Materi Halusinasi Fix
Materi Halusinasi Fix
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang dialami oleh
pasien gangguan jiwa, klien merasakan sensasi berupa suara, penglihatan, pengecapan,
perabaan, atau penghiduan tanpa stimulus nyata (Dr. Budi Anna Keliat 2012).
Halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa adanya stimulus yang nyata,
artinya klien mengidentifikasi sesuatu yang nyata tanpa stimulus dari luar (Stuart and
Laraia, 2005). Halusinasi pendengaran adalah suatu persepsi klien yang mendengar
suara yang membicarakan, mengejek, menertawakan, mengancam, memerintahkan
untuk melakukan sesuatu (kadang hal-hal yang membahayakan) (Trimelia S, Skp,
2012). Di rumah sakit jiwa Indonesia tahun 2010, sekitar 70% halusinasi yang dialami
oleh pasien gangguan jiwa adalah halusinasi suara, 20% halusinasi penglihatan, dan
10% adalah halusinasi penghidu, pengecapan, dan perabaan. Mengkaji halusinasi dapat
dilakukan dengan mengobservasi perilaku pasien dan menanyakan secara verbal apa
yang sedang dialami pasien.
B. Tujuan Penulisan
Tujuan Umum
Diharapkan bagi mahasiswa/i mampu memahami tentang Gangguan Orientasi Realita
Halusinasi dan dapat membuat Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan
Orientasi Realita Halusinasi.
Tujuan Khusus
Diharapkan mahasiswa/I mampu:
1. Memahami pengertian halusinasi
2. Menyebutkan tahapan – tahapan halusinasi
3. Menyebutkan jenis-jenis halusinasi
4. Menjelaskan rentang respon halusinasi
5. Membuat rumusan diagnosa pada pasien halusinasi
6. Merencanakan tindakan keperawatan pada pasien halusinasi.
1
7. Mengimplementasikan rencana tindakan keperawatan pada pasien
halusinasi.
8. Mengevaluasi tindakan keperawatan pada pasien halusinasi
C. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Gangguan Orientasi Realita (GOR) ?
2. Apa Pengertian halusinasi ?
3. Apa penyebab halusinasi ?
4. Sebutkan dan jelaskan jenis-jenis halusinasi ?
5. Bagaimana tahapan-tahapan halusinasi ?
6. Bagaimana rentang respon halusinasi ?
7. Apa prinsip intervensi klien halusinasi ?
8. Bagaimana asuhan keperawatan klien dengan halusinasi ?
D. Metode Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini metode yang digunakan adalah studi kepustakaan
yaitu dengan mempelajari dan membaca buku-buku yanag berhubungan dengan
pembahasan serta media internet.
E. Sistematika Penulisan
DAFTAR PUSTAKA
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
Gangguan orientasi realita adalah ketidak mampuan klien menilai dan berespon
pada realita. Klien tidak dapat membedakan rangsang internal dan eksternal tidak
dapat membedakan lamunan dan kenyataan klien tidak mampu memberi respon
secara akurat sehingga tampak perilaku yang sukar di mengerti dan mungkin
menakutkan (stuart and sunden 2009).
Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart,
2008). Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan (dunia luar). Klien member persepsi
atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata.
Sebagai contoh klen mengatakan mendengar suara padahal tidak ada orang yang
berbicara.
Halusinasi perabaan adalah suatu persepsi klien merasakan rasa sakit atau tidak
enak tanpa ada stimulus yang terlihat, seperti merasakan sensasi listrik dari tanah,
benda mati atau orang, merasakan ada yang menggerayangi tubuh seperti tangan,
binatang kecil dan makhluk halus. ( Trimelia S, Skep, 2012 ). Halusinasi dapat
didefinisikan sebagai terganggunya persepsi sensori seseorang, dimana tidak
terdapat stimulus. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Pasien
merasa ada suara padahal tidak ada stimulus suara. Melihat bayangan orang atau
sesuatu yang menakutkan padahal tidak ada bayangan tersebut. Membau-bauan
tertentu padahal orang lain tidak merasakan sensasi serupa. Merasakan mengecap
sesuatu padahal tidak sedang makan apapun. Merasakan sensai rabaan padahal tidak
ada apapun dalam permukaan kulit.
Diperkirakan lebih dari 90 % klien dengan skizofrenia mengalami halusinasi.
Meskipun bentuk halusinasinya bervariasi tetapi sebagian besar klien skizofrenia di
rumah sakit jiwa mengalami halusinasi dengar. Suara dapat berasal dari dalam diri
individu atau dari luar dirinya. Suara dapat dikenal (familiar) misalnya suara nenek
yang meninggal. Suara dapat tunggal atau multiple. Isi suara dapat memerintahkan
sesuatu pada klien atau seringnya tentang perilaku klien sendiri. Klien sendiri. Klien
3
sendiri yakin bahwa suara itu berasal dari Tuhan, setan, sahabat, atau musuh.
Kadang-kadang suara yang muncul semacam bunyi bukan suara yang mengandung
arti.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan halusinasi adalah suatu keadaan
dimana seseorang mengalami satu gangguan sensori persepsi terhadap lingkungan
sekitar tanpa ada stimulus luar baik secara penglihatan, pendengaran, pengecapaan,
perabaan dan penciuman.
4
mengeluarkan neurotrasmiter menuju ke dendrit neuron di dekatnya melalui celah
sinaptik, ditangkap reseptor-reseptor pada celah sinaptik tersebut.
Jaringan otak terdiri atas berjuta-juta sel otak yang disebut neuron.Sel ini terdiri
atas badan sel, ujung axon dan dendrit. Antara ujung sel neuron satu dengan yang
lain terdapat celah yang disebut celah sinaptik atau sinapsis. Satu neuron menerima
berbagai macam informasi yang datang, mengolah atau mengintegrasikan informasi
tersebut, lalu mengeluarkan responsnya yang dibawa suatu senyawa neurokimiawi
yang disebut neurotransmiter.Terjadi potensial aksi dalam membran sel neuron yang
memungkinkan dilepaskannya molekul neurotransmiter dari axon terminalnya
5
(prasinaptik) ke celah sinaptik lalu ditangkap reseptor di membran sel dendrit dari
neuron berikutnya.Terjadilah loncatan listrik dan komunikasi neurokimiawi antar
dua neuron.Pada reseptor bisa terjadi “supersensitivitas” dan “subsensitivitas”.
Supersensitivitas berarti respon reseptor lebih tinggi dari biasanya, yang
menyebabkan neurotransmiter yang ditarik ke celah sinaptik lebih banyak
jumlahnya yang berakibat naiknya kadar neurotransmiter di celah sinaptik tersebut.
Subsensitivitas reseptor adalah bila terjadi sebaliknya. Bila reseptor di blok oleh
obat tertentu maka kemampuannya menerima neurotransmiter akan hilang dan
neurotransmiter yang ditarik ke celah sinaptik akan berkurang yang menyebabkan
menurunnya kadar (jumlah) neurotransmiter tertentu di celah sinaptik.
Suatu kelompok neurotransmiter adalah amin biogenik, yang terdiri atas enam
neurotransmitter yaitu dopamin, norepinefrin, epinefrin, serotonin, asetilkholin dan
histamin. Dopamin, norepinefrin, dan epinefrin disintesis dari asam amino yang
sama, tirosin, dan diklasifikasikan dalam satu kelompok sebagai katekolamin.
Serotonin disintesis dari asam amino triptofan dan merupakan satu-satunya
indolamin dalam kelompok itu.Serotonin juga dikenal sebagai 5-hidroksitriptamin
(5-HT).
Selain kelompok amin biogenik, ada neurotransmiter lain dari asam amino.
Asam amino dikenal sebagai pembangun blok protein. Dua neurotransmiter utama
dari asam amino ini adalah gamma-aminobutyric acid (GABA) dan
glutamate.GABA adalah asam amino inhibitor (penghambat), sedang glutamate
adalah asam amino eksitator. Kadang cara sederhana untuk melihat kerja otak
adalah dengan melihat keseimbangan dari kedua neurotransmiter tersebut.
6
a. Monoamin dan Depresi
b. Serotonin
7
Gejala Berlebihan : Sedasi, Penurunan sifat dan fungsi aggresi Pada kasus
yang jarang: halusinasi
Neurotransmiter serotonin terganggu pada depresi. Dari penelitian dengan
alat pencitraan otak terdapat penurunan jumlah reseptor pos-sinap 5-HT1A
dan 5-HT2A pada pasien dengan depresi berat. Adanya gangguan serotonin
dapat menjadi tanda kerentanan terhadap kekambuhan depresi.
Dari penelitian lain dilaporkan bahwa respon serotonin menurun di daerah
prefrontal dan temporoparietal pada penderita depresi yang tidak mendapat
pengobatan. Kadar serotonin rendah pada penderita depresi yang agresif dan
bunuh diri.
Triptofan merupakan prekursor serotonin. Triptofan juga menurun pada
pasien depresi. Penurunan kadar triptofan juga dapat menurunkan mood
pada pasien depresi yang remisi dan individu yang mempunyai riwayat
keluarga menderita depresi. Memori, atensi, dan fungsi eksekutif juga
dipengaruhi oleh kekurangan triptofan. Neurotisisme dikaitkan dengan
gangguan mood, tapi tidak melalui serotonin. Ia dikaitkan dengan fungsi
kognitif yang terjadi sekunder akibat berkurangnya triptofan.
Hasil metabolisme serotonin adalah 5-HIAA (hidroxyindolaceticacid).
Terdapat penurunan 5-HIAA di cairan serebrospinal pada penderita depresi.
Penurunan ini sering terjadi pada penderita depresi dengan usaha-usaha
bunuh diri.
Penurunan serotonin pada depresi juga dilihat dari penelitian EEG tidur dan
HPA aksis. Hipofontalitas aliran darah otak dan penurunan metabolisme
glukosa otak sesuai dengan penurunan serotonin. Pada penderita depresi
mayor didapatkan penumpulan respon serotonin prefrontal dan
temporoparietal. Ini menunjukkan bahw adanya gangguan serotonin pada
depresi.
Pada penderita bulimia nervosa (BN), dan terkait pesta-purge sindrom,
faktor serotonin pusat (5-hydroxytryptamine, 5-HT) berkontribusi tidak
hanya untuk disregulasi appetitive tetapi juga untuk manifestasi
temperamental dan kepribadian. Pada temuan dari studi neurobiologis,
molekul-genetik, dan otak-pencitraan, telah diungkapkan model integratif
peran 5-HT fungsi dalam sindrom bulimia.
8
c. Asetilkolin
9
sebagai alat farmakologis dikritik. Dalam bidang perilaku neuroscience
racun kolinergik yang sangat spesifik telah dikembangkan. Tampaknya
bahwa kerusakan yang lebih besar dan lebih spesifik kolinergik, efek sedikit
dapat diamati pada tingkat perilaku. Korelasi antara penurunan penanda
kolinergik dan penurunan kognitif pada demensia mungkin tidak tebang
habis seperti yang telah diasumsikan. Keterlibatan sistem neurotransmitter
lain dalam fungsi kognitif secara singkat dibahas. Dengan
mempertimbangkan hasil dari berbagai bidang penelitian, gagasan bahwa
AcH memainkan peran penting dalam belajar dan proses memori tampaknya
dilebih-lebihkan. Bahkan ketika peran sistem neurotransmitter lainnya dalam
belajar dan memori dipertimbangkan, tidak mungkin bahwa AcH memiliki
peran tertentu dalam proses ini. Atas dasar data yang tersedia, AcH
tampaknya lebih khusus terlibat dalam proses attentional dibandingkan
dalam proses pembelajaran dan memori
10
stressor dan pemanjangan aktivasi locus ceruleus dan juga berkontribusi
terhadap rasa ketidakberdayaan yang dipelajari. Locus ceruleus juga tempat
neuron-neuron yang berproyeksi ke medula adrenal dan sumber utama
sekresi norepinefrin ke dalam sirkulasi darah perifer.
Rangsangan terhadap bundel forebrain (jaras norepinefrin penting di otak)
meningkat pada perilaku yang mencari rasa senang dan perilaku yang
bertujuan. Stressor yang menetap dapat menurunkan kadar norepinefrin di
forbrain medial. Penurunan ini dapat menyebabkan anergia, anhedonia, dan
penurunan libido pada depresi.
Hasil metabolisme norepinefrin adalah 3-methoxy-4-hydroxyphenilglycol
(MHPG). Penurunan aktivitas norepinefrin sentral dapat dilihat berdasarkan
penurunan ekskresi MHPG. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
MHPG mengalami defisiensi pada penderita depresi. Kadar MHPG yang
keluar di urin meningkat kadarnya pada penderita depresi yang di ECT
(terapi kejang listrik).
e. Dopamin
11
Fungsi Dopamin sebagai neururotransmiter kerja cepat disekresikan oleh
neuron-neuron yang berasal dari substansia nigra, neuron-neuron ini
terutama berakhir pada regio striata ganglia basalis. Pengaruh dopamin
biasanya sebagai inhibisi
Ada empat jaras dopamin di otak, yaitu tuberoinfundobulair, nigrostriatal,
mesolimbik, mesokorteks-mesolimbik. Sistem ini berfungsi untuk mengatur
motivasi, konsentrasi, memulai aktivitas yang bertujuan, terarah dan
kompleks, serta tugas-tugas fungsi eksekutif. Penurunan aktivitas dopamin
pada sistem ini dikaitkan dengan gangguan kognitif, motorik, dan anhedonia
yang merupakan manifestasi simptom depresi.
f. Glutamate
g. GABA
12
GABA (gamma-aminobutyric acid) memiliki efek inhibisi terhadap
monoamin, terutama pada sistem mesokorteks dan mesolimbik.
Pada penderita depresi terdapat penurunan GABA. Stressor khronik dapat
mengurangi kadar GABA dan antidepresor dapat meningkatkan regulasi
reseptor GABA.Banyak pathway di otak menggunakan GABA dan
merupakan Neurotransmitter utama untuk sel Purkinje. GABA dipindahkan
dari synaps melalui katabolism oleh GABA transaminase
Fungsi Utama adalah menurunkan arousal dan mengurangi agresi,
kecemasan dan aktif dalam fungsi eksitasi.
Gejala Defisit : Irritabilitas, Hostilitas, Tension and worry, Anxietas,
Seizure.
Gejala Berlebihan : Mengurangi rangsang selular, Sedasi dan Gangguan
memori
13
Sistem CRH merupakan sistem yang paling terpengaruh oleh stressor yang
dialami seseorang pada awal kehidupannya. Stressor yang berulang
menyebabkan peningkatan sekresi CRH, dan penurunan sensitivitas reseptor
CRH adenohipofisis. Stressor pada awal masa perkembangan ini dapat
menyebabkan perubahan yang menetap pada sistem neurobiologik atau
dapat membuat jejak pada sistem syaraf yang berfungsi merespon respon
tersebut. Akibatnya, seseorang menjadi rentan terhadap stressor dan resiko
terhadap penyakit-penyakit yang berkaitan dengan stressor meningkat,
seperti terjadinya depresi setelah dewasa.
Adanya faktor genetik yang disertai dengan stressor di awal kehidupan,
mengakibatkan hiperaktivitas dan sensitivitas yang menetap pada sistem
syaraf. Keadaan ini menjadi dasar kerentanan seseorang terhadap depresi
setelah dewasa. Depresi dapat dicetuskan hanya oleh stressor yang
derajatnya sangat ringan.
Peneliti lain melaporkan bahwa respons sistem otonom dan hipofisis-adrenal
terhadap stressor psikososial pada wanita dengan depresi yang mempunyai
riwayat penyiksaan fisik dan seksual ketika masa anak lebih tinggi
dibanding kontrol.
Stressor berat di awal kehidupan menyebabkan kerentanan biologik
seseorang terhadap stressor. Kerentanan ini menyebabkan sekresi CRH
sangat tinngi bila orang tersebut menghadapi stressor. Sekresi tinggi CRH
ini akan berpengaruh pula pada tempat di luar hipotalamus, misalnya di
hipokampus. Akibatnya, mekanisme “umpan balik” semakin terganggu. Ini
menyebabkan ketidakmampuan kortisol menekan sekresi CRH sehingga
pelepasan CRH semakin tinggi. Hal ini mempermudah seseorang mengalami
depresi mayor, bila berhadapan dengan stressor.
Peningkatan aktivitas aksis HPA meningkatkan kadar kortisol. Bila
peningkatan kadar kortisol berlangsung lama, kerusakan hipokampus dapat
terjadi. Kerusakan ini menjadi prediposisi depresi. Simptom gangguan
kognitif pada depresi dikaitkan dengan gangguan hipokampus
Hiperaktivitas aksis HPA merupakan penemuan yang hampir selalu
konsisten pada gangguan depresi mayor. Gangguan aksis HPA pada depresi
dapat ditunjukkan dengan adanya hiperkolesterolemia, resistennya sekresi
14
kortisol terhadap supresi deksametason, tidak adanya respon ACTH
terhadap pemberian CRH, dan peningkatan konsentrasi CRH di cairan
serebrospinal. Gangguan aksis HPA, pada keadaan depresi, terjadi akibat
tidak berfungsinya sistem otoregulasi atau fungsi inhibisi umpan balik. Hal
ini dapat diketahui dengan test DST (dexamethasone supression test).
i. Endorphin
15
5. Hubungan social 5. Menarik diri 5. Isolasi sosial
harmonis
Sedangkan mal adaptif adalah suatu respon yang tidak dapat diterima oleh norma-
norma sosial dan budaya secara umum yang berlaku dimasyarakat, dimana individu
dalam menyelesaikan masalah tidak berdasarkan norma yang sesuai diantaranya :
a. Gangguan proses pikir / waham adalah ketidakmampuan otak untuk memproses
data secara akurat yang dapat menyebabkan gangguan proses pikir, seperti
ketakutan, merasa hebat, beriman, pikiran terkontrol, pikiran yang terisi dan lain-
lain.
b. Halusinasi adalah gangguan identifikasi stimulus berdasarkan informasi yang
diterima otak dari lima indra seperti suara, raba, bau, dan pengelihatan.
c. Kerusakan proses emosi adalah respon yang diberikan Individu tidak sesuai dengan
stimulus yang datang.
d. Perilaku yang tidak terorganisir adalah cara bersikap individu yang tidak sesuai
dengan peran.
e. Isolasi social adalah dimana individu yang mengisolasi dirinya dari lingkungan atau
tidak mau berinteraksi dengan lingkungan.
16
4. Jenis dan Tanda Halusinasi
17
Halusinasi Perabaan Klien mengatakan ada Mengusap, menggaruk-garuk,
(Tactile-feeling sesuatu yang meraba-raba permukaan kulit.
bodily sensations) menggerayangi tubuh Terlihat menggerak-gerakan
seperti tangan, binatang badan seperti merasakan
kecil, makhluk halus sesuatu rabaan
Merasakan sesuatu di
permukaan kulit,
merasakan sangat panas
atau sangat dingin,
merasakan tersengat aliran
listrik
Halusinasi Klien sedang merasakan Seperti mengecap sesuatu.
Pengecapan makanan tertentu, rasa Gerakan mengunyah meldah
(Gustatory- tertentu atau mengunyah atau muntah
experiencing taste) sesuatu
Cenesthetic & Klien melaporkan bahwa Klien terlihat menatap
Kinestetic fungsi tubuhnya tidak dapat tubuhnya sendiri dan terlihat
hallucinations terdeteksi misalnya tidak merasakan sesuatu yang aneh
adanya denyutan di otak, tentang tubuhnya
atau sensasi pembentukan
urin dalam tubuhnya,
perasaan tubuhnya
melayang di atas bumi
(Kusumawati, Farida dan Yudi Hartono.2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa.Jakarta:Salemba
Medika)
5. Tahap Halusinasi
Halusinasi berkemban melalui lima fase, yaitu sebagai berikut:
a. Fase Pertama
Disebut sleep disorder adalah fase awal seseorang sebelum muncul
halusinasi. Klien merasa banyak masalah, ingin menghindar dari lingkungan,
takut diketahui orang lain bahwa dirinya banyak masalah. Masalah semakin
teasa sulit karena berbagai stressor terakumulasi, misalnya kekasih hamil,
terlibat narkoba, dihianati kekasih, utang, drop out, dll.
18
Masalah terasa menekan karena terakumulasi sedangkan support system
kurang dan persepsi terhadap masalah sangat buruk. Sulit tidur berlangsung
secara terus-menerus sehingga terbiasa mengkhayal. Klien menganggap
lamunan-lamunan awal tersebut sebagai pemecahan masalah.
b. Fase Kedua
Disebut juga dengan fase comforting yaitu fase menyenangkan. Pada tahap
ini masuk dalam golongan nonpsikotik. Karakteristik: klien mengalami stress,
cemas, perasaan perpisahan, rasa bersalah, kesepian yang memuncak, dan tidak
dapat diselesaikan. Klien mulai melamun dan memikirkan hal-hal yang
menyenangkan, cara ini hanya menolong sementara.
Perilaku klien: tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakan
bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, respon verbal yang lambat jika sedang
asyik dengan halusinasinya, dan suka menyendiri.
c. Fase Ketiga
Disebut juga fase condemming atau ansietas berat yaitu halusinasi menjadi
menjijikan. Termasuk dalam psikotik ringan. Karakteristik: pengalaman sensori
menjijikan dan menakutkan, kecemasan meningkat, melamun, dan berpikir
sendiri menjadi dominan. Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien
tidak ingin orang lain tahu, dan ia tetap dapat mengontrolnya.
d. Fase Keempat
Adalah fase controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman sensori
menjadi berkuasa. Termasuk dalam gangguan psikotik. Karakteristik: bisiskan,
suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan mengontrol klien. Klien
menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap halusinasinya.
Perilaku klien: kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya
beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien berkeringat, tremor,
dan tidak mampu mematuhi perintah
e. Fase Kelima
19
Adalah fase conquering atau panik yaitu klien lebur dengan halusinasinya.
Termasuk dalam psikotik berat. Karakteristik: halusinasinya berubah menjadi
mengancam, memerintah, dan memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak
berdaya, hilang control, dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang
lain di lingkungan.
Perilaku klien: perilaku terror akibat panic, potensi bunuh diri, perilaku
kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonik, tidak mampu merespon terhadap
perintah kompleks, dan tidak mampu berespon lebih dari satu orang.
20
terhadapa stress adalah merupakan salah satu tugas perkembangan yang
terganggu.
- Faktor Sosiokultural
Individu yang merasa tidak diterima lingkungannya akan merasa tersingkirkan
kesepian dan tidak percaya pada lingkungannya.
- Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress
yang berlebihan dialami individu maka didalam tubuh akan dihasilkan suatu zat
yang dapat bersifat halusnogenik neurokimia seperti Buffofenon dan
Dimetytransferase (DMP). Akibat stress berkepanjangan menyebabkan
teraktivitasnya neurtransmiter otak. Misalnya terjadi ketidakseimbangan
Acetylcholin dan Dopamin. Halusinogenik adalah sekumpulan zat yang bila
digunakan dapat menyebabkan halusinasi yaitu rangsangan pada panca indera
yang sebenarnya tidak ada. Mendengar seseuatu yang tidak ada, melihat sesuatu
yang tidak ada atau bahkan merasakan sesuatu seperti jalannya semut di tangan
tetapi sebenarnya tidak ada dan sebagainya. Halusinogen juga di kenal sebagai
psikedelik, bertindak pada susunan saraf pusat untuk membuat perubahan yang
bermakna dan sering radikal pada keadaan kesadaran pengguna; juga dapat
mengacaukan perasaan kenyataan, waktu dan emosi para pengguna. Contoh
halusinogen adalah lysergic acid diethylamide (LSD) dan marijuana. Marijuana
terdapat di dalam daun tanaman ganja (Cannabis sativa).
- Faktor Psikologis
Tipe kepribadian yang lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus
pada penyalahgunaan zat adiktif. Selain itu ibu yang pencemas, overprotektif,
dingin, tidak sensitif, pola asuh tidak adekuat juga berpengaruh pada
ketidakmampuan individu dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa
depannya. Individu lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata
menuju alam nyata.
- Faktor genetik
Penelitian menunjukan bahwa anak yang di asuh oleh orang tua skizofrenia
cenderung akan mengalami skizofrenia. Seorang anak yang salah satu orang
21
tuanya mengalami schizofrenia berpeluang 15% mengalami schizofrenia,
sementara bila kedua orang tuanya schizofrenia maka peluangnya menjadi 35%.
b. Faktor presipitasi
Factor presipitasi adalah factor pencetus sebelum timbul gejala :
- Stresor social budaya
Stress dan kecemasan akan meningkat apabila terjadi penurunan stablitas
keluarga, perpisahan dengan orang terpentng atau disingkirkan dari kelompok,
keluarga yang labil, berpisah dengan orang yang terdekat/berarti, perceraian,
Isolasi social, kurangnya support, tekanan pekerjaan, kemiskinan, kesulitan
dlm hubungan interpersonal, stigma, perubahan dalam kehidupan
- Faktor biokimia
Berbagai penelitian tentang dopamine, inhalan, non epineprin, zat
halusigenik, diduga berkaitan dengan halusinasi
- Kemarahan
Kemarahan diawali oleh adanya stressor yang berasal dari internal atau
eksternal. Stressor internal seperti penyakit, dendam, kesal sedangkan stressor
eksternal bila berasal dari ledekan, cacian, makian, hilangnya benda berharga,
tertipu, bencana. Hal tersebut akan mengakibatkan kehilangan atau gangguan
pada sistem individu (distruption and loss). Hal yang terpenting adalah
bagaimana seorang individu memaknai setiap kejadian yang menyedihkan
atau menjengkelkan tersebut (personal meaning).
- Faktor psikologi
Adanya kecemasan berat dengan terbatasnya kemampuan menyelasaikan
kecemasan tersebut
- Sikap/perilaku
HDR, keputusasaan, agresif, Perilaku kekerasan, kurang motivasi,
ketidakmampuan memenuhi kebutuhan spiritual.
c. Perilaku halusinasi
22
Menurut Rawlins dan Heacokck ( dalam Yosep 2010) Prilaku halusinasi dapat
dilihat dari lima dimensi sebagai berikut:
- Dimensi Fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik, seperti kelelahan
yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi
alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama. Tanda gejala yang
ditimbulkan yaitu muka merah, kadang pucat, ekspresi dengan perubahan
wajah tegang, TD meningkat, nafas tersengah-sengah, nadi cepat, timbul
gangguan kebutuhan nutrisi.
- Dimensi Emosi
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar masalah yang tidak dapat diatasi
merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa
perintah memaksa dan menankutkan. Tanda gejala yang dapat dilihat
ketakutan dengan rasa tegang dan rasa tidak aman, tidak berdaya,
menyalahkan diri sendiri atau orang lain sikap curiga dan saling bermusuhan,
marah, jengkel, dendam dan sakit hati
- Dimensi Sosial
Klien mengalami interaksi sosial dalam fase awal dan comforting, klien
menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat membahayakan.
Klien asyik dengan halusinasinya, seolah-olahia merupakan tempat untuk
memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang
tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan kontrol oleh
individu tersebut, sehingga jika dioerintah halusinasi berupa ancaman, dirinya
atau orang lain individu cenderung untuk itu. Tanda gejala yang timbul isolasi
sosial, menghindar dari orang lain, berbicara / komunikasi verbal tergangu,
bicara inkoheren dan tidak masuk akal, merusak diri sendiri atau orang lain.
- Dimensi Intelektual
Bahwa individu dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan
fungsi ego.tanda gejala tidak dapat membedakan nyata dan tidak nyata, sulit
membuat keputusan, tidak mampu berfikir abstrak dan daya ingat menurun.
- Dimensi Spiritual
Secara spritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup , rutinitas
tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang berupaya secara spritual
23
untuk menyucikan diri. Saat terbangun merasa hampa dan tidak jelas tujuan
hidupnya. Individu sering memkai takdir tetapi lemah dalam upaya
menjemput rezeki, menyalahkan lingkungan dan orang lain yang
menyebabkan takdirnya memburuk.
d. Mekanisme koping
- Regresi : menghindari stress, kecemasan dan menampilkan perilaku kembali
seperti pada perilaku perkembangan anak atau berhubungan dengan masalah
proses informasi dan upaya untuk menanggulangi ansietas.
- Proyeksi : keinginan yang tidak dapat ditoleransi mencurahkan emosi pada
orang lain karena kesalahan yang dilakukan diri sendiri (sebagai upaya untuk
menjelaskan kerancuan persepsi).
- Isolasi sosial : reaksi yang ditampilakn dapat berupa reaksi fisik maupun
psikologis, reaksi fisik yaitu individu pergi atu lari menghindar sumber stressor,
misalnya menjauhi polusi, sumber infeksi, gas beracun dan lain-lain. Sedangkan
reaksi psikologis individu menunjukan perilaku apatis, mengisolasi diri, tidak
berminat, sering disertai rasa takut dan bermusuhan.
e. Sumber koping
Sumber koping individual harus dikaji dengan pemahaman terhadap pengaruh
gangguan otak dan prilaku. Kekuatan dapat meliputi seperti modal intelegensia atau
kreatifitas yang tinggi. Orang tua harus secara aktif mendidik anak-anak dan dewasa
muda tentang ketrampilan koping, karena meraka biasanya tidak hanya belajar dari
pengamatan. Sumber keluarga dapat berupa pengetahuan tentang penyakit.
Finansial yang cukup, ketersediaan waktu dan tenaga kemampuan serta untuk
memberikan dukungan secara kesinambungan.
Pohon Masalah
24
Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan berdasarkan pohon masalah menurut NANDA (2006), adalah
sebagai berikut:
1. Gangguan Sensori persepsi: Halusinasi pendengaran
2. Risiko perilaku kekerasan
3. Isolasi sosial
Perencanaan Keperawatan
Perencanaan menurut NANDA (2006), mulai dari diagnosa keperawatan, tujuan jangka
panjang, tujuan jangka pendek, kriteria hasil dan tindakan, antara lain:
1. Diagnosa keperawatan : Gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran
Tujuan : Klien mampu menetapkan dan menguji realita / kenyataan serta
menyingkirkan kesalahan sensori persepsi
Tupen 1 : setelah dilakukan interaksi …x, klien mampu membina hubungan saling
percaya. Kriteria hasil :
a. Menunjukan pemahaman verbal, tertulis atau sinyal respon
b. Menunjukan gerakan ekspresi wajah yang rilek.
c. Menunjukan kontak mata, mau berjabat tangan, mau menjawab salam,
menyebutkan nama, mau duduk berdampingan atau berhadapan
Rencana tindakan :
25
1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik:
Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
Perkenalkan nama, nama panggilan dan tujuan perawat berkenalan
Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disukai klien
Buat kontrak yang jelas
Tunjukan sikap jujur dan menempati janji setiap kali interaksi
Tunjukan sikap empati dan menerima apa adanya
Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien
Tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien
Dengarkan dengan penuh perhatian ekspresi perasaan klien.
26
pagi, siang, sore , malam, sering atau kadang-kadang. Situasi dan kondisi
yang menimbulkan atau tidak menimbulkan halusinasi.
Tupen 4 : Setelah di lakukan interaksi selama …..x dengan keluarga klien dapat
dukungan dalam mengendalikan halusinasi pendengaran dan perabaan. Kriteria
Hasil :
a. Keluarga dapat mambina hubungan saling percaya dengan perawat
b. Keluarga dapat menyebutkan pengertian, tanda, dan tindakan untuk mengatasi
halusinsi
Rencana Tindakan :
1. Buat kontrak dengan keluarga untuk pertemuan (waktu,tempat, dan topik)
2. Diskusikan dengan keluarga ( pada saat pertemuan keluarga/ kunjungan ramah)
3. Pengertian, tanda gejala, proses terjadinya, cara yang dapat dilakukan klien dan
keluarga untuk menmutus, obat-obatan, cara anggota keluarga mencegah
halusinasi.
27
4. Beri informasi waktu kontrol ke Rumah Sakit dan bagaimana cara mencari
bantuan jika halusinasi tidak di atasi.
Tupen 5 : Setelah di lakukan interaksi selama ….x , Klien dapat memanfatkan obat
dengan baik. Kriteria Hasil :
a. Klien dam keluarga dapat menyebutkan manfaat dosis, efek samping obat, dan
nama warna dan dosis
b. Klien dapat mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar
c. Klien dan keluarga memahami akibat berhenti minum obat tanpa rekomendasi.
Rencana Tindakan :
1. Diskusikan dengan klien tentang manfaat dan kerugian tidak minum obat, nama,
warna, dosis, cara, efek terapi dan efek samping penggunaan obat.
2. Pantau klien saat penggunaan obat.
3. Beri pujian jika klien menggunakan obat dengan benar.
4. Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan dokter.
5. Anjurkan klien untuk konsultasi kepada dokter/ perawat jika terjadi hal-hal yang
tidak diinginkan.
Pelaksanaan Keperawatan
Implementasi tindakan keperawatan di sesuaikan dengan rencana tindakan
keperawatan. Pada situasi nyata, implementasi sering kali jauh bebeda dengan rencana.
Hal itu terjadi karena perawat belum terbiasa menggunakan rencana tertulis dalam
melaksanakan tindakan keperawatan. Yang bisa di lakukan perawat adalah
menggunakan rencana tertulis, yaitu apa yang dipikirkan, dirasakan, itu yang di
laksanakan. Hal itu sangat membahayakan klien dan perawat jika tindakan berakibat
fatal dan juga tidak memenuhi aspek legal tanda tangan.
Sebelum melakukan tindakan yang sudah direncanakan, perawat perlu
memvalidasi dengan singkat apakah rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan,
oleh kilen saat ini. Perawat juga menilai diri sendiri, apakah mempunyai kemampuan
interpersonal, intelektual dan teknikal yang di perlukan untuk melaksanakan tindakan.
Perawat juga menilai kembali apakah tindakan aman bagi klien. Setelah tidak ada
hambatan maka tindakan keperawatan boleh dilaksanakan. Pada saat akan
melaksanakan tindakan keperawatan, perawat membuat kontrak dengan klien, yang
28
isinya menjelaskan apa yang akan d kejakan. Dan peran serta yang di harapkan dari
klien. dokumentasikan semua tindakan yang telah di laksanakan berserta respon klien.
Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan pada kilen. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon klien terhadap
tindakan keperawatan yang telah di laksanakan. Evaluasi dibagi dua, yaitu evaluasi
proses atau formatif yang dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan, evaluasi
hasil atau sumatif yang dilakukan membandingkan antara respon klien dan tujuan
khusus serta umum yang telah ditentukan. Evaluasi dapat di lakukan dengan
mengunakan pendekatan SOAP, sebagai pola pikir.
S : Respon subjektif kilen terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
O : Respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan,
dapat diukur dengan mengobservasi prilaku klien pada saat tindakan dilakukan, atau
menanyakan kembali apa yang telah diajarkan atau memberi umpan balik sesuai hasil
observasi.
A : Analisis ulang atas data subjerktif dan objektif untuk menyimpulkan apakah
masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data yang kontradiksi dengan
masalah yang ada, dapat pula membandingkan hasil dengan tujuan.
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisis pada respon klien yang
terdiri dari tindak lanjut klien, dan tindak lanjut oleh perawat.
Rencana tindak lanjut dapat berupa :
o Rencana diteruskan jika masalah tidak berubah.
o Rencana dimodifikasi jika masalah tetap dan semua tindakan sudah dapat
dijalankan, tetapi hasilnya belum memuaskan.
o Rencana dibatalkan jika ditemukan masalah baru dan bertolak belakang dengan
masalah yang ada, diagnosis lama juga dibatalkan.
o Rencana atau diagnosis selesai jika tujuan sudah tercapai dan yang diperlukan
adalah memelihara dan mempertahankan kondisi yang baru.
Klien dan keluarga perlu dilibatkan dalam evalusi agar dapat melihat adanya
perubahan, serta berupaya mempertahankan dan melihat adanya perubahan, serta
berupaya mempertahankan dan memelihara perubahan tersebut. Pada evaluasi
29
sangat diperlukan reinforcement untuk menguatkan perubaan yang positif. Klien
dan keluarga juga dimotivasi untuk melakukan self-reinforcemen.
BAB III
PENUTUP
30
A. Kesimpulan
B. Saran
Contoh Kasus:
31
Klien Nn. D datang dengan keluhan mendengar suara-suara mengancam, bicara sendiri,
marah tanpa sebab, menutup telinga, mulut komat-kamit. Klien mencoba melawan
sensory abnormal yang datang, klien merasa terancam dengan datangnya suara terutama
bila tidak dapat menuruti perintah dari halusinasinya. Sebelumnya ia sering merasakan
kehampaan hidup, rutinitas tidak bermakna dan hilangnya aktivitas ibadah. Menurut
pengkajian masa lalu klien, ia merupakan anak yang tidak dikehendaki kelahirannya
akibat gagal KB. Perawat mengkaji waktu, frekuensi, dan situasi munculnya halusinasi
yang dialami oleh klien.
Orientasi :
“Baiklah, bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang suara yang selama ini D dengar
tetapi tak Nampak wujudnya? Dimana kita duduk? Di ruang tamu? Berapa lama? Oke,
Jadi D maunya kita ngobrol-bgobrolnya 30 menit.”
Kerja :
“Apakah D mendengar suara tanpa ada wujudnya? Apa yang dikatakan suara itu?”
“Apa yang D lakukan saat mendengar suara itu? Apakah dengar cara itu suara-suara itu
hilang? Bagaimana kalau kita belajar cara-cara untuk mencegah suara-suara itu
muncul?”
“D, ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul. Pertama, dengan
menghardik suara tersebut. Kedua, dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain.
32
Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal, dan yang keempat minum obat
dengan teratur.”
“Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik”.
“Caranya sebagai berikut : saat suara-suara itu muncul, langsung D bilang, pergi saya
tidak mau dengar, … Saya tidak mau dengar, pergi jangan ganggu saya. Stop jangan
ganggu saya. Begitu diulang-ulang sampai suara itu tak terdengar lagi. Coba D
peragakan! Nah begitu, bagus! Coba lagi! Ya bagus, D sudah dapat.”
Terminasi :
“Bagaimana perasaan setelah peragaan latihan tadi? Kalau suara-suara itu muncul lagi,
silahkan coba cara tersebut! Bagaimana kalau kita buat jadwal latihannya? Mau pukul
berapa saja latihanya? (Anda masukkan kegiatan latihan menghardik halusinasi ke
dalam jadwal kegiatan harian pasien) Bagaimana kalau kita bertemu lagi untuk belajar
dan latihan mengendalikan sara-suara dengan cara kedua? Jam berapa D? Bagaimana
kalau dua jam lagi? Berapa lama kita akan berlatih? Di mana tempatnya?”
Orientasi :
Kerja :
“D, adakah bedanya setelah minum obat secara teratur? Apakah suara-suara
berkurang/hilang? Minum obat sangat penting supaya suara-suara yang D dengar dan
mengganggu selama ini tidak muncul lagi. Berapa macam obat yang D minum?
(perawat menyiapkan obat pasien) Ini yang warna orange (CPZ) 3 kali sehari pukul 7
pagi, pukul 1 siang dan pukul 7 malam gunanya untuk membuat pikiran tenang. Ini
yang putih (THP) 3 kali sehari pukulnya sama gunanya untuk rileks dan tak kaku.
Sedangkan yang merah jambu (HP) 3 kali sehari, waktunya sama, gunanya untuk
menghilangkan suara-suara. Kalau suara-suara sudah hilang obatnya tidak boleh
diberhentikan. Nanti konsultasikan dengan dokter, sebab kalau putus obat, D akan
kambuh dan sulit untuk mengembalikan ke keadaan semula. Kalau obat habis D dapat
minta ke dokter untuk mendapatkan obat lagi. D juga harus teliti saat menggunakan
obat-obatan ini. Pastikan obatnya benar, artinya D harus memastikan bahwa obat itu
benar-benar punya D. jangan keliru dengan obat milik orang lain. Baca nama
33
kemasannya. Pastikan obat diminum pada waktunya, dengan cara yang benar. Yaitu
diminum sesudah makan dan tepat waktunya. D juga harus perhatikan berapa jumlah
obat sekali minum, dan harus cukup minum 10 gelas per hari.”
Terminasi :
“Bagaimana perasaan D setelah kita bercakap-cakap tentang obat? Sudah berapa cara
yang kita latih untuk mencegah suara-suara? Coba sebutkan! Bagus! (Jika jawaban
benar) Mari kita masukan jadwal minum obatnya pada jadwal kegatan D. Jangan lupa
pada waktunya minta obat pada perawat atau pada keluarga kalau dirumah. Nah,
makanan sudah dating. Kita ketemu lagi untuk melihat manfaat 4 cara mencegah suara
yang telah kita bicarakan. Bagaimana kalau minggu depan? Mau pukul berapa?
Bagaimana kalau pukul 10? Sampai jumpa.”
3. Latihan Ketiga: Latih pasien mengontrol halusinasi dengan cara kedua yaitu
bercakap-cakap dengan orang lain
Orientasi :
“Selamat pagi, D. Bagaimana perasaan D hari ini? Apakah suara-suara itu masih
muncul? Apakah sudah dipaai cara yang telah kita latih? Berkurang kan suara-
suaranya? Bagus! Sesuai janji kita tadi, saya akan latih cara kedua untuk mengontrol
halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Kita akan latihan selama 20
menit. Mau di mana? Di sini saja?”
Kerja :
“Cara kedua untuk mencegah/mengontrol halusinasi yang lain adalah dengan bercakap-
cakap dengan orang lain. Jadi, kalau D mulai mendengar suara-suara, langsung saja
mencari teman untuk diajak ngobrol. Minta teman untuk ngobrol dengan D. Contohnya
begini … tolong, saya mulai dengar suara-suara. Ayo ngobrol dengan saya! Atau kalau
ada orang di rumah mis., Kakak, D katakan, Kak, ayo ngobrol dengan D. D sedang
dengar suara-suara. Begitu D. Coba D lakukan seperti yang tadi saya lakukan. Ya,
begitu. Bagus! Coba sekali lagi! Bagus! Nah, latih terus ya, D!”
Terminasi :
“Bagaimana perasaan D setelah latihan ini? Jadi sudah ada berapa cara yang D pelajari
untuk mencegah suara-suara itu? Bagus, cobalah kedua cara ini kalu D mengalami
halusinasi lagi. Bagaimana kalau kita masukkan dalam jadwal kegiatan harian D ? Mau
pukul berapa latihan bercakap-cakap? Nah nanti lakukan secara teratur jika sewaktu-
waktu suara itu muncul! Besok pagi saya akan ke mari lagi. Bagaimana kalau kita latih
cara yang ketiga yaitu melakukan aktivitas terjadwal? Mau pukul berapa? Bagaimana
kalau pukul 10? Mau dimana? Disini lagi? Sampai besok ya.
Selamat pagi.”
34
4. Latihan Ketiga: Latih pasien mengontrol halusinasi dengan cara ketiga, yaitu
melaksanakan aktivitas terjadwal
Orientasi :
Kerja :
“Apa saja yang biasa D lakukan? Apa saja kegiatan yang biasa dilakukan? (terus
tanyakan sampai didapatkan kegiatannya sampai malam). Wah, banyak sekali
kegiatannya. Mari kita latih dua kegiatan hari ini (latih kegiatan tersebut). Bagus sekali
D dapat lakukan. Kegiatan ini dapat D lakukan untuk mencegah suara tersebut muncul.
Kegiatan yang lain akan kita latih lagi agar dari pagi sampai malam ada kegiatan.
Terminasi :
“Bagaimana perasaan D setelah kita bercakap-cakap cara yang ketiga untuk mencegah
suara-suara? Bagus sekali! Coba sebutkan 3 cara yang telah kita latih untuk mencegah
suara-suara. Bagus sekali. Mari kita masukkan kedalam jadwal kegiatan harian D. Coba
lakukan sesuai jadwal ya! (Anda dapat melatih aktivitas yang lain pada pertemuan
berikut sampai terpenuhi seluruh aktivitas dari pagi sampai malam) Bagaimana kalau
kita mambahas cara minum obat yang baik serta kegunaan obat pada kunjungan saya
berikutnya? Sampai jumpa.”
Orientasi :
“Selamat pagi, Bapak/Ibu! Saya Woro, perawat yang merawat anak Bapak/Ibu.”
“Bagaimana perasaan Bapak/Ibu hari ini? Apa pendapat Bapak/Ibu tentang anak
Bapak/Ibu?”
“Hari ini kita akan berdiskusi tentang apa masalah yang Bapak/Ibu hadapi dalam
merawat D.”
“Kita mau diskusi di mana? Bagaimana kalau di ruang tamu? Berapa lama waktu
Bapak/Ibu? Bagaimana kalau 30 menit?”
35
Kerja :
“Apa yang Bapak/Ibu raskan menjadi masalah dalam merawat D? Apa yang Bapak/Ibu
lakukan?”
“Ya, gejala yang dialami oleh anak Bapak/Ibu itu dinamakan halusinasi, yaitu
mendengar atau melihat sesuatu yang sebetulnya tidak ada bendanya.”
“Jadi kalau anak Bapak/Ibu mengatakan mendengar suara-suara, sebenarnya suara itu
tidak ada.”
“Untuk itu kita diharapkan dapat membantunya dengan beberapa cara. Ada beberapa
cara untuk membantu anak Bapak/Ibu agar dapat mengendalikan halusinasi. Cara-cara
tersebut antara lain: Pertama, dihadapan anak Bapak/Ibu, jangan membantah halusinasi
atau menyokongnya. Katakana saja Bapak/Ibu percaya bahwa D memang mendengar
suara atau melihat bayangan, tetapi Bapak/Ibu sendiri tidak mendengar atau
melihatnya.”
“Kedua, jangan biarkan D melamun dan sendiri, karena kalau melamun hausinasi akan
muncul lagi. Upayakan ada orang mau bercakap-cakap dengannya. Buat kegiatan
keluarga seperti makan bersama, solat bersama-sama. Tentang kegiatan, saya telah
melatih anak Bapak/Ibu untuk membuat jadwal kegiatan sehari-hari. Tolong Bapak/Ibu
pantau pelaksanaannya ya dan berikan pujian jika dia melakukannya!”
“Ketiga, bantu anak Bapak/Ibu minum obat secara teratur. Jangan menghentikan obat
tanpa konsultasi. Terkait dengan obat ini, saya juga sudah melatih D untuk minum obat
secara teratur. Jadi Bapak/Ibu dapat mengingatkan kembali. Obatnya ada 3 macam, ini
yang orange namanya CPZ gunanya untuk menenangkan pikiran. Diminum 3 kali
sehari pada pukul 7 pagi, 1 siang, dan 7 malam. Yang putih namanya THP gunanya
membuat rileks, waktu minumnya sama dengan CPZ tadi. Yang biru namanya HP
gunanya menghilangkan suara-suara, waktu minumnya sama dengan CPZ. Obat perlu
selalu diminum untuk mencegah kekambuhan.”
“Terakhir, bila tanda-tanda halusinasi mulai muncul, putus hlusinasi D dengan cara
menepuk punggug anak Bapak/Ibu. Kemudian suruhlah D menghardik suara tersebut. D
sudah saya ajarkan cara menghardik halusinasi”.
36
katakana pada suara itu “Saya tidak mau dengar, jangan ganggu saya, stop tingalkan
saya. Ucapkan berulang-ulang, D.”
“Sekarang coba Bapak/Ibu setelah kita berdiskusi dan memerlukan latihan memutuskan
halusinasi D?”
“Bagus sekali Bapak/Ibu. Bagaimana kalau dua hari lagi kita bertemu untuk
mempraktikkan cara memutus halusinasi langsung kepada D”
6. Latihan Kedua Untuk Keluarga: Latih cara praktik merawat pasien secara
langsung di hadapan pasien
Orientasi :
“Selamat pagi!”
“Apakah Bapak/Ibu masih ingat bagaimana cara memutus halusinasi D yang sedang
mengalami halusinasi? Bagus!”
“Sesuai dengan perjajian kita, selama 20 menit ini kita akan mempraktikkan cara
memutus halusinasi langsung kepada D.”
Kerja :
37
perawat dulu.” (Anda dan keluarga meninggalkan pasien untuk melakukan terminasi
dengan keluarga)
Terminasi :
“Diingat-ingat pelajaran kita hari ini ya Bapak/Ibu. Bapak/Ibu dapat melakukan cara itu
bila D mengalami halusinasi.”
“Bagaimana kalau kita bertemu dua hari lagi untuk membicarakan tentang jadwal
kegiatan harian D. Jam berapa Bapak/Ibu dapat dating? Tempatnya di sini ya. Sampai
jumpa.”
Orientasi :
“Selamat pagi bapak/Ibu, karena program perawatan D sudah mau berakhir, sesuai janji
kita sekarang bertemu untuk membicarakan jadwal pulang D.”
“Nah sekarang kita bicarakan jadwal D. Mari kita duduk di ruang tamu!”
Kerja :
“Ini jadwal kegiatan D yang telah disusun. Jadwal ini dapat dilanjutkan. Coba
Bapak/Ibu lihat mungkinkah dilakukan? Siapa yang kira-kira akan memotivasi dan
mengingatkan?” Jadwal yang telah dibuat tolong dilanjutkan, baik jadwal aktivitas
maupun jadwal minum obatnya.”
“Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan oleh D.
Mis, kalau D terus menerusmendengar suara-suara yang mengganggu dan tidak
memperlihatkan perbaikan, menolak minum obat atau memperlihatkan perilaku
membahayakan orang lain. Jika hal ini terjadi segera hubungi Saya di Rumah sakit, ini
nomor telepon rumah sakitnya xxxxxx.”
Terminasi :
“Bagaiamana Bapak/Ibu? Ada yang ingin ditanyakan? Coba Ibu sebutkan cara-cara
merawat D! Bagus (Jika ada yang lupa segera diingatkan oleh perawat) Ini jadwalnya.
Sampai jumpa!”
38