Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN KASUS PADA An.

N DENGAN
DIAGNOSA DSS (DENGUE SYOK SYNDROME)
DI RUANG ICU RS MUHAMMADIYAH METRO

DISUSUN OLEH :
ANDIKA RAMADHANI
CAHYANAULI HARAHAP
DEA AMANDA
DESI MAIDA SARI
KRISNA AJI SEPTIA
NUR ANISA RAHMI
NOPAN AGUS SETIAWAN
ROSAL NINA
SISKA WAHYU DAMAYANTI

PROGRAM STUDY PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU
TAHUN 2021/2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara tropis dengan Suhu, curah hujan
dan kelembaban relatif dianggap sebagai faktor iklim penting yang
berkontribusi terhadap pertumbuhan dan penyebaran vektor nyamuk dan
potensi wabah demam berdarah. Faktor iklim menyebabkan Demam Berdarah
Dengue masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dunia terutama di
wilayah tropis dan subtropis yang ditunjukan dengan Angka kejadian DBD di
dunia yang meningkat (Rou, Komaria & Pitriani, 2019).
World Health Organization (WHO) menyatakan pada tahun 2010
jumlah kejadian DBD mencapai angka 2.4 juta kejadian kemudian meningkat
menjadi 4.2 juta kejadian pada tahun 2019. Indonesia menduduki peringkat
ke-2 penderita DBD setelah Brazil. Bahkan, sejak awal Januari 2019, laporan
kasus DBD yang masuk ke Kementerian Kesehatan terus bertambah hingga
mencapai 13.683 kasus di seluruh Indonesia (Ningsih, Jumakil & Kohali,
2020). Kejadian DBD di Provinsi Lampung pada tahun 2019 mencapai angka
5.592 kasus dengan angka kematian akibat DBD sebanyak 17 kematian dan
sepanjang Januari-Februari 2020 mencapai 1.408 kasus dengan angka
kematian akibat DBD mencapai 10 orang (Dinas Kesehatan Provinsi
Lampung 2020, dalam Karvino 2020).
Penyebaran dan tinggi rendahnya angka kesakitan demam berdarah
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya tinggi rendahnya populasi
vektor, virulensi virus, imunitas penduduk, kepadatan penduduk, mobilitas
penderita dan kemampuan virus memperbanyak diri dalam tubuh nyamuk
serta perilaku manusia yang dapat memberi peluang tempat
perkembangbiakan nyamuk (Yunita, dkk., 2012) Kejadian DBD juga erat
kaitannya dengan sanitasi lingkungan yang menyebabkan tersedianya tempat-
tempat perkembangbiakan vektor nyamuk Aedes aegypti (Arsyad, 2020).
Dengue syok syndrome (DSS) merupakan salah satu bentuk klinis
demam berdarah yang paling berbahaya dan mematikan. Jika seseorang
terinfeksi demam berdarah, maka dapat muncul berbagai bentuk (spectrum)
klinis demam berdarah dari yang ringan sampai dengan berat. DSS merupakan
suatu kondisi yang harus ditangani dengan cepat dan tepat karena perburukan
bisa terjadi dengan sangat cepat. Biasanya terjadi pada demam hari ke 3-6.
Pasien umumnya juga harus dirawat di unit rawat intensif
(ICU/PICU/NICU/HCU).

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui Pengertian DSS
2. Untuk mengetahui Etiologi DSS
3. Untuk mengetahui Patofisiologi DSS
4. Untuk mengetahui Tanda dan gejala DSS
5. Untuk mengetahui Komplikasi DSS
6. Untuk mengetahui Pemeriksaan penunjang DSS
7. Untuk mengetahui Penatalaksaan medis dan keperawatan DSS
8. Untuk melaksanakan Asuhan Keperawatan DSS
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian

Demam berdarah dengue/DBD ( Dengue haemorragic fever/DHF )


adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi
klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopenia,
ruam, limfadenopati, trombositopenia, dan ditesis hemoragik. Pada DBD
terjadi perembesan plasma yang di tandai dengan hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh.
Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrom) adalah demam berdarah
dengue yang di tandai oleh renjatan/syok ( Sudoyo Aru, dkk, 2019).

Menurut World Health Organization (WHO), demam berdarah


dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh gigitan nyamuk
Aedes yang terinfeksi salah satu dari empat tipe virus dengue dengan
manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai
leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diathesis
hemoragik. Pada demam berdarah dengue terjadi perembesan plasma yang
ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau
penumpukan cairan di rongga tubuh. Penanganan kasus DHF/BDB yang
yang terlambat akan menyebabkan Dengue Syok Sindrom (DSS) yang
menyebabkan kematian. Hal tersebut disebabkan karena penderita
mengalami defisit volume cairan akibat dari meningkatnya permeabilitas
kapiler pembuluh darah sehingga penderita mengalami syok hipovolemik
dan akhirnya meninggal (Ngastiyah, 2010).

B. Etilogi
Virus dengue, termasuk genus Flavivirus, keluarga flaviridae. Terdapat 4
serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Keempatnya
ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 serotype terbanyak. Infeksi salah
satu serotype akan menimbukan antibody terhadap serotype yang
bersangkutan sedangkan antibody yang terbentuk teehadap serotype lain
sangat kurang sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang
memadai terhadap serotype lain tersebut seseorang yang tinggal didaerah
endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya.
Keempat serotype virus dapat ditemukan di berbagi dearah di Indonesia
(Sudoyo,dkk 2009).

C. Patofisiologi
Patofisiologi yang utama pada dengue shock syndrome ialah reaksi
antigen-antibodi dalam sirkulasi yang mengakibatkan aktifnya system
komplemen C3 dan C5 yang melepaskan C3a dan C5a dimana 2 peptida
tersebut sebagai histamine tubuh yang merupakan mediator kuat terjadinya
peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah yang mendadak
sebagai akiba terjadinya perembesan plasma dan elektrolit melalui endotel
dinding pembuluh darah dan masuk ke dalam ruang interstitial sehingga
menyebabkan hipotensi,peningkatan hemokonsentrasi hipoproteinemia
dan efusi cairan pada rongga serosa.

Pada penderita dengan renjatan/shock berat maka volume plasma


dapat berkurang sampai kurang lebih 30% dan berlangsung selama 24 – 48
jam. Renjatan hipovolemia ini bila tidak ditangani segera akan berakibat
anoksiajaringan,asidosis metabolic sehingga terjadi pergeseran ion
kalsium dari intraseluler ke extraseluler. Mekanisme ini diikuti oleh
penurunan kontraksi otot jantung dan venous pooling sehingga
lebihmemperberat kondisi renjatan/shock. Selain itu kematian penderita
DSS ialah perdarahan hebat saluran pencernaan yang biasanya timbul
setelah renjatan berlangsung lama dan tidak diatasi secara adekuat
Terjadinya perdarahan ini disebabkan oleh :
- Trombositopenia hebat,dimana trombosit mulai menurun pada masa
demam dan mencapai nilai terendah pada masa renjatan.
- Gangguan fungsi trombosit
- Kelainan system koagulasi,masa tromboplastin partial, masa
protrombin memanjang sedangkan sebagian besar penderita
didapatkan masa thrombin normal,beberapa factor pembekuan
menurun termasuk factor,V,VII,IX,X,dan fibrinogen.
- DIC /Desiminata Intravakuler Coagulasi
Pada masa dini DBD peranan DIC tidak terlalu menonjol
dibandingkan dengan perembesan plasma,namun apabila penyakit
memburuk sehingga terjadi renjatan dan asidosis metabolic maka
renjatan akan mempercepat kejadian DIC sehingga peranannya akan
menonjol. Renjatan dan DIC salig mempengaruhi sehingga kejadian
renjatan yang irreversible yang disertai
perdarahan hebat disemua organ vital dan berakhir dengan kematian.

D. Tanda dan Gejala


1. Demam Dengue
Merupakan penyakit demam akut selama 2 – 7 hari, di tandai dengan
dua atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut :

a. Nyeri kepala
b. Nyeri retro-orbital
c. Mialgia/artralgia
d. Ruam kulit
e. Manifestasi perdarahan (Petekie atau uji bendung positif)
f. Leukopenia
g. Pemeriksaan serologi dengue positif; atau ditemukan demam
dengue/demam berdarah dengue yang sudah di konfirmasi pada
lokasi dan waktu yang sama
2. Demam Berdarah Dengue
Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD di tegakkan bila
semua hal dibawah ini di penuhi :
a. Demam atau riwayat demam akut antara 2 – 7 hari, biasanya
tidak bersifat bifasik
b. Manifestasi perdarahan yang biasanya berupa :
- Uji torniquet positif
- Petekie, ekimosis atau purpura
- Perdarahan mukosa (epistaksis, perdarahan gusi), saluran
cerna, tempat bekas suntikan
- Hematemesis dan melena
c. Trombositopenia <100.000/ul
d. Kebocoran plasma yang di tandai dengan :
- Peningkatan nilai hematokrit ≤ 20 % dari nilai baku sesuai
umur dan jenis kelamin
- Penurunan nilai hematokrit ≥ 20 % setelah pemberian cairan
yang adekuat
e. Tanda kebocoran plasma seperti : hipoproteinemi, asites, efusi
pleura

3. Sindrom Syok Dengue


Seluruh kriteria DBD diatas di sertai dengan tanda kegagalan sirkulasi
yaitu :
a. Penurunan kesadaran, gelisah
b. Nadi cepat, lemah
c. Hipotensi
d. Tekanan darah turun ≤ 20 mmHg
e. Perfusi perifer menurun
f. Kulit dingin-lembab

E. Komplikasi
1. Perdarahan masif
2. Kegagalan pernafasan karena edema paru dan kolaps paru
3. Ensefalopati dengue
4. Kegagalan jantung

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Trombositopenia ( < 100.000/mm³)
2. HB dan PVC meningkat (20%)
3. Leukopeni (mungkin normal atau leukositosis)
4. Isolasi virus
5. Serologi ( Uji H ) : respon antibodi sekunder
6. Pada renjatan yang berat, periksa : HB, PVC berulang kali (setiap jam
atau 4-6 jam apabila sudah menunjukkan tanda perbaikan), Faal
hemostasis, foto rontgen dada, EKG, BUN, creatinine serum

G. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan


Penatalaksanaan Medis

Pada penderita dewasa :


1. Cairan :
 Infus NaCl 0,9 % / Dextrose 5 % atau Ringer Laktat
 Plasma expander, apabila shock sulit diatasi.
 Pemberian cairan ini dipertahankan minimal 12 – 24 jam
maksimal 48 jam setelah shock teratasi.
 Perlu observasi ketat akan kemungkinan oedema paru dan
gagal jantung, serta terjadinya shock ulang.
2. Tranfusi darah segar pada penderita dengan perdarahan masif.
3. Obat :
 Antibiotika : diberikan pada penderita shock membangkang
dan/ atau dengan gejala sepsis
 Kortikosteroid : pemberiannya controversial Hati-hati pada
penderita dengan gastritis.
 Heparin : diberikan pada penderita dengan DIC Dosis 100
mg/kg BB setiap 6 jam i.v.
Pada penderita DSS (DBD Grade III dan IV) anak-anak
1. Cairan Cairan yang diberikan bisa berupa :
 Kristaloid :
• Ringer Laktat
• 5 % Dextrose di dalam larutan Ringer Laktat
• 5 % Dextrose di dalam larutan Ringer asetat
• 5 % Dextrose di dalam larutan setengah normal garam faali,
dan
• 5 % Dextrose di dalam larutan normal garam faali.
 Koloidal :
• Plasma expander dengan berat molekul rendah (Dextran
40)
 Plasma
1. RL / D 5 % dalam RL / D 5 % dalam Ringer Asetat /
larutan normal garam faali ----> diberikan 10 –20 ml/kg
BB/ 1 jam.
2. Pada kasus yang berat (grade IV) dapat diberikan bolus 10
ml/kg BB (1 x atau 2 x).
3. Jika renjatan berlangsung terus (HCT tinggi) diberikan
larutan koloidal (Dextran atau Plasma) sejumlah 10 – 20
ml/kg BB/ 1 jam.
2. Tranfusi darah
Diberikan pada :
 Kasus dengan renjatan yang sangat berat atau renjatan yang
berkelanjutan.
 Gejala perdarahan yang nyata, misal : hematemesis dan
melena.
 Pemberian darah dapat diulang sesuai dengan jumlah yang
dikeluarkan.
Jika jumlah thrombocyte menunjukkan kecenderungan
menurun
3. Obat – obatan
 Antipiretika : yang diberikan sebaiknya Parasetamol
(mencegah timbulnya Efek samping pedarahan dan asidosis)
 Obat penenang : diberikan pada kasus yang sangat gelisah.
Dapat diberikan Valium 0,3 – 0,5 mg/kgBB/kali (bila tidak
terjadi gangguan system pernapasan) atau Largactil 1
mg/kgBB/kali.
 Bila penderita kejang dapat diberikan kombinasi Valium (0,3
mg/kgBB) i.v. dan diikuti Dilantin (2 mg/kgBB/jam 3 kali
sehari).
 Kortikosteroid Penggunaannya masih controversial pada
pengobatan DSS Bisa diberikan dengan dosis :
- Hidrokortison 6 – 8 mg/kgBB/ 6 – 8 jam i.v.
- Methyl prednisolon 30 mg/kgBB/hari i.v.
- Dexamethazon 1 – 2 mg/kgBB sebagai dosis awal,
kemudian 1 mg/kgBB/hari i.v.
 Dopamine
4. Oksigen
Penatalaksanaan Keperawatan

1. Pasien istirahat total


2. Posisi semi fowler
3. Berikan O2
4. Pantau tanda-tanda vital
5. Observasi TTV
6. Anjurkan pasien untuk memenuhi cairannya (minum)

H. Asuhan Keperawatan
1. Identitas Klien.
Nama, umur (Secara eksklusif, DHF paling sering menyerang anak –
anak dengan usia kurang dari 15 tahun. Endemis di daerah tropis Asia,
dan terutama terjadi pada saat  musim hujan, jenis kelamin, alamat,
pendidikan, pekerjaan.
2. Keluhan Utama.
Panas atau demam.
3. Pengkajian Primer
 Airway ( Jalan Nafas )
Apakah ada sumbatan pada jalan nafas, seperti : benda asing,
darah, lidah yang jatuh, sekret/lendir
 Breathing ( Pernafasan )
Apakah klien mengalami sesak nafas, apakah menggunakan otot-
otot bantu nafas, Frekuensi pernafasan, irama, kedalaman, bunyi
nafas
 Circulation ( Sirkulasi )
Frekuensi nadi, irama nadi ( teratur/tidak teratur, kuat/lemah),
tekanan darah, akral pada ekstremitas, capilary refill. Suhu tubuh,
turgor kulit.
 Disability ( Tingkat Kesadaran )
Nilai GCS, reflek pupil dan reflek cahaya,riwayat kejang dan
kelemahan pada ekstremitas atas atau bawah
 Expose, Examine dan Evaluate
Menanggalkan pakaian pasien, perhatikan tanda-tanda perdarahan
di bawah kulit ( petekie, ekimosis, purpura ). Yang perlu
diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan pada pasien adalah
mengekspos pasien hanya selama pemeriksaan eksternal. Setelah
semua pemeriksaan telah selesai dilakukan, tutup pasien dengan
selimut hangat dan jaga privasi pasien, kecuali jika diperlukan
pemeriksaan ulang (Thygerson, 2011).
4. Pengkajian Sekunder

1. Riwayat Kesehatan.
a.    Riwayat penyakit sekarang.
Ditemukan adanya keluhan panas mendadak yang disertai
menggigil dengan kesadaran kompos mentis. Turunnya
panas terjadi antara hari ke 3 dan ke 7 dan keadaan anak
semakin lemah. Kadang disertai keluhan batuk pilek, nyeri
telan, mual, diare/konstipasi, sakit kepala, nyeri otot, serta
adanya manifestasi pendarahan pada kulit
b.    Riwayat penyakit yang pernah diderita.
Penyakit apa saja yang pernah diderita klien, apa pernah
mengalami serangan ulang DHF.
c.     Riwayat imunisasi.
Apabila mempunyai kekebalan yang baik, maka
kemungkinan akan timbulnya komplikasi dapat
dihindarkan.
d.   Riwayat gizi.
Status gizi yang menderita DHF dapat bervariasi, dengan
status gizi yang baik maupun buruk dapat beresiko, apabila
terdapat faktor predisposisinya. Pasien yang menderita DHF
sering mengalami keluhan mual, muntah, dan nafsu makan
menurun. Apabila kondisi ini berlanjut dan tidak disertai
dengan pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka akan
mengalami penurunan berat badan sehingga status gizinya
menjadi kurang.
e.    Kondisi lingkungan.
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan
lingkungan yang kurang bersih ( seperti air yang
menggenang dan gantungan baju dikamar ).

5. Acitvity Daily Life (ADL)


1)      Nutrisi : Mual, muntah, anoreksia, sakit saat menelan.
2)      Aktivitas  : Nyeri pada anggota badan, punggung sendi, kepala,
ulu hati, pegal-pegal pada seluruh tubuh, menurunnya aktivitas
sehari-hari.
3)      Istirahat, tidur : Dapat terganggu karena panas, sakit kepala
dan nyeri.
4)      Eliminasi : Diare / konstipasi, melena, oligouria sampai anuria.
5)  Personal hygiene : Meningkatnya ketergantungan kebutuhan
perawatan diri.
6. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi, adalah pengamatan secara seksama terhadap status
kesehatan klien (inspeksi adanya lesi pada kulit). Perkusi, adalah
pemeriksaan fisik dengan jalan mengetukkan jari tengah ke jari
tengah lainnya untuk mengetahui normal atau tidaknya suatu organ
tubuh. Palpasi, adalah jenis pemeriksaan fisik dengan meraba klien.
Auskultasi, adalah dengan cara mendengarkan menggunakan
stetoskop (auskultasi dinding abdomen untuk mengetahu bising
usus).
Adapun pemeriksaan fisik pada anak DHF diperoleh hasil sebagai
berikut:
a.    Keadaan umum :
Berdasarkan tingkatan (grade) DHF keadaan umum adalah
sebagai berikut :
1)      Grade I : Kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah,
tanda – tanda vital dan nadi lemah.
2)      Grade II : Kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah,
ada perdarahan spontan petekia, perdarahan gusi dan
telinga, serta nadi lemah, kecil, dan tidak teratur.
3)      Grade III : Keadaan umum lemah, kesadaran apatis,
somnolen, nadi lemah, kecil, dan tidak teratur serta tensi
menurun.
4)      Grade IV : Kesadaran koma, tanda – tanda vital : nadi tidak
teraba, tensi tidak terukur, pernapasan tidak teratur,
ekstremitas dingin berkeringat dan kulit tampak sianosis.
b.   Kepala dan leher.
1)     Wajah : Kemerahan pada muka, pembengkakan sekitar
mata, lakrimasi dan fotobia, pergerakan bola mata nyeri.
2)      Mulut  : Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor,
(kadang- kadang) sianosis.
3)      Hidung   : Epitaksis
4)      Tenggorokan  : Hiperemia
5)      Leher  : Terjadi pembesaran kelenjar limfe pada sudut atas
rahang daerah servikal posterior.
c.   Dada (Thorax).
Nyeri tekan epigastrik, nafas dangkal.
Pada Stadium IV :
Palpasi  : Vocal – fremitus kurang bergetar.
Perkusi  : Suara paru pekak.
Auskultasi : Didapatkan suara nafas vesikuler yang lemah.
d.    Abdomen (Perut).
Palpasi : Terjadi pembesaran hati dan limfe, pada keadaan
dehidrasi turgor kulit dapat menurun, suffiing
dulness, balote ment point (Stadium IV).
e.   Anus dan genetalia.
Eliminasi alvi  : Diare, konstipasi, melena.
Eliminasi uri  : Dapat terjadi oligouria sampai anuria.
f.    Ekstrimitas atas dan bawah.
Stadium I           : Ekstremitas atas nampak petekie akibat RL
test.
Stadium II – III : Terdapat petekie dan ekimose di kedua
ekstrimitas.
Stadium IV  : Ekstrimitas dingin, berkeringat dan sianosis pada
jari tangan dan kaki.
7. Pemeriksaan Laboratorium.
Pada pemeriksaan darah klien DHF akan dijumpai :
a.         Hb dan PCV meningkat ( ≥20%).
b.        Trambositopenia (≤100.000/ml).
c.         Leukopenia.
d.        Ig.D. dengue positif.
e.     Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan :
hipoproteinemia, hipokloremia, dan hiponatremia.
f.         Urium dan Ph darah mungkin meningkat.
g.        Asidosis metabolic : Pco2<35-40 mmHg.
h.        SGOT/SGPT mungkin meningkat.

Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas b.d jalan nafas terganggu akibat
spasme otot-otot pernafasan, nyeri, hipoventilasi
2. Hipertermia b.d proses infeksi virus dengue
3. Defisit Volume Cairan b.d intake yang tidak adekuat

Intervensi
NO. DIAGNOSA NOC NIC
1 Ketidakefektifan NOC : NIC :
-respiratory status : AIRWAY MANAGEMENT
pola nafas b.d
ventilation  Buka jalan nafas menggunkan
jalan nafas - respiratory status : teknik chin lift, atau jaw
airway paten trusth bila perlu
terganggu akibat
-vital sign status  Posisiskan pasien untuk
spasme otot-otot Krireria hasil memaksimalkan ventilasi
-mendemonstrasikan  Identifikasi pasien perlunya
pernafasan,
batuk efektif dan suara pemasangan alat jalan
nyeri, nafas yang bersih tidak nafas buatan
ada sianosis dan  Pasang mayo bila perlu
hipoventilasi
dyspnea (mampu  Lakukan fisioterapy dada
mebngeluarkan bila perlu
sputum,mampu bernafas  Keluarkan secret dengan
dengan mudah,tidak ada
 batuk atau suction
pursed lips)
 Auskultasi suara nafas
-menunjukan jalan nafas
catat jika ada suara
yang paten ( klien tidak
nafas tambahan
merasa trcekik,irama
nafas,frekuensi  Lakukan suction pada mayo
npernafasan dalam  Beriukan bronkodilator
rentang normal ,tidak bila perlu
ada suara nafas  Berikan pelembab udara
abnormal) kasa basah NacL
-ttv dalam rentanaga  Atur intake untuk cairan
anormal (TD,N.RR) mengoptimalkan
keseimbangan
 Monitor respirasi
dan cairan O2

OXYGEN TERAPY
 Bersihkan mulut hidung
dan trakea
 Pertahanakan jalan nafas
yang paten
 Atur peralatan oxygen
 Monitor aliran oxygen
 Pertahankan posisi pasien
 Observasi adanya tanda tanda
hipoventilasi
 Monitor adanya kecemasan
pasien terhadap oksigenasi

VITAL SIGN MONITORING


 Monitor TD,N,RR
 Catat adanya fluktuasi TD
 Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk atau berdiri
 Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
 Monitor TD, RR, S, N
Sebelum dan sesudah aktivitas
 Monitor kualitas dari nadi
 Monitor irama dan
frekuensi pernafasan
 Monitor suara paru
 Monitor suara nafas
abnormal
 Monitor suhu, warna
dan kelembaban kulit
 Monitor sianosi perifer
 Monitor adanya crushting
tried (TD yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)
 Identifikasi penyebab
dari perubahan vital sign.
2. Hipertermia b.d NOC : NIC :
Thermoregulation Fever treatment
proses infeksi
Kriteria Hasil :  Monitor suhu sesering mungkin
virus dengue  Suhu tubuh dalam  Monitor IWL
rentang normal  Monitor warna dan suhu kulit
 Nadi dan RR dalam  Monitor tekanan darah, nadi dan RR
rentang normal  Monitor penurunan tingkat kesadaran
 Tidak ada perubahan  Monitor WBC, Hb, dan Hct
warna kulit dan
tidak ada pusing  Monitor intake dan output
 Berikan anti piretik
 Berikan pengobatan untuk
mengatasi penyebab demam
 Selimuti pasien
 Kolaborasipemberian cairan intravena
 Kompres pasien pada lipat paha dan aksila
 Tingkatkan sirkulasi udara
 Berikan pengobatan untuk
mencegah terjadinya menggigil

Temperature regulation
 Monitor suhu minimal tiap 2 jam
 Rencanakan monitoring suhu
secara kontinyu
 Monitor TD, nadi, dan RR
 Monitor warna dan suhu kulit
 Monitor tanda-tanda hipertermi
dan hipotermi
 Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
 Selimuti pasien untuk mencegah
hilangnya kehangatan tubuh
 Ajarkan pada pasien cara
mencegah keletihan akibat panas
 Diskusikan tentang pentingnya
pengaturan suhu dan kemungkinan
efek negatif dari kedinginan
 Beritahukan tentang indikasi
terjadinya keletihan dan
penanganan emergency yang
diperlukan
 Ajarkan indikasi dari hipotermi
dan penanganan yang diperlukan
 Berikan anti piretik jika perlu

Vital sign Monitoring


 Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
 Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
 Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau berdiri
 Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
 Monitor TD, nadi, RR, sebelum,
selama, dan setelah aktivitas
 Monitor kualitas dari nadi
 Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
 Monitor suara paru
 Monitor pola pernapasan
abnormal
 Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)
 Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign
3. Defisit Volume NOC: NIC :
Cairan  Fluid balance Fluid management
 Hydration
 Nutritional Status :  Timbang popok/pembalut
Food and Fluid Intake jika diperlukan
 Pertahankan catatan intake
Kriteria Hasil : dan output yang akurat
 Mempertahankan  Monitor status hidrasi
urine output sesuai (kelembaban membran
dengan usia dan BB, mukosa, nadi adekuat,
BJ urine normal, HT tekanan darah ortostatik ),
normal jika diperlukan
 Tekanan darah, nadi,  Monitor hasil lab yang
suhu tubuh dalam sesuai dengan retensi cairan
batas normal (BUN , Hmt , osmolalitas urin  )
 Tidak ada tanda  Monitor vital sign
tanda dehidrasi,  Monitor masukan makanan /
Elastisitas turgor cairan dan hitung intake
kulit baik, membran kalori harian
mukosa lembab,  Kolaborasi pemberian cairan IV
tidak ada rasa haus  Monitor status nutrisi
yang berlebihan  Berikan cairan
 Berikan diuretik sesuai interuksi
 Berikan cairan IV pada
suhu ruangan
 Dorong masukan oral
 Berikan penggantian
nesogatrik sesuai output
 Dorong keluarga untuk
membantu pasien makan
 Tawarkan snack ( jus buah,
buah segar )
 Kolaborasi dokter jika
tanda cairan berlebih
muncul memburuk
 Atur kemungkinan tranfusi
 Persiapan transfusi

BAB III
TINJAUAN KASUS

I.
1. PENGKAJIAN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : An.N
No. Rm : 180356
Agama : Islam
Umur :15th
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat Rumah : Metro Utara
Status : Pelajar
BB : 42 kg
Tgl. Masuk RS : 13-10-2021
Diagnosa Medis : Dengue Syok Syndrom (DSS)

B. ALASAN DIRAWAT DI ICU/HCU/ICCU


Klien diantar keluarganya ke IGD RSUM Metro pada pukul 06.30
dengan keluhan nyeri perut sejak kurang lebih 2 hari yang lalu,
nyeri dirasakan terutama pada bagian ulu hati, mual dan muntah
dengan frekuensi 3x, demam sejak 3 hari yang lalu, pada saat
pengkajian didapatkan TTV TD: 120/79 mmHg, N: 119x/menit, S:
37oC, RR: 25x/menit.

C. PENGKAJIAN
a) Pengkajian Primer
1. Airway
Pasien tidak mengalami sumbatan jalan nafas, tida ada batuk,
tidak ada stridor, tidak ada snoring
2. Breathing
Pasien mengalami sesak, frekuensi pernafasan 25x /menit,
pasien terpasang Oksigen nasal kanul dengan 4 ltr, napas
klien dangkal, cuping hidung (-).
3. Circulation
Nadi teraba kuat N: 119 x/menit, tekanan darah 120/79
mmHg, ekstremitas teraba dingin
4. Disability
Reaksi pupil (+) saat terkena cahaya dengan nilai GCS : 15
E : 4 V: 5 M : 6

b) Pengkajian Sekunder
Keluhan Utama : Pasien mengatakan nyeri perut, sesek sudah
2 hari yang lalu, nyeri ulu hati (+) mual, muntah sebanyak 3
kali , pasien merasa pusing. pasien mengatakan lemas , tidak
ada alergi obat maupun makanan, tidak ada penyakit lain
1. Kardiovaskuler
Tekanan darah 120/79 mmHg, nadi 119x/menit, irama
tidak teratur, denyut kuat, ekstremitas hangat, bunyi
jantung normal
2. Pernafasan
Klien sesak nafas, menggunakan otot bantu pernafasan,
frekuensi pernapasan 28x /menit, irama tidak teratur,
kedalaman dangkal, tidak terdapat bunyi tambahan,
terpasang oksigen nasal kanul 2L/menit, SPO2 91%
3. Neurologis dan Sensori

GCS : 15 (E 4 V 5 M 6) tidak terdapat peningkatan


intracranial, tidak ada gangguan neurologis, tidak ada
gangguan pada refleks, motoric halus dapat
memindahkan benda dari tangan satu ketangan lainnya

4. Gastriintestinal
Saat dilakukan pengkajian klien mengatakan merasa
mual, nafsu makan menurun hanya menghabiskan 3-4
sendok akan saat pemberian jam makan, pada abdomen
tidak terdapat kemerahan atau ruam, bising usus
12x/menit, tidak adanya kembung, abdomen simetris.
5. Nutrisi
Klien makan 3x sehari dengan porsi sedikit nafsu makan
berkurang dengan makan lauk nasi dan sayur klien tidak
memiliki alergi ataupun makanan yang tidak
disukai,memiliki kebiasaan makan sebelum dan sesudah
yaitu membaca doa mencuci tangan dan minum. BB saat
sakit 42 Kg, saat sakit 40 Kg
6. Cairan
Cairan yang masuk yaitu infus 1000 cc, minum 350 cc,
dan cairan yang keluar yaitu urine 350 cc, muntah 100 cc

Parentral : - Infus : 1000 cc

Enteral :- minum : 250cc

Total intake : 1250

Output
Urin : 650 cc
muntah : 100 cc
Iwl : (30-14) x 42 kg =672
Total output : 1422
Balance cairan : 1250-1422= -172 cc

7. Musculoskeletal
Pasien mengalami nyeri otot hilang timbul, merasa lemas
dan terbaring ditempat tidur, aktivitas dibantu keluarga,
tidak ada tanda-tanda radang pada sendi, tidak
menggunakan alat bantu, tidak memiliki kelainan bentuk
tulang
8. Genitourinaria
Tidak terdapat distensi kandung kemih, tidak adanya
nyeri tekan, menggunakan kateter urine.
9. Integumen
Keadaan kulit pasien bersih, tidak ada lesi maupun
kemerahan, warna kulit sawo matang, kekuatan rambut
baik, keadaann kuku pendek dengan warna kemerahan
10. Endokrin
Nafas klien tidak berbau keton, tidak ada tremor, tidak
ada luka, tidak ada pembesaran kelenjar tyroid
11. Psikososial
Pasien dapat berkomunikasi dengan baik, pasien tampak
cemas, klien sadar dirinya sedang sakit dan dirawat di
RS, klien mengatakan ingin cepat sembuh dan segera
pulang, klien sering memanggil ibunya
12. Istirahat Tidur
Klien tidur kurang lebih 8 jam perhari, klien terkadang
sulit untuk memulai tidur, klien tidak mengkonsumsi
obat tidur
D. Pemeriksaan Penunjang

Parameter Hasil Nilai Rujukan


HB 17,4 13,2 – 17,3
Leukosit 4.000 3.800 - 10.600
Eritrosit 5,72 4,4 – 5,9
Hematokrit 48 40 – 52
Trombosit 44.000 150.000 – 440.000
MCV 84 80 – 100
MCH 30 26 – 34
MCHC 36 32 – 36
RDWC-CV 14 96
RDW- SD 46
Hitung Jenis
Basofil 0 0–1
Fosofil 0 2–4
Batang 0 3–5
Segmen 60 50 – 70
Limfosit 22 25 – 40
Monosit 12 2–8
Gula Darah Sewaktu 150 <200
Jenis pemeriksaan
dangue igG & Igm
IgG Reaktif NON REAKTIF
IgM Reaktif NON REAKTIF

E. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan


 Penatalaksanaan Medis

Obat Dosis Waktu Cara


Pemberian
IVFD D5 ½ NS 16 Tpm /24 jam IV
Ondansentron 1 amp /8 jam IV
Ceftriaxone 1 gr /12 jam IV
Gentamicin 80 gr /12 jam 1V

 Penatalaksanaan Keperawatan
 Pasien istirahat total
 Posisi semi fowler
 Berikan O2
 Pantau tanda-tanda vital
 Observasi TTV
 Anjurkan pasien untuk memenuhi cairannya (minum)

E. ANALISA DATA

No DATA MASALAH ETIOLOGI


1 Ds : Pola nafas tidak efektif Hiperventilasi
- Pasien mengeluh
sesak
- Pasien mengatakan
lemas
Do :
- Tampak sesak
- Respirasi 28x/menit
- Terpasang nasal kanul
- O2 2ltr/menit, SPO2
91%
- Irama tidak teratur,
kedalaman dangkal

2. Ds : Resiko ketidak Intake yang tidak adekuat


- Pasien mengatakan seimbangan nutrisi

lemas kurang dari kebutuhn


tubuh
- tidak nafsu makan
- mual , muntah
- mengatakan nyeri ulu
hati
Do:
- Klien makan 3x sehari
dengan porsi sedikit
nafsu makan
berkurang
- BB sebelum sakit
42Kg, saat sakit 40 kg
- Klien tampak lemas

3 Ds : Resiko kekurangan Mual muntah


- Pasien mengatakan volume cairan
merasa lemas tidak
dapat melakukan
aktivitas
- Pasien mengatakan
mual
muntah 2 kali

Do :
- Berdrest total
- Terpasang infus
- TD : 120/79 mmHg
- Mukosa bibir kering
dan pecah pecah
- Akral dingin
- berkeringat
- Nadi : 90x /menit
- Balance cairan
1250-1422= -172 cc

F. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola napas tidak efektif b.d Hiperventilasi
2. Risiko ketidak seimbangan nutrisi b.d intake yang tidak adekuat
3. Resiko kekurangan volume cairan b.d mual muntah
G. RENCANA KEPERAWATAN

N DX TUJUAN INTERVENSI RASIONAL


O
1. Pola Setelah dilakukan 1. Monitor pola nafas
1. Untuk
napas asuhan (frekuensi, mengetahui
tidak keperawatan kedalaman, usaha pola nafas
efektif selama diharapkan nafas, warna kulit)dalam
pola nafas fektif 2. Berikan penjelasan keadaan
dengan criteria kepada keluarga
normal
hasil : tentang prosedur
2. Memberikan
 Nafas yang dilakukan pemahaman
paten 3. Monitor saturasi
atas tindakan
 RR dalam oksigen yang
rentang 4. Posisikan semi
dilakukan
batas fowler 3. Agar saturasi
normal 5. Kolaborasi dengan oksigen
dokter untuk
sesuai dengan
merencanakan kebutuhan
penatalaksanaan pasien
kepada pasien 4. Untuk
membuka
jalan nafas
agar lebih
efektif
5. Untuk
merencanaka
n
penatalaksana
an bagi
pasien.
2. Risiko Setelah dilakukan 1. Monitor TTV 1. Untuk
ketidak tindakan 2. Kaji adanya alergi mengetahui
seimbang keperawatan makanan keadaan
an nutrisi masalah dapat 3. Anjurkan pasien umum pasien
teratasi dengan utuk makan dan 2. Untuk
kh : minum sedikit mengetahui
 Tidak tapi sering makanan
terjadi 4. Edukasi kepada yang pas
penurunan kelurga untuk
BB pentingnya memenuhi
 Nafsu pemenuhan cairan kebutuhan
makan dan nutrisi pada nutrisi pada
bertambah 5. Kolaborasi saat sakit
 berkurangn dengan ahi gizi 3. Untuk
ya mual dn untuk pemenuhan mencegah
muntah nutrisi terjadinya
mual muntah
yang
berlebihan
dan nutrisi
tetap
terpenuhi
4. Pemenuhan
nutrisi dan
cairan yang
tepat sangat
membantu
proses
penyembuhan
5. Untuk
mendapatkan
makanan atau
nutrisi yang
tepat

3. Resiko Setelah dilakukan 1. Monitor TTV 1. Untuk


kekuranga tindakan 2. Monitor mengetahui
n volume keprawatan mual dan keadaan
cairan masalah dapat muntah umum pasien
teratasi dengan kh: 3. Anjurkan 2. untuk
1. TTV minum yang mengetahui
dalam cukup berapa banyak
batas 4. Edukasi dan sering
normal tentang mual muntah
2. Tidak ada pentingnya terjadi
tanda pemenuhan 3. Untuk
tanda cairan mencegah
dehidrasi 5. Kolaborasi adanya
dengan dehidraasi
dokter untuk yang
penatalaksan menyebabkan
aan kekurangan
cairan dalam
tubuh
4. Cairan
berperan
sangat penting
bagi proses
penyembuhan
penyaki dhf
5. Untuk
mengetahui
terapi
selanjutnya
yang
dibutuhkan
pasien

H. IMPLEMENTASI

DX IMPLEMENTASI EVALUASI PARAF


1. Implementasi hari ke 1: S: Klien
mengatakan sesak
1. Memonitor pola nafas
(frekuensi, kedalaman,
O: TTV TD 100/70
usaha nafas, warna
N : 100x/m
kulit)
R : 27x/m
2. Memberikan penjelasan
O2 terpasang 2 ltr/m
kepada keluarga tentang
prosedur yang dilakukan
A: pola nafas tidak
3. Memonitor saturasi
efektif
oksigen
P : Lanjutkan
4. Memposisikan semi
intervensi
fowler
(12345)
5. Berkolaborasi dengan
dokter untuk
merencanakan
penatalaksanaan kepada
pasien
2 1. Monitor TTV S: Pasien
2. Kaji adanya alergi mengatakan lemas,
makanan
tidak nafsu makan,
3. Anjurkan pasien utuk
makan dan minum mual , muntah,
sedikit tapi sering mengatakan nyeri
4. Edukasi kepada kelurga
ulu hati
pentingnya pemenuhan
cairan dan nutrisi pada O : Makan hanya 3-
5. Kolaborasi dengan ahi 5 sedok setiap
gizi untuk pemenuhan
nutrisi pemberian jam
makan BB 40 kg
A : Resiko ketidak
seimbangan nutrisi
belum teratasi
P:Lanjutkan
intervesni
(12345)

3 1. Monitor TTV S: Pasien


2. Monitor mual dan mengatakan merasa
muntah
lemas, Pasien
3. Anjurkan minum yang
cukup mengatakan Mual
4. Edukasi tentang Muntah 2 kali
pentingnya pemenuhan
O:
cairan
5. Kolaborasi dengan - Berdrest
dokter untuk total
penatalaksanaan
- TD : 120/79
mmHg
- Mukosa bibir
kering dan
pecah pecah
- Akral dingin
- berkeringat
- Nadi :
90x /menit
A: Resiko
kekurangan volume
cairan belum
terarasi
P: lanjutkan
intervensi (12345)
DX IMPLEMENTASI EVALUASI PARAF
1 Implementasi hari ke 2: S: klien mengatakan
1. Memonitor pola nafas sesak mulai berkurang
(frekuensi, kedalaman, O: terpasang nasal
usaha nafas, warna kulit) kanul 2L/m
2. Memberikan penjelasan TD: 110/70mmHg
kepada keluarga tentang RR: 24x/m
prosedur yang dilakukan N : 100x/menit
3. Memonitor saturasi A: Masalah teratasi
oksigen sebagian
4. Memposisikan semi P: Lanjutkan intervensi
fowler
5. Berkolaborasi dengan
dokter untuk
merencanakan
penatalaksanaan kepada
pasien
2. 1. Memonitor TTV S: Klien mengatakan
2. Meng kaji adanya alergi nafsu makan mulai
makanan bertambah, mual (-),
muntah (-)
3. Menganjurkan pasien
O: Td: 110/70mmHg
untuk makan dan minum RR: 23x/m
sedikit tapi sering N: 100x/menit
4. Mengedukasi kepada A: Risiko ketidak
kelurga pentingnya seimbangan nutrisi
pemenuhan cairan dan teratasi sebagian
nutrisi pada P: Lanjutkan intervensi
1, 2, 3, 4, 5
5. Berkolaborasi dengan
ahi gizi untuk
pemenuhan nutrisi

3. 1. Memonitor TTV S: klien mengatakan


2. Memonitor mual dan badan terasa lemas
muntah O: Td: 110/70mmHg
3. Menganjurkan minum RR: 23x/m
yang banyak N: 100x/menit
4. Mengedukasi pentingnya Tampak lemas, adl
pemenuhan cairan dibantu
5. Berkolaborasi dengan A: masalah Resiko
dokter kekurangan volume
cairan belum teratasi
P: lanjutkan intervensi
DX IMPLEMENTASI EVALUASI PARAF

1 Implementasi hari ke 3: S: Klien mengatakan


sesak mulai berkurang
1. Memonitor pola nafas
(frekuensi, kedalaman, O: Terpasang nasal kanul
usaha nafas, warna 2l/m
kulit)
2. Memberikan penjelasan TD: 110/70mmHg
kepada keluarga
tentang prosedur yang RR: 23x/m
dilakukan
3. Memonitor saturasi N: 100x/menit
oksigen
4. Memposisikan semi A: Masalah teratasi
fowler
5. Berkolaborasi dengan P: Hentikan intervensi
dokter untuk
merencanakan
penatalaksanaan kepada
pasien
2. 1. Memonitor TTV S: klien mengatakan
2. Meng kaji adanya nafsu makan mulai
alergi makanan bertambah, mual (-),
3. Menganjurkan pasien
muntah (-)
untuk makan dan
minum sedikit tapi O: TD: 110/70mmHg
sering
4. Mengedukasi kepada RR: 23x/m
kelurga pentingnya
pemenuhan cairan dan N: 100x/menit
nutrisi pada
5. Berkolaborasi dengan A: Risiko
ahi gizi untuk ketidakseimbangan
pemenuhan nutrisi nutrisi teratasi

P: hentikan intervensi

3. 1. Memonitor TTV S: klien mengatakan


2. Memonitor mual dan badan sudah tidak terlalu
muntah lemas, mau makan dan
3. Menganjurkan minum
minum
yang banyak
4. Mengedukasi O: TD: 110/70mmHg
pentingnya pemenuhan
cairan RR: 23x/m
5. Berkolaborasi dengan
dokter untuk N: 100x/menit
penatalaksanaan
A: masalah resiko
kekurangan volume
cairan teratasi

P: Hentikan intervensi
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Dengue syok syndrome (DSS) salah satu bentuk klinis demam berdarah
yang paling berbahaya dan mematikan dan kondisi yang harus ditangani
dengan cepat dan tepat karena perburukan bisa terjadi dengan sangat cepat.
Biasanya terjadi pada demam hari ke 3-6. Pasien umumnya juga harus
dirawat di unit rawat intensif (ICU/PICU/NICU/HCU).
B. Saran
Hendaknya menjaga perilaku yang dapat memberi peluang tempat
perkembangbiakan nyamuk, dan jika mengalami tanda dan gejala DSS,
agar segera dibawa ke fasilitas kesehatan
DAFTAR PUSTAKA

Arsyad. R. M., Nabuasa, E. & Ndoen, E. M. 2020. Hubungan antara perilaku


sanitasi lingkungan dengan kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di
Wilayah Kerja Puskesmas Tarus. Media Kesehatan Masyarakat Vol. 2,
No. 2, 2020, Hal. 15-23.
Dinkes Lampung. 2020. Media Indonesia.com 2021.
https://mediaindonesia.com/nusantara/296472/waspada-1406-kasus-dbd-
terjadi-di-lampung
Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardi. 2016. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC Jilid 2. Jakarta:EGC
Rou, M. J., Komaria, S. & Pitriani. 2019. Hubungan Faktor Perubahan Iklim
Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kota Palu Tahun
2013-2017. Preventif: Jurnal Kesehatan Masyarakat, (Online), Vol. 10
No. 2: 83-94
Thygerson, Alton. (2011). First aid 5th edition. Alih bahasa dr. Huriawati
Hartantnto. Ed. Rina Astikawati. Jakarta : PT. Gelora Aksara Pratama.
Yunita, J., Mitra, M., & Susmaneli, H. 2012. Pengaruh Perilaku Masyarakat dan
Kondisi Lingkungan Terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue. Jurnal
Kesehatan Komunitas, 1(4), 193-198.

Anda mungkin juga menyukai