Anda di halaman 1dari 6

KORELASI KADAR IMUNOGLOBULIN G (IgG)SPESIFIK RUBELLA DENGAN HASIL PEMERIKSAAN

BRAINSTEM EVOKED
RESPONSE AUDIOMETRY PADA PASIEN CONGENITAL RUBELLA SYNDROME PASTI
AKMALUDDIN AGUNG P
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Rubella atau campak Jerman merupakan penyakit menular karena virus,

biasanya hanya menyerang anak-anak sampai usia belasan tahun. Bila penyakit ini

menyerang menyerang ibu yang sedang mengandung dalam tiga bulan pertama,

bisa menyebabkan cacat bayi pada saat dilahirkan (Nicholas, 2000).

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan 100.000 kasus

Sindrom Rubella Kongenital terjadi setiap tahunnya terutama di negara

berkembang. (WHO, 2005). Data dari rekam medik poliklinik Departemen Ilmu

kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Pusat DR. Sardjito tercatat 274 kasus

gangguan tumbuh kembang pada anak terkait bahasa dan wicara, 57 kasus

diantaranya berkaitan dengan Sindrom Rubella Kongenital selama periode 2011-

2014, dan (Data Rekam Medik RSUP Dr. Sardjito, 2015).

Insidensi Sindrom Rubella Kongenital adalah 1-2/1000 kelahiran hidup.

Estimasi global menunjukkan bahwa jumlah bayi yang lahir dengan Sindrom

Rubella Kongenital pada tahun 2008 melebihi 110.000, dan kejadian Sindrom

Rubella Kongenital tertinggi ada di Asia Tenggara (48%) dan Afrika (38%).

Berdasarkan data dari WHO setiap tahun terjadi 236 kasus di negara berkembang

dan meningkat 10 kali lipat saat terjadi epidemi (Pedoman Surveilans CRS, 2014).

Penyakit Sindrom Rubella Kongenital ini ditularkan secara oral droplet

dari manusia yang terinfeksi rubella kepada ibu hamil dan masuk melalui plasenta

ke janin. Infeksi rubella yang terjadi pada ibu hamil terutama trimester pertama

1
KORELASI KADAR IMUNOGLOBULIN G (IgG)SPESIFIK RUBELLA DENGAN HASIL PEMERIKSAAN
BRAINSTEM EVOKED 2
RESPONSE AUDIOMETRY PADA PASIEN CONGENITAL RUBELLA SYNDROME PASTI
AKMALUDDIN AGUNG P
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

dapat menyebabkan komplikasi yang serius pada janin seperti abortus, kematian

janin serta bila lahir terdapat kelainan kongenial berat, risiko kecacatan kongenital

ini menurun hingga kira-kira 10-20% pada minggu ke-16 dan lebih jarang terjadi

bila ibu terkena infeksi pada usia kehamilan 20 minggu (Prawirohardjo, 2006).

Cacat yang terjadi bisa satu atau kombinasi dari jenis kecacatan berikut

seperti tuli, katarak, mikroftalmia, glaucoma congenital, mikrosefali,

meningoensefalitis, keterbelakangan mental, patent ductus arteriosus, defek

septum atrium atau ventrikel jantung, purpura, hepatosplenomegali, ikterus dan

penyakit tulang radiolusen. Sindrom Rubella Kongenital adalah penyakit menular

aktif dengan keterlibatan multi sistem, spektrum ekspresi klinis luas (Nicholas,

2000).

Bayi dengan Sindrom Rubella Kongenital Pasti memiliki Immunoglobulin

G (IgG) spesifik rubella yang dibawa dari ibunya disamping antibodi

Immunoglobulin M (IgM) dan Immunoglobulin G (IgG) yang dibentuk dari

tubuhnya sendiri. Immunoglobulin G (IgG) spesifik rubella maternal titernya akan

terus menurun dan jarang terdeteksi pada usia 6 bulan, apabila terdeteksi

Immunoglobulin G (IgG) spesifik rubella pada usia tersebut, sangat dimungkinkan

berasal dari sistem kekebalan bayi itu sendiri (Abbas, 2000; Male, et al., 2012).

Sindrom Rubella Kongenital yang sedang dan berat biasanya sudah dapat

diketahui ketika bayi baru lahir, sedangkan kasus Sindrom Rubella Kongenital

ringan yang mengganggu organ jantung atau tuli sebagian, bisa saja tidak

terdeteksi beberapa bulan bahkan sampai beberapa tahun setelah bayi baru lahir

(Nicholas, 2000).
KORELASI KADAR IMUNOGLOBULIN G (IgG)SPESIFIK RUBELLA DENGAN HASIL PEMERIKSAAN
BRAINSTEM EVOKED 3
RESPONSE AUDIOMETRY PADA PASIEN CONGENITAL RUBELLA SYNDROME PASTI
AKMALUDDIN AGUNG P
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Skrining pendengaran pada bayi baru lahir dengan faktor risiko infeksi

rubella telah banyak dilakukan, sehingga anak yang terdiagnosis dan telah

mendapat habilitasi sedini mungkin menunjukkan kemampuan bahasa dan

ketrampilan lebih baik dibandingkan dengan anak yang terlambat diagnosis.

Otoacustic Emissions (OAE) merupakan alat skrining awal, alat ini mudah

digunakan pada bayi baru lahir, tidak invasif, sensitifitas tinggi dan dapat

digunakan berulangkali. Kelemahan OAE adalah ketidakmampuannya dalam

mendeteksi kelainan pada retrokoklea, yaitu kerusakan saraf retrokoklea, hal ini

sangat rentan pada bayi baru lahir meskipun prevalensinya relatif rendah sekitar

2,1% ketulian pada anak. Saat ini skrining, selain menggunakan OAE juga

melibatkan pemeriksaan Brainstem Evoked Response Audiometry (BERA),

dimana pemeriksaan ini dapat mendeteksi kelainan retrokoklea (Christine et al.,

2009).

Brainstem Evoked Response Audiometry (BERA) adalah pemeriksaan

pendengaran yang paling umum digunakan dan merupakan metode

elektrofisiologi yang objektif untuk menilai proses pendengaran dari saraf

pendengaran sampai ke otak.


KORELASI KADAR IMUNOGLOBULIN G (IgG)SPESIFIK RUBELLA DENGAN HASIL PEMERIKSAAN
BRAINSTEM EVOKED 4
RESPONSE AUDIOMETRY PADA PASIEN CONGENITAL RUBELLA SYNDROME PASTI
AKMALUDDIN AGUNG P
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang dan fakta-fakta tersebut diatas

dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Angka kejadian Sindrom Rubella Kongenital di Indonesia masih cukup

tinggi.

2. Infeksi Rubella yang terjadi pada ibu hamil trimester pertama membuat

kecacatan yang permanen.

3. Deteksi dini Sindrom Rubella Kongenital Pasti sangat diperlukan

berdasarkan tanda klinis dan pemeriksaan penunjang serologis.

4. Skrining sedini mungkin dengan alat OAE dan BERA dapat mengetahui

letak kelainan yang dialami oleh penderita Sindrom Rubella Kongenital.

C. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas dapat diajukan pertanyaan

penelitian apakah ada hubungan korelasi kadar imunoglobulin G (IgG) spesifik

rubella dengan hasil pemeriksaan BERA pada pasien Sindrom Rubella Kongenital

Pasti di rumah sakit DR. Sardjito Yogyakarta?.

D. Tujuan Penelitian

Untuk menentukan hubungan korelasi antara kadar Imunoglobulin G (IgG)

spesifik rubella dengan hasil pemeriksaan BERA pada pasien Sindrom Rubella

Kongenital Pasti di rumah sakit DR. Sardjito Yogyakarta.


KORELASI KADAR IMUNOGLOBULIN G (IgG)SPESIFIK RUBELLA DENGAN HASIL PEMERIKSAAN
BRAINSTEM EVOKED 5
RESPONSE AUDIOMETRY PADA PASIEN CONGENITAL RUBELLA SYNDROME PASTI
AKMALUDDIN AGUNG P
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

E. Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan data gambaran besaran hubungan

korelasi kadar Imunoglobulin G (IgG) terhadap hasil pemeriksaan BERA

pada pasien Sindrom Rubella Kongenital Pasti di rumah sakit DR. Sardjito

Yogyakarta.

2. Penelitian ini diharapkan juga menjadi faktor prediktor prognosis pada pasien

dengan Sindrom Rubella Kongenital Pasti.

3. Data dan Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dan

pengembangan penelitian selanjutnya.

F. Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai hubungan korelasi kadar imunoglobulin G (IgG)

dengan hasil pemeriksaan BERA pada pasien Sindrom Rubella Kongenital Pasti

belum banyak dilakukan di negara-negara lain, dan penelitian di Indonesia juga

belum banyak dilakukan, dalam hal ini di RSUP Dr. Sardjito. Beberapa penelitian

terkait yang pernah dilakukan di negara-negara lain tersebut dapat dilihat dalam

tabel 1.
KORELASI KADAR IMUNOGLOBULIN G (IgG)SPESIFIK RUBELLA DENGAN HASIL PEMERIKSAAN
BRAINSTEM EVOKED
RESPONSE AUDIOMETRY PADA PASIEN CONGENITAL RUBELLA SYNDROME PASTI
AKMALUDDIN AGUNG P
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Tabel 1. Penelitian-Penelitian tentang Congenital Rubella Syndrome

Peneliti (tahun) Rancangan Penelitian Tujuan Sampel Hasil


Ahmed, (1992) Case control study Untuk mengetahui kadar IgM 355 wanita hamil, 212 39% IgM anti rubella
dan IgG spesifik rubella pada dengan riwayat abortus (+), 61% IgG anti
wanita hamil dengan riwayat (+), 143 wanita kontrol rubella (+)
aborsi (-)
Rahman et al., Case control study Untuk mencari hubungan 198 Sampel NHL (+) Dari 198 anak NHL
(2002) faktor risiko rubella dengan dan 200 Sampel NHL 74% IgG antirubella (+),
NHL control (-) 200 anak NHL(-) 18 %
Ig G (+) anti rubella
Noorbakhsh et al., Case control study Membandingkan IgM dan IgG 95 kasus NHL(+), 63 Terdapat 34,6% IgM
(2008) pada anak yang kontrol NHL (-) CMV pada NHL (+),
terinfeksi TORCH dan sedangkan IgG CMV
hubungannya dengan kejadian 72% pada NHL(+)
NHL
Christine et al., Kohort Prospektif Skrining hearing loss pada Semua bayi baru lahir Dari 1461 bayi yang
(2009) bayi dengan faktor risiko yang berisiko diskrining, 46 bayi
dengan menggunakan OAE mengalami gangguan (29,48%) NHL, 4 bayi
dan BERA pendengaran (8,7%) infeksi TORCH
Junaid et al., Kohort Prospektif Skrining kadar IgM spesifik 93 anak-anak usia 0-10 42 (45,2%) IgM anti
(2011) Rubella terhadap anak-anak di tahun rubella (+), 51 (54,8%)
negara endemis rubella IgM anti rubella (-)

Anda mungkin juga menyukai