Makalah Kel 7 - Thypus Abdominalis
Makalah Kel 7 - Thypus Abdominalis
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK VII
1. Indria Putri Utina 1901055
2. Vivi Sri Utami Gobel 1901058
3. Devina Triana Ponengoh 1901040
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat taufik dan hidayah-Nya, makalah ini dapat di
selesaikan. Makalah ini merupakan makalah pengetahuan bagi mahasiswa maupun para pembaca untuk
bidang ilmu pengetahuan.
Makalah ini sendiri di buat guna memenuhi salah satu tugas kuliah. Dalam penulisan makalah ini jauh
dari sempurna dan masih banyak kekurangan. Oleh karenanya, kami menerima kritik dan saran yang positif
dan membangun dari rekan-rekan pembaca untuk penyempurnaan makalah ini. Kami juga mengucapkan
banyak terima kasih kepada rekan-rekan yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini. Akhir kata,
semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………………i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………………..ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang…………………………………………………………………………………1
B. Rumusan Masalah……………………………………………………………………………...1
C. Tujuan Penulisan……………………………………………………………………………….1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian………………………………………………………………………………………2
B. Etiologi………………………………………………………………………………………....2
C. Patofisiologi…………………………………………………………………………………….2
D. Manifestasi Klinis……………………………………………………………………………....3
E. Pemeriksaan Penunjang…………………………………………………………………………3
F. Penatalaksanaan Keperawatan………………………………………………………………….3
BAB III ASKEP TEORI
A. Pengkajian………………………………………………………………………………………4
B. Diagnosa……………………………………………………………………………………......5
C. Intervensi dan Rasional…………………………………………………………………………5
D. Evaluasi…………………………………………………………………………………………7
E. Pathway…………………………………………………………………………………………8
BAB IV ASKEP KASUS
A. Pengkajian Kasus……………………………………………………………………………....9
B. Diagnosa……………………………………………………………………………………….16
C. Perencanaan……………………………………………………………………………………17
D. Implementasi…………………………………………………………………………………..20
BAB V PEMBAHASAN DIAGNOSA
A. Pengkajian……………………………………………………………………………………..28
B. Diagnosa…………………………………………….…………………………………………28
C. Perencanaan……………………………………………………………………………………28
D. Implementasi…………………………………………………………………………………..29
E. Evaluasi………………………………………………………………………………………..29
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan………………………………………………………………………………........31
B. Saran……………………………………………………………………...………...…………31
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Typus abdominalis merupakan penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh bakteri
Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi. Bakteri ini ditularkan melalui makanan dan minuman
yang tekontaminasi oleh kotoran atau tinja dari penderita typus abdominalis. Penyakit ini banyak
ditemukan dinegara-negara berkembang seperti di Indonesia. Penyakit ini dianggap serius karena
dapat disertai berbagai penyakit dan juga mempunyai angka kematian yang cukup tinggi, yaitu 1-5 %
dari penderita (Darmawati, 2009).
Typus merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia. Sebanyak 22 juta kasus tifoid
yang di temukan pertahun dan menyebabkan 216.000 -600.000 kematian di dunia. Studi yang
dilakukan di beberapa negara Asia pada anak usia 5-15 tahun menunjukkan bahwa insidensi dengan
biakan darah positif mencapai 180-194 per 100.000 anak, di Asia Selatan pada usia 5-15 tahun
sebesar 400-500 per 100.000 anak, di Asia Timur Laut kurang dari 100 kasus per 100.000 anak dan
di Asia Tenggara 100-200 per 100.000 anak. Penderita typus tercatat di Dinas Kesehatan Kabupaten
Pasuruan pada tahun 2017 jumlah angka kejadian 1.634 kasus. Adapun yang teridentifikasi widal
positif sejumlah 596 kejadian.
Penyebab dari typus abdominalis adalah bakteri Salmonella typhi. Penyebaran typus
abdominalis terjadi melalui makanan dan air yang telah tercemar atau terkontaminasi oleh tinja atau
urin penderita typus abdominalis. Bakteri patogen ini disebarkan salah satunya oleh lalat. Dari
tempat yang kotor lalat akan hinggap pada makanan yang terbuka, peralatan makan seperti sendok,
garpu, piring dan perkakas makan lainnya. Disini lalat akan meninggalkan bakteri patogen yang
terbawa oleh tubuhnya terutama pada bagian kakinya. Seekor lalat dapat membawa 6.500.000 jasad
renik (Maryantuti, 2008).
B. Rumusan Masalah
Bagaimana pelaksanaan asuhan keperawatan pada penderita Typus Abdominalis?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada penderita Typus Abdominalis.
2. Tujuan khusus
1) Menentukan pengkajian keperawatan pada penderita typus abdominalis.
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Tipes atau thypus adalah penyakit infeksi bakteri pada usus halus dan terkadang pada aliran
darah yang disebabkan oleh Bakteri Salmonella typhosa atau Salmonella paratyphi A, B dan C,
selain ini dapat juga menyebabkan gastroenteritis (radang lambung). Dalam masyarakat penyakit ini
dikenal dengan nama Tipes atau thypus, tetapi dalam dunia kedokteran disebut Typhoid fever atau
Thypus abdominalis karena berhubungan dengan usus di dalam perut (Widoyono, 2002).
Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan
dengan gejala demam yang lebih dari 1 minggu, gangguan pencernaan dan gangguan kesadaran
(Sudoyo, 2009).
B. Etiologi
Penyakit tipes Thypus abdominalis merupakan penyakit yang ditularkan melalui makanan
dan minuman yang tercemar oleh bakteri Salmonella typhosa, (food and water borne disease).
Seseorang yang sering menderita penyakit tifus menandakan bahwa dia mengkonsumsi makanan
atau minuman yang terkontaminasi bakteri ini. Salmonella thyposa sebagai suatu spesies, termasuk
dalam kingdom Bakteria, Phylum Proteobakteria, Classis Gamma proteobakteria, Ordo
Enterobakteriales, Familia Enterobakteriakceae, Genus Salmonella. Salmonella thyposa adalah
bakteri gram negative yang bergerak dengan bulu getar, tidak berspora mempunyai sekurang-
kurangnya tiga macam antigen yaitu: antigen 0 (somatik, terdiri dari zat komplek lipopolisakarida),
antigen H (flagella) dan antigen V1 (hyalin,protein membrane). Dalam serum penderita terdapat zat
anti (glutanin) terhadap ketiga macam anigen tersebut (Zulkhoni, 2011).
C. Patofisiologi
Salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5 F yaitu Food
(makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses. Yang
paling menojol yaitu lewat mulut manusia yang baru terinfeksi selanjutnya menuju lambung,
sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi lolos masuk ke usus halus
bagian distal (usus bisa terjadi iritasi) dan mengeluarkan endotoksin sehingga menyebabkan darah
mengandung bakteri (bakterimia) primer, selanjutnya melalui aliran darah dan jaringan limpoid
plaque menuju limfa dan hati. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke
aliran darah sehingga menimbulkan tukak berbentuk lonjong pada mukosa usus. Tukak dapat
menyebabkan perdarahan dan perforasi usus. Perdarahan menimbulkan panas dan suhu tubuh dengan
demikian akan meningkat.sehingga beresiko kekurangan cairan tubuh.Jika kondisi tubuh dijaga tetap
baik, akan terbentuk zat kekebalan atau antibodi. Dalam keadaan seperti ini, kuman typhus akan mati
dan penderita berangsurangsur sembuh (Zulkoni.2011).
Salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5 F yaitu Food
(makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses. Yang
paling menojol yaitu lewat mulut manusia yang baru terinfeksi selanjutnya menuju lambung,
sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi lolos masuk ke usus halus
bagian distal (usus bisa terjadi iritasi) dan mengeluarkan endotoksin sehingga menyebabkan darah
mengandung bakteri (bakterimia) primer, selanjutnya melalui aliran darah dan jaringan limpoid
plaque menuju limfa dan hati. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke
aliran darah sehingga menimbulkan tukak berbentuk lonjong pada mukosa usus. Tukak dapat
menyebabkan perdarahan dan perforasi usus. Perdarahan menimbulkan panas dan suhu tubuh dengan
demikian akan meningkat.sehingga beresiko kekurangan cairan tubuh. Jika kondisi tubuh dijaga
tetap baik, akan terbentuk zat kekebalan atau antibodi. Dalam keadaan seperti ini, kuman typhus
akan mati dan penderita berangsur-angsur sembuh (Zulkoni.2011).
2
D. Manifestasi Klinis
Masa tunas demam typhoid berlangsung antara 10-14 hari. Gejala klinis yang timbul sangat
bervariasi dari ringan sampai dengan berat, dari asimtomatik hingga gambaran penakit yang khas
disertai komplikasi hingga kematian. Pada minggu pertama gejala klnis penyakit ini ditemukan
keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu : demam, nyeri kepala,
pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak diperut, batuk
dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu tubuh meningkat. Sifat demam adalah
meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore hingga malam hari (Widodo Joko, 2006)
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Pemeriksaan darah perifer lengkap (Masjoer, 2002)
Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukosistosis atau kadar leukosit normal. Leukositosis
dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder. Dapat pula ditemukan anemia ringan dan
trombositopeni. Pemeriksaan hitung jenis leukosit dapat terjadi aneosinofilia maupun limfopeni
laju endap darah dapat meningkat.
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT sering meningkat, tapi akan kembali normal setelah sembuh. Peningkatan
SGOT, SGPT ini tidak memerlukan penanganan khusus.
3. Pemeriksaan uji widal
Dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap bakteri salmonella typhi. Pada uji
widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen bakteri salmonella typhi dengan antibody
salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Uji widal dimaksudkan untuk
menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita tersangka demam tifoidenema barium
mungkin juga perlu dilakukan (Mansjoer, 2002).
F. Penatalaksanaan Keperawatan
Rampengan (2007) menyatakan bahwa penderita yang dirawat dengan diagnosis praduga typus
abdominalis harus dianggap dan dirawat sebagai penderita typus abdominalis yang secara garis besar
ada 3 bagian, yaitu:
1. Perawatan
Penderita typus abdominalis dirawat di rumah sakit untuk isolasi, observasi serta pengobatan.
Penderita harus istirahat 5-7 hari bebas panas, tetapi tidak harus tirah baring sempurna seperti pada
perawatan typus abdominalis di masa lalu. Mobilisasi dilakukan sewajarnya, sesuai dengan situasi
dan kondisi penderita. Pada penderita dengan kesaadaran yang menurun harus diobservasi agar tidak
terjadi aspirasi. Tanda komplikasi typus abdominalis yang lain termasuk buang air kecil dan buang
air besar juga perlu mendapat perhatian.
Mengenai lamanya perawatan di rumah sakit, sampai saat ini sangat bervariasi dan tidak ada
keseragaman. Hal ini sangat bergantung pada kondisi penderita serta adanya komplikasi selama
penyakitnya berjalan.
2. Diet
Di masa lalu, penderita diberi diet yang terdiri dari bubur saring, kemudian bubur kasar dan akhirnya
nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan penderita. Banyak pendderita tidak senang diet demikian
karena tidak sesuai dengan seleradan ini mengakibatkan keadaan umum dan gizi penderita semakin
mundur dan masa penyembuhan menjadi semakin lama.
Beberapa peneliti menganjurkan makanan padat dini yang wajar sesuai dengan keadaan penderita
dengan memperhatikan segi kualitas ataupun kuantitas dapat diberikan dengan aman. Kualitas
makanan disesuaikan kebutuhan baik kalori, protein, elektrolit, vitamin, maupun mineral, serta
diusahakan makanan yang rendah/bebas selulosa dan menghindari makanan yang sifatnya iritatif.
Pada penderita dengan gangguan kesadaran pemasukan makanan harus lebih diperhatikan.
3. Obat-obatan
Typus abdominalis merupakan penyakit infeksi dengan angka kematian yang tinggi sebelum adanya
obat-obatan antimikroba (10-15%). Sejak adanya obat antimkroba terutama kloramfenikol angka
kematian menurun secara drastis (1-4%).
3
BAB III ASKEP TEORI
A. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap pertama proses keperawatan yang meliputi pengumpulan data secara
sistematis dan cermat untuk menentukan status kesehatan klien saat ini dan riwayat kesehatan masa
lalu, serta menentukan atus fungsional serta mengevaluasi pola koping klien saat ini dan masa lalu.
Pengumpulan data diperoleh dengan cara wawancara, pemeriksaan fisik, observasi, peninjauan
catatan dan laporan diagnostik, kolaborasi dengan rekan sejawat (Capernito, 2007). Data dasar
pengkajian pasien dengan typhoid abdominal menurut Joko Widodo (2006) adalah
1. Aktivitas atau istirahat
Gejala yang ditemukan pada kasus typhoid abdominal antara lain kelemahan, malaise, kelelahan,
merasa gelisah dan ansietas, cepat lelah dan insomnia
2. Sirkulasi
Tanda takikardi, kemerahan, tekanan darah hipotensi, kulit membrane mukosa kotor, turgor buruk,
kering dan lidah pecah-pecah akan ditemukan pada pasien febris typhoid.
3. Integritas ego
Gejala seperti ansietas, emosi, kesal dan faktor stress serta tanda seperti menolak dan depresi juga
akan ditemukan dalam pengkajian integrits ego pasien.
4. Eliminasi
Pengkajian eiminasi akan menemukan gejala tekstur feses yang bervariasi dari lunak sampai bau atau
berair, perdarahan per rectal dan riwayat batu ginjal dengan tanda menurunnya bising usus, tidak ada
peristaltik dan ada haemoroid.
5. Makanan dan cairan
Pasien akan mengalami anoreksia, mual, muntah, penurunan berat badan dan tidak toleran terhadap
diet. Dan tanda yang ditemukan berupa penurunan lemak sub kutan, kelemahan hingga inflamasi
rongga mulut.
6. Hygiene
Pasien akan mengalami ketidakmampuan mempertahankan perawatan diri
dan bau badan.
7. Nyeri atau ketidaknyamanan
Nyeri tekan pada kuadran kiri bawah akan dialami pasien dengan titik nyeri
yang dapat berpindah
8. Keamanan
Pasien mengalami anemia hemolitik, vaskulotis, arthritis dan peningkatan suhu tubuh dengan
kemungkinan muncul lesi kulit.
Pola fungsional menurut Gordon :
a. Pola persepsi dan manajemen kesehatan.
Kebersihan lingkungan dan makanan yang kurang terjaga.
b. Pola nutrisi
Diawali dengan mual, muntah, anoreksia, menyebabkan penurunan berat badan pasien.
c. Pola eliminasi.
Pola eliminasi akan mengalami perubahan yaitu BAB 1x sehari, BAK 4x sehari.
d. Pola istirahat tidur
Akan terganggu karena adanya distensi abdomen yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman.
e. Pola aktivitas.
Akan terganggu kondisi tubuh yang lemah.
f. Pola nilai dan kepercayaan.
Kegiatan ibadah terganggu karena sering pusing dan lemas.
g. Pola hubungan dan peran pasien.
Hubungan terganggu jika pasien sering pusing dan lemas.
h. Pola konsep diri.
Merupakan gambaran, peran, identitias, harga, ideal diri pasien selama sakit.
4
i. Pola seksual dan reproduksi.
Menunjukkan status dan pola reproduksi pasien.
j. Pola koping dan toleransi stress
Adalah cara individu dalam menghadapi suatu masalah.
k. Pola kognitif
Menunjukkan tingkat pengetahuan klien tentang penyakit
B. Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien typhoid menurut NANDA (2008), antara lain:
a) Hipertermi berhubungan dengan infeksi salmonella typhi.
b) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan dalam mengabsorbsi makanan.
c) Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan kurangnya intake
cairan, dan peningkatan suhu tubuh.
d) Nyeri b.d proses infeksi
5
3) Banyak minum 1–2 liter/hari (8–9 gelas perhari): diharapkan dengan pemberian minum
yang cukup akan mempertahankan intake dari dalam tubuh dan meningkatkan output urin
untuk mengurangi demam klien.
4) Anjurkan klien mengenakan pakaian tipis dan menyerap keringat: pakaian tipis akan
mempermudah terjadinya penguapan keringat akibat hipertermia.
f. Laksanakan program medik (antibiotik, antipiretik, infus).
Rasional:
Dengan pemberian anti piretik dapat menunjang upaya-upaya perawatan dalam usaha
menurunkan panas tubuh, serta memungkinkan klien mendapatkan terapi lebih lanjut untuk
penyakitnya.
Intervensi keperawatan kedua dari diagnosa: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakmampuan dalam mengabsorbsi makanan, yaitu suatu keadaan
dimana individu yang tidak puasa mengalami dan beresiko megalami pengurangan berat
badan yang hasil sebagai berikut: Tujuan: Kebutuhan nutrisi terpenuhi setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3x24 jam.
Kriteria hasil:
Intake nutrisi meningkat.
Diet habis 1 porsi yang disediakan.
Dengan intervensi:
a. Kaji status nutrisi pasien
Rasional:
Untuk mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.
b. Bantu pemenuhan nutrisi klien, dengan:
1) Berikan makanan yang tidak merangsang saluran pencernaan dalam porsi kecil dan hangat 5–
6 kali/hari: makanan yang merangsang dapat meningkatkan peristaltik usus dan merangsang
asam lambung. Selera makan klien diharapkan timbul ketika makanan masih hangat dan
makan dalam porsi kecil tapi sering dimaksudkan untuk menghindari rangsangan mual,
muntah pada klien.
2) Bantu dan dampingi klien saat makan, siapkan lingkungan yang menyenangkan: dengan
mendampinginya diharapkan anak merasa diperhatikan, sehingga klien mau makan dan
lingkungan yang menyenangkan akan memberikan rasa nyaman pada klien saat makan.
3) Monitor makanan dihabiskan setiap makan: untuk mengidentifikasi kemajuan atau
penyimpangan dari hasil yang diharapkan.
c. Libatkan keluarga dalam pemenuhan nutrisi klien.
Rasional:
Anggota keluarga lebih tahu tentang kebiasaan makan klien, makanan kesukaannya sehingga
diharapkan anggota keluarga dapat membantu dalam pemenuhan nutrisi pada klien.
d. Timbang berat badan klien
Rasional:
Penimbangan berat badan berguna untuk mengontrol penurunan atau peningkatan berat badan
serta untuk mengetahui efektivitas therapy yang dilaksanakan.
e. Laksanakan program medik (antiemetik)
Rasional:
Dengan pemberian antiemetik diharapkan mual, muntah berkurang atau hilang dan makanan
dapat ditoleransi lebih baik bila mual muntah tidak ada.
Diagnosa keperawatan ketiga yaitu Risiko defisit volume cairan berhubungan dengan kurangnya
intake cairan, muntah, peningkatan suhu tubuh, yaitu kurang terpenuhinya kebutuhan cairan
dalam tubuh, disebabkan oleh output yang berlebihan biasanya mengarah pada dehidrasi
kehilangan cairan dengan pengeluaran sodium (Carpenito, 2007)
Batasan Karakteristik, Kelemahan yang disebabkan karena dehidrasi, penurunan turgor kulit,
perubahan ststus mental, temperature tubuh meningkat.
Tujuan: Klien tidak muntah lagi, suhu tubuh klien normal, setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama 3x24 jam.
6
Kriteria hasil :
a. Kebutuhan cairan terpenuhi
b. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi
c. Mukosa bibir lembab
Intervensi:
a. Jelaskan penyebab konstipasi kehilangan cairan
Rasional:
Agar keluarga mengerti bagaimana proses penyakit yang diderita oleh pasien.
b. Observasi dan catat jumlah cairan yang masuk dan keluar, turgor kulit, membran mukosa.
Rasional:
Untuk mengetahui keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh, ketidak seimbangan cairan
dan elektrolit dapat menyebabkan dehidrasi yang ditandai dengan membran mukosa kering,
turgor kulit jelek.
c. Berikan stimulasi untuk pasien, dengan:
1) Anjurkan minum air putih 1–2 liter/hari (8–9 gelas/hari); asupan cairan yang adekuat.
2) Makan buah-buahan antara lain pepaya, sari buah, dan lain-lain; sari buah seperti pepaya
mengandung vitamin.
3) Mobilisasi miring kanan dan kiri atau duduk sesuai dengan yang diizinkan bagi pasien;
mobilisasi dapat merangsang sel-sel tubuh untuk bekerja termasuk sel-sel dalam saluran
pencernaan sehingga dapat meningkatkan peristaltik usus dan merangsang untuk defekasi.
d. Laksanakan program dokter (pemberian cairan parenteral laksativ)
Rasional:
Pemberian cairan parenteral dapat mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dalam
tubuh dan pemberian obat-obatan diharapkan dapat mengatasi kehilangan cairan.
Diagnosa keperawatan keempat yaitu Nyeri berhubungan dengan proses infeksi
Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan rasa nyeri dapat berkurang atau terkontrol.
Kriteria hasil:
a. Menyatakan nyeri berkurang atau terkontrol
b. Pasien tampak rileks
Intervensi:
a. Observasi karakteristik nyeri (PQRST)
Rasional:
Nyeri merupakan respon subjektif yang dapat diukur
b. Observasi TTV
Rasional:
Perubahan TTV menunjukkan bahwa pasien mengalami nyeric.
c. Beri posisi yang nyaman
Rasional:
Posisi yang nyaman mampu mengurangi nyeri dan membuat relaks
d. Ajarkan teknik relaksasi napas dalam
Rasional:
Relaksasi napas dalam mampu mengurangi ketidaknyamanan karena nyeri
e. Anjurkan pasien menekan dada saat batuk
Rasional:
Menekan dada untuk mengurangi ketidaknyamanan
f. Kolaborasi dalam pemberian analgesik sesuai indikasi
Rasional:
Obat ini dapat digunakan untuk mengurangi nyeri
D. Evaluasi
Penilaian terakhir proses keperawatan didasarkan pada tujuan keperawatan yang ditetapkan.
Penetapan keberhasilan suatu asuhan keperawatan didasarkan pada perubahan perilaku dari kriteria
hasil yang telah ditetapkan, yaitu terjadinya adaptasi pada individu (Nursalam, 2017:25)
7
E. Pathway
8
BAB VI ASKEP KASUS
A. Pengkajian Kasus
1. Identitas Klien
Pengkajian melalui anamnesa pada hari Senin, 16 Juli 2018 jam 08.00 WIB di ruang rawat inap
mawar RSUD Mukomuko, dan dari rekam medis hasil pengkajian didapat Nn. R usia 22 tahun, jenis
kelamin perempuan, agama Islam, status belum menikah, pendidikan terakhir SMA, suku bangsa
Indonesia minang, bahasa yang digunakan bahasa Indonesia, berasal dari Desa Dusun baru, Air dikit,
nomor registrasi 198205. Penanggung jawab Tn. R alamat Desa Dusun Baru, Air Dikit selaku ayah
pasien. Pasien masuk ke ruang rawat inap Mawar pada tanggal 15 Juli 2018 pukul 22.00.
2. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan Utama
Klien datang ke UGD RSUD Mukomuko dengan keluhan utama yang dirasakan demam dan pusing.
b) Keluhan Saat Dikaji
Sebelum masuk ke Rumah Sakit + 1 minggu yang lalu pasien merasakan badannya panas,
mual dan muntah. Kemudian pasien pergi ke dokter dan dokter memberinya injeksi ranitidin dan
obat oralparracetamol dan antasida sirup, akan tetapi setelah minum obat pasien masih demam dan
menggigil dan kondisinya semakin memburuk. Keesokan harinya pasien pergi ke Puskesmas dan
pihak Puskesmas menganjurkan pasien untuk rawat inap di Rumah Sakit. Pasien berencana pergi ke
Rumah Sakit keesokan harinya akan tetapi pada malam harinya kondisi pasien semakin melemah,
badan panas, menggigil, nyeri perut disertai juga dengan rasa mual, muntah- muntah, dan diare.Nyeri
pada ulu hati yang dirasakan dengan skala 5 (sedang) dari skor 1-10. Nyeri yang dirasakan seperti
ditusuk-tusuk, dan dirasakan terus-menerus. Dan pada malam itu juga pasien dibawa keluarganya ke
RSUD Mukomuko. Saat pengkajian pasien merasakan kepalanya pusing, terutama pada saat duduk
terlalu lama dan apabila pada saat itu rasa pusing datang pasien langsung berbaring untuk
mengurangi rasa pusingnya. Pasien juga merasakan badannya panas setiap pukul 15.00. Lidah kotor
berwarna putih, nafsu makan berkurang, pada saat makan / minum pasien merasakan perutnya mual
dan ingin muntah yang dirasakannya + 5 menit setelah makanan / minuman masuk.
c) Riwayat Penyakit Masa Lalu
Klien mengatakan pernahtidak pernah mengalami penyekit masa lalu, klien mengatakan tidak
mempunyai riwayat alergi, klien mengatakan tidak memiliki riwayat kecelakaan.
d) Genogram
Gambar 4.1 Genogram 3 Generasi
9
Klien yakin dirinya akan sembuh dan dapat kembali berkumpul dengan keluarga dirumah serta
teman-teman sebaya pasien dan tidak membuat ibu dan ayah nya khawatir. Klien juga mengatakan
tidak ada nilai keyakinan yang bertentangan dengan kesehatannya, sebelum sakit pasein rajin
beribadah menjalankan sholat lima waktu, selama dirawat di rumah sakit klien tidak pernah
menjalankan sholat 5 waktu hanya mampu berdoa untuk kesembuhan dirinya saja.
f) Riwayat Keluarga
Klien mengatakan tidak ada keluarga yang memiliki penyakit yang sama seperti pasien yaitu Thypus
Abdominalis.
g) Pola Kebiasaan
Table 4.1 Pola Kebiasaan
Hal yang dikaji Pola kebiasaan
Dirumah Dirumah sakit
1. Pola nutrisi
- Frekuensi makan 3 kali sehari 3 kali sehari
- Nafsu makan Baik Kurang baik karena nafsu makan kurang
serta mual
- Porsi makan yang 1 porsi ½ porsi
dihabiskan Tidak ada Tidak ada
Nasi, lauk, sayur Diit Lunak
- Jenis makanan Tidak ada Tidak ada
- Makanan yang tidak
disukai Tidak ada Tidak ada
- Makana yang membuat Tidak ada Tidak ada
alergi
- Makanan pantangan Tidak ada Tidak ada
- Penggunaan obat-obata
sebelum makan Kurang lebih 8(1200 Kurang lebih gelas 4 (800 cc) gelas
- Penggunaan alat bantu cc) gelas perhari, di perhari pasien merasa haus terus
(ngt, dll) rumah jarang minum
- Frekuensi minum
2. Pola Eliminasi
1) BAK
- Frekuensi 6-7 kali perhari 4 x (kurang lebih 200 cc setiap kali
berkemih) perhari
Kuning agak keruh
- Warna Kuning jernih Agak nyeri
- Keluhan Tidak ada Tidak ada
- Penggunaan alat bantu Tidak ada
(kateter, dll)
2) BAB 6 x kali sehari
- Frekuensi 2 kali sehari Tidak menentu
- Waktu Tidak menentu cair
- Konsistensi Padat Tidak ada
- Keluhan Tidak ada Tidak ada
- Penggunaan laxative Tidak ada
3. Pola Personal Hygiene
1) Mandi 2 kali sehari Belum pernah mandi hanya di lap saja
- Frekuensi Pagi, sore
- Waktu
2) Oral hygiene Dilap sore hari
- Frekuensi 2 kali sehari 2 kali sehari
- Waktu Pagi dan sore
3) Cuci rambut Pagi dan sore
- Frekuensi 1 kali sehari Belum pernah cuci rambut
- Waktu Sore hari
3. Pemeriksaan Fisik
1) Pemeriksaan umum
Didapatkan data keadaan umum tampak lemah, tingkat kesadaran composmentis dengan skor
GCS 15, tekanan darah 110/80 mmHg, Nadi 98x/menit, pernafasan 24 x/menit, suhu 39,4 0C,
berat badan pasien 50 kg dan tinggi badan 155 cm, dan ciri-ciri tubuh agak gemuk dan
pendek.
2) Sistem penglihatan
Posisi mata simetris kiri dan kanan, kelopak mata tidak terdapat lesi maupun edema, bagian
kornea mata bulat dan bening, konjungtiva anemis, sclera an ikterik, palpebral tidak terdapat
edema, pupil isokor dan repleks mengecil saat terkena cahaya, tidak ada tanda-tanda radang
pada mata, pasien tidak menggunakan kaca mata dan lensa kotak.
12
3) Sistem pendengaran
Struktur telingan baik tidak ada yang kurang, telinga simetris kiri dan kanan, daun telingah
utuh, membrane timpani utuh, tidak ada perasaan penuh didalam telinga, tidak ada cairan dari
dalam telinga, fungsi pendengaran baik, tidak ada gangguan keseimbangan antara telinga,
serta pasien tidak menggunakan alat bantu pendengaran.
4) Sistem wicara
Pasien berbicara dengan baik, pasien mengunakan komunikasi dengan baik kepada perawat
saat dilakukan pengkajian dan tindakan keperawatan.
5) Sistem pernapasan
Tidak ada tanda-tanda pasien mengalami sesak nafas ditandai dengan pernafasan 24 x/menit,
suara nafas vesikuler, irama napas regular, tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan,
ekspansi dada mengembang maksimal, pasien tidak mengalami batuk, pasien dapat bernapas
tanpa menggunakan alat bantu.
6) Sistem pencernaan
Membrane mukosa kering, keadaan mulut dimana gigi kurang bersih terdapat karies, lidah
kotor (lidah thypoid), tidak ada stomatitis, bibir kering dan pecah-pecah, pasien mengalami
mual, nyeri perut daerah epigastrium, bising usus terdengar 20 kali dalam satu menit, BAB
cair/diare 6 x, tidak ada pembesaran hepar, abdomen nyeri tekan dan lepas.
7) Sistem kardiovaskuler
Saat dipalpasi tidak ditemuan masalah pada sistem kardiovaskuler dimana tidak ada tanda-
tanda palpitasi/aritmia dan sistem hematologi, frekuensi nadi 98 x/menit, tekanan darah
130/80 mmHg, tidak ada distensi vena jugularis, temperature kulit panas dengan suhu 39,4˚C,
tidak ada edema, tidak ada sakit dada, pasien tampak pucat, pada saat dilakukan pemeriksaan
neurologi pasien mengeluh pusing.
8) Sistem perkemihan
tidak ada pembesaran pada abdomen, tidak ada pembesaran pada area kandung kemih, saat
diperkusi tidak ada pembesaran ginjal, saat dilakukan palapsi ginjal tidak terasa
nyeri,genetalia luar simetris kiri dan kanan, rambut pubis tumbuh merata, tidak ada edema,
lesi dan kebersihan yang kurang, tidak ada keluar cairan dari lubang uretra, bau khas, tidak
ada kemerahan, tidak ada bengkak, karakteristik urin berwarnah kuning keruh, bau urin khas
amoniak, tidak terdapat nyeri saat buang air kecil tetapi frekuensi berkemih yang sering 3-4x
kali perhari.
9) Sistem integument
Tidak ditemukan pigmentasi pada kulit, warna kulit kuning langsat, capillary refill time < 3
detik, turgor kulit tidak elastis, kebersihan kulit agak sedikit kotor, kulit kering dan
panas,tidak ada bekas operasi pada kulit, tidak ada gatal-gatal pada kulit, pasien tampak
berbaring dan masih mampu melakukan aktifitas secara mandiri dengan kekuatan otot 5,
13
kondisi pemasangan infus tidak ada tanda-tanda plebitis.
4. Discharge Planning
a. Diit dan nutrisi yang tepat untuk penyakit thypus abdominalis
b. Pemantauan pemberian obat
c. Kebersihan diri/ personal hygiene dan lingkungan
d. Risiko penyakit berulang/kambuh
e. Keadaan kritis pada thypus abdominalis
5. Data Penunjang
1. Makroskopik
Warna Coklat Kuning
Konsistensi kehijauan Padat
Pus Encer Negatif
Lendir Negatif/- Negatif
Darah Positif Negatif
2. Mikroskopik Negatif
- Leukosit 1-3/lqb
- Eritrosit 6-7 0-1/lqb
- Sisa makanan 3-4 Positif
- Ragi Positif Negatif
- amoeba Negatif/- Negatif
- Telur cacing Negatif/- Negatif
Negatif/-
5. Analisa Data
DS:
- Pasien mengatakan
perutnya sakit seperti
melilit, dan terasa terus
menerus
2 DO: Peradangan usus Nyeri akut
- Pasien tampak meringis
sambil memegangi
perutnya
- Skala nyeri 5
- Nyeri tekan epigastrium
Ds:
- Pasien mengetakan mual
- Pasien mengatakan
muntah kadang-kadang
- Pasien mengatakan tidak
nafsu makan
- pasien mengatakan nyeri
3 perut kiri atas Iritasi lambung Nausea
Ds:
- pasien tampak lemah
- pasien tampak mual dan
muntah setiap ada
makanan yang masuk
B. Diagnosa Keperawatan
Tabel 4.7 Diagnosa Keperawatan
Nama Pasien : Nn D Ruangan : Mawar
Umur : 22 Tahun
2. Hipertermia berhubungan
dengan infeksi bakteri 16 Juli 2018 santi 18 Juli 2018 santi
salmonela thypi.
2 Nyeri akut berhubungan
16 Juli 2018 santi 18 Juli 2018 santi
dengan peradangan usus
3 Nausea berhubungan dengan
16 Juli 2018 santi 18 Juli 2018 santi
iritasi lambung
C. Perencanaan Keperawatan
Tabel 4.8 Perencanaan Keperawatan
Nama Pasien : Nn. D Ruangan : Mawar
Umur : 22 Tahun
No Diagnosa NIC Rasional
1 Hipertermia Regulasi Suhu 1. Mengetahui perubahan kesehatan
berhubunga 1. Monitor warna kulit dan 2. Mengganti cairan yang hilang berlebih
n suhu tubuh 3. Mengetahui adanya perubahan kesehatan
denganinfek 2. Tingkatkan intake cairan psien
sisalmonella dan nutrisi 4. Mengetahui adanya peningkatan tekanan
thypi 3. Pemantauan Tanda Vital darah
4. Monitor TD, nadi, suhu, 5. Turgor kulit yang buruk, terjadinya
RR dehidrasi pada pasien
5. Catat adanya fluktuasi 6. Mengetahui peningkatan suhu pasien
tekanan darah
6. Monitor suhu, 7. Untuk mengetahui keadaan umum pasien
kelembapan, dan warna 8. Mengetahui adanya penurunan kesdaran
kulit 9. Mengetahui adanya perubahan status
Terapi Demam kesehatan
7. Monitor suhu sesering 10. Mempertahankan nutrisi adekuat
mungkin 11. Menurunkan suhu tubuh
8. Monitor tekanan darah,
nadi dan pernapasan 12. Mempertahankan suhu tubuh pasien
9. Monitor penurunan tingkat 13. Mencegah kehilangan panas tubuh yang
kesadaran berlebihan
10. Monitor WBC, Hb, dan 14. Menganti cairan yang hilang dan
Hct menurnkan suhu tubuh klien
11. Monitor intake dan output 15. Mempertahankan pertukaran gas
12. Berikan pengobatan untuk 16. Melancarkan sirkulasi udara
mengatasi penyebab
demam
13. Selimuti pasien
14. Kolaborasi pemberian
cairan intra vena dan
berikan antipiretik
(parasetamol
15. kompres pasien pada
lipatan paha dan axila
16. Tingkatkan sirkulasi udara
3 Nyeri akut Manajemen Nyeri:
berhubunga 1. Lakukan pengkajian 1. Mengetahui perkembangan nyeri dan
n nyeri tanda-tanda nyeri sehingga dapat
peradangan secara komperhensif, menetukan intervensi selanjutnya
usus termasuk lokasi, 2. Mengetahui respon pasien terhadap nyeri
karakteristik, durasi, 3. Menumbuhkan sikap saling percaya
frekuensi, kualitas dan 4. Dukungan yang cukup dapat menurunkan
faktor presipitasi reaksi nyeri
5. Menurunkan rasa nyeri pasien
2. Observasi reaksi non 6. Dapat menurunkan tingkat nyeri pada
verbal dari pasien
ketidaknyamanan 7. Mengetahui perkembangan nyeri dan
3. Gunakan tekhnik menetukan intervensi selanjutnya
komunikasi terapeutik 8. Menurunkan ketegangan otot, sendi dan
untuk mengetahui peredaran darah sehingga dapat mengurangi
pengalaman nyeri pasein nyeri
4. Bantu pasien dan 9. Membantu melancarkan drainage pada
keluarga untuk mencari saluran kemih
dan menemukan 10. membantu terhindar dari infeksi terhapad
dukungan bakteri
5. Kontrol lingkungan yang 11. Analgetik berfungsi sebagai depresan
dapat mempengaruhi system saraf pusat sehingga mengurangi
nyeri seperti suhu atau menghilangkan nyeri
ruangan, pencahayaan 12. Istirahat yang cukup datap mengurangi
dan kebisingan rasa nyeri
6. Kurangi faktor presipitasi 13. Pasien tidak merasa takut dan cemas sebab
nyeri dari nyeri
7. Kaji tipe dan sumber 14. Sebagai acuan dalam pemberian dosis obat
nyeri untuk menentukan yang tepat
intervensi 15. Menghindari adanya kemerahan , gatal-
8. Ajarkan tentang tekhnik gatal, dan efek lain dari konsumsi obat
non yang salah
farmakologi : (relaksasi n 16. Mengurangi nyeri yang dirasakan
apas dalam, masase sehingga dapat menentukan intervensi
daerah yang mengalami selanjutnya
nyeri, kompres daerah 17. Mengetahui perubahan status kesehatan
yang nyeri, pengalihan setelah pemberian obat
perhatian) 18. Memberikan informasi untuk membantu
9. Anjurkan pasien untuk dalam menetukan pilihan/keefektifan
banyak minum (air putih intevensi
kurang lebih 8-12 gelas 19. Menghindari terjadi kesalahan dalam
perhari) pemberian obat
10. Ajarkan kepada pasien 20. Memastikan tidak terjadi kesalahan dalam
dan keluarga bagaimana pemberian obat
cara membersihkan 21. Memenuhi kebutuhan dengan mendukung
kemaluan setelah buang partisipasi dan kemandirian pasien
air kecil dan buang air
besar
11. Beri analgetik untuk
mengurangi nyeri (asam
mefenamat)
12. Tingkatkan istirahat
13. Beri informasi tentang
nyeri seperti penyebab
nyeri, berapa lama nyeri
akan berkurang, dan
antisipasi ketidaknyaman
dari prosedur
Pemberian Analgetik:
14. Cek instruksi dokter
tentang pemberian obat,
jenis obat, dosis obat,
frekuensi obat.
15. Cek riwayat alergi pada
pasien
16. Tentukan pilihan
analgetik tergantung tipe
dan beratnya nyeri
17. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian
analgetikpertama kali
18. Evaluasi efektivitas
analgetik , tanda dan
gejal ( efek samping)
Manajemen Medikasi:
19. Ikuti lima benar obat
20. Verifikasi resep atau obat
sebelum memberikan
obat
21. Bantu pasien dalam
minum obat
3. Anjurkan makan
sedikit tapi sering
dan dalam keadaan
hangat
4. Anjurkan pasien
mengurangi jumlah
makanan yang bisa
menimbulkan mual.
7. Kolaborasi
pemberian antiemetik
: ondansentron 4 mg
IV jika mual
D. Implementasi Keperawatan
Pukul 11.20
1. Memonitor warna kulit dan
mengukur suhu tubuh pasien
2. memberikan pendidikan 1. kulit teraba hangat dengan suhu
kesehatan kepada klien agar 39,4 c
untuk banyak minum untuk 2. pasien mengatakan kurang banyak
Pukul 11.30 menghindari dehidrasi minum dan mengusahakan untuk
banyak minum
3. menanyakan berapa banyak 3. pasien mengatakan minum sekitar
Pukul 11.40 pasien minum dalam sehari 4 gelas (sekitar 800 cc)
4. mengukur tekanan darah, 4. TD: 130/80 mmhg
mnegecek nadi, mengukur N: 98x/m
suhu, menghitung pernafasan P: 23x/m
Pukul 12.30 5. melakukan pemasangan infus S: 39,4 c
6. mengatur tetesan infus klien 5. Infus terpasang RL
Pukul 12.35 sesuai kebutuhan 6. dengan tetesan 20 tpm
7. menghitung cairan infus yang
Pukul 12.40 masuk perhari 7. 3 kolf pada tanggal 16 Juli 2018
8. memberikan obat antipiretik 8. pasien mengatakan setelah
Pukul 13.00 parasetamol peroral 3x1 pemberian obat parasetamol pasien
9. menganjurkan klien untuk merasa panas tubuh menurun
memakai baju yang tipis dan (38,4’ c)
Pukul 13.20 menyerap keringat 9. pasien mengerti dan mengikuti
10. memberikan pendidikan saran perawat
kesehatan tentang cara
mengkompres pada daerah 10. pasien dan keluarga mengerti dan
Pukul 13.30 lipatan axila dan paha dengan akan menerapkan anjuran perawat
menggunakan kain yang 11. pasien mengatakan akan mencoba
dibasahi dengan air hangat istirahat dengan baik walopun
11. menganjurkan klien untuk banyak pengunjung
istirahat dengan baik
Pukul 14.00
Senin, 16 1. Pasien mengatakan Santi
2 Juli 2018 II P:
Pukul 10.20 1. Menanyakan lokasi nyeri, - Nyeri karena peradangan
karakteristik dari nyeri, berapa mukosa lambung
durasi dari nyeri, frekuensi Q:
nyeri serta skala nyeri dengan - pasien mengatakan nyeri
menggunakan skala numeric secara terus menerus
dengan angka 1-10 R:
- pasien mengatakan nyeri
2. Mengobservasi respon klien daerah perut bagian kanan atas
terhadap nyeri S:
Pukul 10.30 3. Menggunakan komunikasi - pasien mengatakan nyeri yang
terafeutik untuk mengalihkan dirasakan seperti melilit-lilit
Pukul 11.10 perhatian klien T:
4. Membatasi jumlah - skala nyeri 5
pengunjung, menghidupkan 2. Pasien tampak meringis
lampu di kamar klien
Pukul 11.20 5. Memberikan pendidikan 3. Pasien bercerita tentang
kesehatan kepada klien dan keseharianya bekerja di kantor
keluarga cara mengkompres camat dengan antusias
daerah yang nyeri dengan 4. Pengunjung mengerti dan
Pukul 11.30 menggunakan botol yang mengikuti instruksi perawat
berisi air hangat, mengajarkan
cara nafas dalam untuk
mengurangi nyeri 5. Pasien dan keluarga mengerti dan
6. Menganjurkan klien agar mempraktikan cara mengkompres
banyak minum air putih dengan menggunakan botol yang
(kurang lebih 8-12 gelas berisi air hangat
perhari)
7. Memberikan pendidikan
kesehatan tentang personal 6. Pasien mengatakan minum kurang
Pukul 12.00 hygiene tentang cara mencuci lebih 800 cc perhari
tangan
7. Pasien mengerti dan mengatakan
8. Menganjurkan klien agar akan mempraktikan cara mencuci
Pukul 12.10 beristirahat dengan baik tangan dengan benar
8. Pasien mengatakan kurang
9. Mengukur tekanan darah, nyaman dengan kebisingan pasien
mengecek nadi, megukur suhu lainnya
dan menghitung pernafasan 9. TD: 110/80 mmhg
Pukul 12.30 pasien N: 98x/m
10. Menginjeksikan obat pasien P: 23x/m
- Ceftriaxone (2x1/Iv) S: 39,4 c
Pukul 12.40 - Omz (Omeprazole) 10. Pasien mengatakan setelah masuk
(1x1/Iv) obat nyeri perut sedikir berkurang
- Ondansetron (3x1/Iv)
11. Memberikan obat peroral 11. Pasien mengatakan setelah
Pukul 13.00 pasien pemberial obat oral nyeri pasien
- Paracetamol (3x1/oral) sedikir berkurang
- Sukralfat (3x1/Oral)
Pukul 13.05
3 Senin, 16 III Santi
Juli 2018
Pukul 10.15 1. Melakukan pengkajian 1. pasien mengatakan mual saat
lengkap rasa mual makan dn minum
termasuk frekuensi, durasi,
tingkat mual, dan faktor
yang menyebabkan pasien
mual.
3. Menganjurkan makan
sedikit tapi sering dan 2. Pasien mengikuti anjuran
dalam keadaan hangat perawat
Pukul 11.00
4. Menganjurkan pasien
mengurangi jumlah
makanan yang bisa 3. pasien mengatakan mengalami
menimbulkan mual. mual saat makan makanan
Pukul 11.20 yang bersantan dan banyak
mengandung minyak dan
5. Memberikan istirahat dan lemak
tidur yang adekuat untuk
mengurangi mual 4. pasien mengatakan kurang
istirahat karena nyeri perut dan
mualnya.
Pukul 11.30
6. Menimbang berat badan
secara teratur 5. Pasien belum mengalami
penurunan berat badan
7. Melakukan kolaborasi
pemberian antiemetik : 6. Pasien tidak masih mual
alaupun sudah diberi obat.
Pukul 13.00 - inj.ondansentron 4 mg
IV jika mual
Pukul 13.05 - inj.omz
P : Lanjutkan intervensi,
pasien pulang
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses
pengumpulan datayang sistematis dari berbagai sumber untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi
status kesehatan klien (Nursalam, 2011). Sumber data didapatkan dari klien, keluarga klien, teman
terdekat, anggota tim perawatan kesehatan, catatan perkembangan kesehatan, pemeriksaan fisik,
hasil pemeriksaan diagnostik dan laboratorium (Potter, 2015).
Klien Nn D datang kerumah sakit dengan keluhan utama yang dirasakan demam, pusing,
nyeri perut, mual, muntah, disertai diare. Berdasarkan hasil pengkajian Nn D mengatakan nyeri
terasa melilit- lilit, dengan skala nyeri 5, nyeri terus-menerus, nyeri saat ditekan pada perut kiri atas,
lidah kotor. Nn D didiagnosa thypus abdominalis. Gejala yang dialami Nn D sama dengan tanda dan
gejala menurut Chin, 2008, yaitu didahului dengan sakit kepala, badan lesu, kadang- kadang disertai
batuk dan sakit perut, mual, muntah, demam, lidah kotor, kadang disertai diare.
Hasil pemeriksaan laboratorium ditemukan pemeriksaan hematologi dan widal test, dan
didapat test Widal positif.Hal ini sesuai menurut (asmilah, 2001) yaitu terdapat bakteri dalam darah,
diantaranya pemeriksaan laboratorium di dapat leukosit dalam darah 13000 mm3 dengan nilai
normal 4000-10000 mm3,test widal antigen O 1/320, antigen H 1/160, hal ini menunjukkan infeksi
akut Salmonella typhi.
Pada pengkajian ditemukan pasien mengeluh nyeri perut kiri atas, mual dan muntah, tidak
nafsu makan, demam, sakit kepala, diare. Pada pengkajian Nn D secara subyektif mengeluh nyeri
perut sebelah kiri atas, pasien mengatakan mual dan kadang-kadang muntah serta nafsu makan yang
kurang disertai diare,sakit kepala, pasien mengatakan kurang minum air putih sebelum masuk rumah
sakit, klien juga mengatakan demam. didapat data objektif yaitu nyeri tekan pada epigastrium, pasien
tampak meringis, gelisah, suhu tubuh pasien 39,4 c pasien tampak mual, mukosa bibir kering, pasien
tampak pucat, pasien tampak berbaring ditempat tidur, pasien tampak hanya menghabiskan 1⁄2 porsi
makanan, pasien tampak bolak balik ke kamar mandi untuk BAB.
B. Diagnosa
Diagnosa keperawatan merupakan pernyataan respon aktual atau potensial klien terhadap
masalah kesehatan yang perawat mempunyai izin dan berkompeten untuk mengatasinya (Potter,
2015).Dari hasil pengkajian yang dilakukan penulis, penulis mengangkat enam diagnosa yaitu
hipertermia berhubungan dengan infeksi salmonella thypi, nyeri akut berhubungan dengan
peradangan usus, nausea berhubungan dengan iritasi lambung.
Berdasarkan hal tersebut ada dua diagnosa yang tidak ditemukan pada klien di lapangan
tetapi terdapat diteori yaitu diagnosa intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
dimana tidak didapatkan data intoleransi aktifitas pada klien yang meliputi tidak mampu beraktifitas
secara mandiri dan menurunnya kekuatan otot.
C. Perencanaan
Intervensi merupakan bagian dari proses keperawatan yang meliputi tujuan perawatan,
penetapan, kriteria hasil, penetapan rencana keperawatan, akan diberikan kepada klien untuk
memecahkan masalah yang dialami klien sertarasional dari masing-masing rencana tindakan yang
akan diberikan, untuk setiap diagnosa keperawatan yang telah diidentifikasi, perawatan
mengembangkan rencana keperawatan untuk kebutuhan klien (potter, 2016). dalam teori intervensi
dituliskan sesuai dengan rencana dan kriteria hasil berdasarkan nursing intervension classification
(NIC) dan nursing outcome calasification (NIC).
28
Pada kasus Nn D penulis melakukan rencana tindakan keperawatan selama 3x24 jam. Penulis
berencana mengatasi defisit volume cairan terlebih dahulu karena kekurangan cairan dapat
menyebabkan dehidrasi berat, syok hingga penurunan kesadaran, cairan juga merupakan kebutuhan
yang harus terpenuhi (Potter, 2006) dan kriteria hasil yang dituliskan penulis yaitu intake output
seimbang, kebutuhan cairan terpenuhi dengan turgor elastis, lakukan pemasangan infuse, membrane
mukosa lembab, keadaan umum baik.
Rencana tindakan untuk diagnosa pertama untuk mengurangi demam yang dirasakan oleh
klien rencana tindakan yang dilakukan adalah monitor suhu dan warna kulit klien, monitor tanda-
tanda vital sesering mungkin, anjurkan pasien banyak minum untuk mencegah dehidrasi, anjurkan
klien memakai pakaian yang tipis dan menyerap keringat, anjurkan pasien banyak minum, tingkatkan
sirkulasi udara dengan membatasi jumlah pengunjung, ajarkan keluarga pasien untuk melakukan
kompres hangat pasa lipatan axilla dan paha, anjurkan pasien untuk istirahat dengan baik, berikan
antipiretik untuk menurunkan panas tubuh.
Rencana tindakan untuk diagnosa kedua untuk mengurangi nyeri yang dirasakan pasien
dengan memonitor tanda-tanda vital, melakukan pengkajian secara komperhensif yang meliputi
(P,Q,R,S,T), ajarkan tentang tekhnik non farmakologi (tarik napas dalam, lakukan kompres hangat)
kurangi faktor presipitasi nyeri, kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi kenyamanan klien
dengan cara membatasi jumlah pengunjung, matikan lampu bila perlu, cukup pencahayaan,
kolaborasi pemberian analgesik serta anjurkan klien untuk istirahat.
Rencana tindakan pada diagnosa ketiga untuk mengatasi mual muntah yaitu mengkaji status
gizi pasien, anjurkan makan sedikit tapi sering, monitor adanya penurunan berat badan, sajikan
hidangan dengan menarik, sajikan makanan saat hangat, ciptakan lingkungan yang nyaman.
D. Implementasi
Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan, yang merupakan kategori dari
perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dari hasil yang
diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan (Potter, 2006).
Implementasi pada Nn D dapat dilakukan penulis sesuai dengan rencana tindakan
keperawatan, dan ditunjang dengan melakukan tindakan keperawatan penulis tidak mengalami
kesulitan karena klien koperatif, tidak ada rencana keperawatan yang dilakukan penulis di luar
rencana tindakan keperawatan yang ada diteori, penulis melakukan implementasi dengan rencana
yang telah direncanakan sebelumnya untuk memenuhi kriteria hasil. Setelah melakukan tindakan
keperawatan selama 3 hari, penulis melakukan implementasi dan mengevaluasi keadaan klien setiap
hari dan hasilnya kebutuhan cairan dalam tubuh terpenuhi, intake output seimbang, suhu tubuh turun
37,2 ̊C, nyeri berkurang, warna kuning kecoklatan, mual dan mutah tidak lagi dirasakan pasien, nafsu
makan klien meningkat. penulis tidak dapat melakukan implementasi lebih lanjut dikarenaan pada
tanggal 18 Juli 2018 pukul 15.00 wib klien pulang.
E. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan dan merupakan tindakan intelektual
untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan,
rencana tindakan keperawatan, pelaksanaan tindakan keperawatan sudah berhasil dicapai
(Hutahaean, 2010).
Pada hari ketiga masalahhipertermia berhubungan dengan infeksi salmonella thypi dapat
teratasi dengan kriteria hasil peningkatan suhu kulit hipertermia teratasi dengan suhu 37,2 C,
dehidrasi tidak ada, berkeringat saat panas tidak ada, nyeri kepala tidak ada. Masalah nyeri
berhubungan peradangan usus dapat teratasi dengan kriteria hasil mengenali awitan nyeri,
menggunakan tindakan pencegahan, melaporkan nyeri dapat dikendalikan.
29
Masalah nausea berhubungam dengan iritasi lambung teratasi dengan nyeri perut tidak ada,
mual muntah tidak ada, nafsu makan meningkat, tidak ada penurunan berat badan yang berarti.
30
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pengkajian yang dilakukan pada pasien didapatkan data subyektif dan obyektif. Dari data subyektif
pasien mengatakan nyeri perut bagian kanan bawah, kualitas nyeri 5 (sedang), nyeri seperti tertusuk,
nyeri dirasakan terus menerus, pasien mengeluh mual dan muntah nafsu makan berkurang dan
demam.
Data obyektif yang didapat adalahpasien tampak lemah, pucat, berkeringat, lidah kotor, badan panas
suhu tubuh 39,4 ̊C,klien tampak meringis, pasien tampak hanya menghabiskan 1⁄2 porsi makanan,
pasien tampak mual, diare.
2. Diagnosa keperawatan utama yang muncul saat dilakukan pengkajian adalahhipertermia
berhubungan dengan infeksi salmonella typi, nyeri akut berhubungan dengan peradangan usus,
nausea berhubungan dengan iritasi lambung.
3. Intervensi keperawatan dibuat sesuai keaadaan, sarana dan prasarana yang tersedia, dalam
merencanakan tindakan keperawatan penulis mengkombinasikan tindakan mandiri, kolaborasi serta
penyuluhan pada keluarga dan dari ketiga gabungan tindakan keperawatan diharapkan dapat efektif
dalam menangani masalah klien dan mencegah komplikasi penyakit maupun komplikasi tindakan
yang dilakukan.
4. Pada saat impelemtasi keperawatan semua intervensi keperawatan yang ada pada kasus dapat
dimplementasikan, hal ini disebabkan karena klien dan keluarga koferatif pada saat implementasi
dilakukan. Implementasi pada Nn D dapat dilakukan penulis sesuai dengan rencana tindakan
keperawatan, dan ditunjang dengan melakukan tindakan keperawatan penulis tidak mengalami
kesulitan karena klien koperatif, tidak ada rencana keperawatan yang dilakukan penulis di luar
rencana tindakan keperawatan yang ada diteori, penulis melakukan implementasi dengan rencana
yang telah direncanakan sebelumnya untuk memenuhi kriteria hasil. Setelah melakukan tindakan
keperawatan selama 3 hari, penulis melakukan implementasi dan mengevaluasi keadaan klien setiap
hari dan hasilnya kebutuhan cairan dalam tubuh terpenuhi, suhu tuhuh turun 37,2 C, nyeri berkurang,
mual dan mutah tidak lagi dirasakan pasien nafsu makan klien meningkat, tidak ada penurunan berat
badan yang berarti. Penulis tidak dapat melakukan implementasi lebih lanjut dikarenaan pada tanggal
18 Juli 2018 pukul 15.00 wib klien pulang.
5. Pada saat evaluasi keperawatan hari ketiga masalah hipertermia berhubungan dengan infeksi
salmonella thypi dapat teratasi dengan kriteria hasil peningkatan suhu kulit hipertermia teratasi
dengan suhu 37,2 C, dehidrasi tidak ada, berkeringat saat panas tidak ada, nyeri kepala tidak ada.
Masalah nyeri berhubungan peradangan usus dapat teratasi dengan kriteria hasil mengenali awitan
nyeri, menggunakan tindakan pencegahan, melaporkan nyeri dapat dikendalikan. Masalah nausea
berhubungam dengan iritasi lambung teratasi dengan nyeri perut tidak ada, mual muntah tidak ada,
nafsu makan meningkat, tidak ada penurunan berat badan yang berarti.
B. Saran
1. Bagi Pasien
Diharapkan sebagai informasi bagi pasien untuk mengetahui tetang penyakit yang dideritanya yaitu
thypus abdominalis.
2. Bagi Perawat
Digunakan sebagai bahan acuan atau bahan pembelajar agar dapat memahami dan menerapkan
asuhan keperawatan secara nyata pada klien denga thypus abdominalis.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Institusi pendidikan harus dapat meningkatkan mutu pelayanan pendidikan yang lebih berkualitas
dan professional, guna terciptanya perawat yang professional, terampil, cekatan, dan handal dalam
memberikan asuhan keperawatan.
31
DAFTAR PUSTAKA
Wijayaningsih, Kartika sari. (2013). Standar Asuhan Keperawatan.Jakarta : CV. Trans Info Media
Nanda.( 2011). Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC
Nani.(2014). Demam Tifoid
Pearce, Evelyn C.( 2009). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta : Gramedia
Republik Indonesia, D. K. (2013). Demam Typoid
Timmreck. T.C. 2004. Epidemiologi Suatu Pengantar. Edisi 2. EGC: Jakarta
Widoyono. 2012. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, dan Pemberantasannya, Jakarta.
Erlangga