Dr.(HC) Ir. Soekarno1 (ER, EYD: Sukarno, nama lahir : Koesno Sosrodihardjo) lahir di
Surabaya, Jawa Timur, 6 Juni 1901.Beliau meninggal di Jakarta pada tanggal 21 Juni
1970 pada umur 69 tahun.Beliau adalah Presiden Indonesia pertama yang menjabat
Sifat-sifat yang harus diteladani : Jiwa dan semangat merdeka nasionalisme dan
KELOMPOK 1
Sidang Kabinet Darurat RI kemudian Pada hari yang sama (27 Desember 1949),
menunjuk Menteri Kemakmuran Sjafruddin Wakil Kerajaan Belanda menyerahkan
Prawiranegara agar membentuk kekuasaan formal kepada Pemerintah
Pemerintahan Darurat Republik Indonesia Republik Indonesia Serikat (RIS) di Jakarta,
(PDRI). A.A. Maramis yang saat itu sedang yang diwakili oleh Sri Sultan Hamengku
berada di New Delhi menjadi Menteri Luar Buwono IX selaku Penjabat Perdana Menteri
Negeri PDRI. RIS.
1961, Desember
Presiden Soekarno mengeluarkan Tri
Komando Rakyat (Trikora) yang menyerukan
kepada rakyat Indonesia untuk membebaskan
Irian Barat dari penjajahan Belanda.
Komando Mandala dibentuk di Makassar
untuk mengatur perjuangan bersenjata
membebaskan Irian Barat.
1962, Agustus
Perjanjian New York ditandatangani oleh
pihak Indonesia dan Belanda. Menurut isi
perjanjian, Belanda menyerahkan Irian Barat
kepada Pemerintahan Sementara PBB (UN
Temporary Executive Administration,
UNTEA).
HAL-HAL YANG DAPAT DITELADANI DARI IR. SOEKARNO
Selalu mengutamakan musyawarah untuk mufakat.
Pada saat proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara, Soekarno dan tokoh
kemerdekaan Indonesia lainnya mengadakan musyawarah untuk mencapai mufakat demi
keutuhan bangsa dan negara Indonesia yang baru berdiri.
Meletakkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi.
Meskipun masing-masing tokoh memiliki pendapat yang berbeda-beda namun akhirnya
Soekarno dan tokoh bangsa lainnya dapat menghasilkan keputusan bersama yang diterima &
dilaksanakan dengan ikhlas dan penuh tanggung jawab.
Memiliki semangat kekeluargaan dan kebersamaan.
Soekarno dan tokoh bangsa lainnya memiliki semangat kekeluargaan dan kebersamaan yang
merupakan kekuatan batin dalam merebut kemerdekaan dan menegakkan kedaulatan rakyat.
Berani dan rela berkorban untuk tanah air, bangsa dan negara.
Soekarno terkenal sebagai orator yang ulung. Pidato-pidato mampu membangkitkan
semangat rakyat untuk berjuang merebut kemerdekaan. Dengan tuduhan menghasut rakyat
untuk memberontak, pada akhir Desember 1929 Soekarno ditangkap dan dijatuhi hukuman
penjara.
Pantang mundur dan tidak kenal menyerah
Perumusan dasar negara Indonesia merupakan hasil kerja keras yang melibatkan banyak
tokoh diantaranya Soekarno. Beliau berjuang keras tanpa kenal menyerah dengan tulus
ikhlas, tanpa pamrih dan penuh semangat untuk merumuskan dasar Negara.
KESIMPULAN YANG DAPAT KITA JADIKAN PELAJARAN DARI IR. SOEKARNO
Tidak melakukan Korupsi atau segala sesuatu yang dapat menghancurkan Kita.
Apabila Kita ingin memimpin orang lain, pimpin dahulu diri Kita sehingga orang lain yang
Kita pimpin-pun akan segan, terbukti dengan Kepemimpinan Soekarno yang tidak
mengambil uang rakyat berakibat pada orang-orang yang dipimpinnya-pun tidak sampai hati
untuk melakukan hal itu.
Menjadi Pemimpin yang terbuka, tidak hanya untuk golongannya tapi untuk semua kalangan
yang dipimpin, terbukti dengan Keinginan Soekarno yang ingin Istana Negara bukan hanya
menjadi tempat bagi para mandataris rakyat, tapi juga terbuka untuk setiap orang yang ingin
masuk dan belajar di sana, tidak seperti kondisi sekarang yang penjagaan sangat ketat
sehingga cenderung orang-orang istana saja yang bisa masuk ke sana.
Menjadi pemimpin yang jika berbicara tidak hanya mampu dimengerti oleh orang-orang
yang berpendidikan, tapi bisa menyesuaikan dengan siapa yang diajak bicara.
Pemimpin harus memerdulikan ‘orang kecil’. Hakikat pemimpin adalah orang yang dipilih
rakyat (mandataris rakyat), sehingga harus memerdulikan rakyat yang dipimpinnya.
Jangan pernah menyerah dalam memerjuangkan kebenaran dan untuk kepentingan
masyarakat banyak.
Jangan terlalu menikmati (terlena) dengan jabatan yang Kita pegang sekarang seolah tidak
ingin turun, walaupun Kita telah menorehkan prestasi yang membanggakan, Kita harus sadar
bahwa jabatan itu harus berganti, jika tidak, maka akan terjadi hal-hal yang negatif.
Pemimpin harus gigih dalam memerjuangkan kebenaran walaupun risikonya sangat besar.
Pemimpin yang tegas dan berani, adalah pemimpin yang dapat selalu mempertahankan
integritasnya, sekalipun ‘penjara’ rintangannya.
Apabila seorang pemimpin ingin dan bermaksud memperjuangkan kepentingan ‘rakyat’
yang dipimpinnya, maka Pemimpin tersebut harus sebisa mungkin berjumpa dengan
‘rakyat’nya, karena dengan itu, maka akan tampak bukan hanya sekadar janji-janji yang
terlontar, namun ada usaha untuk menjadikan itu nyata.
KATA-KATA MUTIARA IR. SOEKARNO TERBAIK
1. "Tuhan menciptakan bangsa untuk maju melawan kebohongan elit atas, hanya bangsanya
sendiri yang mampu merubah nasib negerinya sendiri."
2. "Aku tinggalkan Kekayaan alam Indonesia, biar semua negara besar dunia iri dengan
Indonesia, dan aku tinggalkan hingga bangsa Indonesia sendiri yang mengolahnya."
3. "Barangsiapa ingin mutiara, harus berani terjun di lautan yang dalam."
4. “Firman Tuhan inilah gitaku, Firman Tuhan inilah harus menjadi Gitamu : “Innallahu la yu
ghoiyiru ma bikaumin, hatta yu ghoiyiru ma biamfusihim”. ” Tuhan tidak merobah nasibnya
sesuatu bangsa sebelum bangsa itu merobah nasibnya” [Bung Karno, Pidato HUT
Proklamasi, 1964]
5. "Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa pahlawannya." [Ir. Soekarno,
Pidato Hari Pahlawan 10 November 1961]
6. "Kita belum hidup dalam sinar bulan purnama, kita masih hidup dimasa pancaroba. Jadi
tetaplah bersemangat elang rajawali."
7. "Gantungkan cita-cita mu setinggi langit! Bermimpilah setinggi langit. Jika engkau jatuh,
engkau akan jatuh di antara bintang-bintang."
8. "Laki-laki dan perempuan adalah seperti dua sayap dari seekor burung. Jika dua sayap
sama kuatnya, maka terbanglah burung itu sampai ke puncak yang setinggi-tingginya; Jika
patah satu dari pada dua sayap itu, maka tak dapatlah terbang burung itu sama sekali."
9. "Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, perjuanganmu akan lebih sulit
karena melawan bangsamu sendiri."
10. "Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya. Beri aku 10
pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia"
11. "Merdeka hanyalah sebuah jembatan, Walaupun jembatan emas.., di seberang jembatan
itu jalan pecah dua: satu ke dunia sama rata sama rasa.., satu ke dunia sama ratap sama
tangis!"
12. "Orang tidak bisa mengabdi kepada Tuhan dengan tidak mengabdi kepada sesama
manusia.. Tuhan bersemayam di gubuknya si miskin."
13. "Apakah kelemahan kita adalah kurang percaya diri sebaga bangsa, sehingga kita menjadi
bangsa penjiplak luar negeri dan kurang mempercayai satu sama lain, padahal kita ini asalnya
adalah rakyat gotong royong."
14. "Jadikan deritaku ini sebagai kesaksian bahwa kekuasaan seorang Presiden sekalipun ada
batasnya. Karena kekuasaan yang langgeng hanya kekuasaan rakyat. Dan diatas segalanya
adalah Kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa."
15. "Bangunlah suatu dunia dimana semuanya bangsa hidup dalam damai dan persaudaraan."
16. "Kita bangsa besar, kita bukan bangsa tempe. Kita tidak akan mengemis, kita tidak akan
minta-minta, apalagi jika bantuan-bantuan itu diembel-embeli dengan syarat ini syarat itu!
Lebih baik makan gaplek tetapi merdeka, daripada makan bestik tapi budak." [Bung Karno,
Pidato HUT Proklamasi]
17. "Aku lebih suka lukisan samudra yang gelombangnya menggebu-gebu daripada lukisan
sawah yang adem ayem tentram."
18. "Janganlah mengira kita semua sudah cukup berjasa dengan segi tiga warna. Selama
masih ada ratap tangis di gubuk-gubuk pekerjaan kita selesai! Berjuanglah terus dengan
mengucurkan sebanyak-banyak keringat." [Ir. Soekarno, Pidato HUT Proklamasi]
19. "Apabila dalam di dalam diri seseorang masih ada rasa malu dan takut untuk berbuat
suatu kebaikan, maka jaminan bagi orang tersebut adalah tidak akan bertemunya ia dengan
kemajuan selangkah pun."
20. "Janganlah melihat ke masa depan dengan mata buta. Masa yang lampau sangat berguna
sebagai kaca benggala daripada masa yang akan datang."
21. “Tidak seorang pun yang menghitung-hitung: berapa untung yang kudapat nanti dari
Republik ini, jikalau aku berjuang dan berkorban untuk mempertahankannya”. [Ir. Soekarno,
Pidato HUT Proklamasi 1956]
22. "Apakah kita mau Indonesia merdeka, yang kaum Kapitalnya merajalela ataukah yang
semua rakyatnya sejahtera, yang semua cukup makan, cukup pakaian, hidup dalam
kesejahteraan, merasa dipangku oleh Ibu Pertiwi yang cukup memberi sandang dan
pangan?" [Ir. Soekarno Pidato lahirnya Pancasila 1 Juni 1945]
23. "Gemah ripah loh jinawi, tata tentram kerta raharja, para kawula iyeg rumagang ing
gawe, tebih saking laku cengengilan adoh saking juti. Wong kang lumaku dagang, rinten dalu
tan wonten pedote, labet saking tan wonten sansayangi margi. Subur kang sarwa tinandur,
murah kang sarwa tinuku. Bebek ayam raja kaya enjang medal ing panggenan, sore bali ing
kandange dewe-dewe. Ucapan-dalang dari bapaknya-embahnya-buyutnya-canggahnya,
warengnya-udeg-udegnya gantung siwurnya. Bekerja bersatu padu, jauh daripada hasut,
dengki, orang berdagang siang malam tiada hentinya, tidak ada halangan di jalan. Inipun
menggambarkan cita-cita sosialisme." [Bung Karno, Pidato Hari Ibu 22 Desember 1960]
24. "Walaupun jembatan emas di seberang jembatan itu jalan pecah dua: satu ke dunia sama
rata sama rasa.. satu ke dunia sama ratap sama tangis.."
Quote: Drs. Moh. Hatta
Dr.(H.C) Drs. H. Mohammad Hatta (lahir dengan nama Muhammad Athar) populer
Beliau lahir di Fort de Kock (sekarang Bukittinggi, Sumatera Barat), Hindia Belanda
pada tanggal 12 Agustus 1902.Beliau meninggal di Jakarta pada 14 Maret 1980 pada
umur 77 tahun. Bung Hatta adalah pejuang, negarawan, ekonom, dan juga Wakil
1945. Ia juga pernah menjabat sebagai Perdana Menteri dalam Kabinet Hatta I, Hatta II,
dan RIS.
Ia mundur dari jabatan wakil presiden pada tahun 1956, karena berselisih dengan
Sifat-sifat yang harus diteladani : Jiwa dan semangat merdeka nasionalisme dan
Sebagai bendahara Jong Sumatranen Bond, ia menyadari pentingnya arti keuangan bagi
hidupnya perkumpulan. Tetapi sumber keuangan baik dari iuran anggota maupun dari
sumbangan luar hanya mungkin lancar kalau para anggotanya mempunyai rasa tanggung
jawab dan disiplin. Rasa tanggung jawab dan disiplin selanjutnya menjadi ciri khas sifat-sifat
Mohammad Hatta.
Masa Studi di Negeri Belanda
Pada tahun 1921 Hatta tiba di Negeri Belanda untuk belajar pada Handels Hoge School di
Rotterdam. Ia mendaftar sebagai anggota Indische Vereniging. Tahun 1922, perkumpulan ini
berganti nama menjadi Indonesische Vereniging. Perkumpulan yang menolak bekerja sama
dengan Belanda itu kemudian berganti nama lagi menjadi Perhimpunan Indonesia (PI). Hatta
juga mengusahakan agar majalah perkumpulan, Hindia Poetra, terbit secara teratur sebagai
dasar pengikat antaranggota. Pada tahun 1924 majalah ini berganti nama menjadi Indonesia
Merdeka. Hatta lulus dalam ujian handels economie (ekonomi perdagangan) pada tahun
1923. Semula dia bermaksud menempuh ujian doctoral di bidang ilmu ekonomi pada akhir
tahun 1925. Karena itu pada tahun 1924 dia non-aktif dalam PI. Tetapi waktu itu dibuka
jurusan baru, yaitu hukum negara dan hukum administratif. Hatta pun memasuki jurusan itu
terdorong oleh minatnya yang besar di bidang politik.
Perpanjangan rencana studinya itu memungkinkan Hatta terpilih menjadi Ketua PI pada
tanggal 17 Januari 1926. Pada kesempatan itu, ia mengucapkan pidato inaugurasi yang
berjudul "Economische Wereldbouw en Machtstegenstellingen"--Struktur Ekonomi Dunia
dan Pertentangan kekuasaan. Dia mencoba menganalisis struktur ekonomi dunia dan
berdasarkan itu, menunjuk landasan kebijaksanaan non-kooperatif. Sejak tahun 1926 sampai
1930, berturut-turut Hatta dipilih menjadi Ketua PI. Di bawah kepemimpinannya, PI
berkembang dari perkumpulan mahasiswa biasa menjadi organisasi politik yang
mempengaruhi jalannya politik rakyat di Indonesia. Sehingga akhirnya diakui oleh
Pemufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPI) PI sebagai pos depan dari
pergerakan nasional yang berada di Eropa. PI melakukan propaganda aktif di luar negeri
Belanda. Hampir setiap kongres intemasional di Eropa dimasukinya, dan menerima
perkumpulan ini. Selama itu, hampir selalu Hatta sendiri yang memimpin delegasi.
Pada tahun 1926, dengan tujuan memperkenalkan nama "Indonesia", Hatta memimpin
delegasi ke Kongres Demokrasi Intemasional untuk Perdamaian di Bierville, Prancis. Tanpa
banyak oposisi, "Indonesia" secara resmi diakui oleh kongres. Nama "Indonesia" untuk
menyebutkan wilayah Hindia Belanda ketika itu telah benar-benar dikenal kalangan
organisasi-organisasi internasional. Hatta dan pergerakan nasional Indonesia mendapat
pengalaman penting di Liga Menentang Imperialisme dan Penindasan Kolonial, suatu
kongres internasional yang diadakan di Brussels tanggal 10-15 Pebruari 1927. Di kongres ini
Hatta berkenalan dengan pemimpin-pemimpin pergerakan buruh seperti G. Ledebour dan
Edo Fimmen, serta tokoh-tokoh yang kemudian menjadi negarawan-negarawan di Asia dan
Afrika seperti Jawaharlal Nehru (India), Hafiz Ramadhan Bey (Mesir), dan Senghor (Afrika).
Persahabatan pribadinya dengan Nehru mulai dirintis sejak saat itu.
Pada tahun 1927 itu pula, Hatta dan Nehru diundang untuk memberikan ceramah bagi "Liga
Wanita Internasional untuk Perdamaian dan Kebebasan" di Gland, Swiss. Judul ceramah
Hatta L 'Indonesie et son Probleme de I' Independence (Indonesia dan Persoalan
Kemerdekaan). Bersama dengan Nazir St. Pamontjak, Ali Sastroamidjojo, dan Abdul Madjid
Djojoadiningrat, Hatta dipenjara selama lima setengah bulan. Pada tanggal 22 Maret 1928,
mahkamah pengadilan di Den Haag membebaskan keempatnya dari segala tuduhan. Dalam
sidang yang bersejarah itu, Hatta mengemukakan pidato pembelaan yang mengagumkan,
yang kemudian diterbitkan sebagai brosur dengan nama "Indonesia Vrij", dan kemudian
diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai buku dengan judul Indonesia Merdeka.
Antara tahun 1930-1931, Hatta memusatkan diri kepada studinya serta penulisan karangan
untuk majalah Daulat Ra‘jat dan kadang-kadang De Socialist. Ia merencanakan untuk
mengakhiri studinya pada pertengahan tahun 1932.
Kembali ke Tanah Air
Pada bulan Juli 1932, Hatta berhasil menyelesaikan studinya di Negeri Belanda dan sebulan
kemudian ia tiba di Jakarta. Antara akhir tahun 1932 dan 1933, kesibukan utama Hatta adalah
menulis berbagai artikel politik dan ekonomi untuk Daulat Ra’jat dan melakukan berbagai
kegiatan politik, terutama pendidikan kader-kader politik pada Partai Pendidikan Nasional
Indonesia. Prinsip non-kooperasi selalu ditekankan kepada kader-kadernya. Reaksi Hatta
yang keras terhadap sikap Soekarno sehubungan dengan penahannya oleh Pemerintah
Kolonial Belanda, yang berakhir dengan pembuangan Soekarno ke Ende, Flores, terlihat pada
tulisan-tulisannya di Daulat Ra’jat, yang berjudul "Soekarno Ditahan" (10 Agustus 1933),
"Tragedi Soekarno" (30 Nopember 1933), dan "Sikap Pemimpin" (10 Desember 1933).
Pada bulan Pebruari 1934, setelah Soekarno dibuang ke Ende, Pemerintah Kolonial Belanda
mengalihkan perhatiannya kepada Partai Pendidikan Nasional Indonesia. Para pimpinan
Partai Pendidikan Nasional Indonesia ditahan dan kemudian dibuang ke Boven Digoel.
Seluruhnya berjumlah tujuh orang. Dari kantor Jakarta adalah Mohammad Hatta, Sutan
Sjahrir, dan Bondan. Dari kantor Bandung: Maskun Sumadiredja, Burhanuddin, Soeka, dan
Murwoto. Sebelum ke Digoel, mereka dipenjara selama hampir setahun di penjara Glodok
dan Cipinang, Jakarta. Di penjara Glodok, Hatta menulis buku berjudul “Krisis Ekonomi dan
Kapitalisme”.
Masa Pembuangan
Pada bulan Januari 1935, Hatta dan kawan-kawannya tiba di Tanah Merah, Boven Digoel
(Papua). Kepala pemerintahan di sana, Kapten van Langen, menawarkan dua pilihan: bekerja
untuk pemerintahan kolonial dengan upah 40 sen sehari dengan harapan nanti akan dikirim
pulang ke daerah asal, atau menjadi buangan dengan menerima bahan makanan in natura,
dengan tiada harapan akan dipulangkan ke daerah asal. Hatta menjawab, bila dia mau bekerja
untuk pemerintah kolonial waktu dia masih di Jakarta, pasti telah menjadi orang besar dengan
gaji besar pula. Maka tak perlulah dia ke Tanah Merah untuk menjadi kuli dengan gaji 40 sen
sehari.
Dalam pembuangan, Hatta secara teratur menulis artikel-artikel untuk surat kabar
Pemandangan. Honorariumnya cukup untuk biaya hidup di Tanah Merah dan dia dapat pula
membantu kawan-kawannya. Rumahnya di Digoel dipenuhi oleh buku-bukunya yang khusus
dibawa dari Jakarta sebanyak 16 peti. Dengan demikian, Hatta mempunyai cukup banyak
bahan untuk memberikan pelajaran kepada kawan-kawannya di pembuangan mengenai ilmu
ekonomi, sejarah, dan filsafat. Kumpulan bahan-bahan pelajaran itu di kemudian hari
dibukukan dengan judul-judul antara lain, "Pengantar ke Jalan llmu dan Pengetahuan" dan
"Alam Pikiran Yunani." (empat jilid).
Pada bulan Desember 1935, Kapten Wiarda, pengganti van Langen, memberitahukan bahwa
tempat pembuangan Hatta dan Sjahrir dipindah ke Bandaneira. Pada Januari 1936 keduanya
berangkat ke Bandaneira. Mereka bertemu Dr. Tjipto Mangunkusumo dan Mr. Iwa
Kusumasumantri. Di Bandaneira, Hatta dan Sjahrir dapat bergaul bebas dengan penduduk
setempat dan memberi pelajaran kepada anak-anak setempat dalam bidang sejarah, tatabuku,
politik, dan lain-Iain.
Selama masa pendudukan Jepang, Hatta tidak banyak bicara. Namun pidato yang diucapkan
di
Advertisement
Proklamasi
Pada awal Agustus 1945, Panitia Penyidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
diganti dengan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, dengan Soekamo sebagai Ketua
dan Mohammad Hatta sebagai Wakil Ketua. Anggotanya terdiri dari wakil-wakil daerah di
seluruh Indonesia, sembilan dari Pulau Jawa dan dua belas orang dari luar Pulau Jawa. Pada
tanggal 16 Agustus 1945 malam, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia mempersiapkan
proklamasi dalam rapat di rumah Admiral Maeda (JI Imam Bonjol, sekarang), yang berakhir
pada pukul 03.00 pagi keesokan harinya. Panitia kecil yang terdiri dari 5 orang, yaitu
Soekamo, Hatta, Soebardjo, Soekarni, dan Sayuti Malik memisahkan diri ke suatu ruangan
untuk menyusun teks proklamasi kemerdekaan. Soekarno meminta Hatta menyusun teks
proklamasi yang ringkas. Hatta menyarankan agar Soekarno yang menuliskan kata-kata yang
didiktekannya. Setelah pekerjaan itu selesai. mereka membawanya ke ruang tengah, tempat
para anggota lainnya menanti. Soekarni mengusulkan agar naskah proklamasi tersebut
ditandatangi oleh dua orang saja, Soekarno dan Mohammad Hatta. Semua yang hadir
menyambut dengan bertepuk tangan riuh.
Kesukaran dan ancaman yang dihadapi silih berganti. September 1948 PKI melakukan
pemberontakan. 19 Desember 1948, Belanda kembali melancarkan agresi kedua. Presiden
dan Wapres ditawan dan diasingkan ke Bangka. Namun perjuangan Rakyat Indonesia untuk
mempertahankan kemerdekaan terus berkobar di mana-mana. Panglima Besar Soediman
melanjutkan memimpin perjuangan bersenjata. Pada tanggal 27 Desember 1949 di Den Haag,
Bung Hatta yang mengetuai Delegasi Indonesia dalam Konperensi Meja Bundar untuk
menerima pengakuan kedaulatan Indonesia dari Ratu Juliana. Bung Hatta juga menjadi
Perdana Menteri waktu Negara Republik Indonesia Serikat berdiri. Selanjutnya setelah RIS
menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia, Bung Hatta kembali menjadi Wakil Presiden.
Pada tahun 1955, Bung Hatta mengumumkan bahwa apabila parlemen dan konsituante
pilihan rakyat sudah terbentuk, ia akan mengundurkan diri sebagai Wakil Presiden. Niatnya
untuk mengundurkan diri itu diberitahukannya melalui sepucuk surat kepada ketua Perlemen,
Mr. Sartono. Tembusan surat dikirimkan kepada Presiden Soekarno. Setelah Konstituante
dibuka secara resmi oleh Presiden, Wakil Presiden Hatta mengemukakan kepada Ketua
Parlemen bahwa pada tanggal l Desember 1956 ia akan meletakkan jabatannya sebagai Wakil
Presiden RI. Presiden Soekarno berusaha mencegahnya, tetapi Bung Hatta tetap pada
pendiriannya.
Pada tangal 27 Nopember 1956, ia memperoleh gelar kehormatan akademis yaitu Doctor
Honoris Causa dalam ilmu hukum dari Universitas Gajah Mada di Yoyakarta. Pada
kesempatan itu, Bung Hatta mengucapkan pidato pengukuhan yang berjudul “Lampau dan
Datang”. Sesudah Bung Hatta meletakkan jabatannya sebagai Wakil Presiden RI, beberapa
gelar akademis juga diperolehnya dari berbagai perguruan tinggi. Universitas Padjadjaran di
Bandung mengukuhkan Bung Hatta sebagai guru besar dalam ilmu politik perekonomian.
Universitas Hasanuddin di Ujung Pandang memberikan gelar Doctor Honoris Causa dalam
bidang Ekonomi. Universitas Indonesia memberikan gelar Doctor Honoris Causa di bidang
ilmu hukum. Pidato pengukuhan Bung Hatta berjudul “Menuju Negara Hukum”.
Pada tahun 1960 Bung Hatta menulis "Demokrasi Kita" dalam majalah Pandji Masyarakat.
Sebuah tulisan yang terkenal karena menonjolkan pandangan dan pikiran Bung Hatta
mengenai perkembangan demokrasi di Indonesia waktu itu. Dalam masa pemerintahan Orde
Baru, Bung Hatta lebih merupakan negarawan sesepuh bagi bangsanya daripada seorang
politikus. Hatta menikah dengan Rahmi Rachim pada tanggal l8 Nopember 1945 di desa
Megamendung, Bogor, Jawa Barat. Mereka mempunyai tiga orang putri, yaitu Meutia Farida,
Gemala Rabi'ah, dan Halida Nuriah. Dua orang putrinya yang tertua telah menikah. Yang
pertama dengan Dr. Sri-Edi Swasono dan yang kedua dengan Drs. Mohammad Chalil
Baridjambek. Hatta sempat menyaksikan kelahiran dua cucunya, yaitu Sri Juwita Hanum
Swasono dan Mohamad Athar Baridjambek.
Pada tanggal 15 Agustus 1972, Presiden Soeharto menyampaikan kepada Bung Hatta
anugerah negara berupa Tanda Kehormatan tertinggi "Bintang Republik Indonesia Kelas I"
pada suatu upacara kenegaraan di Istana Negara. Bung Hatta, Proklamator Kemerdekaan dan
Wakil Presiden Pertama Republik Indonesia, wafat pada tanggal 14 Maret 1980 di Rumah
Sakit Dr Tjipto Mangunkusumo, Jakarta, pada usia 77 tahun dan dikebumikan di TPU Tanah
Kusir pada tanggal 15 Maret 1980.
Meutia Farida
Gemala
Halida Nuriah
Pendidikan :
Karir :
yang lahir di Sukoharjo, Jawa Tengah pada 22 Januari 1903.Beliau meninggal di Jakarta
pada 12 September 1958 pada umur 55 tahun. Soepomo adalah seorang pahlawan
nasional Indonesia. Beliau dikenal sebagai arsitek Undang-undang Dasar 1945, bersama
Sifat-sifat yang harus diteladani dari beliau : Jiwa dan semangat merdeka nasionalisme
dan patriotisme.
Mr. Prof. Mohammad Yamin, S.H. lahir di Talawi, Sawahlunto, Sumatera Barat pada 24
Agustus 1903.Beliau meninggal di Jakarta pada 17 Oktober 1962 pada umur 59 tahun.
Moh. Yamin adalah sastrawan, sejarawan, budayawan, politikus, dan ahli hukum yang
Ia merupakan salah satu perintis puisi modern Indonesia dan pelopor Sumpah Pemuda
Indonesia.
Sifat-sifat yang harus diteladani dari beliau : Nasionalisme dan patriotisme idealisme
Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo lahir di Karawang, Jawa Barat pada 23
Maret 1896.
Nasional Indonesia. Ia adalah Menteri Luar Negeri Indonesia yang pertama. Achmad
Sifat-sifat yang harus diteladani dari beliau : Jiwa dan semangat merdeka nasionalisme
Kiai Haji Abdul Wahid Hasjim lahir di Jombang, Jawa Timur pada 1 Juni 1914.Beliau
meninggal di Cimahi, Jawa Barat pada19 April 1953 di umur 38 tahun.Ia adalah
dan anak dari Hasyim Asy'arie, salah satu pahlawan nasional Indonesia. Wahid Hasjim
Islam A'la Indonesia), sebuah badan federasi partai dan ormas Islam pada zaman
pendudukan Belanda. Saat pendudukan Jepang yaitu tepatnya pada tanggal 24 Oktober
terlibat dalam gerakan politik, tahun 1944 ia mendirikan Sekolah Tinggi Islam di Jakarta
Prof. KH. Abdoel Kahar Moezakir atau ejaan baru Abdul Kahar Muzakir, adalah Rektor
Magnificus yang dipilih Universitas Islam Indonesia untuk pertama kali dengan nama
STI selama 2 periode 1945 - 1948 dan 1948 - 1960. Ia adalah anggota BPUPKI (Badan
Kemerdekaan Indonesia) ini pula yang tetap dipertahankan ketika UII dihadirkan sebagai
pengganti STI pada 4 Juni 1948. Ia menduduki jabatan sebagai Rektor UII sampai tahun
Sifat-sifat yang harus diteladani dari beliau : Jiwa dan semangat merdeka.
Quote: Raden Abikusno Tjokrosoejoso
1897 - 1968) adalah salah satu Bapak Pendiri Kemerdekaan Indonesia dan
Presiden pertama Soekarno dan diwakili oleh Moh.Hatta, dan juga menjadi penasehat
Sifat-sifat yang harus diteladani dari beliau : Jiwa dan semangat merdeka.
Mashudul Haq (berarti "pembela kebenaran") lahir di Koto Gadang, Agam, Sumatera
adalah seorang pejuang kemerdekaan Indonesia. Haji Agus Salim ditetapkan sebagai
salah satu Pahlawan Nasional Indonesia pada tanggal 27 Desember 1961 melalui
Sifat-sifat yang harus diteladani dari beliau : Jiwa dan semangat merdeka.
Biografi Haji Agus Salim. Ia dikenal sebagai salah satu pahlawan Indonesia,
Mengenai kehidupan Haji Agus Salim berikut profilnya. Haji Agus Salim lahir dengan nama Mashudul
Haq yang berarti "pembela kebenaran". Dia Lahir di Kota Gadang, Agam, Sumatera Barat, Hindia
Belanda, 8 Oktober 1884.
Dia menjadi anak keempat Sultan Moehammad Salim, seorang jaksa di sebuah pengadilan negeri.
Karena kedudukan ayahnya Agus Salim bisa belajar di sekolah-sekolah Belanda dengan lancar, selain
karena dia anak yang cerdas.
Dalam usia muda, dia telah menguasai sedikitnya tujuh bahasa asing; Belanda, Inggris, Arab, Turki,
Perancis, Jepang, dan Jerman. Pada 1903 dia lulus HBS (Hogere Burger School) atau sekolah
menengah atas 5 tahun pada usia 19 tahun dengan predikat lulusan terbaik di tiga kota, yakni
Surabaya, Semarang, dan Jakarta.
...Kami tertarik sekali kepada seorang anak muda, kami ingin melihat dia dikarunia bahagia. Anak
muda itu namanya Salim, dia anak Sumatera asal Riau, yang dalam tahun ini, mengikuti ujian
penghabisan sekolah menengah HBS, dan ia keluar sebagai juara. Juara pertama dari ketiga-tiga
HBS! Anak muda itu ingin sekali pergi ke Negeri Belanda untuk belajar menjadi dokter. Sayang
sekali, keadaan keuangannya tidak memungkinkan. - Surat R,A Kartini tertanggal 24 Juli 1903
Lalu, Kartini merekomendasikan Agus Salim untuk menggantikan dirinya berangkat ke Belanda,
karena pernikahannya dan adat Jawa yang tak memungkinkan seorang puteri bersekolah tinggi.
Caranya dengan mengalihkan beasiswa sebesar 4.800 gulden dari pemerintah ke Agus Salim.
Pemerintah akhirnya setuju. Tapi, Agus Salim menolak.
Dia beranggapan pemberian itu karena usul orang lain, bukan karena penghargaan atas kecerdasan
dan jerih payahnya. Salim tersinggung dengan sikap pemerintah yang diskriminatif. Apakah karena
Kartini berasal dari keluarga bangsawan Jawa yang memiliki hubungan baik dan erat dengan pejabat
dan tokoh pemerintah sehingga Kartini mudah memperoleh beasiswa?
Karir politik Agus Salim berawal di SI, bergabung dengan HOS Tjokroaminoto dan Abdul Muis pada
915. Ketika kedua tokoh itu mengundurkan diri dari Volksraad sebagai wakil SI akibat kekecewaan
mereka terhadap pemerintah Belanda, Agus Salim menggantikan mereka selama empat tahun
(1921-1924) di lembaga itu. Tapi, sebagaimana pendahulunya, dia merasa perjuangan “dari dalam”
tak membawa manfaat. Dia keluar dari Volksraad dan
Advertisement
berkonsentrasi di SI.
Pada 1923, benih perpecahan mulai timbul di SI. Semaun dan kawan-kawan menghendaki SI menjadi
organisasi yang condong ke kiri, sedangkan Agus Salim dan Tjokroaminoto menolaknya. Buntutnya SI
terbelah dua: Semaun membentuk Sarekat Rakyat yang kemudian berubah menjadi PKI, sedangkan
Agus Salim tetap bertahan di SI. Karier politiknya sebenarnya tidak begitu mulus.
Dia pernah dicurigai rekan-rekannya sebagai mata-mata karena pernah bekerja pada pemerintah.
Apalagi, dia tak pernah ditangkap dan dipenjara seperti Tjokroaminoto. Tapi, beberapa tulisan dan
pidato Agus Salim yang menyinggung pemerintah mematahkan tuduhan-tuduhan itu. Bahkan dia
berhasil menggantikan posisi Tjokroaminoto sebagai ketua setelah pendiri SI itu meninggal dunia
pada 1934.
Peran Haji Agus Salim
Selain menjadi tokoh SI, Agus Salim juga merupakan salah satu pendiri Jong Islamieten Bond. Di sini
dia membuat gebrakan untuk meluluhkan doktrin keagamaan yang kaku. Dalam kongres Jong
Islamieten Bond ke-2 di Yogyakarta pada 1927, Agus Salim dengan persetujuan pengurus Jong
Islamieten Bond menyatukan tempat duduk perempuan dan laki-laki. Ini berbeda dari kongres dua
tahun sebelumnya yang dipisahkan tabir; perempuan di belakang, laki-laki di depan. ”Ajaran dan
semangat Islam memelopori emansipasi perempuan,” ujarnya.
Agus Salim pernah menjadi anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada akhir
kekuasaan Jepang. Ketika Indonesia merdeka, dia diangkat menjadi anggota Dewan Pertimbangan
Agung. Kepiawaiannya berdiplomasi membuat dia dipercaya sebagai Menteri Muda Luar Negeri
dalam Kabinet Syahrir I dan II serta menjadi Menteri Luar Negeri dalam Kabinet Hatta. Sesudah
pengakuan kedaulatan Agus Salim ditunjuk sebagai penasehat Menteri Luar Negeri.
Dengan badannya yang kecil, di kalangan diplomatik Agus Salim dikenal dengan julukan The Grand
Old Man, sebagai bentuk pengakuan atas prestasinya di bidang diplomasi. Sebagai pribadi yang
dikenal berjiwa bebas. Dia tak pernah mau dikekang oleh batasan-batasan, bahkan dia berani
mendobrak tradisi Minang yang kuat. Tegas sebagai politisi, tapi sederhana dalam sikap dan
keseharian.
Dia berpindah-pindah rumah kontrakan ketika di Surabaya, Yogyakarta, dan Jakarta. Di rumah
sederhana itulah dia menjadi pendidik bagi anak-anaknya, kecuali si bungsu, bukan memasukkannya
ke pendidikan formal. Alasannya, selama hidupnya Agus Salim mendapat segalanya dari luar sekolah.
”Saya telah melalui jalan berlumpur akibat pendidikan kolonial,” ujarnya tentang penolakannya
terhadap pendidikan formal kolonial yang juga sebagai bentuk pembangkangannya terhadap
kekuasaan Belanda. Agus Salim wafat pada 4 November 1954 dalam usia 70 tahun.
Dalam teori komunikasi, pola berpikir seseorang dipengaruhi oleh latar belakang hidup di
lingkungannya. Seorang tokoh yang berperan dalam gerakan moderen Islam di Indonesia, Agus
Salim, memiliki pola berpikir yang dipengaruhi oleh lingkungannya dalam hal sosial-intelektual. Dia
adalah anak dari pejabat pemerintah yang juga berasal dari kalangan bangsawan dan agama.
Jadi, sejak kecil ia hidup di lingkungan yang penuh dengan nuansa-nuansa keagamaan. Setelah
menyelesaikan studi sekolah pertengahannya di Jakarta, dia bekerja untuk konsulat Belanda di
Jeddah (1906-1909). Di sini dia mempelajari kembali lebih dalam tentang Islam, kendatipun dia
memberi pengakuan: “meskipun saya terlahir dalam sebuah keluarga Muslim yang taat dan
mendapatkan pendidikan agama sejak dari masa kanak-kanak, [setelah masuk sekolah Belanda] saya
mulai merasa kehilangan iman.”
Walaupun demikian, tidak berarti bahwa Agus Salim adalah seorang yang anti-nasionalisme.
Perjuangannya dalam mempersiapkan kemerdekaan bangsa kita adalah bukti bahwa dia adalah
seorang yang berjiwa nasionalisme. Perjuangan Agus salim dalam meraih kemakmuran bagi rakyat
Indonesia patut kita apresiasi bersama sebagai rasa syukur kita kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Selanjutnya, kenikmatan hidup saat ini yang kita rasakan di Indonesia tak lain dan tak bukan adalah
hasil jerih payah dari para pejuang kemerdekan dan alangkah lebih baik apabila perjuangan mereka
di masa lalu dapat kita hayati untuk merevitalisasi semangat dalam diri menggali secara konsisten
khazanah-khazanah keislaman, kemoderenan, dan keindonesiaan.
Indonesia tahun 1977 usia 80 tahun.Ia adalah pejuang kemerdekaan Indonesia. Dia
pernah jadi anggota KNIP, anggota BPUPKI dan Menteri Keuangan pertama Republik
Indonesia dan merupakan orang yang menandatangani Oeang Republik Indonesia pada
tahun 1945. Adik kandung Maria Walanda Maramis ini menyelesaikan pendidikannya
dalam bidang hukum pada tahun 1924 di Belanda.Ia mempunyai istri bernama Elizabeth
Sifat-sifat yang harus diteladani dari beliau : Jiwa dan semangat merdeka idealisme
Semoga jasa-jasa para pahlawan yang tidak akan terbayar dengan apapun dapat
Dan menjadi sosok yang teladan dan dihargai oleh semua masyarakat Indonesia
Jenderal Besar Raden Soedirman EYD: Sudirman lahir 24 Januari 1916. Beliau
meninggal 29 Januari 1950 pada umur 34 tahun adalah seorang perwira tinggi Indonesia
pada masa Revolusi Nasional Indonesia. Menjadi panglima besar Tentara Nasional
Indonesia pertama, ia secara luas terus dihormati di Indonesia. Terlahir dari pasangan
rakyat biasa di Purbalingga, Hindia Belanda, Soedirman diadopsi oleh pamannya yang
seorang priyayi. Setelah keluarganya pindah ke Cilacap pada tahun 1916, Soedirman
tumbuh menjadi seorang siswa rajin; ia sangat aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler,
karena ketaatannya pada Islam. Setelah berhenti kuliah keguruan, pada 1936 ia mulai
bekerja sebagai seorang guru, dan kemudian menjadi kepala sekolah, di sekolah dasar
menduduki Hindia Belanda pada 1942, Soedirman tetap mengajar. Pada tahun 1944, ia
bergabung dengan tentara Pembela Tanah Air (PETA) yang disponsori Jepang,
diasingkan ke Bogor.
Sifat-sifat yang harus diteladani dari beliau : Jiwa dan semangat merdeka nasionalisme
dan patriotisme.
Salah satu penulis biografi Sutan Syahrir adalah Rosihan Anwar dengan judul biografi tokoh
Nasional Kemerdekaan ini yaitu Sutan Sjahrir: Negarawan Humanis, Demokrat Sejati yang
Mendahului Zamannya. Sutan Syahrir ini dilahirkan di Padang Panjang Sumatera Barat, 5
Maret 1909. Kedua orang tuanya bernama Mohammad rasad Gelar Maharaja Soetan bin
Soetan leman gelar Soetan palindih dan ibunya bernama Putri Siti Rabiah. Riwayat
pendidikannya di mulai di sekolah dasar ELS dan SMP di MULO Medan yang merupakan
sekolah terbaik di Medan. Selanjutnya Sutan Syahrir melanjutkan pendidikannya pada
sekolah menengah atas di AMS di Bandung. Sekolahan tersebut merupakan sekolahan
termahal yang ada di Hindia Belanda saat itu. Setelah menamatkan sekolah menengah
atasnya Sutan Syahrir melanjutkan pendidikannya di Belanda, di Universitas Amsterdam di
fakultas Hukum.
Berdasarkan biografi Sutan Syahrir yang ditulis Rosihan Anwar, saat masih mengenyam
pendidikan, Syutan syahrir sudah mulai tertarik dengan dunia politik. Cerita hidup Sutan
syahrir ini juga mengisahkan dirinya yang sudah mulai menjadi penggagas terbentuknya
organisasi Jong Indonesie. Tidak hanya itu Sutan Syahrir juga menjadi penggerak tercetusnya
Sumpah Pemuda. Pada tahun 1930 Sutan syahrir juga bergabung dengan organisasi
Perhimpunan Indonesia (PI). Selanjutnya Sutan Syahrir juga bergabung dengan PNI baru
yang sebelumnya sempat dibubarkan oleh pemerintah Hindia Belanda. Selanjutnya PNI
dianggap semakin Radikal sehingga Sutan Syahrir dan Moh Hatta di asingkan di Boven
Digoel selama setahun dan selanjutnya dipindahkan ke banda Neira untuk masa pembuangan
6 tahun.
Semangat perjuangan menentang penjajah tidak hanya saat pemerintahan belanda, dalam
Biografi Sutan Syahrir, ia masih tetap berjuang pada saat penjajahan Jepang. PNI yang
semakin berkembang ia jadikan roda pergerakan kekuatan bawah tanah. Hingga akhirnya
Sutan Syahrir beserta pemuda-pemuda Indonesia mendesak Soekarno Hatta untuk
memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia. Biografi Sutan Syahrir masih berlanjut. Pada
masa mempertahankan kemerdekaan Indonesia, Sutan Syahrir juga berperan dalam
mempertahankan kemerdekaan. Yaitu dengan membentuk cabinet Syahrir I hingga Kabinet
Syahrir ke III, dan mempertahankan Indonesia melalui jalur diplomasi.
Setelah tidak memimpin kabinet, Sutan Syahrir menjadi Duta besar keliling dan penasihat
Presiden Soekarno. Bersamaan itu pula biografi Sutan Syahrir menambah cerita mengenai
Partai Sosialis Indonesia PSI yang merupakan partai bentukan Sutan Syahrir. Karena
bergerak dalam arah komunis dan Sutan Syahrir terkait dengan kasus PRRI, Presiden
membubarkan PSI pada Tahun 1960. Selama 3 tahun Sutan Syahrir dipenjara kemudian tanpa
diadili sehingga menderita sakit. Atas izin yang didapat, ia boleh berobat di Swiss dan
akhirnya meninggal di Swiss. Sutan Syahrir meninggal pada tanggal 9 April 1966 dan
dikebumikan di TMP Kalibata dan mengakhiri kisah hidup Sutan Syahrir.
Seperti itulah ulasan Biografi Sutan Syahrir sosok perdana menteri pertama Indonesia dan
tokoh pahlawan nasional Indonesia dari Sumatra Barat yang sempat BiografiPahlawan.com
bagikan kepada pembaca. Semoga dengan hadirnya biografi diatas dapat membantu pembaca
dalam mengenal lebih dalam sosok Sutan Syahrir.
Mohamad Roem
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Mohamad Roem
Masa jabatan
24 Maret 1956 – 9 April 1957
Memimpin bersama dengan Idham Chalid
Presiden Soekarno
Perdana
Ali Sastroamidjojo
Menteri
Djanu Ismadi
Didahului oleh
Harsono Tjokroaminoto
Johannes Leimena
Digantikan oleh
Hardi
Masa jabatan
6 September 1950 – 27 April 1951
Presiden Soekarno
Perdana
Mohammad Natsir
Menteri
Masa jabatan
2 Oktober 1946 – 3 Juli 1947
Presiden Soekarno
Perdana
Sutan Sjahrir
Menteri
Masa jabatan
11 November 1947 – 29 Januari 1948
Presiden Soekarno
Perdana
Amir Syarifuddin
Menteri
Masa jabatan
3 April 1952 – 30 Juli 1953
Presiden Soekarno
Perdana
Wilopo
Menteri
Informasi pribadi
16 Mei 1908
Lahir Parakan, Temanggung, Jawa Tengah,
Hindia Belanda
Kebangsaan Indonesia
Agama Islam
Mohammad Roem (lahir di Parakan, Temanggung, 16 Mei 1908 – meninggal di Jakarta, 24
September 1983 pada umur 75 tahun) adalah seorang diplomat dan salah satu pemimpin
Indonesia di perang kemerdekaan Indonesia. Selama Soekarno presiden, ia menjabat sebagai
Wakil Perdana Menteri, Menteri Luar Negeri, dan kemudian Mendagri.
Dia paling terkenal untuk mengambil bagian dalam Perjanjian Roem-Roijen selama revolusi
Indonesia.
Daftar isi
1 Awal kehidupan
2 Karier
3 Kematian
4 Kehidupan pribadi
5 Jabatan
6 Pranala luar
Awal kehidupan
Roem lahir di Parakan, Temanggung, Jawa Tengah, Hindia Belanda, pada tanggal 16 Mei
1908. Ayahnya adalah Dulkarnaen Djojosasmito, dan ibunya adalah Siti Tarbijah. Dia pindah
ke Pekalongan karena Parakan dilanda wabah penyakit menular seperti kolera, wabah, dan
influenza. Pada tahun 1915, ia belajar di Volksschool dan dua tahun kemudian melanjutkan
ke Hollandse Inlandsche Sekolah sampai 1924. Pada tahun 1924, ia menerima beasiswa
untuk belajar di "School tot Opleiding van Indische Artsen" - STOVIA setelah menghadiri
pemeriksaan pemerintah. Tiga tahun kemudian, ia menyelesaikan ujian tahap pendahuluan
dan ditransfer ke Algemene Middelbare Sekolah, dan lulus pada tahun 1930. Setelah
menghadiri tes masuk Kedokteran Perguruan tinggi, dan ditolak, ia berpaling ke hukum,
memasuki Rechtshoogeschool te Batavia (Sekolah Tinggi Hukum di Jakarta) pada tahun
1932 dan memperoleh gelar Meester in de Rechten pada tahun 1939.
Karier
Selama Kebangkitan Nasional Indonesia, ia aktif di beberapa organisasi seperti Obligasi Jong
Islamieten pada tahun 1924 dan Sarekat Islam pada tahun 1925. Selama Revolusi, ia adalah
seorang anggota delegasi Indonesia di Perundingan Linggarjati (1946) dan Perjanjian
Renville (1948). Pada tahun 1949, ia juga pemimpin delegasi di Perjanjian Roem-Roijen,
yang membahas batas Indonesia, dan ditandatangani pada tanggal 7 Mei 1949.
Sebagai pejabat negara, ia menjabat sebagai Menteri dalam negeri di Kabinet Sjahrir III,
menteri luar negeri selama Kabinet Natsir, menteri dalam negeri selama Kabinet Wilopo, dan
wakil perdana menteri semakin selama Kabinet Ali Sastroamidjojo II.
Kematian
Roem meninggal pada September 1983 dari gangguan paru-paru, dengan meninggalkan
seorang istri dan dua anak.
Kehidupan pribadi
Roem menikah Markisah Dahlia pada tahun 1932. Mereka memiliki dua anak, laki-laki,
Roemoso, lahir pada tahun 1933 dan seorang gadis, Rumeisa, lahir pada tahun 1939.
Jabatan
Menteri Dalam Negeri pada Kabinet Sjahrir III (2 Oktober 1946 - 27 Juni 1947)
Pemimpin delegasi Indonesia dalam perundingan Roem-Royen (1949)
Menteri Luar Negeri pada Kabinet Natsir (6 September 1950 - 20 Maret 1951)
Menteri Dalam Negeri pada Kabinet Wilopo (3 April 1952 - 30 Juli 1953)
Wakil Perdana Menteri I pada Kabinet Ali Sastroamidjojo II (24 Maret 1956)
Pranala luar
Wikimedia Commons memiliki galeri mengenai:
Mohammad Roem
Jabatan politik
Oleh: iwan_daa.blog.ugm.ac.id
Sri Sultan Hamengku Buwono IX adalah raja terbesar Yogyakarta sepanjang sejarah
kesultanan Yogyakarta sejak Perjanjian Giyanti 1755, yang juga merupakan salah satu
pahlawan nasional berpengaruh Yogyakarta dan kemerdekaan Indonesia. Beliau terlahir dari
pasangan Gusti Pangeran Haryo Puruboyo yang merupakan putra mahkota Keraton Yogya
yang kemudian diangkat menjadi Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom Hamengku Negara,
yang kemudian dinobatkan menjadi Sri Sultan Hamengkubuwono VII. Sedangkan ibunya,
R.A. Kustilah merupakan putri Pangeran Mangkubumi dan kemudian menyandang gelar
Kanjeng Raden Ayu Adipati Anom. Lahir pada hari Sabtu, tanggal 12 April 1912 di
Sompilan Ngasem, Yogyakarta dan dari kecil dikenal dengan nama Gusti Raden Mas
Dorodjatun. Menurut penanggalan Jawa, beliau lahir pada tanggal 25 Rabingulakir tahun
Jimakir 1842.
Sri Sultan Hamengku Buwono IX telahir dengan nama Dorodjatun. Harapannya, agar kelak
memiliki atau dibebani derajat yang tinggi, cakap mengemban pangkat atau kedudukan yang
luhur, dan selalu berbudi baik walau memegang kekuasaan yang besar. Beliau dinobatkan
menjadi Sultan Keraton Yogyakarta pada tanggal 8 Maret 1940 dengan gelar “Sampeyan
Dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Sultan Hamengkubuwana Senapati-ing-Ngalaga
Abdurrahman Sayidin Panatagama Khalifatullah ingkang Jumeneng Kaping Sanga”. Hal
yang menarik dalam pidato penobatan Sri Sultan Hamengku Buwono IX adalah, beliau
mengatakan bahwa meskipun telah mengenyam pendidikan barat, beliau tetaplah orang Jawa.
Sri Sultan Hamengku Buwono IX bertekad akan mempertemukan jiwa Barat dan Timur agar
dapat bekerja dalam suasana harmonis.
Sri Sultan Hamengku Buwono IX merupakan pribadi dan pemimpin yang sederhana, dekat
dengan rakyat, demokratis, berkharisma, dan rela berkorban demi kepentingan bangsa dan
negara. Berikut adalah sebagian kecil kisah dari fakta sejarah yang menggambarkan Sri
Sultan Hamengku Buwono IX sebagai sosok yang sederhana, dekat dengan rakyat,
demokratis, berkharisma, dan rela berkorban demi kepentingan bangsa dan negara. Semoga
dengan membaca, memahami, dan merenungi beberapa kisah ini, dapat dijadikan teladan,
semangat dan inspirasi bagi seluruh rakyat Indonesia, khususnya untuk generasi muda
penerus kepemimpinan bangsa dan negara. Dan semoga dapat dijadikan cermin untuk
introspeksi diri bagi para pemimpin yang saat ini benar-benar telah kehilangan jiwa
kepemimpinannya.
Pribadi yang Sederhana : Sri Sultan Hamengku Buwono IX sering kos di orang
Belanda
Kesederhanaan Sri Sultan Hamengku Buwono IX sangat nampak ketika sejak kecil Sri Sultan
Hamengku Buwono IX harus keluar keraton untuk menempuh pendidikan dengan Belanda.
Kehidupan dengan Belanda membentuk pribadinya yang mandiri dan cerdas terhadap
pengetahuan budaya barat. Meski terlahir dari keluarga Keraton Jogjakarta, kehidupan
Dorodjatun muda jauh dari bayangan orang tentang kehidupan keraton hidup yang serba
istimewa. Bahkan ketika berusia empat tahun, Dorodjatun sudah harus dipindahkan dari
rumah sang ayah untuk kos di keluarga Belanda. Di tengah-tengah keluarga Mulder yang
mengasuhnya, dia merasakan bagaimana hidup sederhana dan penuh disiplin.
Memasuki usia enam tahun, Dorodjatun diberi nama pangilan Henkie, yang diambil dari kata
Henk yang berarti kecil. Pada usia enam tahun juga Dorodjatun menamatkan sekolah
dasarnya di Neutrale Europese Lagere School di Pakemweg yang sekarang dikenal dengan
nama Jalan Kaliurang. Seusai menamatkan Sekolah Dasar di Neutrale Europese Lagere
School, Dorodjatun melanjutkan pendidikan ke Hogere Burger School (HBS), sekolah
setingkat SMP di Semarang. Belum selesai satu tahun belajar di Semarang, dengan kondisi
kota yang dirasa terlalu panas dan tidak cocok dengan kondisi tubuhnya, akhirnya Dorodjatun
dipindahkan ke HBS di Bandung. Sama ketika berada di Sekolah Dasar, di kedua sekolah
HBS itu, Dorodjatun mondok di keluarga Belanda.
Pada bulan Maret 1930, saat usianya genap 18 tahun, atas perintah ayahanda, Dorodjatun
bersama dengan kakaknya, BRM Tinggarto diberangkatkan ke negeri Belanda untuk
melanjutkan sekolahnya. Di sana dia dimasukan ke sekolah Gymnasium di Haarlem. Di
sekolah setingkat SLTA ini, Dorodjatun menghabiskan waktu selama sembilan tahun untuk
menamatkan studinya. Hal ini diakibatkan seringnya dia pindah sekolah. Saat memasuki
bangku kuliah, Dorodjatun memilih Rijkuniversiteit di kota Leiden. Di universitas yang
terbilang tua dan terkemuka itu, dia mengambil jurusan indologi yang merupakan gabungan
dari bidang hukum dan ekonomi. Pada tahun 1937, Dorodjatun berhasil menamatkan
kuliahnya. Dirinya meraih ijazah candidaat Indologi.
Melihat dari sejarah pendidikan, Sultan dibesarkan di sekolah Belanda dan diasuh oleh
keluarga Belanda. Namun dia tidak pernah merasa bagian dari Belanda. Sultan tidak pernah
berkompromi dengan Belanda. Sikapnya jelas membela Republik Indonesia.
Pemimpin yang Dekat dengan Rakyat : Sri Sultan Hamengku Buwono IX membuat
pingsan pedagang beras
Sri Sultan Hamengku Buwono IX terkenal merakyat. Kedekatan Sri Sultan Hamengku
Buwono IX dengan rakyat pun sangat nampak ketika ia selalu mengunjungi rakyat-rakyatnya
baik yang ada di pasar, desa, atau tempat lainnya. Banyak kisah menarik yang terjadi antara
Sultan dan masyarakat Yogyakarta. Ada satu kisah dimana Sultan bahkan membuat seorang
wanita pedagang beras pingsan. Hal ini disaksikan langsung oleh SK Trimurti, istri dari
Sayuti Melik, pengetik naskah proklamasi. Wanita yang merupakan mantan Menteri Tenaga
Kerja Republik Indonesia itu menceritakan bagaimana dirinya mengalami langsung sikap
ringan tangan Sultan.
Kejadian tersebut berlangsung pada tahun 1946, ketika pemerintah Republik Indonesia
pindah ke Jogjakarta. Saat itu, Trimurti dari Jalan Malioboro ke utara menuju ke rumahnya di
Jalan Pakuningratan (Utara Tugu). Dia penasaran dengan kerumunan yang ada. Setelah
ditanyakan, ternyata ada wanita pedagang yang jatuh pingsan di depan pasar. Ternyata yang
membuat warga berkerumun bukan karena wanita yang jatuh pingsan di pasar, melainkan
penyebab wanita itu jatuh pingsan. Ceritanya berawal ketika wanita pedagang beras ini
memberhentikan jip untuk menumpang ke pasar Kranggan. Setelah sampai di Pasar
Kranggan, sang pedagang wanita ini meminta sang sopir untuk menurunkan semua
dagangannya. Setelah selesai dan bersiap untuk membayar jasa, dengan halus, sang sopir
menolak pemberian itu.
Dengan nada emosi, wanita pedagang ini mengatakan kepada sang sopir, apakah uang yang
diberikannya kurang. Tetapi tanpa berkata apapun sang sopir berlalu menuju ke arah selatan.
Seusai kejadian itu, seorang polisi datang menghampiri dan bertanya kepada pedagang wanita
itu. “Apakah mbakyu tahu, siapa sopir tadi?” tanya polisi. “Sopir ya sopir. Habis perkara!
Saya tidak perlu tahu namanya. Memang sopir satu ini agak aneh.” jawab sang wanita dengan
nada emosi. “Kalau mbakyu belum tahu, akan saya kasih tahu. Sopir tadi adalah Sri Sultan
Hamengku Buwono IX, raja di Ngayogyakarta ini.” jawab sang polisi. Wanita pedagang itu
pingsan setelah mengetahui sopir yang dimarahinya karena menolak menerima uang imbalan
dan membantunya menaikan dan menurunkan barang dagangan, adalah Sultan Hamengku
Buwono IX.
Sultan yang gemar menyetir sendiri ini memang senang memberikan tumpangan. Berkali-kali
orang yang mau nunut alias numpang terkejut karena yang ditumpanginya adalah mobil
Sultan Yogyakarta sekaligus menteri negara. Sultan sendiri cuek-cuek saja. Dia malah senang
bisa membantu masyarakat.
Salah satu sikap demokratis dari Sri Sultan Hamengku Buwono IX adalah, beliau selalu
memberikan kebebasan kepada rakyatnya untuk mengutarakan pendapat di alun-alun. Ada
satu kisah yang menunjukkan betapa demokratisnya Sri Sultan Hamengku Buwono IX, yaitu
ketika beliau terkena tilang di Pekalongan. Sultan Hamengku Buwono IX kerap menyetir
seorang diri. Sebuah cerita mengharukan terjadi ketika Sultan ditilang seorang polisi
berpangkat brigadir. Sultan mengaku salah, tanpa ragu si polisi yang bernama Royadin pun
melaksanakan tugasnya. Tidak ada arogansi atau tawaran damai di tempat. Peristiwa ini
terjadi pertengahan tahun 1960an. Jam baru menunjukkan pukul 5.30 WIB di Pekalongan.
Brigadir Polisi Royadin sudah berada di posnya. Persimpangan Soko mulai ramai dilalui
Delman dan Becak.
Tiba-tiba sebuah sedan hitam buatan tahun 1950an melaju pelan melawan arus. Saat itu mobil
yang melintas di jalan raya sangat sedikit. Royadin segera menghentikan mobil itu. “Selamat
pagi, bisa ditunjukan rebuwes,” kata Royadin. Rebuwes adalah surat kendaraan saat itu.
Pengemudi mobil itu membuka kacanya. Royadin hampir pingsan melihat siapa orang yang
mengemudikan mobil itu. Sinuwun Sri Sultan Hamengku Buwono IX! “Ada apa pak polisi
kata Sultan?” Sedetik Royadin gemetaran, tapi dia segera sadar. Semua pelanggaran harus
ditindak. “Bapak melanggar verboden,” katanya tegas pada Sultan. Royadi mengajak Sultan
melihat papan tanda verboden itu. Namun Sultan menolak. “Ya saya salah. Kamu yang pasti
benar. Jadi bagaimana?” tanya Sultan. Pertanyaan sulit untuk Royadin. Di depannya berdiri
sosok raja, pemimpin sekaligus pahlawan Republik. Dia hanya polisi berpangkat brigadir.
Dia heran tidak ada upaya Sultan menggunakan kekuasannya untuk minta damai atau
menekan dirinya. “Maaf, sinuwun terpaksa saya tilang,” kata Royadin. “Baik brigadir, kamu
buatkan surat itu, nanti saya ikuti aturannya. Saya harus segera ke Tegal,” jawab Sultan.
Dengan tangan bergetar Royadin membuatkan surat tilang, ingin rasanya tidak memberikan
surat itu. Tapi dia sadar dia tidak boleh memberi dispensasi. Yang membuatnya sedikit
tenang, tidak sepatah katapun yang keluar dari mulut Sultan minta dispensasi. Surat tilang
diberikan dan Sultan segera melaju. Royadin baru sadar setelah Sultan berlalu. Dia menyesal,
berbagai pikiran berkecamuk di di kepalanya. Ingin rasanya dia mengambil kembali surat
tilang Sultan dan menyerahkan rebuwes mobil Sultan yang ditahannya. Tapi semua sudah
terlanjur.
Saat apel pagi esok harinya, suara amarah meledak di Markas Polisi Pekalongan. Nama
Royadin diteriakkan berkali kali dari ruang komisaris. Royadin langsung disemprot sang
komandan dalam bahasa Jawa kasar. “Royadin! Apa yang kamu perbuat? Apa kamu tidak
berfikir? Siapa yang kamu tangkap itu? Siapaaa? Ngawur kamu! Kenapa kamu tidak lepaskan
saja Sinuwun, apa kamu tidak tahu siapa Sinuwun? teriak sang komisaris. “Siap pak. Beliau
tidak bilang beliau itu siapa. Beliau mengaku salah, dan memang salah,” jawab Brigadir
Royadin. “Ya tapi kan kamu mestinya mengerti siapa dia. Jangan kaku. Kok malah kamu
tilang. Ngawur, kamu ngawur. Ini bisa panjang, bisa sampai Menteri Kepolisian Negara!”
komisaris nyerocos tanpa ampun. Royadin ditertawakan teman-temannya. Komisaris polisi
Pekalongan berusaha mengembalikan rebuwes mobil pada Sultan Hamengku Buwono IX.
Royadin pasrah saja, dia siap dihukum, siap dimutasi atau apapun. Yang pasti dia merasa
sudah melaksanakan tugasnya sebagai seorang polisi. Belakangan sebuah surat dikirim dari
Yogya. Sultan meminta Brigadir Royadin dipindahkan ke Yogya. Sultan terkesan atas
tindakan tegas sang polisi. ”Mohon dipindahkan Brigadir Royadin ke Jogja, sebagai polisi
yang tegas saya selaku pemimpin Jogjakarta akan menempatkannya di wilayah Jogjakarta
bersama keluarganya dengan meminta kepolisian untuk menaikkan pangkatnya satu tingkat.”
Ditandatangani Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Royadin bergetar. Sebuah permintaan luar
biasa dari orang luar biasa. Namun Royadin akhirnya memilih berada di Pekalongan, tanah
kelahirannya. Sultan pun menghormati pilihan Royadin.
Royadin terus bertugas di Pekalongan. Tahun 2010 lalu dia wafat. Karena sikap tegas dan
tanpa kompromi, pangkatnya pun hanya naik beberapa tingkat. Namun mungkin sosok polisi
inilah yang paling diingat Sultan Hamengku Buwono IX seumur hidupnya.
Mungkin belum banyak pihak yang tahu adanya fakta sejarah sebuah prasasti demokratis
yang berisikan janji antara raja Yogyakarta yang kala itu dijabat Sri Sultan Hamengku
Buwono IX dengan pemerintah Republik Indonesia pada era Soekarno.
Dimana dalam prasasti tersebut berisikan pula amanat Sri Sultan Hamengku Buwono IX
kepada rakyat agar mematuhi isi janji dalam prasasti tersebut.
Berikut amanat dari Sri Sultan Hamengku Buwono IX kepada Indonesia yang diabadikan
dalam batu prasasti (jenis tulisan disamakan dengan yang ada di prasati).
AMANAT SRIPADUKA KANGDJENG SULTAN JOGJAKARTA :
TERTANDA
(HAMENGKU BUWONO)
Pemimpin yang Berkharisma : Sri Sultan Hamengku Buwono IX tidak takut dengan
ancaman moncong tank Belanda
Dalam perjuangan melawan penjajah, Sri Sultan Hamengku Buwono IX adalah sosok
nasionalis dan kharismatik. Ia selalu menyorakkan kemerdekaan RI seperti keikutsertaan
dalam Serangan Umum 1 Maret 1949 membantu Bung Karno dan Bung Hatta. Tak hanya itu,
saat masa penjajahan Jepang, Sultan melarang pengiriman romusha dengan mengadakan
proyek lokal saluran irigasi Selokan Mataram. Salah satu fakta sejarah yang menunjukkan
betapa berkharismanya Sri Sultan Hamengku Buwono IX, dimana moncong tank Belanda
bukan merupakan ancaman bagi beliau. Kejadian tersebut berlangsung saat Agresi Militer
Belanda II. Meski secara militer Belanda berhasil menguasai Yogyakarta pada Desember
1948 lewat Agresi Militer Belanda II, namun hal tersebut tidak ada artinya, karena tidak ada
dukungan secara nyata dari warga.
Untuk mendapatkan dukungan warga, pejabat Belanda sejak awal mencoba mendekati Sultan
Hamengku Buwono IX, agar bisa melunakkan hati warga Yogyakarta. Saat itu, skenario yang
digunakan pejabat Belanda adalah dengan mengangkat Sultan sebagai Wali Negara. Sultan
tak hanya diberi kekuasaan di wilayah bekas Karesidenan Yogyakarta, namun penguasa
Yogyakarta itu diberikan kekuasaan lebih luas, yaitu akan memimpin negara bagian yang
meliputi seluruh wilayah di Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Dengan kekuasaan
itu, Sultan akan memiliki kekuasaan di seluruh wilayah bekas Republik di pulau Jawa,
kecuali Banten, sebelum diserbu dan dan kemudian dikuasai tentara Belanda setelah Operasi
Kraai. Namun, rencana pejabat Belanda itu tak berjalan mulus. Sultan dengan tegas menolak
tawaran tersebut. Tidak ada ucapan selamat datang dari sang Sultan kepada pejabat Belanda.
Ketika Belanda mencapai Yogyakarta pada Minggu pagi tanggal 19 Desember, tidak ada
sambutan dari Sultan. Dia menutup gerbang Keraton dan menolak untuk menemui komandan
militer lokal Belanda, Jenderal Meijer, atau otoritas sipil Belanda. Merasa tidak disambut
ramah oleh sang Sultan, panglima tentara Belanda, Letnan Jenderal Spoor, nekad
mengendarai Tank Stuart menuju pintu gerbang Keraton, sambil mengancam akan
menerobos masuk. Namun, Sultan tak gentar dengan ancaman itu. Sultan justru menghampiri
Spoor dan menyarankan agar sang jenderal turun dari tank dan berjalan kaki ke dalam
Keraton. Mendengar perkataan Sultan, Spoor merasa senang karena dia ingin bertemu dan
membicarakan tawaran Wali Negara kepada Sultan. Dengan menggenakan baju Surjan
berwarna kelam dan berkain batik, Sultan berbicara dalam bahasa Belanda secara lantang
dengan perwira tinggi Belanda itu.
Dalam percakapan itu, Sultan justru meminta Belanda hengkang dari Yogyakarta secepatnya.
“Oleh karena kalian sama sekali tidak berhak tinggal di wilayah yang telah diwariskan nenek
moyangku, Ngayogyakarta Hadiningrat,” tegas Sultan menolak kehadiran Belanda. Setelah
sepuluh menit berlalu, Sultan langsung bangkit dari kursi yang didudukinya. Sultan lantas
mempersilahkan Jenderal Spoor untuk keluar dari Keraton, padahal sang jenderal belum
sempat mengutarakan tawaran dari pemerintah Belanda.
Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara : Sri Sultan Hamengku Buwono
IX berjasa mendirikan UGM
Sri Sultan Hamengku Buwono IX pernah menjadi wakil presiden NKRI, juga pernah
menyumbangkan dana 6 juta gulden kepada Indonesia sebagai modal awal terbentuknya
negeri ini. Beliau selalu berkomitmen untuk menjaga agar masing-masing budaya di negeri
ini tidak saling mengalahkan. Khususnya budaya Timur jangan sampai kehilangan jati
dirinya. Dalam bidang pendidikan Sri Sultan Hamengku Buwono IX menjadi salah satu
founding father Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Sultan HB IX juga ikut mendukung
penggabungan pendidikan tinggi yang tersebar di berbagai wilayah di Klaten, Surakarta,
maupun yang ada di Yogyakarta, menjadi satu perguruan tinggi yaitu UGM. Peran sultan HB
IX terhadap pendirian UGM sangat besar baik secara historis, sosiologis, politik, kultural,
idenasional-ideologis, faktual, material-fisikal dan spasial-lokasional.
Sri Sultan Hamengku Buwono IX tidak bisa dipisahkan dengan keberadaan dan eksistensi
kampus Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Beliau berperan sangat besar dalam
pembangunan UGM yang dirintis sejak tahun 1946. Secara nyata Sultan HB IX juga
memberikan bantuan dalam penyediaan sarana dan prasarana. Di antaranya adalah
menyediakan tempat perkuliahan di Sitihinggil dan Pagelaran Kraton serta gedung lainnya di
sekitar kraton. Ia pun menyediakan tanah kraton (sultan ground) untuk pendirian kampus
UGM yang baru di wilayah Bulaksumur dan sekitarnya. Lahirnya kampus UGM tidak
terlepas dari peranan HB IX sejak mulai pendirian Balai Perguruan Tinggi UGM pada 17
Februari 1946 sampai pendirian UGM pada 19 Desember 1949. Kemudian akhirnya, balai
perguruan tinggi UGM berubah menjadi Universitiet Negeri Gadjah Mada sampai menjadi
Universitas Gadjah Mada di tahun 1954.
Saat diresmikan pembentukan Balai Perguruan Tinggi UGM Yogyakarta pada 3 Maret 1946,
Sultan HB IX dan Ki Hajar Dewantara menjabat sebagai Presiden dan Wakil Presiden
Kurator Balai Perguruan Tinggi UGM Yogyakarta. Pada saat itu aktivitas perkuliahan
dilaksanakan di Pagelaran Keraton, tapi sempat berhenti saat terjadi Agresi Militer Belanda.
Perkuliahan baru dimulai kembali setelah persetujuan Roem Royen. Sultan HB IX juga ikut
mendukung penggabungan pendidikan tinggi yang tersebar di berbagai wilayah seperti di
Klaten, Surakarta, maupun yang ada di Yogyakarta. Lalu menjadi satu perguruan tinggi
UGM yang berada di bawah Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan.
Penggabungan UGM ini mendapat dukungan penuh dari Sultan HB IX tidak hanya secara
partisipatif, tetapi sejak awal ikut serta menggagas dan mewujudkan.
Tidak hanya secara institusional namun juga secara aktual. Dengan demikian, peran HB IX
terhadap pendirian UGM sangat besar baik secara historis, sosiologis, politik, kultural,
idenasional-ideologis, faktual, material-fisikal dan spasial-lokasional. Sultan HB IX secara
nyata dan konkret juga memberikan bantuan dalam penyediaan sarana dan prasarana
pendidikan berupa penyediaan tempat perkuliahan di Sitihinggil dan Pagelaran Kraton serta
gedung lainnya di sekitar Kraton. Termasuk menyediakan tanah kraton (sultan ground) untuk
pendirian kampus UGM yang baru di wilayah Bulaksumur dan sekitarnya. UGM tidak lepas
dari jasa dan sumbangan besar Sultan HB IX sebagai bapak pendiri atau founding father
UGM dimana nilai-nilai kepemimpinan beliau patut diteladani oleh anak bangsa dan
khususnya civitas akademika Universitas Gadjah Mada.
Sri Sultan Hamengku Buwono IX menggambarkan sosok yang layak menjadi panutan, meski
beliau dididik dengan cara Barat, namun beliau tetap memegang prinsip Ketimuran. Bahkan
beliau mengatakan, Saya itu tetap orang Jawa meski dapat pendidikan di Barat dari kecil
sampai dewasa. Sri Sultan Hamengku Buwono IX mampu menerjemahkan dan mengawinkan
antara budaya Barat dan budaya Timur serta menjaga agar masing-masing budaya tidak
saling mengalahkan. Khususnya budaya Timur jangan sampai kehilangan jati dirinya.
Sumber:
blog.ugm.ac.id
id.wikipedia.org
jogjakini.wordpress.com
m.merdeka.com
nationalgeographic.co.id
ugm.ac.id
http://www.esc-creation.org
http://www.google.co.id
http://www.okezone.com