Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH SOSIOLINGUISTIK

(Ruang Lingkup dan Kegunaan Sosiolinguistik)

DISUSUN OLEH KELOMPOK I

ANGGOTA :

KHALIFA MUSLIMAH 1755042004

HAMRINA DWIJAYA S. 200505501019

NUR INDAH 200505500003

NUR FATIMAH 200505502001

FITRI ANDRIANI 200505500016

SANNARI 200505501024

MUNAWAR 200505501025

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA DAERAH

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

T.A 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena berkat limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah yang berjudul “Ruang Lingkup
Dan Kegunaan Sosiolinguistik”.

Makalah ini disusun dari berbagai sumber serta bantuan dari berbagai pihak. Adapun tujuan
penulisan makalah ini yaitu untuk memenuhi “Tugas Mata Kuliah Sosiolinguistik” , serta untuk
menambah wawasan Pembaca mengenai “Ruang Lingkup Dan Kegunaan Sosiolinguistik”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Anita Candra Dewi, S. Pd., M. Pd. selaku
dosen Mata Kuliah Sosiolingusitik sekaligus dosen pembimbing dalam penyusunan makalah ini.

Penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.

Makassar, 30 Agustus 2021

Kelompok I
BAB I

PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang

Bahasa sebagai alat komunikasi dan interaksi yang hanya dimiliki manusia, tidak hanya dapat dikaji
secara internal tetapi juga secara eksternal. Artinya pengkajian bahasa tidak hanya dapat dilakukan
dengan menganalisis struktur fonologis, morfologis maupun sintaksisnya, melainkan dapat pula
dikaji dengan hal-hal atau faktor-faktor yang berada di luar bahasa yang berkaitan dengan
pemakaian bahasa itu oleh para penuturnya di dalam kelompok-kelompok sosial kemasyarakatan.

Pengkajian secara eksternal inilah yang menghasilkan rumusan-rumusan yang berkaitan dengan
kegunaan dan penggunaan bahasa tersebut dalam segala kegiatan manusia di dalam masyarakat.
Pengkajian secara eksternal ini tidak hanya melibatkan teori dan prosedur linguistik saja, tetapi juga
melibatkan teori dan prosedur disiplin lain yang berkaitan dengan penggunaan bahasa itu, sehingga
wujudnya berupa ilmu antardisiplin yang namanya merupakan gabungan dari disiplin ilmu-ilmu yang
bergabung itu, umpamanya sosiolinguistik.

Sosiolinguistik merupakan gabungan antara disiplin sosiologi dan disiplin linguistik dengan bahasa
sebagai objek kajiannya. Namun satu hal yang harus digarisbawahi bahwasanya bahasa sebagai
objek kajian sosiolinguistik tidak dilihat maupun didekati sebagai bahasa, melainkan dilihat dan
didekati sebagai sarana interaksi atau komunikasi di dalam masyarakat manusia.

Persoalan kita sekarang adalah apakah sosiolinguistik itu sebenarnya; bagaimana hubungannya
dengan disiplin ilmu lain; dan apa kegunaan serta masalah-masalah sosiolinguistik. Atas dasar di atas
penyusun kemudian tertarik untuk membicarakan masalah seputar sosiolinguistik, kegunaan dan
ruang lingkup sosiolinguistik.

B.        Rumusan Masalah

Berdasar pada latar belakang di atas, adapun rumusan yang menjadi masalah dalam penulisan
makalah ini yaitu:

1.      Apakah sosiolinguistik itu?

2.      Bagaimana hubungan sosiolinguistik dengan disiplin ilmu lain?

3.      Jelaskan  kegunaan disertai masalah-masalah (ruang lingkup) sosiolinguistik?

C.       Tujuan Penulisan

Penulisan makalah ini bertujuan untuk:

1.      Mendeskripsikan pengertian sosiolinguistik.

2.      Menunjukkan hubungan sosiolinguistik dengan disiplin ilmu lain.

3.      Menjelaskan kegunaan dan masalah-masalah (ruang lingkup) sosiolinguistik.


D.       Manfaat Penulisan

Melalui makalah ini diharapkan agar pembaca dapat memperoleh manfaat berupa:

1.      Pengetahuan atas pengertian sosiolinguistik.

2.      Mampu menunjukkan dengan saksama hubungan sosiolinguistik dengan disiplin ilmu lain.

3.      Mampu memahami kegunaan dan masalah-masalah (ruang lingkup) sosiolinguistik?

BAB II

PEMBAHASAN

A.     Pengertian Sosiolinguistik

Sosiolinguistik merupakan ilmu antardisiplin antara sosiologi dan linguistik, dua bidang ilmu empiris
yang mempunyai kaitan sangat erat. Sosiologi sendiri dapat diartikan sebagai kajian yang objektif
dan ilmiah mengenai manusia di dalam masyarakat, dan mengenai lembaga-lembaga dan proses
sosial yang ada di dalam masyarakat. Sosiologi berusaha mengetahui bagaimana masyarakat itu
terjadi, berlangsung dan tetap ada. Sedangkan linguistik adalah bidang ilmu yang mempelajari
bahasa atau bidang ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa sosiolinguistik adalah bidang ilmu antardisiplin yang mempelajari bahasa dalam
kaitannya dengan penggunaan bahasa itu di dalam masyarakat.

De Saussure (1961) pada awal abad ke-20 menyebutkan bahwa bahasa adalah salah satu lembaga
kemasyarakatan yang sama dengan lembaga kemasyarakatan yang lain seperti perkawinan,
pewarisan harta peninggalan dan sebagainya. Pada pertengahan abad ini para pakar di bidang
bahasa merasa perlu adanya perhatian yang lebih terhadap dimensi kemasyarakatan bahasa, karena
ternyata dimensi kemasyarakatan bukan hanya memberi “makna” kepada bahasa, tetapi juga 
menyebabkan terjadinya ragam-ragam bahasa yang tidak hanya menunjukkan adanya perbedaan
sosial dalam masyarakat tetapi juga memberi indikasi mengenai situasi berbahasa serta
mencerminkan tujuan, topik, kaidah dan modus-modus penggunaan bahasa.

Berbeda dengan De Saussure, dalam bukunya Sign, Language and Behaviour,  Charles Morris (1946)
membicarakan bahasa sebagai sistem lambang, membedakan adanya tiga kajian bahasa berkenaan
dengan fokus perhatian yang diberikan. Jika perhatian difokuskan pada hubungan antara lambang
dengan maknanya disebut semantik;  jika fokus perhatian diarahkan pada hubungan lambang
disebut sintaksis;  dan kalau fokus perhatian diarahkan pada hubungan antara lambang dengan
penuturnya disebut pragmatik  yang tidak lain daripada sosiolinguistik.

Bahasa sebagai objek dalam sosiolinguistik tidak didekati sebagai bahasa sebagaimana dilakukan
oleh linguistik umum, melainkan didekati sebagai sarana interaksi atau komunikasi di dalam
masyarakat manusia. Setiap kegiatan kemasyarakatan manusia selalu berhubungan dengan bahasa.
Oleh karena itu, bagaimana pun rumusan mengenai sosiolinguistik yang diberikan para pakar tidak
akan terlepas dari persoalan hubungan bahasa dengan kegiatan-kegiatan atau aspek-aspek
kemasyarakatan. Perhatikan beberapa rumusan mengenai sosiolinguistik dari beberapa pakar
berikut:
 Sosiolinguistik lazim didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari ciri dan berbagai variasi
bahasa, serta hubungan di antara para bahasawan denan ciri funngsi variasi bahasa itu di
dalam suatu masyarakat bahasa (Kridalaksana 1984:94)
 Pengkajian bahasa dengan dimensi kemasyarakatan... disebut sosiolinguistik (Nababan
1984:2)
 Sosiolinguistics is the study of the characteristics of language variaties, the characteristics of
their function, and the characteristics of their speakers as these three constantly interact,
change and change one another within a speech community  (sosiolinguistik adalah kajian
tentang ciri khas variasi bahasa, fungsi-fungsi variasi bahasa, dan pemakaian bahasa karena
ketiga unsur ini selalu berinteraksi, berubah dan saling mengubah satu sama lain dalam satu
masyarakat tutur (J.A. Fishman 1972:4)
 Sociolinguistyiek is de studie van taal en taalgebruik in de kontext van maatschapij en
kultuur  (sosiolinguistik adalah kajian mengenai bahasa dan pemakaiannya dalam konteks
sosial dan kebudayaan (Rene Apple, Gerad Hubert, Greus Meijer 1876:10)
  Sociolinguistiek is subdisiplin van de taalkunde, die bestudert welke social factoren een rol
spelen in het taalgebruik er welke taal spelt in het special vekeer  (sosiolinguistik adalah
subdisiplin ilmu bahasa yabg mempelajari faktor-faktor sosial yang berperan dalam
penggunaan bahasa dan pergaulan sosial (G. E. Booij, J.G. Kersten, dan H.J. Verkuyl 1975:
139).
  Sociolinguistics is the study of language in operation, it’s purpose is to investigate how the
convention of the language use relate to other aspect of social behaviour  (sosiolinguistik
adalah kajian bahasa dalam penggunaannya, dengan tujuan untuk meneliti bagaimana
konvensi pemakaian bahasa berhubungan dengan aspek-aspek lain dari tingkah laku sosial
(C. Criper dan H.G. Widdowson dalam J.P.B. Allen dan S. Piet Corder (ed.) 1975: 156).
  Sociolinguistics is a developing subfield of linguistics which takes speech variation as it’s
focus, viewing variation of it social context. Sociolinguistics is concerned with the correlation
between such social factors and linguistics variation  (sosiolinguistik adalah pengembangan
subbidang linguistik yang memfokuskan penelitian pada variasi ujaran, serta mengkajianya
dalam suatu konteks sosial. Sosiolinguistik meneliti korelasi antara faktor-faktor sosial itu
dengan variasi bahasa (Nancy Parrot Hickerson 1980: 81).

Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sosiolinguistik adalah cabang
ilmu linguistik yang bersifat interdisipliner dengan ilmu sosiologi, dengan objek penelitian hubungan
antara bahasa dengan faktor-faktor sosial di dalam suatu masyarakat tutur.

Selain istilah sosiolinguistik ada juga digunakan istilah sosiologi bahasa. Banyak orang menganggap
kedua istilah itu sama: tetapi banyak pula yang menganggapnya berbeda. Ada yang mengatakan
digunakannya istilah sosiolinguistik karena penelitiannya dimasukkan dari bidang linguistik;
sedangkan istilah sosiologi bahasa digunakan kalau penelitiannya itu dimasuki dari bidang sosiologi
(Nababan 1884: 3, juga Bright  1992: vol 4:9). J.A. Fishman, pakar sosiolinguik mengatakan kajian
sosiolinguistik lebih bersifat kualitatif, sedangkan kajian sosiologi bahasa bersifat kuantitatif. Artinya
kajian sosiolinguistik sendiri lebih bertumpu pada hubungan dengan perincian-perincian
penggunaaan bahasa yang sebenarnya, seperti deskripsi pola-pola pemakaian bahasa/dialek dalam
budaya tertentu yang dilakukan penutur, topik dan latar pembicaraan. Sedangkan sosiologi bahasa
lebih berhubungan dengan faktor-faktor sosial yang saling bertimbal balik dengan bahasa/dialek.
B.     Sosiolinguistik dan Disiplin Ilmu Lain

a.      Sosiologuistik dengan Linguistik

Sosiolinguistik merupakan ilmu yang mengkaji linguistik yang dihubungkan dengan faktor sosiologi.
Dengan demikian, sosiolinguistik tidak meninggalkan linguistik.  Hal yang  dikaji dalam linguistik (ilmu
yang mengkaji bahasa sebagai fenomena yang inedependen) dijadikan dasar bagi sosiolinguistik
untuk menunjukkan perbedaan penggunaan bahasa yang dikaitkan dengan faktor sosial. Hal yang
dikaji dalam linguistik, meliputi apa yang ditelaah De Saussure, kaum Bloomfieldien (Bloomfield,
Charles Fries, dan Hocket) serta kaum Neo Bloomfieldien dengan deepstructure dan surface
structure-nya, dipandang oleh sosiolinguis sebagai bentuk bahasa dasar yang ketika dikaitkan
dengan pemakai dan pemakaian bahasa akan mengalami perubahan dan perbedaan. Kajian
mengenai fonologi, morfologi, struktur kalimat, dan semantik leksikal dalam linguistik dipakai oleh
sosiolinguistik untuk mengungkap struktur bahasa yang digunakan oleh tiap-tiap kelompok tutur
sesuai dengan konteksnya. Karenanya, tidaklah mungkin seorang sosiolinguis dapat mengkaji bahasa
dengan tanpa dilandasi pengetahuan mengenai linguistik murni itu. Sosiolinguistik mengkaji wujud
bahasa yang beragam karena dipengaruhi oleh faktor di luar bahasa (sosial), yang dengan demikian
makna sebuah tuturan juga ditentukan oleh faktor di luar bahasa. Untuk dapat mengungkap wujud
dan makna bahasa sangat diperlukan pengetahuan tentang linguistik murni (struktur bahasa),
supaya kajian yang dilakukan tidak meninggalkan objek bahasa itu sendiri.

b.        Sosiolinguistik dengan Sosiologi

Sosiolinguistik memandang bahasa sebagai dasar kajian (lihat kembali hubungan antara
sosiolinguistik dan linguistik) dan memandang struktur sosial sebagai faktor penentu variabel.
Keduanya dipandang sebagai gegenseitige einbettung  dan  gegenseitige determination, dan
hubungan antara keduanya ditentukan oleh persyaratan manusia, organisasi pikiran manusia (dalam
bentuk argumen lahiriah), serta tuntutan intrinsik dari sebuah bidang yang sistematis, kuat,dan
efektif (Hymes,1966). Apa yang terdapat dalam sosiologi, yang berupa fakta-fakta sosial ditransfer ke
dalam sosiolinguistik, sehingga muncullah keyakinan bahwa bahasa berhubungan dengan strata
sosial. Meskipun demikian, hubungan antara sosiolinguistik dan sosiologi sebenarnya bersifat timbal-
balik (simbiosis mutualisme).

Hubungan sosiologi – sosiolinguistik:

(1) Kemajuan teori sosiologi seperti kelompok politik, mobilisasi massa, interferensi antarkelompok
digunakan dalam sosiolinguistik

(2) Metodologi dalam sosiologi seperti angket, wawancara, pengamatan terlibat digunakan juga
sebagai metode dalam sosiolinguistik;

(3) Istilah-istilah sosiologi seperti funktion, rolle, dan soziale dimension juga digunakan dalam
sosiolinguistik;

(4) Fakta-fakta sosial dalam sosiologi ditransfer ke dalam sosiolinguistik yang meliputi transfer
terhadap fungsi bahasa secara keseluruhan dan terhadap struktur bahasa itu sendiri.
Dengan memperhatikan fakta-fakta sosial ini, sosiolinguistik pun mempertimbangkan situasi
berbahasa, siapa yang berbicara, di mana, dan sebagainya,, karena bagaimanapun sosiolinguistik
muncul karena adanya bantuan sosiologi.

Hubungan sosiolinguistik – sosiologi

(1) Data sosiolinguistik yang memberikan ciri-ciri kehidupan sosial, menjadi barometer untuk
sosiologi;

(2) Aspek sikap berbahasa mempengaruhi budaya material dan spiritual suatu masyarakat;

(3) Bahasa yang diteliti secara sosiolinguistik adalah alat utama dari perkembanagan penegetahuan
menegenai sosiologi.

Dengan kata lain, sosiolinguistik membantu sosiologi dalam mengklasifikasi strata sosial, seperti yang
ditunjukkan oleh Labov dalam penelitiannya mengenai tuturan dalam masyarakat Amerika dalam
tingkat sosial yang berbeda.

c.         Hubungan Sosiolinguistik dengan Pragmatik

Pragmatik merupakan ilmu bahasa yang mempelajari tujuan dan dampak

berbahasa yang dikaitkan dengan konteks, atau penggunaan bahasa yang disesuaikan dengan topik
pembicaraan, tujuan, partisipan, tempat, dan sarana. Sebagaimana sosiolinguistik, pragmatik juga
beranggapan bahwa bahasa (tuturan) tidaklah monostyle.

Pragmatik memandang bahasa sebagai alat komunikasi yang keberadaannya (baik bentuk maupun
maknanya) ditentukan oleh penutur dan ditentukan dan keberagamannya ditentukan oleh topik,
tempat, sarana, dan waktu. Fakta-fakta ini dimanfaatkan oleh sosiolinguistik untuk menjelaskan
variasi-variasi bahasa atau ragam bahasa. Pragmatik sangat menekankan aspek tujuan dalam
berkomunikasi, seperti yang dikemukakan oleh Searle dalam tindak tuturnya. Bahasa akan berbeda
karena adanya tujuan yang berbeda. Hal-hal ini pun dimanfaatkan oleh sosiolinguistik dengan
menekankan variasi bahasa karena (berdasarkan) fungsi bahasa tersebut. Penggunaan bahasa dalam
pragmatik juga sangat mempertimbangkan faktor interlokutor, yakni orang-orang yang terlibat
dalam proses berkomunikasi dan berinteraksi. Karenanya, kode (meminjam istilah sosiolinguistik)
yang digunakan pun berbeda. Dalam sosiolinguistik, aspek interlokutor ini dikembangkan lebih jauh
dengan faktor sosial atau dialek sosial seperti tingkat sosial ekonomi, tingkat pendidikan, usia, jenis
kelamin, hubungan sosial, dan sebagainya. Semisal tuturan “3 X 4 berapa?” akan memiliki makna
dan jawaban yang berbeda. Pragmatik memandang, perbedaan itu disebabkan faktor tempat,
tujuan, dan penutur. Sosiolinguistik memandangnya dari sudut register. Meskipun demikian,
keduanya memerlukan “pengetahuan bersama” atau common ground untuk sampai kepada
pemahaman yang sebenarnya.

d. Hubungan Sosiolinguistik dan Antropologi


Antropologi merupakan ilmu tentang manusia, khususnya tentang asal-usul, aneka warna bentuk
fisik, adat-istiadat, dan kepercayaan pada masa lampau. Antropologi memandang bahwa dalam
budaya terkandung aspek bahasa. Dengan demikian apabila di daerah terdapat persamaan bahasa
berarti mempunyai kekerabatan budaya yang dekat. Berarti pula, kesamaan bahasa menandai
kesamaan budaya, dan bahasa dipakai dalam proses pembentukan budaya seperti mantra, pantun
berbalas, debat, musyawarah, dan upacara-upacara adat. Antropologi membicarakan bahasa secara
garis besar guna menjelaskan aspek budaya.

Sosiolinguistik berusaha untuk memanfaatkan penggolongan masyarakat

melalui budaya yang dilakukan antropologi serta memandangnya sebagai faktor pemengaruh
bahasa. Sosiolinguistik berusaha menguji ulang data linguistik yang ditemukan antropologi itu.
Pandangan hidup (yang tercermin dalam perilaku) dipakai sebagai faktor penyebab variasi bahasa
terutama aspek kosakata dan struktur. Hal ini tampak antara lain dalam hipotesis Sapir-Whorf.
Antropologi mendekati objek secara naturalistik.

Antropologi berusaha memasuki “setting” penelitian dengan rapport sebelum mengadakan


observasi partisipatoris. Metode ini dimanfaatkan oleh sosiolinguistik guna menemukan data bahasa
secara akurat sekaligus menemukan faktor pemengaruhnya secara terperinci. Di dalam Atropologi
terdapat prinsip perkembangan dan perubahan. Prinsip ini ditransfer ke dalam sosiolinguistik
sehingga muncullah istilah kronolek, tempolek, serta istilah-istilah tabu dalam sosiolinguistik.
Antropologi juga memberikan konsep tentang struktur kebudayaan dan transformai kebudayaan
kepada sosiolinguistik. Hal itu ditunjukkan dengan munculnya istilah grandfather (karena adanya
konsep dan penghargaan kepada kakek sebagai orang tua yang mempunyai sifat dan kedudukan
yang agung), serta simbok (sebagai orang tua yang dapat melengkapi dan memberi kesempurnaan
atau tombok).

Kebudayaan dalam antropologi disampaikan lewat bahasa, yang karenanya harus ada kemampuan
komunikatif. Prinsip ini pun diambil oleh sosiolinguistik. Demikian pula, pengetahuan tentang
budaya diperoleh bersamaan dengan pemerolehan bahasa, seperti sapaan, penggunaan bahasa
sesuai konteks. Melalui ini pun dapat diketahui bagaimana budaya itu hidup dalam suatu masyarakat
lengkap dengan nilai-nilai filosofi yang berkembang di dalamnya.

Bahasa dalam antropologi digunakan untuk pengungkap budaya. Dengan demikian, apa yang
dipandang penting, pastilah akan ditonjolkan. Dalam suatu masyarakat ditemukan berbagai istilah,
sesuai dengan tingkat budayanya. Di Mesir misalnya, terdapat 500 kosakata untuk singa, 200 kata
untuk ular, 80 kata untuk madu, dan 4644 kata untuk unta. Demikian pula, dalam budaya Jawa yang
menonjolkan rasa (hingga ada istilah rumangsa bisa lan bisa rumangsa) memiliki cukup banyak
kosakata ajektiva afektif, seperti sedih, susah, ngenes, nelangsa, miris, wedi, gila.

e. Hubungan Sosiolinguistik dengan Psikologi


Pada masa Chomsky, linguistik mulai dikaitkan dengan psikologi dan dipandang sebagai ilmu yang
tidak independen. Lebih jauh Chomsky mengatakan (1974) bahwa linguistik bukanlah ilmu yang
berdiri sendiri. Linguistik merupakan bagian dari psikologi dalam cara berpikir manusia. Chomsky
melihat bahasa sebagai dua unsur yang bersatu,
yakni competence dan performance. Competence merupakan unsur dalam bahasa (deep
structure) dan menempatkan bahasa dari segi kejiwaan penutur, sedangkan competence merupakan
unsur yang terlihat dari parole. Dengan demikian, Chomsky memandang bahwa bahasa bukanlah
gejala tunggal. namun dipengaruhi oleh faktor kejiwaan penuturnya.

Chomsky juga mulai merambah wilayah makna walaupun akhirnya mengakui bahwa wilayah makna
merupakan wilayah yang paling sulit dalam kajian linguistik. Apa yang dikemukakan Chomsky
tentang struktur dalam dan struktur luar digunakan oleh sosiolinguistik sebagai pedoman bahwa
tuturan yang tampak sebenarnya hanyalah perwujudan dari segi kejiwaan penuturnya. Lebih lanjut
sosiolinguistik membuka diri untuk menelaah perbedaan bentuk tuturan itu.

Kaitan antara competence  dan  performance terlihat dari penggunaan bahasa penutur. Orang


dikatakan mempunyai kompetensi dan performansi yang baik apabila dapat menggunakan berbagai
variasi bahasa sesuai dengan situasi. Orang yang berperformansi baik tentulah memiliki kompetensi
yang baik, dan memungkinkan penggunaan kode luas (elaborated code). Sebaliknya, orang yang
kompetensinya rendah, akan muncul kode terbatas (restricted code).  Dalam psikologi
perkembangan terdapat fase perkembangan yang dimulai menangis

(tangis bertujuan: lapar, dingin, takut), tengkurap, duduk, merangkak, dan berjalan. Kesemuanya
diikuti atau sejalan dengan perkembangan kebahasaannya. Dalam sosiolinguistik, hal ini diadopsi
sebagai variasi bahasa dilihat dari segi usia penutur,(orang mempelajari bahasa sesuai dengan
tingkat perkembangannya). Karenanya dikenal juga variasi bahasa remaja dan manula.

Dari sudut psikologi, laki-laki memiliki kejiwaan yang secara umum berbeda dengan wanita.
Karenanya, apa yang mereka tuturkan juga tidak sama. Sosiolinguistik mentransfer konsep ini,
sehingga muncullah istilah variasi bahasa berdasarkan genus atau jenis kelamin.

3.      Kegunaan Sosiolinguistik

Setiap bidang ilmu tentu mempunyai kegunaan dalam kehidupan praktis. Begitu juga dengan
sosiolinguistik. Kegunaan sosiolinguistik bagi kehidupan praktis sangat banyak, sebab bahasa sebagai
alat komunikasi verbal manusia, tentunya mempunyai aturan-aturan tertentu. Dalam
penggunaannya sosiolinguistik memberikan pengetahuan bagaimana cara menggunakan bahasa.
Sosiolinguistik menjelaskan bagaimana menggunakan bahasa itu dalam aspek atau segi sosial
tertentu seperti dirumuskan Fishman (1967:15) bahwa yang dipersoalkan dalam sosiolinguistik
adalah, “who speak what language, to whom, when, and to what end”. Dari rumusan Fishman itu
dapat kita jabarkan manfaat atau kegunaan sosiolinguistik bagi kehidupan praktis.

Pertama-tama pengetahuan sosiolinguistik dapat kita manfaatkan dalam berkomunikasi atau


berinteraksi. Sosiolinguistik akan mendapatkan pedoman kepada kita dalam berkomunikasi dengan
menunjukkan bahasa, ragam bahasa atau gaya bahasa apa yang harus kita gunakan jika kita
berbicara dengan orang tertentu. Jika kita adalah anak dalam suatu keluarga tentu kita harus
menggunakan ragam/gaya bahasa yang berbeda jika lawan bicara kita adalah ayah, ibu, kakak, atau
adik. Jika kita seorang murid, tentu kita harus menggunakan ragam atau gaya bahasa yang berbeda
pula terhadap guru, terhadap teman kelas, atau terhadap sesama murid yang kelasnya lebih tinggi.
Sosiolinguistik juga akan menunjukkan bagaimana  kita harus berbicara bila kita berada di dalam
mesjid, di ruang perpustakaan, di taman, di pasar, atau juga di lapangan sepak bola.

            Dalam pengajaran bahasa di sekolah, sosiolinguistik juga mempunyai peranan besar. Coba
kita lihat. Kajian bahasa secara internal, seperti sudah dibicarakan diatas, akan menghasilkan perian-
perian bahasa secara objektif deskriptif, dalam wujud berbentuk sebuah buka tata bahasa. Kalau
kajian secara internal itu dilakukan secara deskriptif, dia akan menghasilkan sebuah buku tata
bahasa deskriptif. Kalau kajian itu dilakukan secara normatif, dia akan menghasilkan sebuah buku
tata bahasa normatif. Kedua buku tata bahasa itu mempunyai hasil perian yang berbeda. Lalu, kalau
digunakan dalam  penggunaan bahasa, juga akan mempunyai persoalan yang berbeda. Kalau dalam
pengajaran digunakan buku tata bahasa deskriptif, maka kesulitannya adalah bahwa ragam bahasa
yang harus diajarkan adalah ragam bahasa baku, padahal dalam buku tersebut terekam juga hasil
perian ragam nonbaku. Sebagai contoh konkret, silahkan lihat buku Pembentukan Kata dalam
Bahasa Indonesia karya kridalaksana (1989). Tanpa bantuan atau penjelasan sosiolinguistik buku
tersebut tidak dapat digunakan dalam pendidikan formal, sebab prefiks Nasal nge-, n-,
m-,  dan ny-,  serta sufiks –in terekam juga sebagai khazanah afiks bahasa Indonesia. Sebaliknya,
buku Ttata Bahasa Baru Bahasa Indonesia  karya Sultan Takdir Alisjahbana (1981, cetakan ke-43)
yang sangat bersifat normatif itu juga tidak dapat digunakandalam pendidikan formal tanpa bantuan
sosiolinguistik, sebab norma-norma yang digunakan sudah “ketinggalan zaman” dari norma ragam
bahasa Indonesia baku yang berlaku dewasa ini. Contoh, kata ekspres harus
ditulis experes,  kata  struktur,  harus ditulis seteruktur, dan kata ulang sebaik-baiknya  harus
ditulis sebaik2nya. Alasannya, karena menurut norma (lama) bahasa Indonesia tidak ada  pola suku
kata KKVK dan KKKVK, sedangkan untuk pengulangan sudah lazim digunakan angka 2; yang lainnya,
huruf  x lebih hemat dari pada gabungan huruf ks.

Buku-buku tata bahasa, sebagai hasil ujian internal terhadap bahasa, biasanya hanya menyajikan
kaidah-kaidah bahasa tanpa mengaitkannya dengan kaidah-kaidah penggunaan bahasa.

4.      Masalah-Masalah Sosiolinguistik

Konferensi sosiolinguistik pertama yang berlangsung di University of California, Los Angeles, tahun
1964, telah merumuskan adanya tujuh dimensi dalam penelitian sosiolinguistik. Ketujuh dimensi
yang merupakan masalah dalam sosiolinguistik itu adalah (1) identitas sosial dari penutur, (2)
identitas sosial dari pendengar yang terlibat dalam proses komunikasi, (3) lingkungan sosial tempat
peristiwa tutur terjadi, (4) analisis sinkronik dan diakronik dari dialek-dialek sosial, (5) penelitian
sosial yang berbeda oleh penutur akan perilaku bentuk-bentuk ujaran, (6) tingkatan variasi dan
ragam linguistik, dan (7) penerapan praktis dari penelitian sosiolinguistik (lihat Dittmar 1976:128).

            Identitas sosial dari penutur adalah, antara lain, dapat diketahui dari pertanyaan apa dan
siapa penutur tersebut, dan bagaimana hubungannya dengen lawan tuturnya. Maka, identitas
penutur dapat berupa anggota keluarga (ayah, ibu, kakak, adik, paman, dan sebagainya), dapat
berupa teman karib, atasan atau bawahan (di tempat kerja), guru, murid, tetangga, pejabat, orang
yang dituakan, dan sebagainya. Identitas penutur itu dapat mempengaruhi pilihan kode dalam
bertutur.

            Identitas sosial dari pendengar tentu harus dilihat dari pihak penutur. Maka, identitas
pendengar itupun dapat berupa anggota keluarga  (ayah, ibu, kakak, adik, paman, dan sebagainya),
dapat berupa teman karib, atasan atau bawahan (di tempat kerja), guru, murid, tetangga, pejabat,
orang yang dituakan, dan sebagainya. Identitas pendengar atau para pendengar juga akan
mempengaruhi pilihan kode dalam bertutur.

            Lingkungan sosial tempat peristiwa tutur terjadi dapat berupa ruang keluargadi dalam sebuah
rumah tangga, di dalam mesjid, di lapangan sepak bola, di ruang kuliah, di perpustakaan, atau di
pinggir jalan. Tempat peristiwa tutur terjadi dapat pula mempengaruhi pilihan kode dan gaya dalam
bertutur. Misalnya, di ruang perpustakaan tentunya kita harus berbicara dengan suara yang tidak
keras, di lapangan sepak bola kita boleh berbicara keras-keras, malah diruang yang bising dengan
suara mesin-mesin kita harus berbicara dengan suara keras, sebab kalau tidak keras tentu tidak
dapat didengar oleh lawan bicara kita.

            Analisis diakronik dan sinkronikdari dialek-dialek sosial berupa deskripsi pola-pola dialek-
dialek sosial itu, baik dari berlaku pada masa tertentu atau yang berlaku pada masa yang tidak
terbatas. Dialek sosial ini digunakan para penutur sehubungan dengan kedudukan mereka sebagai
anggota kelas-kelas sosial tertentu di dalam masyarakat.

            Penilaian sosial yang berbeda oleh penutur terhadap bentuk-bentuk perilaku ujaran.
Maksudnya, setiap penutur tentunya mempunyai kelas sosial tertentu di dalam masyarakat. Maka,
berdasarkan kelas sosialnya itu, dia mempunyai penilaian tersendiri, yang tentunya sama, atau jadi
berbeda, tidak akan terlalu jauh dari kelas sosialnya, terhadap bentuk-bentuk perilaku ujaran yang
berlangsung.

            Tingkatan variasi atau linguistik, maksudnya, bahwa sehubungan dengan heterogennya
anggota suatu masyarakat tutur, adanya berbagai fungsi sosial dan politik bahasa, serta adanya
tingkatan kesempurnaan kode, maka alat komunikasi, manusia yang disebut bahasa itu menjadi
sangat bervariasi. Setiap variasi, entah namanya dialek, varietas, atau ragam, mempunyai fungsi
sosialnya masing-masing.

            Dimensi terakhir, yakni penerapan paraktis dari penelitian sosiolinguistik, merupakan topik
yang membicarakan kegunaan penelitian sosiolinguistik untuk mengatasi masalah-masalah praktis
dalam masyarakat. Misalnya, masalah pengajaran bahasa, pembukuan bahasa, penerjemahan,
mengatasi konflik sosial akibat konflik bahasa, dan sebagainya.

           

BAB III
PENUTUP

Berdasarkan penulisan makalah, dapat disimpulkan tentang sosiolinguistik, sebagai berikut:

1.      sosiolinguistik adalah cabang ilmu linguistik yang bersifat interdisipliner dengan ilmu sosiologi,
dengan objek penelitian hubungan antara bahasa dengan faktor-faktor sosial di dalam suatu
masyarakat tutur.

2.      Sosiolinguistik memiliki hubungan dengan beberapa disiplin ilmu lainnya yaitu:

1.      Sosiolinguistik dengan linguistik,

2.      Sosiolinguistik dengan sosiologi,

3.      Sosiolinguistik dengan pragmatik,

4.      Sosiolinguistik dengan antropologi,

5.      Sosiolinguistik dengan psikologi.

3.      Kegunaan sosiolinguistik bagi kehidupan praktis sangat banyak, dalam penggunaannya


sosiolinguistik memberikan pengetahuan bagaimana cara menggunakan bahasa dalam aspek atau
segi sosial tertentu.

4.      Ada tujuh dimensi yang merupakan masalah dalam sosiolinguistik yaitu (1) identitas sosial dari
penutur, (2) identitas sosial dari pendengar yang terlibat dalam proses komunikasi, (3) lingkungan
sosial tempat peristiwa tutur terjadi, (4) analisis sinkronik dan diakronik dari dialek-dialek sosial, (5)
penelitian sosial yang berbeda oleh penutur akan perilaku bentuk-bentuk ujaran, (6) tingkatan
variasi dan ragam linguistik, dan (7) penerapan praktis dari penelitian sosiolinguistik.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. Kaitan Sosiolinguistik dan Disiplin Ilmu Lain. http://staff.uny.ac.id.

Chaer, Agustina. 2010. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.


http://liliskartikadamayanti.blogspot.com/2013/09/pendahuluan-sosiolinguistik.html

Anda mungkin juga menyukai