Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN


DIABETES MELLITUS (DM)

DISUSUN OLEH :
WANDHA AGUSTINA PRABANDARI
108118068

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


AL IRSYAD AL ISLAMIYYAH CILACAP
TAHUN 2021
A. Konsep Dasar Diabetes militus ( DM)
1. Pengertian
Diabete smellitus tipe 2 terdiri dari serangkaian disfungsi yang di
tandai dengan hiperglikemia dan akibat kombinasi resistensi terhadap
aksi insulin, sekresi insulin yang tidak adekuat, dan sekresi glukagonik
yang berlebihan atau tidak tepat (Subiyanto, 2019).
Diabetes militus tipe 2 merupakan sebuah kondisi dimana gula
darah mengalami kenaikan yang di sebabkan oleh sel beta pankreas
memperoduksi insulin dalam jumlah sedikit dan juga adanya gangguan
pada fungsi insulin atau resistensi insulin(Haryono R dandwi R 2019).
Ulkus diabetikum adalah keadaan ditemukannya infeksi, tukak dan
atau destruksi ke jaringan kulit yang paling dalam di kaki pada pasien
Diabetes Mellitus (DM) akibat abnormalitas saraf dan gangguan
pembuluh darah arteri perifer. Ulkus diabetikum dapat dicegah dengan
melakukan intervensi sederhana sehingga kejadian angka amputasi
dapat diturunkan hingga 80%. Amputasi memberikan pengaruh besar
terhadap seorang individu, tidak hanya dari segi kosmetik tapi juga
kehilangan produktivitas, meningkatkan ketergantungan terhadap orang
lain serta biaya mahal yang dikeluarkan untuk penyembuhan(Loviana,
Rudy dan Zulkarnain, 2015).
2. Etiologi
Hormone insulin dan reseptornya yang ada di sel tubuh
manusia.Ada duae Bicara etiologi Diabetes Melitus tipe 2 tidak terlepas
dari peran penting tiologi yang berperanpadakejadian diabetes mellitus
tipe 2.Hal pertama terjadi karena ada penurunan sensitivitas dari insulin
(resistensi terhadap insulin). Artinya, insulin meskipun cukup
jumlahnya namun tidak dapat bekerja sebagaimana mestinya untuk
menurunkan kadar glukosa darah akibat kerusakan pada reseptor insulin
di sel. Dengan demikian hormone insulin tidak dapat berikatan dengan
reseptornya dan glukosa darah tidak dapat masuk ke dalam sel. Hal
kedua karena penurunan produksi insulin oleh sel beta pancreas.
Diabetes Melitus tipe 2 ini di rawat dengan cara melakukan edukasi,
diet, latihan fisik/olahraga, dan monitoring glukosa darah. Selain itu,
perawatan dan pengobatan bisa menggunakan hipoglikemia koral atau
insulin sesuai dengan kebutuhan.Penyebab pasti yang melatar belakangi
seseorang mengalami diabetes tipe 2 hingga saat ini belum di ketahui
secara jelas. Namun, ada beberapa factor tertentu yang meningkatkan
risiko seseorang mengidap diabetes tipe ini. Factor factor risiko inilah
yang diduga kuat menyebabkan terjadinya resistensi insulin dan
kegagalan sel beta pancreas dalam memproduksi insulin sehingg aterj
adihya hyperglikemia yang tidak terkompensasi oleh insulin dari dalam
tubuh. Faktor-faktor lain antara lain:
a. Diet tinggi kalori, kelebihan berat badan merupakan factor risiko
utama diabetes tipe 2. semakin banyak jaringan lemak yang
dimiliki seseorang, semakin banyak reseptor insulin yang
mengalami gangguan yang menyebabkan terjadinya resisitensi
insulin.
b. Dislipidema. Seseorang dengan kadar kolestrol HDL kurang dari
35 mg/dL dan atau kadar trigliserida lebih dari 250 mg/dl atau
disebut dislipidemia memiliki risiko tinggi diabetes mellitus tipe 2.
c. Usia. risiko diabetes tipe 2 meningkat seiring bertambahny ausia,
terutama setelah usia 45 tahun. Hal ini terjadi karena orang
cenderung kurang berolahraga, kehilangan masa otot, dan
mengalami peningkatan berat badan seiring bertambahnya usia.
d. Gaya hidup sedentary atau jarang melakukan aktifitas fisik
seseorang yang tidak aktif secaara fisik, memiliki kecendrungan
risiko diabetes tipe 2 yang tinggi, aktifitas fisik membantu
mengendalikan berat badan, menggunakan glukosa sebagai energi
sebagai energi membuat sel lebih sensitif terhadap insulin.
e. Pre–diabetes. Pre-diabetes adalah kondisi dimana tingkat gula
darah lebih tinggi dari biasanya, namun tidak cukup tinggi untuk di
klasifikasikan sebagai diabetes.
f. Diet tinggi kalori adalah diet yang mengandung energy dan protein
di atas kebutuhan normal.
g. Seorang ibu dengan riwayat diabetes gestasional dan pernah
melahirkan bayi dengan berat badan lebih dari 4000 gram.
(Subiyanto, 2019).

3. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis utama dari DM tipe 2 adalah hiperglikemia,
yaitu kadar glukosa darah puasa lebih dari 126 mg dan kadar glukosa 2
jam setelah makan atau pembebanan glukosa lebih dari 200 mg.keluhan
khas yang menyertai umumnya adalah banyak kencing (Poliuria),
sering haus dan sering minum berat badan menurun tanpa sebab yang
jelas. Sementara itu, kesemutan pada kaki, gatal di daerah genetalia dan
keputihan pada wanita, luka infeksi yang sulit sembuh, bisul yang
hilangtimbul, matakabur, cepet lelah dan mudah mengantuk, serta
disfungsi ereksi pada pria.
a. Poliuria. Keadaan sering kencing atau poliuria di sebabkan kadar
glukosa darah melebihi ambang batas ginjal dalam reabsorpsi
glukosa di tubuh ginjal. Hal tersebut menyebabkan glukosuria yang
berdampak pada terjadinya diuresis osmotik, yaitu pengenceran
volume urine sehingga volume urin yang di keluarkan bertambah
banyak.
b. Polidipsi. Keluhan sering haus dan sering minum berhubungan
dengan pengenceran plasma, yaitupenarikan cairan dari dalam sel
akibat hiperglikemia yang menyebabkan sel kekurangan cairan,
serta adanya hipovolumia akibat sering kencing.
c. Polivagia.keluhan mudah lapar dan sering makan yang umumnya
di sertai mudah lelah dan mengantuk, di sebabkan adanya
penurunan ambilan glukosa oleh sel akibat defisiensi insulin.
d. Berat badan menurun. Keluhan berat badan menurun sangat jelas
terjadi akibat sel kekurangn glukosa yang mengakibatkan
terjadinya glukoneogenesis, yaitu pembentukan glukosa dan energi
bukan berasal dari karbohidrat berupa pemecahan protein dan
lemak.
e. Kesemutan pada kaki. Keluhan kesemutan pada kaki merupakan
tanda awal adanya komplokasi periver Arterial deasease (PAD).
Yaitu adanya sumbatan arteri yang menuju ke kaki.
f. Mata kabur. Mata kabur umumnya terjadinya komplokasi kronis
diabetes, yaitu kerusakan mikrovaskuler yang menyebabkan
pecahnya pembulu darah halus di retina.

4. Patofisiologi
Diabetes mellitus tipe 2 adalah sekumpulan gejala yang timbul pada
seseorang yang di sebabka noleh adanya peningkatan kadar glukosa
darah akibat penurunan sekresi insulin. Factor risiko DM tipe 2 ini
adalah multi factorial, mencukup unsure genetik, gaya hidup, dan
lingkungan yang mempenngaruhi fungsi sel beta dan jaringan sensitive
insulin( otot, hati, jaringan adipose, pancreas). Namun demikian,
mekanisme yang mengandalikan interaksi kedua gangguan tersebut
hingga saat ini belum di ketahui secara pasti. Perjalanan penyakit DM
hingga seseorang terdiagnosa yaitu membutuhkan setidaknya 10 an
tahun. Factor risiko yang ada secara bertahap, pada awalnya
meningkatkan terjadinya resistensi insulin dan peningkatan fungsi sel
beta pancreas. Selanjutnya, terjadi kegagalanfungsi yang menyebabkan
sekresi insulin mengalami penurunan secara progresif.
Dampak terjadi adalah meningkatntya kadar glukosa puasa ( fasting
glucosa) dan kadar glukosa darah 2 jam setelah makan atau
pembebanan sejalan dengan hiperglikemia yang tidak terkendali, mulai
terjadi perubahan struktur pada pembuluh darah besar (arteri) dan
pembuluh darah kecil (arteriole) yang menyebabkan beberapa
komplikasi.Ada juga menggambarkan ketika seseorang terdiagnosa DM
tipe 2, fungsi sel beta pancreas hanya tinggal 50%. Selanjutnya
,penderita akan mengalami penurunan fungsi secara progresif mulai
dari fase 1,2,3. Perkembangan fase ini pada akhirnya berhubungan
dengan tahap pengobatan mulai dari perubahan gaya hidup, terapi anti
diabetes oral, dan sejauh mana injeksi insulin mulai di perlukan.
4. Pathway
dislipidemia Usia> 45 Diet tinggi kalori Kehamilan riwayat
245 diabetes Pre diabet
Kadar hiperglikemi
Penurunan Resiko obesitas
kolesterol fungsi sel Pola makan meningkat
kontrol Penumpukan
trigelspidal Penumpukan lemak insulin
Reseptor Pola makan meningkat
insulin
menurun Gagal reseptor
obesitas

Gangguan reseptor insulin Penumpukan lemak

hiperglikemia Prubahan glukosa ke asam Penurunan pnyerapan asam


amino
Mikroangoipat
Diuresis meningkat
Asam amino
Neuropati darah
Devisien volume
cairan
Penurunan sensifitas perifer Napas beruah

Terputusnya kontinuitas
Mudah trauma Mual dan muntah
jarungan

Kerusakan integrits Output berlebih


Pelepasan mediator kulit
kimia
BB menurun

Setimulasi reseptor Nyei akut


Nutrisi kurang
nyeri
dari keb. tubuh
Invasi kuman/bakteri Resiko infeksi Sumber : subiyanto ( 2019)
5. Pemeriksaan Penunjang
Untuk memastikan seseorang menderita DM tipe 2 diperlukan skrining
pemeriksaan kadar glukosa darah dengan nilai satuan yang dinyatakan
dalam mg/dl atau mmol/L. Beberapa cara pemeriksaan kadar glukosa darah
untuk menegakan diagnosis DM berdasarkan konsensus pengelolaan dan
pencegahan DM tipe 2 di indonesia (PERKENI, 2006) adalah sebagai
berikut
a. Tes gula darah acak atau sewaktu. Sempel darah akan di ambil pada
waktu acak. Terlepas dari kapan seseorang terahir makan, kadar gula
darah sewaktu lebih dari 200 mg/dl (11,1 mmol/L) Sudah dapat
digunakan untuk menyatakan seseorang menderita diabetes, terutama
bila di gabungkan dengan gejala khas dan tidak khas dari diabetes.
b. Tes gula darah puasa. Sempel darah akan di ambil setelah puasa
semalam selama 8-10 jam. Tingkat gula darah puasa kurang dari 100
mg/dl (5,6 mmol/L) adalah normal.
c. Tes toleransi glukosa oral. Untuk tes ini, pasien harus berpuasa dalam
semalam selama 8-10 jam, minum air putih tanpa gula tetap di
perbolehkan. Setelah pemeriksaan kadar gula darah puasa, pasien di
berikan glukosa 75 gram yang di larutkan dalam air 250 cc, lalu
diminum dalam waktu 5 menit, selanjutnya berpuasa kembali.
d. Tes hemoblobin glikosilasi atau glycohemoglobin (HbA1C). Tes darah
ini menunjukan tingkat gula darah rata rata selama dua atau tiga bulan
terahir, mengukur presentase glukosa darah yang melekat pada
hemoglobin sebagai protein pembawa oksigen dalam sel darah merah.

6. Komplikasi
Diabetes sering di sebut “the great imitator”, yaitu penyakit yang dapat
menyerang semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai keluhan.
Penyakit ini timbul secara perlahan lahan, sehingga seseorang tidak
menyadari adanya perubahan dalam dirinya. Kadar glukosa darah yang terus
menerus tinggi akan menyebabkan gangguan gangguan yang akan timbul
beberapa tahun kemudian. ini biasanya di kenal sebagai komplikasi kronis.
Komplikasi akut juga dapat terjadi jika kadar glukosa seseorang meningkat
atau menurun dengan tajam dengan waktu relative singkat. Tidak semua
orang dengan diabetes akan menderita komplikasi jangka panjang.
Bagaimanapun penelitian telah membuktikan bahwa control glukosa darah
yang baik akan mencegah atau memperlambat perkembangan komplikasi
akut dan kronis.
a. Komplikas iAkut
Dalam komplikasi akut di kenal sebagai istilah sebagai berikut:
1) Hipoglikemia adalah keadaan seseorang dengan kadar glukosa darah
di bawah normal (kurang dari 60 mg). gejala ini di tandai dengan
munculnya rasa lapar,gemeter, mengeluarkan kringat, berdebar debar,
pusing, gelisah, dan penderita bisa menjadi tidak sadar di sertai
kejang.
2) Hiperglikemia dengan di ketahui dari hasil wawancara adanya
masukan kalori yang berlebihan, dan penghentian obat oral maupul
insulin. Tanda khasnya adalah rasa sangat haus, pandangan kabur,
muntah, berat badan menurun, sakit kepala, kulit kering dan gatal, rasa
mengantuk sampai kesadaran menuurun dan di sertai kekurangan
cairan yang berat akibat banyaknya jumlah air kencing (Urine) yang di
keluarkan.
3) ketoasidosis diabetic ataukoma diabetic yang di artikan sebagai
keadaan tubuh yang sangat kekurangan insulin dan bersifat mendadak
akibat infeksi, lupa suntik insulin, polamakan yang terlalu berlebih
anatau bebas, dan stress. Penderita dapat mengalami koma (tidak
sadar) akibat otak tidak menerima darah dan glukosa dalam jumlah
yang cukup.
4) Koma hiperosmolar non ketotik (HONK) yang di akibatkan adanya
dehidrasi berat, tekanan darah yang menurun dan syok tanpa adanya
badan keton ( hasil pemecahan asam lemak) dalam urine.
5) Koma lakto asidosis yang di artikan sebagai keadaan tubuh dengan
asam laktat yang tidak dapat diubah menjadi dikarbonat.
b. Komplikasi kronis/ jangka panjang
Penting untuk diingat seiring berjalanya waktu setelah
terdiagnosis, penderita diabetes akan mengembangkan potensi beberapa
komplikasi. Hal ini sangat mungkin terjadi karena pengabaian terhadap
gejala diabetes atau karena kadar glukosa darah yang tidak terkontrol.
Fakta ini penting untuk mengdiagnosa dengan ini melakukan
pemeriksaan mata, kaki, dan sirkulasi sesegera mungkin setelah
terdiagnosa diabetes. Kerusakan pada pembuluh darah yang
mengirimkan darah ke jantung, otak, dan kaki dapat menyebabkan
peningkatan penyakit setrok, serangan jantung (PJK) mati rasa dan
penurunan aliran darah ke kaki. Komplikasi ini bisanaya di kenal dengan
makrovaskuler. Kerusakan pada pembuluh darah yang mengalir darah ke
retina mata, ginjal dan syaraf dapat menyebabkan kerusakan pada mata
berupa pnglihatan menjadi kabur
(Retinopati). Gangguan pada ginjal (nefropati) dengan gejala hipertensi
dan adanya protein dalam air kencing (Urine). Komplikasi ini disebut
komplikasi mikrovaskular. Penyandang diabetes juga sangat mudah atau
rentan terjadi infeksi seperti pneomonia, keputihan, dan infeksi saluran
kemih.

7. Penatalaksanaan
a. Terapi Nonfarmakologis
Terapi nonfarmakologis merupakan bagian dari penatalaksanaan
komprehensif diabetes. Terapi yang diberikan menyangkut perubahan
gaya hidup, diet, dan penanganan obesitas.
1) Perubahan Gaya Hidup
Gaya hidup sedentari memiliki asosiasi yang erat dengan diabetes
mellitus tipe 2. Anjurkan pasien untuk olahraga secara teratur karena
olahraga dapat membantu mengatasi resistensi insulin. Pada tahap
awal penyakit, olahraga bahkan cukup untuk mengatasi diabetes
mellitus tipe 2 tanpa penambahan terapi farmakologis.
2) Diet
Mayoritas pasien diabetes mellitus tipe 2 merupakan pasien obesitas
sehingga doktter sebaiknya merujuk pasien ke ahli gizi. Target
penurunan berat badan 5-10% dalam jangka waktu setahun terbukti
tidak hanya menurunkan kadar gula darah, tetapi juga menurunkan
kadar kolesterol total, trigliserida, dan LDL, risiko penyakit
kardiovaskular, dan tekanan darah.
b. Terapi Farmakologis
1) Medikamentosa
Terdapat beberapa pilihan golongan pengobatan untuk diabetes
mellitus tipe 2, yaitu:
a) Biguanida
b) Sulfonilurea
c) Derivat meglitinide
d) Thiazolidinediones
e) Glucagonlike peptide-1 (GLP-1) agonists
f) Dipeptidyl peptidase IV (DPP-4) inhibitors
g) Selective sodium-glucose transporter-2 (SGLT-2) inhibitors
h) Insulin
i) Agonis dopamin
2) Metformin
Metformin merupakan obat anti diabetes oral golongan biguanide,
yang digunakan pada terapi pertama pada diabetes mellitus (DM)
tipe 2. Dosis awal 500 mg, diberikan 2 kali sehari, dan dosis yang
dibutuhkan adalah 1500-2550 mg/hari dibagi dalam 2-3 kali
pemberian.
3) Chlorpropamide
Dosis awal 100-250 mg oral, sekali sehari, dititrasi naik 50-125 mg
sesuai respon terapi setiap 3-5 hari. Dosis maintenance 100-500 per
hari. Dosis maksimum 750 mg per hari
4) Insulin
Indikasi pengobatan dengan insulin adalah :
a) Semua penderita DM dari setiap umur (baik IDDM maupun
NIDDM) dalam keadaan ketoasidosis atau pernah masuk
kedalam ketoasidosis.
b) DM dengan kehamilan/ DM gestasional yang tidak terkendali
dengan diet (perencanaan makanan).
c) DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemikoral
dosif maksimal. Dosis insulin oral atau suntikan dimulai dengan
dosis rendah dan dinaikkan perlahan – lahan sesuai dengan hasil
glukosa darah pasien.

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Menanyakan identitas klien
b. Menanyakan riwayat penyakit
1) Keluhan utama
2) Riwayat penyakit sekarang
3) Riwayat penyakit dahulu
4) Riwayat penyakit keluarga
c. Keadaan umum
d. Kesadaran
e. Pola pemenuhan kebutuhan nutrisi
1) Pola oksigenasi
2) Pola nutrisi
3) Pola eliminasi
4) Pola istirahat tidur
5) Pola aktivitas
6) Pola suhu tubuh
7) Pola rasa aman dan nyaman
8) Pola personal hygiene
9) Pola berpakaian
10) Pola bekerja
11) Pola berkomunikasi
12) Pola rekreasi dan belajar
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah:
a. Defisien volume cairan berhubungan dengan hiperglikemia, diare, dan
muntah.
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolik.
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan agen cedera kimiawi.
d. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik.
e. Resiko infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit.
f. Risiko ketidaksetabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan
gangguan setatus kesehatan fisik
3. Intervensi Keperawatan
a. Defisien volume cairan berhubungan dengan hiperglikemia, diare, dan
muntah
Tujuan (SLKI):
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan
keseimbangan cairan di dalam ruang intraseluler dan ekstraselular
dapat teratasi dengan kriteria hasil:
No Indikator IR ER
.
1. Tekanan darah
2. Keseimbangan intake dan output
dalam 24 jam
3. Turgor kulit
4. Kelembapan membran mukosa
Keterangan:
1) Sangat terganggu
2) Banyak terganggu
3) Cukup terganggu
4) Sedikit terganggu
5) Tidak terganggu
Intervensi (SIKI):
1) Monitor tanda-tanda vital klien
2) Monitor status gizi
3) Monitor makanan/cairan yang dikonsumsi dan hitung asupan
kalori harian
4) Distribusikan cairan selama 24 jam
5) Jaga intake/asupan yang akurat dan catat output klien
6) Tawari makanan ringan (misalnya,minuman ringan dan buah-
buahan segar/jus buah
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolik.
Tujuan (SLKI):
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh seimbang dengan kriteria hasil:
No Indikator IR ER
.
1. Asupan Gizi
2. Asupan Makanan
3. Asupan Cairan
4. Energi
5. Kasio berat badan
Keterangan:
1. Sangat menyimpang dari rentang normal
2. Banyak menyimpang dari rentang normal
3. Cukup menyimpang dari rentang normal
4. Sedikit menyimpang dari rentang normal
5. Tidak menyimpang dari rentang normal
Intervensi (SIKI):
1. Identifikasi (adanya) alergi atau intoleransi makanan yang dimiliki
pasien.
2. Monitor kalori dan asupan makanan.
3. Monitor kecenderungan terjadinya penurunan dan kenaikan berat
badan.
4. Instruksikan pasien mengenai kebutuhan nutrisi.
5. Bantu pasien dalam menentukan pedoman atau piramida makanan
yang paling cocok dalam memenuhi kebutuhan nutrisi dan
preferensi (misalnya, piramida makanan vegetarian, piramida
panduan makanan dan piramida makanan untuk lansia).
6. Tentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhkan untuk
memenuhi persyaratan gizi.
7. Ciptakan lingkungan yang optimal pada saat mengkonsumsi
makan.
8. Kolaborasikan dengan ahli gizi terkait asupan nutrisi klien.
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan agen cedera kimiawi.
Tujuan (SLKI):
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24jam, diharapkan
struktur dan fungsi fisiologis serta selaput lendir utuh secara normal
dengan kriteria hasil :
No Indikator IR ER
.
1. Sensasi
2. Keringat
3. Tekstur
4. Perfusi jaringan
5. Integritas kulit
Keterangan:
1. Sangat terganggu
2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu
Intervensi (SIKI):
1. Monitor karakterisitik luka, termasuk drainase, warna, ukuran dan
bau.
2. Anjurkan pasien dan keluarga untuk mengenal tanda dan gejala
infeksi.
3. Anjurkan pasien dan keluarga mengenai cara penyimpanan dan
pembuangan balutan dan pasokan/suplai.
4. Bandingkan dan catat setiap perubahan luka.
5. Oleskan salep yang sesuai dengan kulit/sel
6. Berikan balutan yang sesuai dengan jenis luka
7. Pertahankan teknik balutan steril ketika melakukan perawatan luka,
dengan tepat.
8. Periksa luka setiap kali perubahan balutan.
d. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik.
Tujuan (SLKI):
Setelah dilakukan tindakan keperawatn selama 3x24 jam, diharapkan
nyeri dapat teratasi dengan kriteria hasil:
No Indikator IR ER
.
1. Nyeri yang dilaporkan
2. Ekspresi nyeri wajah
3. Tidak bisa beristirahat
4. Ketegangan otot
5. Mual
Keterangan:
1. Berat
2. Cukup berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada
Intervensi (SIKI):
1. Kaji nyeri komprehensif yang meliputi lokasi, karakteristik,
onset/durasi,frekuensi, kualitas, instensitas atau beratnya nyeri dan
faktor pencetus.
2. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri.
3. Berikan informasi mengenai nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa
lama nyeri akan dirasakan, dan antisipasi dari ketidaknyamanan
akibat prosedur.
4. Dorong pasien untuk memonitor nyeri dan menangani nyerinya
dengan tepat.
5. Ajarkan menggunakan teknik non farmakologi (relaksasi, terapi
aktivitas, terapi bermain.
6. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lainnya, mengenai
efektifitas tindakan pengontrolan yang pernah digunakan
sebelumnya.
7. Kolaborasikan dengan dokter mengenai pengobatan/penggunaan
salep analgesik.
e. Resiko infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit.
Tujuan (SLKI):
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan
resiko infeksi dapat teratasi dengan kriteria hasil:
No Indikator IR ER
.
1. Kemerahan
2. Cairan (luka) yang berbau busuk
3. Nyeri
4. Hilang nafsu makan
Keterangan:
1. Berat
2. Cukup berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada
Intervensi (SIKI):
1. Alokasikan kesesuaian luas ruang per pasien, seperti diindikasikan
oleh pedoman pusat pengendalian dan pencegahan penyakit.
2. Batasi jumlah pengunjung.
3. Anjurkan pasien mengenai teknik mencuci tangan dengan 6
langkah mencuci tangan dengan benar.
4. Anjurkan pengunjung untuk mencuci tangan pada saat memasuki
dan meninggalkan ruangan pasien.
5. Tingkatkan intake nutrisi dengan tepat.
6. Ajarkan pasien dan keluarga mengenai tanda dan gejala, kapan
harus melaporkan ke petugas kesehatan, infeksi serta menghindari
infeksi.
7. Kolaborasikan dengan dokter mengenai teknik perawatan luka
untuk mencegah terjadinya resiko infeksi.
f. Risiko ketidaksetabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan
gangguan setatus kesehatan fisik
SLKI: Kadar glukosa darah
No Indikator Ir Er
1. Glukosa darah
2. Urin glukosa
Keterangan:
1. Devisi berat kisaran normal
2. Devisi cukup berat kisaran noprmal
3. Devisi sedang dari kisaran normal
4. Devisi ringan sedang dari kisaran normal
5. Tidak ada devisi dari kisaran normal
SLKI: Menegemen hiperglikemi
1. Memonitor kadar glukosa darah sesuai indikasi
2. Memonitor tanda dan gejala hiperglikemia: poliuria,
polidipsi,polifagi, kelemahan, leteragi, malaise, pandangan kabur
atau sakitkepala
3. Monitioor AGD
4. Berikan insulin sesuai resep
5. Dorong asupan cairan oral
6. Memonitior setatus cairan (input dan output)
7. Konsultasuikan dengn dokter tanda dan gejala hiperglikemia
8. Identifikasi kemungkinan penyebab huperglikemia
9. Instruksikan pasien dan keluarga mengenai pencegahan pengenalan
tanda-tanda hiperglikemia kadar glukosa darah
10. Review riwayat kadar glukosa darah
11. Instruksikan pada pasien dan keluarga mengenai menejemen
diabetes selama periode sakit
12. Fasilitas kepatuhan terhadap diet dan regimen latihan

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, N. S., Ramli, A., Islahudin, F., &Paraidathathu, T.(2013). Medication
Adherence in Patients with Type 2 Diabetes Mellitus Treated at Primary
Health Clinics in Malaysia. Patient Preference and Adherence, 7, 525.
Dinkes Sulsel. 2018. Data PTM Sulsel 2017. Makassar: Dinas Kesehatan
Provinsi Sulawesi Selatan

Aini&Aridiana. (2016). Asuhan Keperawatan Pada Sistem Endokrin dengan


Nanda, Nic, Noc. Jakarta: Selemba Medika.

American Diabetes Association. (2015). Diagnosing Diabetes and Learning


About Prediabetes. In www.Diabetes.Org/DiabetesBasics/Diagnosis.
https://doi.org/1-800-DIABETES (800-342-2383)

Arif, M. (2018). Hubungan Pukungan Keluarga Dengan Kepatuhan Minum Obat


Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Diruang Poli Penyakit Dalam RSUD
Dr. Achmad Michtar Bukittinggi Tahun 2017. Bukittinggi

Astuti, Y. D., & H. M. (2013). Pengaruh Pemberian Jus Tomat Terhadap Kadar
Glukosa Darah Pada PreDiabetes.Journal of Nutrition College, Volume 2,
Nomor 1 , 111-117.

Ayu, S. A. (2017). Hubungan Perawatan Kaki dengan Kejadian Luka Kaki pada
Penderita Diabetes Mellitus Di Rsud Dr. H. Abdul Moeloek Propinsi
Lampung Tahun 2015. Jurnal Kesehatan Holistik, 11(2), 95–100.

Bararah, T., & Jauhar, M. (2013). ASUHAN KEPERAWATAN : Panduan Lengkap


Menjadi Perawat Profesional (jilid 1). Prestasi Pustakarya

Black, J. M. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Indonesia: CV Pentasada


Media Eduksi.
Halepian, L., M. B. Saleh, S. Hallit, dan L. R. Khabbaz. (2018). Adherence to
insulin, emotional distress, and trust in physician among patients with
diabetes: a cross- sectional study. Diabetes Therapy. 9(2):713–726

Hasdianah H.R. (2018). Mengenal DIABETES MELLITUS pada orang dewasa


dan anak-anak dengan solusi herbal. Yogyakarta : Nuha Medika.

International Diabetes Federation (IDF). 2017. IDF Diabetes Atlas 8th Edition

Islaeli, B. N., Diarti, M. W., & Jiwintoro, Y. A. (2019). Pemanfaatan Larutan


Garam Natrium Klorida (Nacl) Sebagai Pengawet Alternatif Pada Urine
Untuk Pemeriksaan Urine Metode Carik Celup. Jurnal Analis Medika
Biosains (JAMBS), 6(1), 41. https://doi.org/10.32807/jambs.v6i1.123

Khairani. (2018). InfoDATIN (Pusat Data dan Kementrian Kesehatan RI) Hari
Diabetes Sedunia Tahun 2018. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI

Kholifah, Siti Nur. (2014). Self Management Intervention increasing compliance


in patient with DM. Jurnal Ners Vol. 9 No. 1 April 2014: 143–150

Kristanto. (2014). Berkebun Buah Naga. Jakarta: Suwadaya

Putri L Riana. (2017). Skripsi.Gambaran Self Care Penderita Diabetes Melitus


(DM) Di Wilayah Kerja Puskesmas Srondol Semarang

Rendy dan Margareth. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan Penyakit
Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika

Sari. (2017). Komposisi Kandungan Gula Buah Naga Yang Tumbuh di


Perkebunan Anorganik Banjar Baru, Kalimantan Selatan.Borneo Jurnal
Pharmascientech Volume 01.
https://www.researchgate.net/publication/326549925_KOMPOSISI_KAN
DUNGAN_GULA_BUAH_NAGA_Hylocereus_costaricensis ,. diakses
tanggal 8 november 2018, jam 11.00

WHO. 2017. Global report on diabetes. Geneva: world health organization

Abdo, J. M., Sopko, N. A., & Milner, S. M. (2020). The applied anatomy of
human skin: a model for regeneration. Wound Medicine, 28, 100179.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2013. “Riset Kesehatan Dasar


(RISKESDAS) 2013.” Laporan Nasional 2013, 1–384. https://doi.org/1
Desember 2013.

Batool, S. H. (2012). The effect of coconut oil extract on full thickness wound
healing on the female rabbit. Basrah Journal of Veterinary Research.,
11(2), 28-36.

Dafriani Putri, S. A. N. dan W. M. (2019). Analisis Efek Senam Kaki Terhadap


Sensitifitas Kaki pada Pasien Diabetes Di Wilayah Kerja Puskesmas Alai
Padang. Jurnal Kesehatan Medika Saintika, 02(09), 72–77.

Den Hollander, D. (2019). Care of the burn patient after the discharge: clinical-
wound care. Medical Chronicle, 2019(Sep 2019), 44-44.

Funnell, M. M., et.al. 2008. National Standards for Diabetes SelfManagement


Education. Diabetes Care Volume 31 Supplement 1: p. S87-S94.

Ibrahim, A. H., Al-Rawi, S. S., Abdul Majid, A. S., Al-Habib, O., & Abdul Majid,
A. M. (2013). Pro-angiogenic and wound healing potency of virgin
coconut oil. Supp. Care Cancer (MASCC), 21, 235.
Ignatavicius, D. D., & Workman, M. L. (2010). Medical Surgical Nursing
Critical Thinking For Collaborative Care(6th ed.). Saunders Elsevier.

International Diabetes Federation. 2015. Atlas de La Diabetes de La FDI.


International Diabetes Federation.
Http://doi.org/10.1289/image.ehp.v119.i03.

LeMone, P., Burke, K. M., & Bauldoff, G. (2016). Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Gangguan Integumen Gangguan Endokrin Gangguan
Gastrointestinal (5th ed.). EGC.

Luh Titi Handayani. (2016). Studi meta analisis perawatan luka kaki diabetes
dengan modern dressing luh titi handayani*. The indonesian journal of
health science, 6(2), 149–159
.
Muflihah, U., & Muflihatin, S. K. (2015). Analisis Praktik Klinik Keperawatan
pada Pasien Stroke Non Hemoragik dengan Penggunaan Virgin Coconut
Oil (VCO) Untuk Perawatan Luka Dekubitus di Ruang Unit Stroke RSUD
Abdul Wahab Sjahranie Samarinda Tahun 2015.

Muktar, M. Z., Rose, L. B. C., & Amin, K. A. M. (2017, September). Formulation


and optimization of virgin coconut oil with Tween-80 incorporated in
gellan gum hydrogel. In AIP Conference Proceedings (Vol. 1885, No. 1, p.
020044). AIP Publishing LLC.

Munali, Kusnanto, Hanik Endang Nihayati, Hidayat Arifin, R. O. P. (2019).


Critical Medical And Surgical Nursing Journal (Jurnal Keperawatan
Medikal Bedah dan Kritis). Jurnal Keperawatan Medikal Bedah Dan
Kritis, 8(1), 8.
Mollazadeh, H., & Hosseinzadeh, H. (2016). Cinnamon effects on metabolic
syndrome: A review based on its mechanisms. Iranian Journal of Basic
Medical Sciences, 19(12), 1258–1270.
https://doi.org/10.22038/ijbms.2016.7906.

Norris, S.L., Lau, J., Smith, S.J., Schmid, C.H., & Engelgau, M.M. Self
Management Education for Adults With Type 2 Diabetes A meta-analysis
of the effect on glycemic control. Diabetes Care, 25:1159–1171. 2002.

Norris SL, Nichols PJ, Caspersen CJ, Glasgow RE, Engelgau MM, Jack L, et al.
Increasing diabetes self-management education in community settings. A
systematic review. Am J Prev Med., 222(4 Suppl):39-66. [PMID:
11985934] 2002.

Soegondo, S., Soewondo, P., dan Subekti, I., 2013. Penatalaksanaan Diabetes
Melitus Terpadu. Edisi ke 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

World Health Organization. 2016. “Global Report on Diabetes.” Isbn 978:88.


https://doi.org/ISBN 978 92 4 156525 7

Anda mungkin juga menyukai