, yang reaksi merugikannya
fotosensitivitas, efek hormonal, paling sedikit. Pencegahan efek
ambang kejang berkurang, gejala samping waktu tertentu dapat
ekstrapiramidal, dan kelemahan meningkatkan kerjasama dalam
disertai luka tenggorok atau program kolaborasi
tanda-tanda infeksi pengobatan. Identifikasi awitan
(agranulositosis). efek samping yang serius,
seperti sindrom neuroleptik
malignan, memberikan
intervensi yang sesuai untuk
mencegah kerusakan permanen.
Kolaborasi:
Beri pengobatan sesuai petunjuk,
misal:
1. Antipsikotik: Digunakan untuk mengurangi
Fenotiazin, misalnya gejala psikotik. Dapat diberikan
klorpromazin (Thorazine), secara oral atau injeksi. Untuk
flufenazin (Proxilin), perfenazin terapi rumatan jangka panjang,
(Trilafon); neuroleptik depot seperti
Thiosantin, misalnya klorprotison Prolixin dapat menjadi pilihan
(Taractan), tioksin (Navane); obat untuk mempertahankan
Butifenon, seperti haloperidol ketaatan dalam minum obat dan
(Haldol); Dibenzosazepam, mencegah kekambuhan pada
seperti loksapin (Loxitane) klien bermasalah. Apabila
diberikan pada saat akan tidur,

berlanjut...
34

...lanjutan
Intervensi Rasional
2. Antipsikotik atipik: Berguna untuk menangani klien
Klozapin (Clozaril) yang resisten terhadap obat lain atau
pada saat adanya efek samping yang
tidak dapat diterima. Klozapin
menyebabkan tidak adanya akatisia
rigiditas muskular (perasaan tidak
berdaya, kebutuhan bergerak
penting). Tidak dapat digunakan
sebagai terapi jalur pertama karena
adanya ambang kejang yang rendah
atau 1% - 2% potensial terjadi
agranulositosis, uji mingguan darah
yang diharuskan untuk durasi
penanganan.

Menjadi pilihan obat jalur pertama


Olanzapin (Zyprexa) karena target reseptor dopamin D
yang spesifik, akan muncul secara
tidak lazim dalam jumlah yang
banyak pada klien dengan
skizofrenia

Agens terapeutik yang efektif yang


Risperidon (Risperdal) dapat dikaitkan dengan rasa tidak
nyaman atau efek samping yang
serius, terutama agreanulositosis.

Menekan aktivitas kolinergik dan


memperlambat kerja dopamin
Antihistamin, misalnya dengan menghambat ambilan dan
difenhidramin (Benadryl) penyimpanannya.
Agens ini melepaskan dopamin
dari ujung saraf presinaptik di
Agens lain, misalnya amantadin ganglia basal.
(Symmetrel)

b) Diagnosis keperawatan: Hambatan komunikasi verbal

Kriteria evaluasi yang diharapkan, klien dapat:


35

 Mengungkapkan atau mengidentifikasikan pemahaman tentang masalah

komunikasi

 Membentuk strategi untuk berkomunikasi secara efektif baik verbal maupun

nonverbal

 Membuat alat komunikasi yang diperlukan agar dapat dimengerti

Tabel 2.2 Rencana Tindakan Keperawatan Hambatan Komunikasi Verbal


Intervensi Rasional
Mandiri:
1. Evaluasi derajat/jenis kerusakan 1. Derajat kerusakan komunikasi
lingkungan. verbal/nonverbal berdampak
pada kemampuan klien
berinteraksi dengan petugas,
orang lain, dan perawatan.
2. Tunjukkan sikap menyimak dalam 2. Memungkinkan perawat
hubungan perawat-klien. mendengar dengan cermat,
mengobservasi klien, dan
mengantisipasi serta
memperhatikan pola komunikasi
klien yang mungkin muncul.
3. Akui kesulitan klien dalam 3. Pengenalan kesulitan klien
berkomunikasi. dalam mengekspresikan ide dan
perasaan, memampukan klien
untuk berkonsentrasi dalam
berkomunikasi.
4. Beri lingkungan yang tidak 4. Situasi ketika seseorang merasa
mengancam/forum yang aman bebas mengekspresikan diri
untuk berkomunikasi klien. tanpa takut dikritik, membantu
memnuhi kebutuhan keamanan,
rasa saling percaya, sehingga
validasi komunikasi negatif
yang sesuai.
5. Terima penggunaan komunikasi 5. Meningkatkan perasaan aman
alternatif, misalnya menggambar, klien, menyediakan ruang untuk
menyanyi, menari. mengekspresikan kebutuhan.
6. Hindari sanggahan atau 6. Sanggahan merupakan tindakan
persetujuan pada komunikasi yang nonterapeutik dan dapat
tidak akurat; sederhanakan menyebabkan klien menjadi
pemberian pandangan realita defensif. Persetujuan dengan
dengan gaya yang tidak ekspresi komunikasi klien yang
menghakimi. tidak akurat memicu
kesalahpahaman terhadap
realita.

berlanjut...
36

...lanjutan
Intervensi Rasional
7. Gunakan keterampilan 7. Alur komunikasi klien (terlalu
komunikasi terapeutik, seperti cepat/terlalu lambat) mungkin
parafrase, refleksi, klarifikasi. membutuhkan pengaturan.
Teknik ini dibimbing dengan
orientasi terhadap realita, untuk
itu meminimalkan kesalahan
interpretasi dan mempermudah
komunikasi yang akurat
8. Klien mengalamai peningkatan
8. Bersikap terbuka dan jujur dalam sensivitas terhadap pesan
menggunakan komunikasi verbal nonverbal. Kejujuran
dan nonverbal yang terpeutik. meningkatkan rasa percaya,
kehilangan sesuatu yang
merupakan dasar masalah klien.
Keterbukaan dan kemurnian
dalam mengekspresikan
perasaan akan memberikan
contoh model peran bagi klien
9. Pengenalan tentang pengalaman
9. Gunakan pendekatan yang masa lalu klien menimbulkan
mendukung klien dengan ketidakpercayaan, menimbulkan
mengkomunikasikan keinginan upaya mempertahankan jarak
untuk mengerti (minta klien untuk dengan pemberian pesan yang
membantu Anda, begitu pula samar dan tidak jelas.
sebaliknya). 10. Pengenalan simbol dalam
bicara dan pikiran primitif klien
memampukan perawat untuk
10. Identifikasi lebih mengerti perasaan klien.
komunikasi/bicara klien secara Tanpa pengalaman ini,
simbolik dan primitif komunikasi dapat menjadi tidak
jelas dan tidak terorganisasi,
menunjukkan klien tidak dapat
berfokus dan menerima
kenyataan dengan baik.
11. Catat keyakinan budaya (mis. 11. Sikap budaya perlu
Bicara pada kerabat yang sudah dipertimbangkan untuk
meninggal) yang mungkin mencegah konfusi dengan
diterima sebagai hal normal dalam kondisi patologis.
kerangka pandang klien.
37

c) Diagnosis keperawatan: Harga diri rendah kronis/perubahan penampilan

peran/gangguan identitas pribadi

Kriteria evaluasi yang diharapkan, klien dapat:

 Menunjukkan perasaan diri yang meningkat dan delusi yang menurun

 Menyatakan perasaan bermakna/berharga dan memandang diri mampu serta

dapat diterima secara sosial (oleh diri sendiri dan orang lain)

 Menunjukkan pengarahan diri dengan mengekspresikan kebutuhan dan

keinginan pribadi serta membuat keputusan yang efektif

 Berpartisipasi dalam aktivitas dengan orang lain

Tabel 2.3 Rencana Tindakan Harga Diri Rendah Kronis/Perubahan


Penampilan Peran/Gangguan Identitas Pribadi
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Kaji derajat gangguan konsep diri 1. Mendokumentasikan persepsi
klien diri dan orang lain, tujuan klien,
kehilangan yang bermakna.
2. Sediakan waktu bersama klien; 2. Menyampaikan empati,
dengan penerimaan yang positif penerimaan, dukungan yang
dan menghormati. meningkatkan harga diri klien.
Identitas personal kuat ketika
klien mengenali bersama
perawat dan mengalami
perhatian terapeutik dalam
hubungan perawat-klien.
3. Bantu klien untuk 3. Harga diri diwujudkan dengan
mengungkapkan kekhawatiran/ meningkatkan pengertian pada
perasaan. perasaan. Pengertian dapat
dicapai saat klien mengatakan
secara verbal.
4. Bantu klien mengidentifikasi 4. Perasaan negatif dapat
bagaimana perasaan negatif dapat menimbulkan kecemasan berat
menurunkan harga diri atau kecurigaan.
Kewaspadaan/persepsi tentang
faktor-faktor penyebab dapat
membantu klien mengenali
bagaimana perasaan negatif
menyebabkan penyimpangan.
berlanjut...
38

...lanjutan
Intervensi Rasional
5. Bantu klien untuk mengenali 5. Mendiskusikan aspek positif
karakteristik positif yang terkait harga diri seperti keterampilan
dengan diri klien. sosial, kemampuan bekerja,
pendidikan, penampilan dapat
menguatkan perasaan layak/
mampu klien.
6. Tinjau ulang penampilan 6. Penampilan personal positif
personal dan hal-hal yang klien meningkatkan citra tubuh dan
lakukan untuk meningkatkan respek terhadap diri sendiri.
kebersihan/kerapihan.
7. Anjurkan klien untuk 7. Meningkatkan kemampuan
berpartisipasi dalam program/ untuk hubungan interpersonal.
aktivitas latihan yang tepat Aktivitas yang menggunakan
pancaindra meningkatkan
perasaan diri sendiri. Latihan
fisik memicu sejahtera positif.
8. Kaji kemampuan klien untuk 8. Penggunaan sentuhan yang hati-
mentoleransi penggunaan hati dapat membantu klien
sentuhan menghidupkan kembali batasan
tubuh (jika pengalaman ini bisa
ditoleransi)
9. Beri penguatan positif untuk 9. Umpan balik positif
usaha/kemampuan klien. meningkatkan harga diri,
memberi dorongan, dan
mengembangkan rasa diri
terarah.
10. Tentukan tingkat penampilan 10. Faktor-faktor seperti
peran saat ini dan catat faktor pengetahuan yang tidak adekuat,
penyebab/kontribusi yang konflik peran, perubahan
mempengaruhinya. persepsi peran diri/orang lain dan
perubahan pola tanggung jawab
yang biasa dapat mempengaruhi
kemampuan fisik dan psikologis
klien untuk penampilan peran
yang efektif
11. Bantu klien beradaptasi 11. Tingkat akhir penampilan
terhadap perubahan penampilan klien mungkin dipengaruhi
peran dengan bekerja bersama secara positif oleh sistem
klien/ orang terdekat untuk pendukung yaitu memperhatikan
mengembangkan strategi dan responsif.
menangani gangguan peran dan
meningkatkan koping secara
efektif.

berlanjut...
39

...lanjutan
Intervensi Rasional
12. Bantu klien menyusun tujuan 12. Klien perlu produktif dan
realistik untuk mengatur mendapat keuntungan dari
kehidupan dan melakukan tanggung jawab atas hidupnya
aktivitas sehari-hari sendiri. sendiri dan petunjuk tentang
batasan kemampuannya.
13. Kaji identitas personal saat ini, 13. Mengidentifikasi kebutuhan
dengan pertimbangkan jika klien individu dan intervensi yang
menyatakan keberadaan dirinya. tepat. Ketidakmampuan untuk
Juga pertimbangkan jika klien mengidentifikasi diri
mengekspresikan perasaannya menimbulkan masalah utama
tentang ketidaksiapan bertemu yang dapat mengganggu
dengan orang lain/objek. interaksi seseorang dengan orang
lain.
14. Analisis adanya/keparahan 14. Batasan ego disintegrasi
faktor-faktor yang dapat dapat menyebabkan kelemahan
mengganggu identitas pribadi. perasaan tentang diri. Klien
(mis. Paranoid, afek tumpul) sering mengekspresikan
ketakutan tentang munculnya
faktor-faktor dan karenanya
kehilangan identitas personal.
15. Gunakan keterampilan 15. Perilaku disintegrasi
komunikasi terapeutik untuk menimbulkan faktor-faktor
mendukung pengungkapan tersebut, ekspresi kekhawatiran
perasaan diri klien dan tentang arti/nilai hidup/mati
menemukan hubungannya (mungkin diekspresikan sebagai
dengan arti kehadiran. delusi, halusinasi).Kekhawatiran
ini dapat berpengaruh negatif
terhadap makna dari individu.
Klien dapat menggunakan
keyakinan religius sebagai
pertahanan melawan ketakutan.
16. Permudah pemulangan diri 16. Komunikasi terapeutik
pasien bila hospitalisasi seperti mendengarkan aktif,
dibutuhkan. meringkas, refleksi dapat
mendukung klien menemukan
jalan keluarnya sendiri.

berlanjut...
40

...lanjutan
Intervensi Rasional
Kolaborasi:
1. Lakukan uji yang tepat (mis. 1. Uji ini menunjukkan
Minta klien untuk menggambar pandangan klien, konsep diri
figur diri, Body Image Aberration, klien dan korelasi klien dengan
Physical Anbedonia Scale). berbagai macam variabel.
2. Rujuk klien ke sumber seperti ahli 2. Memberi aktivitas yang
terapi okupasi/ terapi meningkatkan harga diri dan
pergerakan/Outdoor Education pencapaian selama keterlibatan
Program; dan lain-lain dengan program hospitalisasi
parsial. Hospitalisasi parsial
dapat menfasilitasi transisi dari
lingkungan rumah sakit ke
komunitas.
3. Mulai libatkan dalam/rujuk ke 3. Sumber spiritual pola berdoa,
aktivitas religius dan sumber- keimanan atau keanggotaan
sumber yang diharapkan atau dalam kelompok religius yang
yang tepat. Perhatikan terorganisasi dapat
keterlibatan berlebihan terhadap meningkatkan perkembangan
aktivitas religius. sumber koping klien, rasa
diterima/makna diri.
Pendekatan kuat terhadap suatu
ideologi (perasaan religius)
dapat digunakan dalam usaha
mengontrol perasaan ansietas.
41

Selain rencana asuhan keperawatan menurut Doenges, Townsand, dan Moorhouse

(2007), tindakan keperawatan yang dapat dilakukan untuk klien dengan perubahan

proses pikir menurut Sutini dan Yosep (2014) yaitu:

1) Membina hubungan saling percaya dengan klien agar klien merasa aman dan

nyaman saat berinteraksi, tindakan ang harus dilakukan dalam rangka

membina hubungan saling percaya adalah :

 Mengucapkan salam terapeutik.

 Berjabat tangan.

 Menjelaskan tujuan interaksi.

 Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemu.

2) Tindakan mendukung atau membantah waham pasien, tetapi klien perlu

dikembalikan pada realita bahwa apa-apa yang dia kemukakan tidak berdasar

fakta dan konfrontasi dari lingkungannya hal ini sebagai bergaining position

agar klien terbiasa berbeda pendapat dan menimbang mana yang baik dan

tidak baik. Konfrontasi dilakukan dengan kontrak waktu yang jelas bahwa

perawat akan mngemukakan pendapat yang berbeda dengan klien. Jelaskan

pada klien konsekuensi dari perkataan dan perbuatannya sesuai dengan

keyakinan keagamaan klien.

3) Yakinkan bahwa klien berada dalam keadaan aman.

4) Observasi pengaruh waham terahadap aktivitas sehari-hari, personal hygiene,

kebutuhan tidur, makan, interaksi sosial, dan sebagainya.

5) Diskusikan kebutuhan psikologis/emosional yang tidak terpenuhi sehingga

menimbulkan kecemasan, rasa takut dan marah.


42

6) Berikan pujian bila penampilan dan orientasi klien sesuai dengan realitas

serta bila klien mampu memperlihatkan kemampuan positifnya.

7) Diskusikan dengan klien kemampuan realistis yang dimilikinya pada saat

yang lalu dan saat ini.

8) Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuan yang

dimilikinya.

9) Libatkan dalam kegiatan sehari-hari di rumah sakit serta tingkatkan aktivitas

yang dapat memenuhi kebutuhan fisik dan emosional klien misalnya

menggambar, menyanyi, membuat puisi, occupational therapy, terapi religius,

dan sebagainya.

10) Lakukan kontrak dengan klien untuk berbicara dalam konteks realitas seperti

cara-cara mengisi waktu, cara meningkatkan keterampilan yang

mendatangkan uang, cara belajar menjahit, menjaga kebersihan, dan

sebagainya.

11) Jelaskan pada klien tentang program pengobatannya (manfaat, dosis obat,

jenis, dan efek samping obat yang diminum serta cara meminum obat yang

benar).

12) Libatkan dan diskusikan dengan keluarga tentang waham yang dialami klien,

cara merawat klien dengan waham di rumah, follow up dan keteraturan

pengobatan serta lingkungan yang tepat untuk klien.


43

Rencana tindakan keperawatan untuk klien dengan perubahan proses pikir:

waham juga dapat dibuat dalam bentuk Strategi Pelaksanaan (SP) (Damaiyanti

dan Iskandar, 2014):

Tabel 2.4 Rencana Tindakan Keperawatan Perubahan Proses Pikir: Waham dalam
Bentuk Strategi Pelaksanaan
Klien Keluarga
SP1P SP1K
1. Membantu orientasi realita 1. Mendiskusikan masalah yang
dirasakan keluarga dalam merawat
pasien
2. Mendiskusikan kebutuhan yang 2. Menjelaskan pengertian, tanda dan
tidak terpenuhi gejala waham, dan jenis waham
yang dialami pasien beserta proses
terjadinya.
3. Menjelaskan cara-cara merawat
3. Membantu pasien memenuhi pasien.
kebutuhannya
4. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
SP2P SP2K
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan 1. Melatih keluarga mempraktikkan
harian pasien cara merawat pasien dengan
waham
2. Melatih keluarga mempraktikkan
2. Berdiskusi tentang kemampuan yang cara merawat langsung kepada
dimiliki pasien waham

3. Melatih kemampuan yang dimiliki


SP3P SP3K
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan 1. Membantu keluarga membuat
harian pasien jadwal aktivitas di rumah termasuk
minum obat (discharge planning)
2. Menjelaskan follow up pasien
2. Memberikan pendidikan kesehatan setelah pulang
tentang penggunaan obat secara
teratur
3. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam kegiatan harian
44

2.3.4 Implementasi

Pelaksanaan tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan

keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang telah

direncanakan, perawat perlu memvalidasi apakah rencana tindakan keperawatan

masih dibutuhkan dan sesuai dengan kondisi klien saat ini (Kusumawati dan

Hartono, 2012).

2.3.5 Evaluasi

Evaluasi merupakan proses yang berkelanjutan dan akan terus menerus

untuk menilai efek dari tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi

dalam asuhan keperawatan dibagi menjadi dua yaitu evaluasi secara formatif

(dilakukan setiapselesai melakukan tindakan keperawatan) dan sumatif (dilakukan

dengan cara membandingkan respon klien dengan tujuan yang ditentukan).

Evaluasi dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan pada klien dengan

masalah keperawatan perubahan proses pikir: waham menurut Kusumawati dan

Hartono (2012) adalah:

a) Klien mampu:

 Mengungkapkan keyakinannya sesuai dengan kenyataan

 Berkomunikasi sesuai kenyataan

 Mengonsumsi obat dengan benar dan patuh

b) Keluarga mampu:

 Membantu klien mengungkapkan keyakinannya sesuai dengan kenyataan


 Membantu klien melakukan kegiatan-kegiatan sesuai dengan kemampuan

dan kebutuhan klien

 Membantu klien mengonsumsi obat dengan benar dan patuh

Anda mungkin juga menyukai