Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH AGAMA ISLAM

“PERKEMBANGAN ISLAM DI INDONESIA”

Disusun Oleh :
Kelompok 2
XII IPA 5
Arvyan Cahyo ( 08 )
Dea Khoirunnisa ( 09 )
Dhiarrafii Bintang Matahari ( 10 )
Dinar Fauzia ( 11 )
Dyaratu Rintan ( 12 )
Endah Nur Laili ( 13 )
Fatma Amelia Handayani ( 14 )
Hanida Alya Pravitasari ( 15 )

SMA NEGERI 6 YOGYAKARTA


2016
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah alrabbi al‘alamin kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan nikmatnya kepada kami dan seijin-Nyalah sehingga kami dapat menyelesa ika n
penyusunan makalah ini.

Dan kami ucapkan terima kasih kepada bapak guru dan teman-teman yang telah
memberikan saran dan bantuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah
ini dibuat untuk memenuhi tugas pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) .

Kami mohon maaf apabila dalam penyusunan makalah ini banyak sekali kekurangan-
kekurangannya, dan kami sangat berbesar hati dan berlapang dada sekali apabili Bapak Guru,
teman-teman serta para pembaca untuk memberikan saran dan kritiknya.

Yogyakarta, 30 November 2015

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………… i

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………. ii

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang …...………………………………………………………………… 4

2. Permasalahan …………………………………………………………………....... 4

3. Tujuan …………………………………………………………………………....... 4

BAB II PEMBAHASAN

1. Awal Masuknya Islam di Indonesia ……………………………………...……… 5


2. Cara Masuknya Islam di Indonesia ……………………………………...……… 5

3. Perkembangan Islam di Beberapa Wilayah Nusantara ……………………………... 6

4. Peranan Umat Islam dalam Mengusir Penjajah …………………………………..…. 8

5. Peranan Umat Islam ……………………………………………………………... 11

6. Peranan Organisasi-organisasi Islam dan Partai-partai Politik Islam ……………... 12

BAB III PENUTUP


1. Kesimpulan …………………………………………………………………...… 17

2. Saran dan Kritik …………………………………………………………………...… 17

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………..………………. 18


BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Sebelum agama Islam masuk ke Indonesia, berbagai macam agama dan
kepercayaan seperti Animisme, Dinamisme, Hindu, dan Budha telah dianut oleh
masyarakat Indoesia. Bahkan pada abad 7-12 M di beberapa wilayah Indonesia telah
berdiri kerajaan-kerajaan Hindu dan Budha.

2. Permasalahan
a. Menjelaskan tentang begaimana Islam datang ke Indonesia.
b. Menjelaskan tentang bagaimana caranya Islam bisa berkembang di Indonesia.
c. Menjelaskan tentang apa saja hikmah bagi Indonesia setelah Islam datang.

3. Tujuan
a. Untuk mengingat kembali tentang bagaimana Islam masuk ke Indonesia.
b. Supaya kita bisa mencontoh bagaimana cara berdakwah yang baik
c. Mengenang kembali jasa-jasa para pejuang terdahulu
BAB II
PEMBAHASAN

1. Awal Masuknya Islam di Indonesia


Ketika Islam datang di Indonesia, berbagai agama dan kepercayaan seperti animis me,
dinamisme, Hindu dan Budha, sudah banyak dianut oleh bangsa Indonesia bahkan dibeberapa
wilayah kepulauan Indonesia telah berdiri kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu dan Budha.
Misalnya kerajaan Kutai di Kalimantan Timur, kerajaan Taruma Negara di Jawa Barat,
kerajaan Sriwijaya di Sumatra dan sebagainya. Namun Islam datang ke wilayah-wila ya h
tersebut dapat diterima dengan baik, karena Islam datang dengan membawa prinsip-prins ip
perdamaian, persamaan antara manusia (tidak ada kasta), menghilangkan perbudakan dan yang
paling penting juga adalah masuk kedalam Islam sangat mudah hanya dengan membaca dua
kalimah syahadat dan tidak ada paksaan.
Tentang kapan Islam datang masuk ke Indonesia, menurut kesimpulan seminar “
masuknya Islam di Indonesia” pada tanggal 17 s.d 20 Maret 1963 di Medan, Islam masuk ke
Indonesia pada abad pertama hijriyah atau pada abad ke tujuh masehi. Menurut sumber lain
menyebutkan bahwa Islam sudah mulai ekspedisinya ke Nusantara pada masa Khulafa ur
Rasyidin (masa pemerintahan Abu Bakar Shiddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan dan
Ali bin Abi Thalib), disebarkan langsung dari Madinah.

2. Cara Masuknya Islam di Indonesia


Islam masuk ke Indonesia, bukan dengan peperangan ataupun penjajahan. Islam
berkembang dan tersebar di Indonesia justru dengan cara damai dan persuasif berkat kegigiha n
para ulama. Karena memang para ulama berpegang teguh pada prinsip Q.S. al-Baqarah ayat
256 :

ُ ‫َا ََ لَ ََا َو‬


‫لل‬ َ ‫َسََ ِبالْ ُُ ْر َو ِِ الْ ُوْ ْ َق اَ اْْ ِف‬
َ ‫ست َ ْم‬
ْ ‫هلل فَقَ ِد ا‬ ِ ‫ي فَ َمن َيكْفُ ْر ِبالطَّاغُو‬
ِ ‫ت َويُؤْ ِمن ِبا‬ ِِّ َ‫الر شْدُ ِمنَ الْغ‬ ِ ‫آلَ ِإكْ َرا َه ِفي ال ِد‬
ُّ َ‫ِّين قَد ت َّ َبيَّن‬
‫علِي ٌم‬
َ ‫س ِمي ٌع‬
َ
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan
yang benar dari pada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan
beriman kepada Allah, maka sesungguhnya dia telah berpegang kepada buhul tali yang amat
kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”(Al-Baqar a h:
256).

Adapun cara masuknya Islam di Indonesia melalui beberapa cara antara lain ;

a. Perdagangan
Jalur ini dimungkinkan karena orang-orang melayu telah lama menjalin kontak
dagang dengan orang Arab. Apalagi setelah berdirinya kerajaan Islam seperti kerajaan
Islam Malaka dan kerajaan Samudra Pasai di Aceh, maka makin ramailah para ulama
dan pedagang Arab datang ke Nusantara (Indonesia). Disamping mencari keuntunga n
duniawi juga mereka mencari keuntungan rohani yaitu dengan menyiarkan Islam.
Artinya mereka berdagang sambil menyiarkan agama Islam.

b. Kultural
Artinya penyebaran Islam di Indonesia juga menggunakan media-med ia
kebudayaan, sebagaimana yang dilakukan oleh para wali sanga di pulau jawa. Misalnya
Sunan Kali Jaga dengan pengembangan kesenian wayang. Ia mengembangkan wayang
kulit, mengisi wayang yang bertema Hindu dengan ajaran Islam. Sunan Muria dengan
pengembangan gamelannya. Kedua kesenian tersebut masih digunakan dan digemar i
masyarakat Indonesia khususnya jawa sampai sekarang. Sedang Sunan Giri
menciptakan banyak sekali mainan anak-anak, seperti jalungan, jamuran, ilir-ilir dan
cublak suweng dan lain-lain.

c. Pendidikan
Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan yang paling strategis
dalam pengembangan Islam di Indonesia. Para da’i dan muballig yang menyebarkan
Islam diseluruh pelosok Nusantara adalah keluaran pesantren tersebut. Datuk
Ribandang yang mengislamkan kerajaan Gowa-Tallo dan Kalimantan Timur adalah
keluaran pesantren Sunan Giri. Santri-santri Sunan Giri menyebar ke pulau-pula u
seperti Bawean, Kangean, Madura, Haruku, Ternate, hingga ke Nusa Tenggara. Dan
sampai sekarang pesantren terbukti sangat strategis dalam memerankan kendali
penyebaran Islam di seluruh Indonesia.

d. Kekuasaan Politik
Artinya penyebaran Islam di Nusantara, tidak terlepas dari dukungan yang kuat
dari para Sultan. Di pulau Jawa, misalnya keSultanan Demak, merupakan pusat dakwah
dan menjadi pelindung perkembangan Islam. Begitu juga raja-raja lainnya di seluruh
Nusantara. Raja Gowa-Tallo di Sulawesi selatan melakukan hal yang sama
sebagaimana yang dilakukan oleh Demak di Jawa. Dan para Sultan di seluruh
Nusantara melakukan komunikasi, bahu membahu dan tolong menolong dalam
melindungi dakwah Islam di Nusantara. Keadaan ini menjadi cikal bakal tumbuhnya
negara nasional Indonesia dimasa mendatang.

3. Perkembangan Islam di Beberapa Wilayah Nusantara

a. Di Sumatra
Kesimpulan hasil seminar di Medan tersebut di atas, dijelaskan bahwa wilaya h
Nusantara yang mula-mula dimasuki Islam adalah pantai barat pulau Sumatra dan
daerah Pasai yang terletak di Aceh utara yang kemudian di masing- masing kedua
daerah tersebut berdiri kerajaan Islam yang pertama yaitu kerajaan Islam Perlak dan
Samudra Pasai.
b. Di Jawa
Benih-benih kedatangan Islam ke tanah Jawa sebenarnya sudah dimulai pada
abad pertama Hijriyah atau abad ke 7 M. Hal ini dituturkan oleh Prof. Dr. Buya Hamka
dalam bukunya Sejarah Umat Islam, bahwa pada tahun 674 M sampai tahun 675 M.
sahabat Nabi, Muawiyah bin Abi Sufyan pernah singgah di tanah Jawa (Kerajaan
Kalingga) menyamar sebagai pedagang. Bisa jadi Muawiyah saat itu baru penjajagan
saja, tapi proses dakwah selanjutnya dilakukan oleh para da’i yang berasal dari Malaka
atau kerajaan Pasai sendiri. Sebab saat itu lalu lintas atau jalur hubungan antara Malaka
dan Pasai disatu pihak dengan Jawa dipihak lain sudah begitu pesat.
Adapun gerakan dakwah Islam di Pulau Jawa selanjutnya dilakukan oleh para
Wali Sanga, yaitu sbb :
 Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik
Beliau dikenal juga dengan sebutan Syeikh Magribi. Ia dianggap
pelopor penyebaran Islam di Jawa. Beliau juga ahli pertanian, ahli tata negara
dan sebagai perintis lembaga pendidikan pesantren. Wafat tahun 1419 M.(882
H) dimakamkan di Gapura Wetan Gresik
 Raden Ali Rahmatullah (Sunan Ampel)
Dilahirkan di Aceh tahun 1401 M. Ayahnya orang Arab dan ibunya
orang Cempa, ia sebagai mufti dalam mengajarkan Islam tak kenal kompromi
dengan budaya lokal. Wejangan terkenalnya Mo Limo yang artinya menolak
mencuri, mabuk, main wanita, judi dan madat, yang marak dimasa Majapahit.
Beliau wafat di desa Ampel tahun 1481 M. Jasa-jasa Sunan Ampel :
o Mendirikan pesantren di Ampel Denta, dekat Surabaya. Dari pesantren
ini lahir para mubalig kenamaan seperti : Raden Paku (Sunan Giri),
Raden Fatah (Sultan Demak pertama), Raden Makhdum (Sunan
Bonang), Syarifuddin (Sunan Drajat) dan Maulana Ishak yang pernah
diutus untuk menyiarkan Islam ke daerah Blambangan.
o Berperan aktif dalam membangun Masjid Agung Demak yang dibangun
pada tahun 1479 M.
o Mempelopori berdirinya kerajaan Islam Demak dan ikut menobatkan
Raden Patah sebagai Sultan
 Sunan Giri (Raden Aenul Yaqin atau Raden Paku)
Ia putra Syeikh Yakub bin Maulana Ishak. Ia sebagai ahli fiqih dan
menguasai ilmu Falak. Dimasa menjelang keruntuhan Majapahit, ia dipercaya
sebagai raja peralihan sebelum Raden Patah naik menjadi Sultan Demak. Ketika
Sunan Ampel wafat, ia menggantikannya sebagai mufti tanah Jawa.
 Sunan Bonang (Makhdum Ibrahim)
Putra Sunan Ampel lahir tahun 1465. Sempat menimba ilmu ke Pasai
bersama-sama Raden Paku. Beliaulah yang mendidik Raden Patah. Beliau
wafat tahun 1515 M.
 Sunan Kalijaga (Raden Syahid)
Ia tercatat paling banyak menghasilkan karya seni berfalsafah Islam. Ia
membuat wayang kulit dan cerita wayang Hindu yang diislamkan. Sunan Giri
sempat menentangnya, karena wayang Beber kala itu menggambarkan gambar
manusia utuh yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Kalijaga mengkreas i
wayang kulit yang bentuknya jauh dari manusia utuh. Ini adalah sebuah usaha
ijtihad di bidang fiqih yang dilakukannya dalam rangka dakwah Islam.
 Sunan Drajat
Nama aslinya adalah Syarifudin (putra Sunan Ampel, adik Sunan
Bonang). Dakwah beliau terutama dalam bidang sosial. Beliau juga mengkader
para da’i yang berdatangan dari berbagai daerah, antara lain dari Ternate dan
Hitu Ambon.
 Syarif Hidayatullah
Nama lainnya adalah Sunan Gunung Jati yang kerap kali dirancukan
dengan Fatahillah, yang menantunya sendiri. Ia memiliki keSultanan sendiri di
Cirebon yang wilayahnya sampai ke Banten. Ia juga salah satu pembuat
sokoguru masjid Demak selain Sunan Ampel, Sunan Kalijaga dan Sunan
Bonang. Keberadaan Syarif Hidayatullah dengan kesultanannya membuktika n
ada tiga kekuasaan Islam yang hidup bersamaan kala itu, yaitu Demak, Giri dan
Cirebon. Hanya saja Demak dijadikan pusat dakwah, pusat studi Islam sekaligus
kontrol politik para wali.
 Sunan Kudus
Nama aslinya adalah Ja’far Sadiq. Lahir pada pertengahan abad ke 15
dan wafat tahun 1550 M. (960 H). Beliau berjasa menyebarkan Islam di daerah
kudus dan sekitarnya. Ia membangun masjid menara Kudus yang sangat
terkenal dan merupakan salah satu warisan budaya Nusantara.
 Sunan Muria
Nama aslinya Raden Prawoto atau Raden Umar Said putra Sunan
Kalijaga. Beliau menyebarkan Islam dengan menggunakan sarana gamelan,
wayang serta kesenian daerah lainnya. Beliau dimakamkan di Gunung Muria,
disebelah utara kota Kudus.

Raja-raja Maluku yang masuk Islam seperti :

 Raja Ternate yang bergelar Sultan Mahrum (1465-1486).


 Setelah beliau wafat digantikan oleh Sultan Zaenal Abidin yang sangat besar
jasanya dalam menyiarkan Islam di kepulauan Maluku, Irian bahkan sampai ke
Filipina.
 Raja Tidore yang kemudian bergelar Sultan Jamaluddin.
 Raja Jailolo yang berganti nama dengan Sultan Hasanuddin.
 Pada tahun 1520 Raja Bacan masuk Islam dan bergelar Zaenal Abidin.

4. Peranan Umat Islam dalam Mengusir Penjajah


Ketika kaum penjajah datang, Islam sudah mengakar dalam hati bangsa Indonesia,
bahkan saat itu sudah berdiri beberapa kerajaan Islam, seperti Samudra Pasai, Perlak, Demak
dan lain-lain. Jauh sebelum mereka datang, umat Islam Indonesia sudah memiliki identitas
bendera dan warnanya adalah merah putih. Ini terinspirasi oleh bendera Rasulullah saw. yang
juga berwarna merah dan putih. Rasulullah saw pernah bersabda :” Allah telah menundukka n
pada dunia, timur dan barat. Aku diberi pula warna yang sangat indah, yakni Al-Ahmar dan
Al-Abyadl, merah dan putih “. Begitu juga dengan bahasa Indonesia. Tidak akan bangsa ini
mempunyai bahasa Indonesia kecuali ketika ulama menjadikan bahasa ini bahasa pasar, lalu
menjadi bahasa ilmu dan menjadi bahasa jurnalistik.
Beberapa ajaran Islam seperti jihad, membela yang tertindas, mencintai tanah air dan
membasmi kezaliman adalah faktor terpenting dalam membangkitkan semangat melawan
penjajah. Bisa dikatakan bahwa hampir semua tokoh pergerakan, termasuk yang berlabel
nasionalis radikal sekalipun sebenarnya terinspirasi dari ruh ajaran Islam. Sebagai bukti
misalnya Ki Hajar Dewantara (Suwardi Suryaningrat) tadinya berasal dari Sarekat Islam (SI);
Soekarno sendiri pernah jadi guru Muhammadiyah dan pernah nyantri dibawah bimbinga n
Tjokroaminoto bersama S.M Kartosuwiryo yang kelak dicap sebagai pemberontak DI/TII; RA
Kartini juga sebenarnya bukanlah seorang yang hanya memperjuangkan emansipasi wanita. Ia
seorang pejuang Islam yang sedang dalam perjalanan menuju Islam yang kaaffah. Ketika
sedang mencetuskan ide-idenya, ia sedang beralih dari kegelapan (jahiliyah) kepada cahaya
terang (Islam) atau minaz-zulumati ilannur (habis gelap terbitlah terang). Patimura seorang
pahlawan yang diklaim sebagai seorang Nasrani sebenarnya dia adalah seorang Islam yang
taat. Tulisan tentang Thomas Mattulessy hanyalah omong kosong. Tokoh Thomas Mattulessy
yang ada adalah Kapten Ahmad Lussy atau Mat Lussy, seorang muslim yang memimp in
perjuangan rakyat Maluku melawan penjajah. Demikian pula Sisingamangaraja XII menurut
fakta sejarah adalah seorang muslim.
Semangat jihad yang dikumandangkan para pahlawan semakin terbakar ketika para
penjajah berusaha menyebarkan agama Nasrani kepada bangsa Indonesia yang mayoritas
sudah beragama Islam yang tentu saja dengan cara-cara yang berbeda dengan ketika Islam
datang dan diterima oleh mereka, bahwa Islam tersebar dan dianut oleh mereka dengan jalan
damai dan persuasif yakni lewat jalur perdagangan dan pergaulan yang mulia bahkan wali
sanga menyebarkannya lewat seni dan budaya. Para da’i Islam sangat paham dan menyadar i
akan kewajiban menyebarkan Islam kepada orang lain, tapi juga mereka sangat paham bahwa
tugasnya hanya sekedar menyampaikan. Hal ini sesuai dengan Q.S. Yasin ayat 17 :”Tidak ada
kewajiban bagi
Di bawah ini hanya sebagian kecil contoh atau bukti sejarah perjuangan umat Islam
Indonesia dalam mengusir penjajah.
a. Penjajah Portugis
Kaum penjajah yang mula-mula datang ke Nusantara ialah Portugis dengan
semboyan Gold (tambang emas), Glory (kemulyaan, keagungan), dan Gospel
(penyebaran agama Nasrani).
Untuk menjalankan misinya itu Portugis berusaha dengan menghalalkan semua
cara. Apalagi saat itu mereka masih menyimpan dendamnya terhadap bangsa Timur
(Islam) setelah usai Perang Salib.
b. Penjajah Belanda
Belanda pertama kali datang ke Indonesia tahun 1596 berlabuh di Banten
dibawah pimpinan Cornelis de Houtman, dilanjutkan oleh Jan Pieterszoon Coen
menduduki Jakarta pada tanggal 30 Mei 1619 serta mengganti nama Jakarta menjadi
Batavia. Tujuannya sama dengan penjajah Portugis, yaitu untuk memonopo li
perdagangan dan menanamkan kekuasaan terhadap kerajaan-kerajaan di wilaya h
Nusantara. Jika Portugis menyebarkan agama Katolik maka Belanda menyebarkan
agama Protestan. Betapa berat penderitaan kaum muslimin semasa penjajahan Belanda
selama kurang lebih 3,5 abad. Penindasan, adu domba (Devide et Impera), pengerukan
kekayaan alam sebanyak-banyaknya dan membiarkan rakyat Indonesia dalam keadaan
miskin dan terbelakang adalah kondisi yang dialami saat itu. Maka wajarlah jika seluruh
umat Islam Indonesia bangkit dibawah pimpinan para ulama dan santri di berbagai
pelosok tanah air, dengan persenjataan yang sederhana: bambu runjing, tombak dan
golok. Namun mereka bertempur habis-habisan melawan orang-orang kafir Belanda
dengan niat yang sama, yaitu berjihad fi sabi lillah. Hanya satu pilihan mereka : Hidup
mulia atau mati Syahid. Maka pantaslah almarhum Dr. Setia Budi (1879-1952)
mengungkapkan dalam salah satu ceramahnya di Jogya menjelang akhir hayatnya
antara lain mengatakan : “Jika tidak karena pengaruh dan didikan agama Islam, maka
patriotisme bangsa Indonesia tidak akan sehebat seperti apa yang diperlihatkan oleh
sejarahnya sampai kemerdekaannya”.
Sejarah telah mencatat sederetan pahlawan Islam Indonesia dalam melawan
Belanda yang sebagian besar adalah para Ulama atau para kyai antara lain :
Di Pulau Jawa misalnya Sultan Ageng Tirtayasa, Kiyai Tapa dan Bagus Buang
dari kesultanan Banten, Sultan Agung dari Mataram dan Pangeran Diponegoro dari
Jogjakarta memimpin perang Diponegoro dari tahun 1825-1830 bersama panglima
lainnya seperti Basah Marto Negoro, Kyai Imam Misbah, Kyai Badaruddin, Raden Mas
Juned, dan Raden Mas Rajab. Konon dalam perang Diponegoro ini sekitar 200 ribu
rakyat dan prajurit Diponegoro yang syahid, dari pihak musuh tewas sekitar 8000 orang
serdadu bangsa Eropa dan 7000 orang serdadu bangsa Pribumi. Dari Jawa Barat
misalnya Apan Ba Sa’amah dan Muhammad Idris (memimpin perlawanan terhadap
Belanda sekitar tahun 1886 di daerah Ciomas)
Di pulau Sumatra tercatat nama-nama : Tuanku Imam Bonjol dan Tuanku
Tambusi (Memimpin perang Padri tahun 1833-1837), Dari kesultanan Aceh misalnya
Teuku Syeikh Muhammad Saman atau yang dikenal Teuku Cik Ditiro, Panglima Polim,
Panglima Ibrahim, Teuku Umar dan istrinya Cut Nyak Dien, Habib Abdul Rahman,
Imam Leungbatan, Sultan Alaudin Muhammad Daud Syah, dan lain-la
c. Penjajahan Jepang
Pendudukan Jepang di Indonesia diawali di kota Tarakan pada tanggal 10
januari 1942. Selanjutnya Minahasa, Balik Papan, Pontianak, Makasar, Banjarmas in,
Palembang dan Bali. Kota Jakarta berhasil diduduki tanggal 5 Maret 1942.
Untuk sementara penjajah Belanda hengkang dari bumi Indonesia, diganti oleh
penjajah Jepang. Ibarat pepatah “Lepas dari mulut harimau jatuh ke mulut buaya”, yang
ternyata penjajah Jepang lebih kejam dari penjajah manapun yang pernah menduduk i
Indonesia. Seluruh kekayaan alam dikuras habis dibawa ke negerinya. Bangsa
Indonesia dikerja paksakan (Romusa) dengan ancaman siksaan yang menger ika n
seperti dicambuk, dicabuti kukunya dengan tang, dimasukkan kedalam sumur, para
wanita diculik dan dijadikan pemuas nafsu sex tentara Jepang (Geisha).
Pada awalnya Jepang membujuk rayu bangsa Indonesia dengan mengkla im
dirinya sebagai saudara tua Bangsa Indonesia (ingat gerakan 3 A yaitu Nippon Cahaya
Asia, Nippon Pelindung Asia dan Nippon Pemimpin Asia). Mereka juga paham bahwa
bangsa Indonesia kebanyakan beragama Islam. Karena itu pada tanggal 13 Juli 1942
mereka mencoba menghidupkan kembali Majlis Islam A’la Indonesia (MIAI) yang
telah terbentuk pada pemerintahan Belanda (September 1937). Tapi upaya Jepang tidak
banyak ditanggapi oleh tokoh-tokoh Islam. Banyak tokoh-tokoh Islam tidak mau
kooperatif dengan pemerintah penjajah Jepang bahkan melakukan gerakan bawah tanah
misalnya dibawah pimpinan Sutan Syahrir dan Amir Syarifuddin.
d. Sekutu dan NICA
Tanggal 17 Agustus 1945 kemerdekaan Indonesia baru saja diproklamirka n,
tanggal 15 september 1945 datang lagi persoalan baru, yaitu datangnya tentara sekutu
yang diboncengi NICA (Nederland Indies Civil Administration). Mereka datang
dengan penuh kecongkakan seolah-olah paling berhak atas tanah Indonesia sebagai
bekas jajahannya. Kedatangan mereka tentu saja mendapat reaksi dari seluruh bangsa
Indonesia. Seluruh umat Islam bergerak kembali dengan kekuatan senjata seadanya
melawan tentara sekutu dan NICA yang bersenjatakan lengkap dan modern.
Perlawanan terhadap sekutu dan NICA antara lain: Dengan taktik perang gerilya,
pertempuran arek-arek Surabaya, Bandung lautan Api, pertempuran di Ambarawa dan
lain-lain.

5. Peranan Umat Islam


Dalam upaya mempersiapkan kemerdekaan Indonesia, tidak disangsikan lagi peran
kaum muslimin terutama para ulama. Mereka berkiprah dalam BPUPKI (Badan Penyelid ik
Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang dibentuk tanggal 1 maret 1945. Lebih jelas
lagi ketika Badan ini membentuk panitia kecil yang bertugas merumuskan tujuan dan maksud
didirikannya negara Indonesia. Panitia terdiri dari 9 orang yang semuanya adalah muslim atau
para ulama kecuali satu orang beragama Kristen. Mereka adalah Ir. Soekarno, Drs.Moh.Hatta,
Mr.Moh.Yamin, Mr.Ahmad Subardjo, Abdul Kahar Mujakir, Wahid Hsyim, H.Agus Salim,
Abi Kusno Tjokrosuyono dan A.A. Maramis (Kristen)
Meski dalam persidangan-persidangan merumuskan dasar negara Indonesia terjadi
banyak pertentangan antar (mengutip istilah Endang Saefudin Ansori dalam bukunya Piagam
Jakarta) kelompok nasionalis Islamis dan kelompok nasionalis sekuler. Kelompok Nasionalis
Islamis antara lain KH. Abdul Kahar Muzakir, H. Agus Salim, KH.Wahid Hasyim, Ki Bagus
dan Abi Kusno menginginkan agar Islam dijadikan dasar negara Indonesia. Sedangkan
kelompok nasionalis sekuler dibawah pimpinan Soekarno menginginkan negara Indonesia
yang akan dibentuk itu netral dari agama. Namun Akhirnya terjadi sebuah kompromi antara
kedua kelompok sehingga melahirkan sebuah rumusan yang dikenal dengan Piagam Jakarta
tanggal 22 Juni 1945, yang berbunyi :
a. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syareat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
b. Kemanusiaan yang adil dan beradab
c. Persatuan Indonesia
d. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawara ta n
perwakilan
e. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Rumusan itu disetujui oleh semua anggota dan kemudian menjadi bagian dari
Mukaddimah UUD 45. Jadi dengan demikian Republik Indonesia yang lahir tanggal 17
Agustus 1945 adalah republik yang berdasarkan ketuhanan dengan kewajiban menjala nka n
syareat Islam bagi pemeluk-pemeluknya Meskipun keesokan harinya 18 Agustus 1945 tujuh
kata dalam Piagam Jakarta itu dihilangkan diganti dengan kalimat “Yang Maha Esa”. Ini
sebagai bukti akan kebesaran jiwa umat Islam dan para ulama. Muh. Hatta dan Kibagus
Hadikusumo menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan” Yang Maha Esa” tersebut tidak lain
adalah tauhid.

Saat proklamasipun peran umat Islam sangat besar. 17 Agustus 1945 itu bertepatan
dengan tangal 19 Ramadhan 1364 H. Proklamasi dilakukan juga atas desakan-desakan para
ulama kepada Bung Karno. Tadinya Bung Karno tidak berani. Saat itu Bung Karno keliling
menemui para ulama misalnya para ulama di Cianjur Selatan, Abdul Mukti dari
Muhammadiyah, termasuk Wahid Hasyim dari NU. Mereka mendesak agar Indonesia segera
diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945.

6. Peranan Organisasi-organisasi Islam dan Partai-partai Politik Islam


Dalam perjuangan membela bangsa, Negara dan menegakkan Islam di Indonesia, Umat
Islam mendirikan berbagai organisasi dan partai politik dengan corak dan warna yang berbeda-
beda. Ada yang bergerak dalam bidang politik, sosial budaya, pendidikan, ekonomi dan
sebagainya. Namun semuanya mempunyai tujuan yang sama, yaitu memajukan bangsa
Indonesia khususnya umat Islam dan melepaskan diri dari belenggu penjajahan. Tercatat dalam
sejarah, bahwa dari lembaga-lembaga tersebut telah lahir para tokoh dan pejuang yang sangat
berperan baik di masa perjuangan mengusir penjajah, maupun pada masa pembangunan.

a. Sarekat Islam (SI)


Sarekat Islam (SI) pada awalnya adalah perkumpulan bagi para pedagang
muslim yang didirikan pada akhir tahun 1911 di Solo oleh H. Samanhudi. Nama semula
adalah Sarekat Dagang Islam (SDI). Kemudian tanggal 10 Nopember 1912 berubah
nama menjadi Sarekat Islam (SI). H.Umar Said Cokroaminoto diangkat sebagai ketua,
sedangkan H.Samanhudi sebagai ketua kehormatan. Latar belakang didirika nnya
organisasi ini pada awalnya untuk menghimpun dan memajukan para pedagang Islam
dalam rangka bersaing dengan para pedagang asing, dan juga membentengi kaum
muslimin dari gerakan penyebaran agama Kristen yang semakin merajalela. Dengan
nama Sarekat Islam dibawah pimpinan H.O.S. Cokroaminoto organisasi ini semakin
berkembang karena mendapat sambutan yang luar biasa dari masyarakat. Daya tarik
utamanya adalah asas keislamannya. Dengan SI mereka (umat Islam) yakin akan dibela
kepentingannya.
Keanggotaan SI terbuka untuk semua golongan dan suku bangsa yang beragama
Islam. Berbeda dengan Budi Utomo yang membatasi keanggotaannya pada suku
bangsa tertentu (Jawa). Sehingga banyak sejarawan mengatakan bahwa tanggal
berdirinya SI ini lebih tepat disebut sebagai Hari Kebangkitan Nasional, dan bukan
tahun 1908 dengan patokan berdirinya Budi Utomo.
b. Muhammadiyah
Muhammadiyah secara etimologi artinya pengikut Nabi Muhammad. Adalah
sebuah organisasi non-politis yang bertujuan mengembalikan ajaran Islam sesuai
dengan al-Quran dan Sunnah Nabi Muhammad saw; memberantas kebiasaan yang tidak
sesuai dengan ajaran agama (bid’ah) dan memajukan ilmu agama Islam di kalangan
anggotanya. Organisasi ini didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan di Yogyakarta pada 18
Nopember 1912. Dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah yang baru, telah disesuaika n
dengan UU no.8 tahun 1985 dan hasil Muktamar Muhammadiyah ke-41 di Surakarta
pada tanggal 7-11 Desember 1985, Bab 1 pasal 1 disebutkan bahwa Muhammad iya h
adalah gerakan Islam dan dakwah amar ma’ruf nahi munkar yang berakidah Islam dan
bersumber pada al-Quran dan Sunnah. Sifat gerakannya adalah non-politik, tapi tidak
melarang anggotanya memasuki partai politik. Hal ini dicontohkan oleh pendirinya
sendiri, KH Ahmad Dahlan, dimana beliau juga adalah termasuk anggota Sarekat Islam.
Banyak anggota Muhammadiyah yang berjuang baik pada masa penjajahan Belanda,
Jepang, masa mempertahankan kemerdekaan, masa Orde Lama, Orde Baru dan Masa
Reformasi. Mereka tersebar di berbagai organisasi pergerakan, organisasi partai politik
dan lembaga-lembaga negara. Tokoh-tokoh Muhammadiyah yang kita kenal seperti
KH. Mas Mansur, Prof. Kahar Muzakir, Dr. Sukirman Wirjosanjoyo adalah para
pejuang yang tidak asing lagi. Demikian pula seperti Buya Hamka, KH AR.
Fakhruddin, Dr. Amin Rais, Dr. Syafi’i Ma’arif dan Dr. Din Syamsudin adalah tokoh–
tokoh Muhammadiyah yang sangat berperan dalam pentas nasional Indonesia.
Bidang-bidang yang ditangani Muhammadiyah antara lain :
 Sosial
Dalam bidang sosial Muhammadiyah mendirikan :
 Panti asuhan untuk anak yatim piatu
 Bank Syari’ah untuk membantu pengusaha lemah
 Organisasi wanita yang bernama Aisiyah dan organisassi kepanduan Hizbul
wathan, Pemuda Muhammadiyah, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, dan
ikatan Pelajar Muhammadiyah
 Pendidikan
Dalam bidang pendidikan, Muhammadiyah mendirikan lembaga -
lembaga pendidikan mulai dari TK sampai perguruan tinggi. Data tahun 1985
Muhammadiyah sudah memiliki 12400 lembaga pendidikan yang terdiri dari 37
perguruan tinggi dan sisanya adalah TK sampai SLTA. Tahun 1990 jumlah
perguruan tinggi Muhammadiyah bertambah menjadi 78 buah.
 Kesehatan
Dalam bidang kesehatan Muhammadiyah mendirikan Poliklin ik,
Rumah Sakit dan Rumah Bersalin. Data tahun 1990 telah memiliki 215 Rumah
Sakit, Poliklinik dan Rumah Bersalin.

c. Al Irsyad
Organisasi ini berdiri tanggal 6 September 1914 di Jakarta, dua tahun setelah
Muhammadiyah berdiri, dan bisa dibilang sebagai sempalan dari Jami’atul Khair.
Diantara tokoh al-Irsyad yang terkenal adalah syeikh Ahmad Surkati, berasal dari
Sudan yang semula adalah pengajar di Jami’atul Khair. Al Irsyad ini mengkhususka n
diri dalam perbaikan (pembaharuan) agama kaum muslimin khususnya keturunan Arab
Sebagian tokoh Muhammadiyah pada awal berdirinya juga adalah kader-kader yang
dibina dalam lembaga pendidikan AlIrsyad. Saat itu al-Irsyad sudah memilik i
Madrasah Awaliyah (3 tahun), Madrasah Ibtidaiyah (4 tahun), Madrasah Tajhiziya h
(2tahun), dan Madrasah Mu’allimin yang dikhususkan untuk mencetak guru.
Al-Irsyad bergerak bukan hanya dalam bidang pendidikan, tapi juga bidang-bidang lain
seperti rumah sakit, panti asuhan dan rumah yatim piatu.

d. Nahdlatul Ulama
(NU) artinya kebangkitan para ulama. Adalah sebuah Organisasi sosial
keagamaan yang dipelopori oleh para ulama atau kiyai. Mereka itu ialah K.H.Hasyim
Asy’ari, K.H.Wahab Hasbullah, K.H.Bisri Syamsuri, K.H.Mas Alwi , dan K.H.Ridwan.
Lahir di Surabaya pada tanggal 31 Januari 1926 dan kini menjadi salah satu organisa i
dan gerakan Islam terbesar di tanah air. Bertujuan mengupayakan berlakunya ajaran
Islam yang berhaluan Ahlussunnah Waljama’ah dan penganut salah satu dari empat
mazhab fiqih (Imam Hanafi, Imam Syafi’i, Imam Hambali dan Imam Maliki).
Pada mulanya NU ini tidak mencampuri urusan politik. Ia lebih memfokuska n
diri pada pengembangan dan pemantapan paham keagamaannya dalam masyarakat
yang saat itu sedang gencar-gencarnya penyebaran faham Wahabiyah yang dianggap
membahayakan paham ahli Sunnah Waljama’ah. Hal ini tersirat dalam salah satu hasil
keputusan kongresnya di Surabaya pada bulan Oktober 1928.
NU semakin berkembang dengan cepat. Pada tahun 1935 telah memiliki 68
cabang dengan anggota 6700 orang. Pada kongres tahun 1940 di Surabaya dinyatakan
berdirinya organisasi wanita NU atau Muslimat dan Pemuda Anshar.

e. Majlis Islam A’la Indonesia (MIAI)


MIAI ini sebenarnya berdiri pada masa pemerintahan Belanda, yaitu tanggal 21
September 1937 di Surabaya sebagai organisasi federasi yang diprakarsai oleh K.H.
Mas Mansur, K.H. Ahmad Dahlan (Muhammadiyah), K.H. Wahab Hasbullah (NU) dan
Wondoamiseno (PSII).
Tujuan didirikan MIAI ini adalah agar semua umat Islam mempunyai wadah
tempat membicarakan dan memutuskan semua soal yang dianggap penting bagi
kemaslahatan umat dan agama Islam. Keputusan yang diambil MIAI harus
dilaksanakan oleh semua organisasi yang menjadi anggotanya.
Pembentukan MIAI mendapat sambutan dari berbagai organisasi Islam di
Indonesia seperti PSII, Muhammadiyah, NU, Persis, dan organisasi-organisasi yang
lebih kecil lainnya. Pada waktu dibentuk anggotanya hanya 7 organisasi, tapi empat
tahun kemudian jumlahnya sudah mencapai duapuluh.
Pada akhir pemerintahan Hindia Belanda MIAI memberikan dukungan terhadap
aksi Indonesia berparlemen yang dicanangkan oleh GAPI (Gabungan Politik
Indonesia).
MIAI berkembang menjadi organisasi yang cukup penting pada masa
pendudukan Jepang. Para tokoh Islam dan para Ulama memanfaatkannya sebagai
tempat bermusyawarah membahas masalah-masalah yang penting yang dihadapi umat
Islam. Semboyannya terkenal Berpegang teguhlah kepada tali Allah dan janganla h
bercerai berai.
Diantara tugas MIAI ialah:
 Menempatkan umat Islam pada kedudukan yang layak dalam masyarakat
Indonesia
 Mengharmoniskan Islam dengan kebutuhan perkembangan zaman

f. Masyumi
Masyumi kepanjangan dari Majlis Syura Muslimin Indonesia berdiri tahun
1943. Dalam Muktamar Islam Indonesia tanggal 7 Nopember 1945 disepakati bahwa
Masyumi adalah sebagai satu-satunya partai Islam untuk rakyat Indonesia. Saat itu juga
Masyumi mengeluarkan maklumat yang berbunyi :” 60 Milyoen kaum muslimin
Indonesia siap berjihad fi sabilillah “, Pernyataan ini direkam dengan baik oleh harian
Kedaulatan Rakyat pada tanggal 8 Nopember 1945. Organisasi ini dipimpin oleh K.H.
Mas Mansur dan didampingi K.H.Hasyim Asy’ari. Tergabung dalam organisasi ini
adalah Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, Persis, dan Sarekat Islam. Tokoh-tokoh lain
yang penting misalnya Ki Bagus Hadikusumo, Abdul Wahab dan tokoh-tokoh muda
lainnya misalnya Moh. Natsir, Harsono Cokrominoto, dan Prawoto Mangunsasmito.
Visi Masyumi bahwa setiap umat Islam diwajibkan jihad Fi sabilillah dalam berbagai
bidang, termasuk dalam bidang politik. Para pemuda Islam, khususnya para santri
dipersiapkan untuk berjuang secara fisik maupun politis. Masyumi dibubarkan oleh
Soekarno pada tahun 1960. Sementara organisasi-organisasi yang semula bergabung
dalam Masyumi sudah mengundurkan diri sebelumnya, seolah-olah mereka tahu bahwa
Masyumi akan dibubarkan.

g. Mathla’ul Anwar
Organisasi ini berdiri tahun 1905 di Marus, Menes Banten. Bergerak dalam
bidang sosial keagamaan dan pendidikan. Pendirinya adalah KH. M. Yasin. Tujuannya
adalah untuk mengembangkan pendidikan Islam khususnya di kalangan masyarakat
sekitar Menes Banten. Aspirasi politik organisasi ini pernah disalurkan melalui Sarekat
Islam (SI), tapi perkembangan selanjutnya organisasi ini menjadi netral, artinya tidak
ikut dalam kegiatan politik, tapi hanya mengkhususkan diri pada kegiatan sosial dan
pengembangan pendidikan Agama. Berkat memfokuskan diri pada pendidikan,
organisasi ini sekarang sudah menjadi organisasi berskup nasional. Lembaga-lemba ga
pendidikannya berupa madrasah-madrasah dari mulai TK sampai Madrasah Aliya h
(setingkat SMA) tersebar di seluruh Nusantara.

h. Persatuan Islam (Persis)


Persis adalah organisasi sosial pendidikan dan keagamaan. Didirikan pada
tanggal 17 September 1923 di Bandung atas prakarsa KH. Zamzam dan Muhammad
Yunus, dua saudagar dari kota Palembang. Organisasi ini diketuai pertama kali oleh A.
Hassan, seorang ulama yang terkenal sebagai teman dialog Bung Karno ketika ia
dipenjara. Bung Karno banyak berdialog dengan A.Hassan lewat surat-suratnya.
Pemikiran-pemikiran keagamaan Bung Karno selain dari HOS Cokroaminoto, juga
banyak berasal dari A.Hassan ini.
Diantara tujuan Persis ini adalah :
 Mengembalikan kaum Muslimin kepada Al-Quran dan Sunnah (hadis
nabi)
 Menghidupkan ruh jihad dan ijtihad dalam kalangan umat Islam
 Membasmi bid’ah, khurafat dan takhayul, taklid dan syirik dalam
kalangan umat Islam
 Memperluas tersiarnya tabligh dan dakwah Islam kepada segenap
lapisan masyarakart.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Sesungguhnya allah swt menciptakan manusai untuk barpasang- pasangan menjadika n
umat bersuku-suku untuk adanya persatuan bangsa, dan perlu di ingat untuk menyebarkan
perkembangan umat islam di indonesia perlu waktu berangsur-angsur lamanya dan adanya
perlakuan suwenang-wenang antar sesama manusia.

2. Kritik Dan Saran


Demikian makalah yang saya buat, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca. Apabila
ada saran dan kritik yang ingin di sampaikan, silahkan hubungi saya.
DAFTAR PUSTAKA

http:/www.saufudin.info/2008/12/perkembangan- islam-di- indonesia.html

Haludi, Khuslan dan abdirrohim. 2007. Integrasi Budi Pekerti dalam Pendidikan Agama Islam.
Solo: Tiga Serangkai.

Anda mungkin juga menyukai