Abstract
Restrictions on public tenure in Indonesia initially vary for the positions of the Central and
Local Governments. When Indonesia became independent in 1945, the 1945 Constitution only
limited if the term of office of a president and vice president was 5 years and could be re-elected
if desired by the people. After the reform era there is a change that the President and Vice
President are 5 years old and can be re-elected for a maximum of one more period. Similarly, for
the term of office of the Regional Head either the Governor, or the Regent / Mayor whose term of
office is limited to 2 periods only. The two-term restrictions have the potential to cause
confusion and confusion in the community and provide opportunities for multi-interpretation of
the two-term restrictions. Restriction of office based on a maximum of 2 periods for the office of
public political office there needs to be an explanation of the relevant position may not be a
person to be a regional head in the same office in another region if already served 2 periods, or if
a Vice President in a period that is not consecutive periods with different presidents, but is re-
nominated to be Vice President in the current period. This must be found agreed by decision
makers in both the Judiciary, Legislature and Executive
Abstrak
Pembatasan masa jabatan publik di Indonesia pada awalnya berbeda-beda untuk jabatan
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pada saat Indonesia merdeka tahun 1945,UUD 1945
hanya membatasi apabila masa jabatan seorang presiden dan wakil presiden itu adalah 5 tahun
dan dapat dipilih Kembali apabila dikehendaki rakyat. Setelah era reformasi terdapat perubahan
bahwa Presiden dan Wakil Presiden adalah 5 tahun dan dapat dipilih kembali untuk maksimal
satu periode lagi. Begitu pula untuk masa jabatan Kepala Daerah baik Gubernur, ataupun
Bupati/ Walikota yang masa jabatannya hanya dibatasi selama 2 periode saja. Pembatasan 2
periode masa jabatan tersebut berpotensi menimbulkan kebingungan dan kerancuan di
masyarakat serta memberikan peluang terhadap multi tafsir nya pemahaman terhadap
pembatasan 2 periode tersebut. Pembatasan jabatan berdasarkan maksimal 2 periode untuk
jabatan jabatan politik publik perlu adanya suatu penjelasan jabatan terkait boleh tidaknya
seseorang menjadi kepala daerah di jabatan yang sama di wilayah lain apabila sudah menjabat 2
periode, atau apabila seorang Wakil Presiden di periode yang tidak berturutan periodisasi nya
dengan berbeda presiden, namun dicalonkan kembali menjadi Wakil Presiden di periode
berjalan. Hal ini harus ditemukan kata sepakat oleh pengambil keputusan baik di Lembaga
Yudikatif, Legislatif dan Eksekutif
Presiden termasuk Wakil Presiden yang hanya dilaksanakan sekali yaitu tahun 1955, dan
menjabat sekarang yaitu KH. Ma”ruf Amin setelah itu tidak pernah dilaksanakan lagi hingga
Selain itu, Indonesia juga pernah memiliki tahun 1973 di masa jabatan Presiden Soeharto.
Presiden di masa Pemerintahan Darurat di Bukit Hal ini sama saja telah tidak ditaati nya
Tinggi, Sumatera Barat yaitu Mr. Sjafruddin komitmen ber negara sesuai pasal 7 UUD 1945
Prawiranegara. Presiden Pertama RI yaitu Bung untuk dapat dilaksanakan Pemilihan Umum
Karno dan Presiden Kedua RI yaitu H.M setiap 5 tahun sekali dalam kurun waktu tahun
Soeharto, secara fakta bahwa kedua-duanya 1945 hingga tahun 1973. Namun hal tersebut
terpilih menjadi Presiden bukan dari hasil dapat terjadi karena situasi politik di Indonesia
Pemilihan Umum, namun terpilih karena kondisi yang tidak stabil akibat adanya Agresi Militer
dan situasi negara Indonesia pada saat tahun oleh Sekutu, Pembentukan Republik Indonesia
1945 serta 1965 berada dalam kondisi tidak stabil Serikat, adanya Dewan Konstituante, berkali kali
secara politik dan darurat. Hal yang tidak Kabinet berganti akibat system Parlementer di
berbeda jauh dengan situasi yang dialami oleh Indonesia hingga politk demokrasi terpimpin
Presiden ke tiga RI yaitu Prof.Dr. Ing. BJ.Habibie, dengan puncaknya mengangkat Bung Karno
yang menjadi Presiden karena terpaksa sebagai Presiden seumur hidup hingga
menggantikan Presiden H.M.Soeharto yang terjadinya G 30 S PKI di tahun 1965. Di era
mengundurkan diri akibat krisis politik dan setelah Pemilu 1973, maka komitmen sesuai Pasal
ekonomi di tahun 1998. Dan dalam sejarah, 7 UUD 1945, Pemilihan Umum dan Pemilihan
Presiden kelima RI yaitu Megawati Soekarno Presiden dan Wakil Presiden oleh MPR dilak-
Putri juga menjadi Presiden karena meng- sanakan secara rutin setiap 5 tahun sekali.
gantikan Presiden ke empat RI yaitu Namun dengan penyederhanaan Partai Politik
KH.Abdurahman Wahid yang diberhentikan menjadi hanya 2 Partai Politik dan Golongan
oleh Majelis Permusyawaraan Rakyat. Begitu Karya, Dwi Fungsi ABRI, serta loyalitas tunggal
pula dengan jabatan Wakil Presiden RI yaitu Pegawai Negeri Sipil berikut keluarganya dalam
Wapres Pertama yaitu M.Hatta dan Hamzah Haz setiap Pemilu, Presiden Soeharto selalu terpilih
yang kedua-duanya terpilih bukan dari hasil kembali oleh Sidang Umum MPR tahun 1973,
Pemilihan Umum atau Pemilihan Presiden 1978, 1983, 1988, 1993,dan 1998.Hal tersebut
(Pilpres), namun karena M.Hatta terpilih sebagai secara langsung atau tidak langsung memicu
Wapres dikarenakan sebagai satu paket Prokla- kerusuhan 14,15 dan 16 Mei 1998 serta berujung
mator Indonesia dengan Bung Karno,sedangkan pada jatuhnya rezim Orde Baru pada tanggal 21
Hamzah Haz terpilih karena Wapres Megawati Mei 1998 bersamaan dengan mundurnya
Soekarno Putri naik menjadi Presiden Presiden Soeharto dari jabatan Presiden RI
menggantikan KH. Abdurahman Wahid yang dengan digantikan oleh Wakil Presidennya yaitu
diberhentikan oleh MPR. Prof.Dr.Ing.BJ.Habibie. Terlalu lamanya
Sejarah mencatat bahwa Ir.Soekarno seseorang berkuasa, dapat berakibat kurang baik
menjabat sebagai Presiden dari tahun 1945 dalam setiap pengambilan keputusan yang
hingga tahun 1967, dan H.M Soeharto menjabat mungkin dapat lebih menguntungkan kroni
sebagai Presiden dari tahun 1967 hingga tahun kroninya.
1998, meski di dalam pasal 7 UUD 1945, tertulis Hal yang berbeda dengan Pemilihan
bahwa "Presiden dan Wakil Presiden memegang Kepala Daerah di Indonesia, ketika sebelum
jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat reformasi tahun 1998, aturan yang digunakan
dipilih kembali". Apabila dihitung, maka selama adalah Undang Undang nomor 5 tahun 1974
53 tahun, Indonesia hanya pernah memiliki 2 tentang pokok- pokok pemerintahan daerah. Di
Presiden saja, meski secara pasal 7 UUD 1945 dalam pasal 17 Undang-Undang nomor 5 tahun
sebelum amandemen, Presiden dan Wakil 1974 tertulis “Kepala Daerah diangkat untuk
Presiden mempunyai masa jabatan hanya 5 masa jabatan 5 (lima) tahun terhitung mulai
tahun saja dan dapat dipilih kembali. Semasa tanggal pelantikannya dan dapat diangkat
jabatan Presiden Soekarno, Pemilihan Umum kembali, untuk 1 (satu) kali masa jabatan
berikutnya”. Hal tersebut berbeda dengan aturan sebagian besar merupakan hasil dari intervensi
jabatan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia pemerintah. Intervensi pemerintah sangat
pada periode yang sama serta sesuai dengan terlihat dari hasil pemilihan umum di masa rezim
Pasal 7 UUD 1945 asli yang tidak mengatur orde baru dengan kemenangan Golongan Karya
batasan 2 periode untuk masa jabatan Presiden sebagai notabene adalah partai pendukung
dan Wakil Presiden. Oleh karena itulah menjadi pemerintah. Bentuk intervensi tersebut adalah
sesuatu yang janggal tentang perbedaan seperti monoloyalitas aparat Pegawai Negeri
perlakuan untuk jabatan politik eksekutif antara Sipil kepada Pemerintah dengan kewajiban
pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. memilih Golongan Karya di setiap Pemilihan
Begitu pula dengan pemilihan Presiden & Umum. Begitu pula dengan pemilihan Ketua
Wakil Presiden yang dipilih serta dilantik di Umum Partai, yang di masa tersebut harus
agenda Sidang Umum Majelis Permusyawaratan melalui restu dan ijin pemerintah pusat, apabila
Rakyat, dan juga sebagai akibat dari penye- ingin terpilih. Kasus kerusuhan Konggres Partai
derhanaan partai partai politik di Indonesia Demokrasi Indonesia pada bulan Juli 1996,
dengan hanya 3 partai peserta pemilihan umum adalah salah satu bentuk intervensi yang terang
yaitu 2 Partai yaitu Partai Persatuan Pemba- benderang dari pemerintahan orde baru
ngunan, Partai Demokrasi Indonesia serta terhadap pemilihan Ketua Umum Partai Begitu
Golongan Karya. Akibat dari berbagai penye- pula yang terjadi di daerah terhadap pemilihan
derhanaan peserta pemilu dan bukan pemilihan Ketua Partai di tingkat daerah, yang seringkali
langsung oleh Rakyat, serta loyalitas tunggal pula di intervensi oleh keinginan pemerintah
Pegawai Negeri Sipil dan anggota keluarga TNI pusat untuk memilih sosok sosok yang loyal
dan Polri untuk hanya memilih Golongan Karya, terhadap rezim orde baru. Sehingga dengan
maka tidak heran apabila Golongan Karya selalu terpilihnya Ketua Partai dari tingkat pusat hingga
memenangkan Pemilihan Umum semasa rezim ke tingkat daerah pada masa rezim orde baru,
Orde Baru. Dan hal ini bermuara pada selalu tidaklah heran apabila anggota –anggota DPRD
terpilihnya kembali Jenderal Purn. H.M Soeharto yang terpilih pun juga merupakan sosok sosok
menjadi Presiden dari Pemilihan Umum 1973 pilihan secara tidak langung dari pemerintah
hingga Pemilihan Umum 1997 dengan hasil pusat dan secara otomatis hampir dipastikan
Golongan Karya yang selalu memenangkan sejalan dengan keinginan pemerintah pusat.Dan
Pemilihan Umum, untuk kemudian menguasai muara dari terpilihnya anggota – anggota DPRD
jalannya Sidang Umum MPR bersama sama yang seperti diatas, maka agenda pemilihan
Fraksi ABRI dan Utusan Daerah serta Golongan. Kepala Daerah pun hampir sudah dapat
Adapun anggota Fraksi ABRI (TNI & Polri) serta diketahui hasilnya ketika pemilihan belum lah
Utusan Daerah dan Golongan juga berdasarkan dimulai. Karena sosok sosok yang tidak sehaluan
pilihan serta rekomendasi dari Pemerintah Pusat, dengan pemerintah pusat, tidak mungkin bisa
yang sudah dapat dikatakan sebagai rezim dan men-duduki jabatan sebagai kepala daerah.
dinamakan rezim orde baru. Dengan terjadinya reformasi di segala
Tidak berbeda jauh dengan pemilihan bidang seiring dengan tumbangnya rezim orde
Kepala Daerah pada era rezim Orde Baru, ketika baru sebagai akibat terlalu lamanya kekuasaan
DPRD masih mempunyai kewenangan untuk Presiden Soeharto (1967 s/d 1998) dan juga
mencalonkan, memilih serta melantik Gubernur, mengambil pelajaran dari lamanya kekuasaan
Bupati dan Walikota. Pada saat itu juga tidak ada Presiden Soekarno (1945 s/d 1967), dan turunnya
pemilihan Kepala Daerah secara langsung, mereka akibat keadaan dalam negeri yang tidak
namun yang memilih adalah para anggota baik dengan terdapatnya demonstrasi-demons-
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah baik di tingkat trasi mahasiswa baik di tahun 1966 dan tahun
Provinsi ataupun di tingkat Kabupaten/Kota. 1998. Oleh karena itu, Majelis Permusyawaratan
Adapun intervensi kekuasaan dalam setiap Rakyat berinisiatif merubah Pasal 7 UUD 1945
Pemilihan Umum begitu kuatnya di era tersebut, dengan membatasi jabatan Presiden dan Wakil
sehingga anggota Dewan yang terpilih pun Presiden selama 2 periode saja. Begitu pula
dengan Pemerintah Daerah yang meskipun tetap pemimpin tersebut harus mengakhiri jabatannya,
dibatasi 2 periode, namun ketentuannya sesuai pengganti nya belum tentu mempunyai
pasal 58 ayat O UU Pemerintah nomor 32 tahun komitmen yang sama dalam membangun negara
2004 menjadi: seperti pemimpin sebelumnya. Belum lagi
“o. belum pernah menjabat sebagai kepala apabila dikaitkan dengan pembangunan yang ber
daerah atau wakil kepala daerah selama 2 kesinambungan, karena seringkali pemimpin
(dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang pengganti tidak melanjutkan pembangunan yang
sama; dan dilakukan oleh kepemimpinan sebelumnya,
p. tidak dalam status sebagai penjabat kepala apabila di suatu negara tersebut belum tercipta
daerah” suatu Garis Besar Haluan Negara untuk sebagai
rujukan bahwa siapapun pemimpin suatu negara
Dengan seiring nya aturan pembatasan 2 atau wilayah, pembangunan tetap berjalan tanpa
periode jabatan untuk Presiden/Wapres dan juga pernah ada suatu proyek pembangunan yang
untuk Gubernur, Bupati/Walikota, dengan berhenti di tengah jalan. Kejadian “ganti
semangat reformasi, diharapkan tidak akan pemimpin, ganti kebijakan” sering terjadi di
terjadi lagi terlalu lamanya seseorang menjabat beberapa tempat baik di tingkatan negara,
suatu jabatan publik, sehingga diharapkan provinsi ataupun kabupaten/kota. Contoh yang
penggunaan kekuaaan yang berlebihan dapat bisa terlihat akibat berganti pemimpin, maka
dikurangi. Namun pembatasan 2 periode jabatan berganti kebijakan adalah seperti pembangunan
publik pemerintahan pun tidak serta merta monorail di Jakarta yang hanya menyisakan
membuat problematika tentang jabatan publik tiang-tiang akibat bergantinya Gubernur di DKI
juga selesai. Dalam perjalanan waktu, ada Jakarta, berhentinya proyek Pesawat Terbang
beberapa kasus yang timbul terkait pembatasan 2 Nasional N 250 akibat bergantinya pemerintahan
periode masa jabatan publik. dan presiden. Di negara Amerika Serikat pun
juga sering terjadi slogan ‘ganti pemimpin ganti
Hasil dan Pembahasan kebijakan” sebagai contoh yaitu program Obama
Pembatasan 2 periode untuk jabatan Care yang dikeluarkan oleh Presiden Obama
publik, pada awalnya dimaksudkan agar jangan bertujuan untuk membantu masyarakat Amerika
sampai terjadi kembali kecenderungan ter- Serikat yang kurang berkecukupan dengan dana
pusatnya kekuasaan akibat terlalu lamanya bantuan dari negara, harus berakhir ketika
seseorang memimpin. Memang lazim terjadi bagi Presiden Amerika Serikat berganti ke Presiden
seorang pemimpin yang terlalu lama berkuasa, Trump.
akhirnya merasa terlalu nyaman menggunakan Dalam kehidupan ber demokrasi, apalagi
kekuasaan tersebut bagi kepentingan pribadi dan demokrasi langsung dalam artian bahwa rakyat
kroni- kroninya daripada untuk kepentingan dapat memilih pemimpinnya secara langsung
rakyat. Ada sebuah peribahasa yang tertulis dengan tanpa melalui perwakilan, sebenarnya
bahwa “sebaik- baiknya pemimpin, adalah yang aturan pembatasan 2 periode sedikit banyak
menyiapkan kaderisasi pemimpin ke depan”. tidak sesuai dengan azas demokrasi. “Vox Populi
Namun juga terkadang ada suatu peribahasa Vox Dei” yang artinya “suara rakyat, suara
juga yang menulis bahwa “Seorang pemimpin Tuhan”. Apabila rakyat tanpa direkayasa oleh
yang arif dan bijaksana belum tentu lahir dan siapapun masih menghendaki seorang pemimpin
ada sepanjang waktu”. yang sudah menjabat selama 2 periode, namun
Ada kalanya di suatu Negara, seorang terhalang oleh konstitusi, maka sebenarnya hal
pemimpin yang muda, bijak, ber wawasan luas tersebut sudah tidak sesuai dengan azas
serta selalu ber komitmen demi pembangunan demokrasi. Pemimpin bijak itu tercipta bukan
negara dan rakyatnya, harus mengakhiri kekua- diciptakan.. Oleh karena itu, kepemimpinan yang
saannya ketika konstitusi di negara tersebut baik dan sudah berjuang untuk rakyat, sudah
membatasi jabatan seorang pemimpin negara seyogyanya tidak terhalang oleh sekat-sekat
hanya 1 periode atau 2 periode saja. Dan ketika pembatasan periode dalam kepemimpinan.
Meski sempat ada judicial review ke Mahkamah sehingga cenderung bertindak otoriter dan
Konstitusi terkait jabatan Wakil Presiden utk sentralisasi, namun jangan sampai pengalaman
dapat menjabat ketiga kalinya meski tidak tersebut menghambat pencalonan kembali
berturutan yang diajukan oleh Partai Perindo, seseorang untuk menjabat kembali ke tiga
namun hingga sekarang belum ada Putusan dari kalinya di jabatan yang sama, karena benar-benar
Mahkamah Konstitusi terkait judisial review keinginan rakyat dan berikut juga partai-partai
tersebut. yang mengusungnya.
Dengan kompleksitas nya batasan Solusi yang mungkin dapat merubah
periodisasi jabatan politik di Indonesia, maka aturan pembatasan periodisasi jabatan adalah
sewajarnya perlu dipertimbangkan kembali oleh apabila seseorang sudah menjabat di suatu
para pengambil kebijakan di tingkatan Eksekutif, jabatan publik selama 2 periode, maka yang
Legislatif serta Yudikatif terkait kurang fleksibel bersangkutan dapat dicalonkan di jabatan yang
nya Pasal 7 UUD 1945 hasil amandemen serta sama utk periode baru kembali di periode ketiga,
pasal 58 ayat O UU no,32 tahun 2004 tentang setelah melewati satu periode terlebih dahulu,
Pemerintahan Daerah, sehingga wacana untuk dan baru bisa menempati jabatan yang sama
dirubah atau diperbaiki kembali dapat setelah diselingi satu periode jabatan. Dan untuk
diwujudkan, demi meng akomodir berbagai tingkatan Kepala Daerah, bisa saja seorang
kasus kasus di atas sebagai akibat batasan petahana menempati jabatan yang sama untuk
periode jabatan Presiden & Wakil Presiden serta ketiga kalinya, namun di wilayah Provinsi atau
Kepala Daerah di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota yang berbeda dengan tempat
Kabupaten/ Kota. sebelumnya menjabat. Apabila benar-benar
Hak konstitusional setiap Warga Negara dapat terwujud untuk merubah periodisasi
Indonesia yang dicalonkan atau mencalonkan maksimal 2 periode jabatan untuk jabatan politik
menjadi pejabat publik sebaiknya tidak dibatas- pemerintahan, maka diharapkan penafsiran yang
batasi sebagai wujud demokrasi, dan terlebih lagi berbeda beda terhadap aturan periodisasi dapat
di Indonesia sudah lama menganut Demokrasi diminimalisir, serta prinsip-prinsip demokrasi
secara langsung yang artinya bahwa seluruh dapat terwujud dengan sebaik-baiknya.
masyarakat yang mempunyai hak pilih dapat
memilih pemimpinnya secara langsung dengan Kesimpulan
tanpa melalui perwakilan lagi baik di MPR untuk Pada dasarnya Demokrasi itu seharusnya
memilih Presiden & Wakil Presiden ataupun tidak mengekang siapapun dan di situasi apapun
DPRD untuk memilih, Gubernur & Wakil dengan berbagai alasan untuk menduduki
Gubernur serta Bupati/Walikota & Wakil jabatan publik apapun di Indonesia baik itu
Bupati/Walikota. Sehingga peluang seorang jabatan Presiden & Wakil Presiden di tingkat
petahana ataupun mantan petahana untuk dapat pusat atau jabatan Gubernur & Wakil Gubernur
menjabat kembali di jabatan yang sama untuk ke di tingkat Provinsi ataupun Bupati/Walikota &
3 (tiga) kali tetap dapat ter akomodir, sehingga Wakil Bupati/Walikota di tingkat Kabupaten/
solusi sebagai jalan tengah, sebaiknya dapat Kotamadya. Pembatasan periodiasi jabatan
diwujudkan demi tidak mencederai makna public di semua tingkatan selama 2 periode saja
prinsip demokrasi itu sendiri Karena esensi memang bertujuan baik untuk menghindarkan
demokrasi dimaknai bahwa setiap orang tidak oligarki ataupun menciptakan suatu rezim baru
boleh dihalang-halangi untuk dapat berkarya di Indonesia sebagai akibat lamanya seseorang
untuk negeri, terlebih pula apabila orang tersebut menempati jabatan public tersebut. Namun
umpamanya sudah membuktikan diri mampu mungkin bisa terjadi ada kalanya ada seseorang
memimpin, bekerja maksimal untuk rakyat, yang mempunyai sifat-sifat luhur dalam
bijaksana, jujur, tidak korupsi dan hal-hal positif memimpin negara ataupun kewilayahan, serta
lainnya selama menjabat di jabatan publik dalam rakyat sebagian besar menghendaiki yang
2 periode. Meski di Indonesia pernah mengalami bersangkutan tetap menempati jabatan public.
terlalu lamanya seorang Presiden menjabat Oleh karena itulah jalan tengah terhadap
Daftar Pustaka
Abdurahman, A . 1993. Ensiklopedia Ekonomi
Keuangan Perdagangan, Jakarta: Pradnya
Paramita