Anda di halaman 1dari 13

KUMPULAN

MAKALAH
Kamis, 28 Desember 2017

TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK


TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas


Mata Kuliah Belajar dan Pembelajaran

Dosen Pengampu      : Dra. Noerhasmalina, M.Pd.

Disusun Oleh kelompok 3 :

1.      Ana Wahyu Kusniati            NPM   14040004


2.      Intan Siti Soleha                    NPM   14040023
3.      Dedi Saputra                         NPM   14040009
4.      Soni Rudiyanto                      NPM   14040015
5.      Rosita Oktavia Sari               NPM   14040032

 
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP)
MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG
2015

KATA PENGANTAR

            Segala puji dan syukur hanya diperuntukkan kepada Sang Maha Pencipta dan Pemilik
jiwa dan ruh seluruh makhluk dan telah menjadikan Muhammad, Rasulullah saw sebagai teladan
dan anutan bagi seluruh umat manusia di dunia dan akhirat. Shalawat dan salam semoga
senantiasa tercurah kepada Nabi termulia, Muhammad saw, segenap keluarganya, sahabat-
sahabat, dan umat yang senantiasa memegang teguh ajarannya sampai hari berbangkit. penyusun
doakan semoga kita semua berada dalam rahmat dan rhido-Nya, sehingga tak sedikitpun ruang
dan waktu, melainkan memberikan manfaat untuk umat dalam keseharian kita, Aamiin.
            Dengan terselesaikannya makalah yang berjudul “Teori Belajar Behaviorisme” ini, tidak
terlepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena penyusun mengucapkan banyak terima kasih
kepada :
Ibu Noerhasmalina, M.Pd selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah Belajar dan Pembelajaran. Kami
menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu
penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan penulisan
makalah dimasa yang akan datang. Semoga Allah SWT senantiasa membalas amal baik yang
telah Bapak/Ibu/Saudara berikan, dan harapan penyusun semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi penyusun dan bagi semua pihak yang telah membaca makalah ini.

Pringsewu, 27 September 2015


Penyusun

Kelompok 3

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................   i


KATA PENGANTAR ...............................................................................   ii
DAFTAR ISI ..............................................................................................   iii

 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...........................................................................   1
B. Rumusan Masalah ......................................................................   2
C. Tujuan .........................................................................................   2
BAB II PEMBAHASAN
A.    Teori Belajar Yang Berpijak Pada Pandangan Behavioristik …….. 3
B.     Belajar Menurut Teori Behavioristik……………………………… 8
C.     Aplikasi Teori Behavioristik Dalam Pembelajaran………………... 9
D.    Kelebihan Serta Kekurangan Teori Behavioristik………………… 12

BAB III PENUTUP


A.    Kesimpulan .....................................................................................   16
B.     Saran ……………………………………………………………….             16

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Belajar dan pembelajaran merupakan topik yang tetap menarik ketika mengkaji ilmu-ilmu
perilaku. Bagaiman sebenernya proses belajar itu dapat berlangsung dan bagaimana
pembelajaran seharusnya dilakukan, ini merupakan hal yang menarik bagi pendidik, guru, orang
tua, konselor, dan orang-orang yang bergerak dalam pengelolaan perilaku. Jika belajar
merupakan suatu kegiatan yang bersifat rumit dan kompleks, maka pembelajaran menjadi lebih
kompleks dan rumit karena tujuan pembelajaran adalah untuk memacu (merangsang) dan
memicu (menumbuhkan) terjadi kegiatan belajar. Dengan demikian, hasil belajar merupakan
tujuan dan pembelajaran dari sarana untuk mencapai tujuan tersebut.
Belajar merupakan suatu proses usaha sadar yang dilakukan oleh individu untuk suatu perubahan
dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak memiliki sikap menjadi bersikap benar, dari tidak
terampil menjadi terampil melakukan sesuatu.  Belajar tidak hanya sekedar memetakan
pengetahuan atau informasi yang disampaikan.  Namun bagaimana melibatkan individu secara
aktif  membuat atau pun merevisi hasil belajar yang diterimanya menjadi suatu pengalamaan
yang bermanfaat bagi pribadinya. 
Pembelajaran merupakan suatu sistim yang membantu individu belajar dan berinteraksi dengan
sumber belajar dan lingkungan. Teori adalah seperangkat azaz yang tersusun tentang kejadian-
kejadian tertentu dalam dunia nyata. Teori merupakan seperangkat preposisi yang didalamnya
memuat tentang ide, konsep, prosedur dan prinsip yang terdiri dari satu atau lebih variable yang
saling berhubungan satu sama lainnya dan dapat dipelajari, dianalisis dan diuji serta dibuktikan
kebenarannya. Dari dua pendapat diatas Teori adalah seperangkat azaz tentang kejadian-kejadian
yang didalamnnya memuat ide, konsep, prosedur dan prinsip yang dapat dipelajari, dianalisis dan
diuji kebenarannya. 
Teori belajar adalah suatu teori yang di dalamnya terdapat tata cara pengaplikasian kegiatan
belajar mengajar antara guru dan siswa, perancangan metode pembelajaran yang akan
dilaksanakan di kelas maupun di luar kelas. Teori belajar selalu bertolak dari sudut pandang
psikologi belajar. Untuk itu dalam pemahasan ini penyusun akan mengulas mengenai teori
belajar yang berhubungan dengan psikologi yang berpijak pada pandaangan behaviorisme dan
aplikasinya dalam pembelajaran.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat kami rumuskan permasalahan yang akan kami bahas
sebagai berikut:
1.      Apa yang dimaksud dengan teori belajar Behaviorisme?
2.      Bagaimana definisi belajar menurut pandangan teori Behaviorisme?
3.      Apa saja kekurangan dan kelebihan dari teori Behaviorisme?
4.      Bagaimana Aplikasi teori Behavioristik dalam pembelajaran?

C. Tujuan
1. Mengerti dan memahami mengenai teori pembelajara Behavioristik
2. Mampu mengkaji hakikat belajar menurut teori Behavioristik
3. Mengetahui apasaja yang menjadi kelemahan serta kelebihan teori Behavioristik
4. Memahami dan menjelaskan bagaimana penerapan teori Behavioristik dalam sistem
pembelajaran

BAB II
PEMBAHASAN

A. TeoriBelajar yang Berpijak pada Pandangan Behaviorisme


Teori belajar selalu bertolak dari sudut pandang psikologi belajar. Dalam teori psikologi belajar,
terdapat tiga aliran besar yaitu: psikologi behaviorisme, psikologi kognitif, dan psikologi
humanistik. Behaviorisme merupakan salah satu pendekatan untuk memahami perilaku individu
(apaun yang dilakukan, verbal dan non verbal, yang dapat diobservasi secara langsung) dengan
menggunakan metode pelatihan, pembiasan, dan pengalaman. Pandangan ini menekankan bahwa
perilaku harus dijelaskan dengan pengalaman-pengalaman yang terobservasi, bukan oleh proses
mental. Jadi, peristiwa belajar berarti untuk melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga
menjadi kebiasaan yang dikuasai oleh individu.  Ciri teori ini mengutamakan unsur-unsur dan
bagian kecil, yang bersifat mekanistis, menekankan peranan lingkungan, mementingkan
pembentukan reaksi atau respon, menekankan pentinganya latihan, mementingkan mekanisme
hasil belajar, mementingkan peranan kemampan dan hasil belajar yang diperoleh adalah berupa
prilaku yang dapat dimati (observable).  Santrock (2008) memandag individu sebagai makhluk
reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan, pengalaman, dan latihan akan membentuk
perilaku mereka. Tokoh penting dalam teori belajar behaviorisme secara teoretik antara lain:
Pavlov, Skinner, E.L. Thorndike, dan E.R Guthrie.
a. Teori behaviorisme menurut Thorndike
teori belajar Thorndike dikenal dengan istilah Koneksionisme (connectionism), merupaakan
rumpun yang paling awal dari teori beavioristik, Teori ini memandang bahwa yang menjadi
dasar terjadinya belajar adalah adanya asosiasi atau menghubungkan anatara kesan indra
(stimulus) dengan dorongan yang muncul untuk bertindak (respons) yang disebut dengan
connecting. Menurut teori ini tingkah laku manusia tidak lain dari suatu hubungan stimulus-
respons. Siapa yang menguasai stimulus-respons sebanyak-banyaknya ialah orang yang pandai
dan berhasil dalam belajar. Pembentukan hubungan stimulus-respons dilakukan melalui ulangan-
ulangan.Thorndike (1874-1949), dengan eksperimennya belajar pada binatang yang juga berlaku
bagi manusia yang disebut Thorndike dengan trial and error. Thorndike menghasilkan belajar
Connectionism karena belajar merupakan proses pembentukan koneksi-koneksi atara stimulus
dan respons Stimulus yaitu apa saja yang dapat merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti
pikiran, perasaan atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indra. Sedangkan respon
yaitu reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang juga dapat berupa pikiran,
perasaan atua gerakan/tindakan. Thorndike mengemukakan tiga prinsip atau hukum dalam
belajar, yaitu:
         Hukum Kesiapan (Law of readiness), kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu stimulus yang
dihadapi sehingga reaksi tersebut menjadi memuaskan.
- Jika individu siap melakukan tindakan, maka melakukan tindakan itu akan menimbulkan
kepuasan. Contoh : Peserta didik yang merasa sangat siap menghadapi ujian denga belajar keras,
maka mengikuti ujia merupakan suatu tindakan yang menyenangkan karena dapat mengerjakan
dengan benar.
- Jika individu siap melakukan tindakan, maka tidak melakukan tindakan akan menimbulkan
kekesalan.
- Jika individu tidak siap melakukan tindakan, maka melakuka tindakan akan menimbulkan
kekesalan.
Jadi dalam melakukan suatu perbuatan (belajar) akan dicapai hasil yang memuaskan apabila
individu siap menerima dan melakukan sesuatau dengan tidak ada hambatan.

         Hukum Latihan (Law of exercise), Prinsip dalam hukum latidan ini adalah tingkat frekuensi
untuk mempraktikan (seringnya menggunakan hubungan stimulus-respons), sehingga hubungan
tersebut seakin kuat. Hukum ini mengenai istilah law of use dan law of desuse.
- makin sering hubunga stimulus dan respon dilakukan maka akan makin kuat koneksinya (law
of use).
- jika hubungan antara stimulus dan respons dihentikan untuk periode tertentu, maka koneksinya
akan melemah (law of dis-use).
         Hukum Akibat (Law of effect), suatu tindakan atau tingkah laku yang mengakibatkan suatu
keadaan yang menyenangkan (cocok dengan tuntutan situasi) akan diulangi, diingat, dan
dipeljari dengan sebaik-baiknya. Suatu tindakan atau tingkah laku yang mengakibatkan suatu
keadaan tidak menyenangkan (tidak cocok dengan tuntutan situasi) akan dihilangkan atau
dilupakan. tingkah laku ini terjadi secara otomatis.

b.      Teori Behaviorisme menurut Skinner


B.F. Skinner terkenal dengan teori Pengkondisian operan (operant conditioning), yaitu suatu
bentuk pembelajaran dimana konsekuensi perilaku menghasilkan berbagai kemungkinan
terjadinya perilaku tersebut. Penggunakaan frekuensi yang menyenangkan atau tidak
menyenangkan untuk mengubah perilaku itulah yang disebut dengan pengondisian operan
( Slavin, 1996). Prinsip teori skinner ini adalah hukum akibat, penguatan, dan konsekuensi.
1.      Penguatan (reinforcement),
Penguatan adalah suatu konsekuensi yang meningkatkan peluang terjadinya suatu perilaku.
Menurut skinner, untuk memperkuat perilaku atau menegaskan perilaku diperlukan penguatan
(reirforcement). Ada dua jenis penguatan, yaitu: penguatan positif dan penguatan negative
(Santrock 2008).
            Penguatan positif (positive reinforcement) didasari prinsip bahwa frekuensi dari suatu
respons akan meningkat karena diikuti oleh suatu stimulus yang mengandung penghargaan. Jadi,
perilaku yang diharapkan akan meningkat karena diikuti oleh stimulus menyenangkan.
            Penguatan negatif (negative reinforcement) didasari prinsip bahwa frekuensi dari suatu
respons akan meningkat karena diikuti dengan suatu stimulus yang tidak menyenangkan yang
ingin dihilangkan. Jadi, perilaku yang diharapkan akan meningkat karena diikuti stimulus yang
tidak menyenangkan.
2. Hukuman (Punishment),
Respons yang diberi konsekuensi yang tidak menyenangkan atau menyakitkan akan membuat
seseorang tertekan. Contoh seorang siswa yang tidak mengerjakan PR tidak dibolehkan bermain
bersama teman-temannya saat jam istirahat sebagai bentuk hukuman.Pandangan teori
behavioristik telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Namun dari semua teori yang ada,
teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar
behavioristik. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran
berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep
hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement),
merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan
Skiner.Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shaping, yaitu
membawa pebelajar menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik
tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak faktor yang mempengaruhi proses
belajar, proses belajar tidak sekedar pembentukan atau shaping.Skinner dan tokoh-tokoh lain
pendukung teori behavioristik memang tidak menganjurkan digunakannya hukuman dalam
kegiatan pembelajaran. Namun apa yang mereka sebut dengan penguat negatif (negative
reinforcement) cenderung membatasi pebelajar untuk berpikir dan berimajinasi.Skinner lebih
percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat negatif. Penguat negatif tidak sama dengan
hukuman. Ketidaksamaannya terletak pada bila hukuman harus diberikan (sebagai stimulus) agar
respon yang muncul berbeda dengan respon yang sudah ada, sedangkan penguat negatif (sebagai
stimulus) harus dikurangi agar respon yang sama menjadi semakin kuat. Misalnya, seorang
pebelajar perlu dihukum karena melakukan kesalahan. Jika pebelajar tersebut masih saja
melakukan kesalahan, maka hukuman harus ditambahkan. Tetapi jika sesuatu tidak
mengenakkan pebelajar (sehingga ia melakukan kesalahan) dikurangi (bukan malah ditambah)
dan pengurangan ini mendorong pebelajar untuk memperbaiki kesalahannya, maka inilah yang
disebut penguatan negatif. Lawan dari penguatan negatif adalah penguatan positif (positive
reinforcement). Keduanya bertujuan untuk memperkuat respon. Namun bedanya adalah penguat
positif menambah, sedangkan penguat negatif adalah mengurangi agar memperkuat respons.
c.       Teori Behaviorisme menurut Pavlov
Ivan Pavlov terkenal dengan teori kondisionig klasik (classical conditioning), yaitu sejenis
pembelajaran dimana sebuah organisme belajar untuk menghubungkan atau mengasosiasikan
stimulus dengan respon. Untuk memahami teori kondisioning klasik secara menyeluruh perlu
dipahami bahwa ada dua jenis stimulus dan dua jenis respon. Dua jenis stimulus tersebut adalah
stimulus yang tidak terkondisi (unconditioned stimulus-UCS), yaitu stimulus yang secara
otomatis menghasilkan respon tanpa didahului dengan pembelajaran apapun. Dan stimulus
terkondisi (conditioned stimulus-CS), Yaitu stimulus yang sebelumnya bersifat netral, akhirnya
mendatangkan sebuah respon yang terkondisi setelah diasosiasikan dengan stimulus tidak
terkondisi.
            Dua respons tersebut adalah respons yang tidak terkondisi (unconditioned respons-UCR),
yaitu sebuah respons yang tidak dipelajari secara otomatis disebabkan oleh stimulus yang tidak
terkondisi. Dan respon terkondisi (conditioned respon-CR), yaitu sebuah respons yan dipelajari
terhadap stimulus yang terkondisi yang terjadi setelah stimulus tidak terkondisi dipasangkan
dengan stimulus terkondisi.
            Faktor lain yang juga penting dalam teori belajar pengondisian klasik Pavlov adalah
generalisasi, diskriminasi, dan pelemahan (Santrock, 2008)
- Generalisasi. Melibatkan kecendrungan dari stimulus baru yang serupa dengan stimulus
terkondisi asli untuk menghasilkan respons serupa. Contoh : seorang peserta didik merasa gugup
ketika dikritik atas hasil ujian yang jelek pada mata pelajaran fisika. Ketika mempersiapakan
ujian statistika peserta didik tersebut akan merasakan gugup karena kedua pelajaran tersebut
sama-sama berupa hitungan. Jadi, kegugupan peserta didik tersebut karena hasil generalisasi dari
melakukan ujian mata pelajaran satu dengan yang lainya mirip.
- Diskriminasi. Organisme merespons stimulus tertentu, tetapi tidak terhadap yang lainnya.
Contoh : dalam melaksanakan ujian dikelas yang berbeda, peserta didik tidak merasa sama
gelisahnya ketika menghadapi ujian bahasa indonesia dan sejarah karena keduanya merupakan
subjek yang berbeda.
- Pelemahan(extinction). Proses melemahnya stimulus yang terkondisi dengan cara
menghilangkan stimulus tak terkondisi. Contoh : kritikan guru yang terus-menerus pada hasil
ujian yang jelek, membuat peserta didik tidak termotivasi belajar. Padahal, sebelumnya peserta
didik pernah mendapat nilai ujian yang bagus dan sangat termotivasi belajar.
            Dalam bidang pendidikan, teori kondisioning klasik digunakan untuk mengembangkan
sikap yang menguntungkan terhadap peserta didik untuk termotivasi belajar dan membantu guru
untuk melatih kebiasaan positif peserta didik.
d.      Teori behaviorisme menurut E.R. Guthrie
            Menurut Guthrie, tingkah laku manusia itu secara keseluruhan merupakan rangkaian
tingkah laku yang terdiri atas unit-unit. Unit-unit tingkah laku ini merupakan respns-respons dari
stimulus sebelumnya dan kemudian unit respons tersebut menjadi stimulus yang kemudian akan
menimbulkan respons bagi unit tingkah laku yang berikutnya. Demikian seterusnya sehingga
merupakan deretan tingkah laku yang terus-menerus. Jadi, proses terbentuknya rangkaian
tingkah laku tersebut terjadi dengan kondisioning melalui proses asosiasi antara unit tingkah laku
yang satu dengan unit tingkah laku lainnya menjadi semakin kuat. Prinsip belajar pembentukan
tingkah laku ini disebut “law of Association”.
            Menurut Guthrie, untuk memperbaiki tingkah laku yang tidak baik harus dilihat dari
rentetan unit-unit tingkah lakunya, kemudian diusahakan untuk menghilangkan atau mengganti
unit tingkah laku yang tidak baik dengan tingkah laku yang seharusnya.
           
            Selain dengan cara diatas, Guthrie menyarankan tiga metode untuk mengubah tingkah
laku yaitu:
1.      Metode respons bertentangan (Incompatible Respons Method). Cara mengubah tingkah laku
dengan jalan memberikan stimulus yang dapat menimbulkan reaksi yang berlawanan drngan
reaksi yang akan dihilangkan.
2.      Metode membosankkan (Exhaustion Method). Contoh, anak kecil suka menghisap rokok.
Mereka disuruh merokok terus sampai bosan dan setelah bosan, mereka akan berhenti merokok
dengan sendirinya.
3.      Metode mengubah lingkungan (Change of Enviromental Method). Contoh, anak bosan belajar,
maka lingkungan belajarnya dapat diubah-ubah sehingga ada suasana lain dan memungkinkan
mereka senang belajar.

C.    Belajar Menurut Teori Behavioristik


            Menurut teori belajar behavioristik, belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah
laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain, belajar
merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah
laku dengan cara yang baru sebagai hasil dari interaksi stimulus dan respon. Seseorang dianggap
telah belajar apabila ia bisa menunjukkan perubahan tingkah lakunya. Contoh, seorang anak
mampu berhitung penjumlahan dan pengurangan, meskipun dia belajar dengan giat tetapi dia
masih belum bisa mempraktekkan penjumlahannya, maka ia belum bisa dikatakan belajar karena
ia belum menunjukkan perubahan tingkah laku sebagai hasil dari belajar. Dalam teori
Behavioristik, yang terpenting itu adalah masukan atau input yang berupa stimulus serta output
yang berupa respon. Apa yang terjadi diantara stimulus dan respon dianggap tidaklah penting
karena tidak dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran sebab dengan
pengukuran kita akan melihat terjadi tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.Faktor lain yang
dianggap penting bagi teori ini adalah penguatan (reinforcement). Penguatan adalah apa saja
yang dapat memperkuat respon. Jika penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka
respon akan semakin kuat, begitu juga penguatan dikurangi (negative reinforcement) respon akan
tetap dikuatkan. Misal jika peserta didik diberi tugas oleh guru, ketika tugasnya ditambahkan,
maka ia akan lebih giat belajarnya (positive reinforcement). Apabila tugas-tugas dikurangi justru
akan meningkatkan aktifitas belajarnya (negative reinforcement). Jadi penguatan merupakan
suatu bentuk stimulus yang penting diberikan (ditambah) atau dihilangkan (dikurang) untuk
memungkinkan mendapat respon.

D.    Aplikasi Teori Belajar Behaviorisme Dalam Pembelajaran


Untuk mengaitkan teori behaviorisme dengan praktik pembelajaran, perlu dipahami terlebih dulu
mengenai prinsip belajar menurut teori behaviorisme (Mukminan, 1997). Prinsip-prinsip tersebut
adalah sebagai berikut:
1.      Teori ini beranggapan bahwa yang dimaksud dengan belajar adalah perubahan tingkah laku.
Seseorang dikatakan belajar sesuatu jika yang bersangkutan dapat menunjukan perubahan
tingkah laku tertentu.
2.      Hasil belajar adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, yang terjadi karena hubungan
stimulus dan respons., sedangkan proses yang terjadi antara stimulus dan respons, yang tidak
dapat diamati itu tidak penting.
3.      Perlunya Reinforcement untuk memunculkan perilaku yang diharapkan. Respons akan semakin
kuat jika reinforcement (baik positif maupn negative) ditambah.
 Penekanan proses belajar menurut teori behaviorisme ini adalah hubungan stimulus dan respons.
Dengan demikian, agar pembelajaran di kelas menjadi efektif, hendaknya gguru perlu
memerhatikan hal-hal berikut:
1.      Guru hendaknya memilih jenis stimulus yang tepat untuk diberikan kepada peserta didik agar
dapat memberikan respons yang diharapkan.
2.      Guru hendaknya menentukan jenis respons yang harus dimunculkan oleh peserta didik.
3.      Guru perlu memberikan reward yang tepat untuk meningkatkan perilaku yang diharapkan
muncul dari peserta didik.
4.      Guru hendaknya segera memberikan umpan balik secara langsung, sehingga si belajar dapat
mengetahui apakah respons yang diberikan telah benar atau belum.
      Metode yang dapat digunakan guru dalam pembelajaran antara lain: ceramah, demonstrasi,
dimana aktivitas ada  pada guru sedangkan peserta didik pasif menerima sesuai yang diberikan
guru.
1.      Meningkatkan perilaku yang diinginkan
Enam strategi pengondisian operan dapat digunakan untuk meningkatkan perilaku yang
diinginkan, yaitu:
a.       Memilih penguat yang efektif
Guru harus mampu menemukan penguat mana yang berhasil paling baik untuk setiap peserta
didiknya, yaitu membedakan setiap individu dalam menggunakan penguat tertentu.
b.      Membuat penguat menjadi bergantung pada tepat waktu
Agar penguat efektif, guru harus memberikan penguat secara tepat waktu dan segera mungkin
setelah anak menampilkan perhilaku tertentu yang diharapkan.
c.       Pilih jadwal terbaik untuk penguatan
Guru harus memilih jadwal penguatan terbaik sesuai dengan tuntutan perilaku peserta didik yang
diharapkan guru.
d.      Pertimbangkan untuk membuat kontrak
Analisis perilaku terapan menyarankan bahwa kontrak kelas seharusnya merupakan hasil
masukan dari guru maupun peserta didik. Pembuatan kontrak melibatkan pembuatan
ketergantungan penguatan secara tertulis.
e.       Gunakan penguatan negative secara efektif
Penguatan negative, meningkatkan frekuensi respons dengan menghilangkan stimulus yang tidak
disukai. Contoh: stimulus guru yang sering mengkritik jawaban serta pertanyaan peserta didik
harus dihilangkan agar frekuensi bertanya dan frekuensi menjawab semakin meningkat.
f.       Gunakan arahan dan pembentukan
Arahan merupakan stimulus ditambahkan sebelum terjadinya kemungkinan peningkatan respons
yang diinginkan. Jika arahan belum mampu membuat peserta didik menampilkan perilaku yang
diharapakan, guru perlu membantu dengan pembentukan.
2.      Mengurangi perilaku yang tidak diinginkan
Ada  beberapa langkah yang dapat digunakan guru untuk mengurangi perilaku peserta didik yang
tidak diinginkan (Alberto & Troutman dalam Santrock, 2008) :

a.       Gunakan penguatan Diferensial


Gdalam penguatan diferensial, guru memperkuat perilaku yang tidak sesuai dengan apa yang
dilakukan anak tersebut. Contoh: guru dapat memperkuat peserta didik untuk melakukan
aktivitas pembelajaran dengan memanfaatkan computer dari pada computer hanya dipakai untuk
memainkan game.
b.      Gunakan penguatan Diferensial
Tanpa disengaja guru memberikan penguatan positif yang justru membuat perilaku peserta didik
yang tidak diharapkan semakin terpelihara. Dengan demikian, guru harus segera menghentikan
penguatan positif tersebut agar perilaku yag tidak diharapkan menurun atau hilang dan guru
memberikan peguatan positif lagi setelah perilaku yang diharapkan muncul.
c.       Hilangkan stimulus yang diinginkan
Jika memberikan penguatan tetap tidak berhasil meingkatkan respons diharapkan, penghilangan
stimulus yang diinginkan harus dilakukan oleh guru, dengan cara time-out dan respons-cost.
Time out adalah penghentian penguatan positif terhadap seseorang untuk sementara, yaitu
hamper sama dengan penghentian penguatan, yang berbeda adalah waktu penghilangan
penguatan positif lebih lama sampai terbentuk lagi perilaku yang diinginkan.
d.      Biaya respons (Respons cost)
Adalah menjauhkan atau mengambil penguatan-penguatan positif dari seseorang, seperti peserta
didik kehilangan hak istimewa tertentu. Biasanya biaya respons melibatkan sejumlah sanksi atau
denda.
e.       Hadirkan stimulus yang tidak disukai (Hukuman)
Jenis stimulus yang tidak disukai dan paling umum digunakan guru adalah teguran verbal serta
disertai dengan kerutan dahi atau kontak mata. Tindakan ini lebih efektif digunakan ketika guru
berada dekat dengan peserta didik.

E.     Kelebihan serta Kekurangan Teori Behavioristik


1. Kelebihan Teori Behavioristik
         Membisakan guru untuk bersikap jeli dan peka terhadap situasi dan kondisi belajar.
         Guru tidak membiasakan memberikan ceramah sehingga murid dibiasakan belajar mandiri. Jika
murid menemukan kesulitan baru ditanyakan pada guru yang bersangkutan.
         Mampu membentuk suatu prilaku yang diinginkan mendapatkan pengakuan positif dan prilaku
yang kurang sesuai mendapat penghargaan negative yang didasari pada prilaku yang tampak.
         Dengan melalui pengulangan dan pelatihan yang berkesinambungan, dapat mengoptimalkan
bakat dan kecerdasan siswa yang sudah terbentuk sebelumnya. Jika anak sudha mahir dalam satu
bidang tertentu, akan lebih dapat dikuatkan lagi dengan pembiasaan dan pengulangan yang
berkesinambungan tersebut dan lebih optimal.
         Bahan pelajaran yang telah disusun hierarkis dari yang sederhana sampai pada yang kompleks
dengan tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian-bagian kecil yang ditandai dengan pencapaian
suatu ketrampilan tertentu mampu menghasilakan suatu prilaku yang konsisten terhadap bidang
tertentu.
         Dapat mengganti stimulus yang satu dengan stimuls yang lainnya dan seterusnya sampai
respons yang diinginkan muncul.
         Teori ini cocok untuk memperoleh kemampuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan
yang mengandung unsure-unsur kecepatan, spontanitas, dan daya tahan.
         Teori behavioristik juga cocok diterapakan untuk anak yang masih membutuhkan dominasi
peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru, dan suka dengan
bentuk-bentuk penghargaan langsung.
2. Kekurangan Teori Behavioristik
         Sebuah konsekwensi untuk menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap.
         Tidak setiap pelajaran dapat menggunakan teori ini.
         Murid berperan sebagai pendengar dalam proses pembelajaran dan menghafalkan apa di dengar
dan di pandang sebagai cara belajar yang efektif.
         Penggunaan hukuman yang sangat dihindari oleh para tokoh behavioristik justru dianggap
sebagai metode yang paling efektif untuk menertibkan siswa.
         Murid dipandang pasif, perlu motifasi dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang
diberikan oleh guru.
         Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelsan dari guru dan mendengarkan apa yang
didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif sehingga inisiatf siswa terhadap suatu
permasalahan yang muncul secara temporer tidak bisa diselesaikan oleh siswa.
Cenderung mengarahakan siswa untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif, tidak produktif,
dan menundukkan siswa sebagai individu yang pasif.
Pembelajaran siswa yang berpusat pada guru(teacher cenceredlearning) bersifat mekanistik dan
hanya berorientasi pada hasil yang dapat diamati dan diukur.
Penerapan metode yang salah dalam pembelajaran mengakibatkan terjadinya proses
pembelajaran yang tidak menyenangkan bagi siswa, yaitu guru sebagai center, otoriter,
komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih, dan menentukan apa yang harus dipelajari
murid.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan maslah yang kita bahas, dapat diambil kesimpulan bahwa Teori behavioristik
merupakan teori belajar yang lebih menekankan pada perubahan tingkah laku serta sebagai
akibat dari interaksi antara stimulus dan respon.
Teori behaviristik terdiri dari dari 4 landasan: koneksionisme, pengkondisian, penguatan, dan
Operant conditioning.
Menurut teori belajar behavioristik, belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku
sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar apabila
ia bisa menunjukkan perubahan tingkah lakunya.
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti:
tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas
pembelajaran yang tersedia.

B. Saran
Sebagai calon pendidik hendaknya kita mampu menciptakan suasana belajar yang kondusif dan
efektif, lalu menerapkan metode dan  teori yang tepat, sehingga proses belajar mengajar berjalan
dengan baik. Oleh karena itu sebagai calon pendidik (guru) hendaknya kita mempelajari teori-
teori pembelajaran yang ada, agar kita mampu menemukan kecocokan dalam metode mengajar
yang tepat.

DAFTAR ISI

Budinungsih, C. Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.


Sagala, Syaiful. 2011. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Yulaelawati, Ella. 2007. Kurikulum dan Pembelajaran Filosofi, Teori dan Aplikasi. Jakarta:
Pakar Raya.
Karwono. Mularsih, Heni. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers.
Purwanto, Ngalim. 2007. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Mukminan. 1997. Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: P3G IKIP.


Diposting oleh ana.ozen.blogspot.com di 17.34 
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
1 komentar:
1.

Anda mungkin juga menyukai