Anda di halaman 1dari 7

PERTEMUAN 16

KESEPAKATAN INTERNATIONAL TENTANG ENERGI TERBARUKAN

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Pada pertemuan ini akan dijelaskan kesepakatan internasional tentang
energi terbarukan. Setelah menyelesaikan materi pertemuan dua belas ini
mahasiswa mampu memahami tentang Agenda 21, Konvensi Wina, Protokol
Montreal, Konvensi Perubahan Iklim, Protokol Kyoto, Clean Development
Mechanism (CDM).

B. URAIAN MATERI
1. Protokol Montreal
Pada tahun 1985, Konvensi Wina telah menetapkan mekanisme
internasional untuk bekerja sama untuk melakukan riset mengenai lapisan
ozon dan efek dari bahan kimia yang merusak ozon. Dan berdasarkan
Konvensi Wina, 20 negara dan tiga nongovernmental organizations
(NGOs) mulai bernegosiasi tentang permasalahan lapisan ozon ini selama
seminggu pada tahun 1986 dan pada September 1987 sebanyak 60
delegasi dari seluruh dunia menandatanganinya bersama, dan perjanjian
ini dinamakan Protokol Montreal. Protokol Montreal mengenai Bahan
Kimia yang Merusak Lapisan Ozon (The Montreal Protocol on Substances
That Deplete The Ozone Layer) ini disetujui pada tanggal 6 September
1987 di Headquarters of the International Civil Aviation Organization, di
Montreal, Kanada.

Perjanjian ini memaksa negara-negara untuk dapat menghilangkan


secara bertahap penggunaan bahan-bahan dan substansi kimia yang
merusak lapisan ozon. Substansi-substansi yang merusak ini dapat
dengan mudah kita temukan dalam penggunaan refrigerator, air
conditioner, alat pemadam kebakaran, produksi aerosol, dan pembuatan
foam.

Protokol Montreal telah dikenal sebagai salah satu perjanjian


tentang perlindungan lingkungan yang paling sukses. Protokol ini berhasil
diratifikasi oleh 97 negara dan mengikat mereka dalam upaya
meminimalisir dan memperlambat laju pengrusakan ozon. Pemerintah
Indonesia sendiri telah ikut meratifikasi Protokol Montreal dan Konvensi
Wina melalui Kepprer No. 23 Tahun 992 tentang Pengesahan Konvensi
Wina dan Protokol Montreal. Protokol Montreal menetapkan jadwal yang
wajib dilaksanakan untuk mengilangkan tahap demi tahap substansi-
substansi yang merusak ozon. Jadwal ini mengikat baik negara maju dan
negara berkembang, serta selalu diperiksa dan dikembangkan secara
regular mengikuti kesesuaian perkembangan teknologi dan sains. Target
dari perjanjian ini adalah untuk mengurangi 96 senyawa kimia yang telah
digunakan secara umum.

Tabel 2. Tentang tahapan phase-out substansi kimia perusak ozon.

Diambil dari http://www.unep.org/ozone/montreal.shtml

70% reduction by 2000 Total phase out by 205


Total phase out by 2005

Protokol ini tidak hanya bereaksi atas hal yang benar-benar telah
terjadi, namun juga pada aksi prefentif dalam skala global. Protokol ini
telah diperkuat dengan lima kali amandemen. Amandemen London pada
tahun 1990, Copenhagen pada tahun 1992, Wina pada tahun 1995,
Montreal pada tahun 1997, dan Beijing pada tahun 1999. Dan
amandemen-amandemen ini menghasilkan jadwal bertahap yang baru
serta menambah substansi-substansi perusak baru dalam daftar substansi
perusak ozon yang diatur dalam Protokol Montreal.

Berdasarkan amandemen London pada tahun 1990, dibuatlah


Multilateral Fund yang menyokong dana dalam kegiatan Protokol Montreal
ini. Multilateral Fund dibawahi oleh United Nation Environment Program
(UNEP) dan secara langsung berhubungan dengan Executive Comitte.

Protokol Montreal Sebagai Upaya Negara dalam Menjaga


Lingkungan Pada akhir tahun 1920-an, sistem pendingin dan pengatur
udara menggunakan bahan kimia seperti amonia, klorometana, propana
dan sulfur oksida sebagai bahan pendingin. Walaupun efektif, bahan-
bahan kimia tersebut bersifat racun, mudah terbakar dan dapat
menyebabkan penyakit dan kematian yang cukup serius. Thomas Midgley,
Jr. dan Albert L. Henne mengembangkan suatu bahan yang
menggabungkan fluor dan hidrokarbon menjadi Chlorofluorocarbon atau
yang lebih dikenal dengan CFC. “Freon” yang merupakan merek dagang
menjadi sebutan umum untuk CFC. Pada tahun 1974, dua orang ilmuwan
yang bernama Sherwood Rowland dan Mario Molina dari University of
California menyampaikan hasil penelitian yaitu bahwa bahan kimia CFC
dapat menguraikan ikatan molekul ozon yang berada di statosfir. Lapisan
ini berguna untuk melindungi permukaan bumi dari bahaya radiasi
ultraviolet yang berasal dari sinar matahari.

Penipisan lapisan ozon dapat berdampak negatif terhadap


kehidupan manusia, karena dapat menyebabkan pe rubahan metabolisme
sel tumbuhan maupun hewan dan dapat merusak material genetik. Di
alam, adanya peningkatan radiasi UV-B yang berlebihan akan dapat
mempengaruhi reaksi kimia atmosfer yang dapat memicu terjadinya hujan
asam dan pemanasan global. Salah satu akibat negatif dari makin
menipisnya lapisan ozon adalah gangguan kesehatan yang berupa
katarak mata, kanker kulit dan menurunnya efek imunitas tubuh. Menurut
US EPA (20) paparan sinar UV-B dapat menyebabkan kerusakan kumulatif
terhadap sistem mata, karena dapat merusak kornea mata, selain itu juga
dapar menyebabkan terjadinya katarak mata. Penggunaan kaca mata
hitam (sunglasses) sangat disarankan pada saat matahari bersinar sangat
terang.

Pada penelitian yang dilakukan di Kota Makassar pada tahun 2009-


2010, diperoleh hasil bahwa pada lokasi dengan paparan UV yang rendah
mempunyai kecenderungan prevalensi katarak yang lebih kecil
dibandingkan dengan daerah yang mendapatkan paparan UV yang tinggi.
Penurunan risiko pada paparan UV rendah mencapai 30%. Kemudian
pada daerah dengan lokasi yang terpapar sinar UV pada kadar yang
rendah memiliki faktor proteksi terhadap katarak hingga kurang lebih 40%.
Namun demikian, perlu juga dilihat adanya faktor lain yang mempengaruhi
prevalensi kasus katarak mata ini. Pemanasan global merupakan salah
satu permasalahan lingkungan global yang saat ini menjadi isu paling
hangat seiring dengan makin menghangatnya bumi akibat pemanasan
global. Ozon mempengaruhi iklim, dan iklim mempengaruhi ozon. Suhu,
kelembaban, angin, dan adanya bahan kimia lainnya yang berpengaruh
dalam pembentukan ozon atmosfer, dan kehadiran ozon, merupakan hal-
hal yang dapat mempengaruhi ruang atmosfer.

Interaksi antara ozon dan iklim telah menjadi subyek diskusi sejak
awal 1970-an ketika para ahli menyatakan bahwa bahan kimia buatan
manusia dapat menguraikan ikatan molekul ozon. Gambar 2. menunjukkan
kaitan antara penipisan ozon dan perubahan iklim. Ozon berdampak pada
iklim terutama terkait dengan perubahan suhu. Semakin banyak ozon yang
ada di kantung udara, maka panas yang ada tetap bertahan. Ozon
menghasilkan panas di stratosfer, baik yang berasal dari absorpsi radiasi
ultraviolet matahari maupun hasil serapan radiasi infrared di troposfer.
Akibatnya, ozon stratosfer makin menurun pada suhu yang makin rendah.

Hasil pengamatan menunjukkan,selama beberapa dasawarsa


terakhir sudah terjadi pendinginan sebesar 1 °C sampai 6 °Cpada jarak 30
hingga 50 kilometer di atas permukaan bumi. Proses penurunan suhu di
stratosfer berlangsung bersamaan dengan makin meningkatnya emisi gas
rumah kaca di lapisan troposfer. Penipisan lapisan ozon dan pemanasan
global mempunyai kaitan yang sangat erat mencakup masalah ilmiah,
teknologi maupun dampaknya. Peningkatan temperatur permukaan bumi
menyebabkan turunnya temperatur lapisan stratosfir, sehingga dapat
memperlambat pemulihan lapisan ozon.

Ilmuwan NASA memperkirakan bahwa terjadinya pemanasan


global dapat memperlambat pemulihan lapisan ozon 18 tahun dari
perkiraan semula tahun 2050 menjadi 2068. Bahan-bahan perusak ozon
seperti CFC, HCFC, Halon, dan Metil bromida memiliki kemampuan yang
lebih tinggi ribuan kali dibandingkan dengan CO2 dalam menyebabkan
pemanasan global. Dengan demikian, refrigeran yang termasuk dalam
kelompok halokarbon seperti CFC dan HCFC merupakan GRK yang cukup
kuat.
Protokol Montreal melalui mekanisme penghapusan BPO yang
sudah dijalankan mulai tahun 1987 sampai saat ini telah memberikan
kontribusi yang cukup besar terhadap pengurangan jumlah emisi GRK,
yaitu sebesar 8 Giga ton setara CO2 per tahun atau 30% dari emisi GRK
dunia. Emisi bahan pendingin dari jenis HCFC pada tahun 2002 mencapai
setengah dari konsumsi bahan pendingin total 470.000 ton di seluruh
dunia. Apabila tidak ada upaya pengurangan atau penghapusan maka
pada tahun 2015 diperkirakan jumlah emisi pendingin bisa mencapai dua
kali lipatnya. Dan bila dilakukan berbagai upaya penghapusan emisi bahan
pendingin jumlahnya tidak akan bertambah secara signifikan dari jumlah
tahun 2002.

Jumlah terbesar dari bahan pendingin yang digunakan, jenis


HCFC-22 merupakan jumlah yang paling banyak, diikuti oleh CFC-2, dan
HFC-34a. Tetapi bila dilihat dari dampak pemanasan global, emisi CFC-2
merupakan emiter terbesar yang diikuti oleh HCFC-22 dan HFC-34a. Pada
tahun 205, dengan skenario tanpa ada upaya penghapusan, maka total
emisi bahan pendingin dapat mencapai .5 Giga ton setara CO2 dan apabila
dilakukan berbagai upaya pengurangan, maka jumlah emisi bahan
pendingin tersebut dapat dikurangi sampai 0.8 Giga ton setara CO2 pada
tahun 205. Dari jumlah prosentasenya, dampak bahan pendingin terhadap
pemanasan global mencapai 55% untuk CFC, HCFC (30%) dan HFC
memberikan kontribusi pemanasan global sebanyak 5%.

Apabila mengaitkan pengertian teori environmentalis dengan


penjabaran Protokol Montreal, maka saya akan melihat upaya negara
dalam usaha melindungi lingkungan.

Sebagai institusi terbesar, legal, dan paling menampung aspirasi


sebuah masyarakat, negara mempunyai peran yang besar dalam usaha
mengusahakan upaya perlindungan lingkungan. Walaupun kita tahu
bahwa masih ada nongovernmental organizations (NGOs) maupun
intergovernmental organizations (INGOs) yang turut berpartisipasi dalam
relasi dunia internasional, tetap saja negara merupakan satu-satunya
institusi yang memiliki pengaruh yang amat kuat dalam pergaulannya di
dunia internasional.

Menurut saya, negara-negara telah melakukan tindakan yang


benar dalam rangka menjaga dan melindungi lingkungan dengan
meratifikasi Protokol Montreal dan menjalankan setiap kebijakan yang
telah diatur dalam perjanjian ini. dengan meratifikasi protokol ini, negara
memperlihatkan dan menunjukkan perhatiannya dalam isu lingkungan.
Walaupun hanya dimulai dengan 20 negara beserta 3 NGOs, namun
akhirnya tetap saja protokol ini berhasil memeluk 97 negara untuk ikut
meratifikasi protokol ini.

Hal ini menunjukkan bagaimana sebuah negara benar-benar sadar


dan mau bertindak mengenai upaya perlindungan lingkungan. Seperti
yang environmentalis telah tekankan bahwa sistem negara dapat
merespon permasalahan secara lebih efektif, dalam kasus Protokol
Montreal negara memang menunjukkan bahwa negara dapat dengan
efektif merespon akan suatu kesadaran lingkungan. Dalam kasus ini
negara sadar bahwa negara harus mengambil tindakan dalam upaya
meminimalisir kerusakkan ozon dengan cara mengurangi bahkan
menghilangkan penggunaan bahan kimia yang dapat merusak ozon.

Tanpa adanya campur tangan negara dalam kasus ini, maka


segala persiapan dan riset yang telah dilakukan oleh ilmuwan-ilmuwan
paling pintar di dunia akan menjadi sia-sia. Segala pengetahuan yang telah
ditemukan ini harus segera diaplikasikan secara massive, di mana
keinginan dan usaha semua orang yang dibutuhkan dalam upaya ini dapat
dengan efektif terwakilkan. Dan tidak ada institusi lain yang dapat
menjalankan tugas besar ini selain negara.

Kekuatan yang dimiliki negara, baik kekuatan internal (ke dalam)


maupun eksternal (ke luar), harus dapat dimanfaatkan dalam usaha
perlindungan lingkungan dengan baik. Kekuatan internal negara yang
mengikat setiap entitas yang hidup dalam wilayah kedaulatan negara itu,
dapat dengan efektif memaksa untuk melakukan tindakan perlindungan
lingkungan ini. Substansi-substansi bahan kimia yang telah ditetapkan oleh
Protokol Montreal sebagai substansi yang dapat merusak lapisan
stratosfer ozon, dapat dengan efektif dikurangi pemakaiannya oleh adanya
tindakan dan kesadaran negara. Negara dapat dengan tegas mengatakan
kepada masyarakat negaranya serta kepada industry-industri (baik
industry/perusahaan yang memang berasal dari negara tersebut ataupun
multinational company yang membuka pabrik di daerah teritorial negara
terssebut) untuk mengurangi penggunaan bahan-bahan kimia yang telah
tedaftar dan mencari bahan alternative pengganti substansi berbahaya
tersebut.

Negara juga dapat mempengaruhi negara lain untuk meratifikasi


serta ikut berperan aktif dalam Protokol Montreal. Baik karena adanya rasa
hormat dan wibawa yang muncul, maupun karena adanya tindakan yang
represif oleh suatu negara agar mempengaruhi negara lain untuk dapat
ikut aktif dalam protokol ini. Dan hal ini menunjukkan bagaimana kekuatan
eksternal suatu negara menunjukkan peran negara dalam Protokol
Montreal.

Dan aksi negara dalam protokol ini membuahkan hasil yang sangat
gemilang. Laporan PBB yang diterbitkan United Nation Environment
Program (UNEP) dan World Meteorological Organization (WMO) pada
pertengahan September 200, menyatakan bahwa produksi dan konsumsi
bahan kimia perusak ozon jenis utama di seluruh dunia (CFC, halon,
Carbon Tetraklorida, Metil, Klorofom, dan Metil Bromida) sudah dikurangi
hingga 98 persen. Dan diperkirakan bahwa lapisan ozon di luar daerah
kutub sudah akan pulih pada 2048.

Data di atas menunjukkan betapa besar upaya dan pengaruh


negara dalam usaha-usaha perlindungan lingkungan. Tidak dapat
dipungkiri apabila negara telah memainkan peran penting dalam upaya ini.

C. DAFTAR PUSTAKA:
1. efferson W. Tester, et al., Sustainable Energy: Choosing Among Options,
MIT Press, 2005.

2. Vaclav Smil. Energy at the Crossroads: Global Perspective and


Uncertainties, MIT Press, 2005.

3. Godfrey Boyle, et al. Energy Systems and Sustainability: Power for a


Sustainable Future, Oxford University Press, 2003.

4. DeSimone et al, Eco-Efficiency. The Businesses Link to


Sustainable Development, MIT Press, 1997.

Anda mungkin juga menyukai