Anda di halaman 1dari 18

TUGAS INDIVIDU

KONSEP DASAR PENDIDIKAN INKLUSIF

OLEH:

DINAR WULAN (A1A619031)

PENDIDIKAN AKUNTANSI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT. Karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah yang berjudul “Konsep Dasar Pendidikan
Inklusif” yang kami susun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan
Inklusif.Tidak lupa pula shalawat serta salam kita curahkan bagi Baginda Rasulullah SAW yang
syafaatnya akan kita nantikan kelak.

Dalam makalah ini kami menyadari masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu
kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca sangat diharapkan, agar dalam
pembuatan makalah selanjutnya menjadi lebih baik.

Besar harapan kami dengan terselesaikannya makalah ini, dapat menjadi bahan tambahan
bagi penilaian dosen dibidang studi Pendidikan inklusif dan semoga dengan adanya makalah ini
dapat menambah wawasan yang dapat bermanfaat bagi pembaca.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

a. Latar Belakang
b. Rumusan Masalah
c. Tujuan Penelitian

BAB II PEMBAHASAN

a. Paradigma Pendidikan Akuntansi


b. Konsep Pendidikan Inklusif
c. Kelebihan Pendidikan Inklusif
d. Sejarah Perkembangan Pendidikan Inklusif

BAB III PENUTUP

a. Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan inklusif merupakan sebuah pendekatan yang berusaha mentransformasi sistem


pendidikan dengan meninggalkan hambatan-hambatan yang dapat menghalangi setiap siswa
untuk berpartisipasi penuh dalam pendidikan. Hambatan yang ada bisa terkait dengan masalah
etnik, gender, status sosial, kemiskinan, dll. Salah satu kelompok yang paling tereksklusi dalam
memperoleh pendidikan adalah siswa penyandang cacat. Sekolah dan layanan pendidikan
lainnya harus fleksibel dalam  memenuhi keberagaman kebutuhan siswa untuk mengoptimalkan
potensi yang dimilikinya.

Pendidikan inklusif ini memegang tugas dan tanggung jawab yang penting, karena pada
dasarnya pendidikan untuk semua kalangan tanpa membedakan apapun merupakan kebutuhan
dasar untuk menjamin keberlangsungan hidup agar lebih bermartabat. Karena itu negara
memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu kepada setiap
warganya tanpa terkecuali termasuk mereka yang memiliki perbedaan. Pemahaman mengenai
pendidikan inklusi juga merupakan suatu hal yang sangat penting bagi seorang guru.

Konsep dasar pendidikan inklusif adalah pendidikan yang mengakomodasi seluruh


kebutuhan anak sebagai hak asasi manusia yang paling mendasar (Deklarasi Internasional
tentang Hak Asasi Manusia 1948 dan konvensi Internasional tentang Hak anak, 1989). Konvensi
di atas ditindaklanjuti dengan gerakan untuk mengubah hak mendapat pendidikan menjadi
kenyataan melalui aksi yang dikenal sebagai Pendidikan Untuk Semua (Education For All/EFA)
dideklarasikan dalam konferensi dunia di Jomtien Thailand tahun 1990. Konferensi ini
menyimpulkan antara lain, di banyak Negara, kesempatan untuk memperoleh pendidikan masih
terbatas atau masih banyak anak yang belum mendapat akses pendidikan. mereka yang miskin
dan tidak beruntung, termasuk yang berkebutuhan khusus (UNESCO,2000).
B. Rumusan Masalah

1. Apa latar belakang Pendidikan inklusif?


2. Apa konsep dari pendidikan inklusif?
3. Apa saja kelebihan dari pendidikan inklusif?
4. Bagaimana dengan sejarah pendidikan inklusif?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk dapat memahami paradigma pendidikan inklusif


2. Untuk dapat memahami konsep pendidikan inklusif
3. Untuk dapat mengetahui kelebihan dari pendidikan inklusif
4. Untuk dapat memahami sejarah dari pendidikan inklusif
BAB II

PEMBAHASAN

A. Paradigma Pendidikan Inklusif

Negara memberikan jaminan sepenuhnya kepada anak berkebutuhan khusus untuk


memperoleh layanan pendidikan yang bermutu (UUD 1945 pasal 31 ayat 1 dan UU No.20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Dengan adanya Undang-Undang tersebut berarti
anak berkebutuhan khusus juga memiliki hak yang sama dengan anak normal lainnya dalam
memperoleh layanan pendidikan yang layak dan bermutu.

Sejauh ini di Indonesia disediakan tiga lembaga layanan pendidikan anak berkebutuhan
khusus, yaitu Sekolah Luar Biasa (SLB) / Sekolah Khusus, Sekolah Dasar luar Biasa (SDLB),
dan Sekolah Umum. SDLB  adalah SLB yang menampung berbagai jenis anak berkebutuhan
khusus untuk usia SD, dan Sekolah Umum adalah sekolah reguler yang juga menampung anak
berkebutuhan khusus, dengan kurikulum, guru, sarana pengajaran, dan kegiatan belajar mengajar
yang disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik.

Ternyata di Indonesia masih banyak ABK yang belum mendapatkan hak dasar pendidikan,
khususnya bagi para ABK yang tinggal di daerah pedesaan dan terpencil. Selain itu, sebagian
besar orang tua para ABK termasuk dalam golongan yang lemah ekonomi. Untuk mengatasi
masalah tersebut, pemerintah menyediakan program pelayanan yang mudah diakses oleh para
ABK dimanapun mereka berada. Solusinya yaitu, setiap satuan pendidikan reguler (pendidikan
dasar maupun menengah umum dan kejuruan) didorong untuk dapat menerima ABK dari
lingkungan sekitar yang akan menyelesaikan pendidikannya pada satuan pendidikan tertentu
sesuai tingkat perkembangannya.

Di dalam Permendiknas tentang pendidikan inklusif pasal 2 ayat (1) secara jelas dinyatakan
bahwa tujuan penyelenggaraan pendidikan inklusif adalah memberikan kesempatan yang seluas-
luasnya kepada semua peserta didik dari berbagai kondisi dan latar belakang untuk memperoleh
pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. Serta dalam ayat (2)
yaitu menciptakan sistem pendidikan yang menghargai keanekaragaman, dan tidak diskriminatif
bagi semua peserta didik.

Mengingat bahwa pendidikan inklusif termasuk hal baru, maka perlu segera dibuat pedoman
umum penyelenggaraan pendidikan inklusif. Hal ini sangat perlu karena ABK juga berhak
mendapat kesempatan dan akses yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu, serta
sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya, sehingga dapat mengoptimalkan potensi yang
dimilikinya.

B. Konsep Pendidikan Inklusi

1. Pengertian
Hambatan utama anak berkelainan untuk maju termasuk dalam mengakses
pendidikan setinggi mungkin bukan pada kecacatannya, tetapi pada penerimaan sosial
masyarakat. Selama ada alat dan penanganan khusus, maka mereka dapat mengatasi
hambatan kelainan itu. Justru yang sulit dihadapi adalah hambatan sosial. Bahkan,
hambatan dalam diri anak yang berkelainan itupun umumnya juga disebabkan pandangan
sosial yang negatif terhadap dirinya. Untuk itulah, pendidikan yang terselenggara
hendaknya memberikan jaminan bahwa setiap anak akan mendapatkan pelayanan untuk
mengembangkan potensinya secara individual.

Dalam Undang Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dan Undang Undang Nomor 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa setiap warganegara
mempunyai kesempatan yang sama memperoleh pendidikan. Hal ini menunjukkan bahwa
anak berkelainan berhak pula memperoleh kesempatan yang sama dengan anak lainnya
(anak normal) dalam pendidikan.

Pendidikan inklusif dalam beberapa tahun terakhir ini telah menjadi isu yang sangat
menarik dalam sistem pendidikan nasional. Hal ini dikarenakan, pendidikan inklusif
memberikan perhatian pada pengaturan para siswa yang memiliki kelaian atau kebutuhan
khusus untuk bisa mendapatkan pendidikan pada sekolah-sekolah umum atau regular
sebagai kelas pendidikan khusus part time, pendidikan khusus full time, atau sekolah luar
biasa (segregasi). D.K. Lipsky dan A.D. gartner (Dalam Abdul Salim Choiri, dkk, 2009,
85) mengatakan: Inclusive education as: providing to all students, inclualing those with
significant disabilities, equitable opportunities to receive effective educational services,
with the needed suplementaland support service, in age-appropriate classes in their
neighborhood schools, in order to prepare students for productive lives as full members
of society.

inklusif adalah suatu sistem ideologi dimana secara bersama-sama tiap-tiap warga


sekolah yaitu masyarakat, kepala sekolah, guru, pengurus yayasan, petugas administrasi
sekolah, para siswa dan orang tua menyadari tanggung jawab bersama dalam mendidik
semua siswa sedemikian sehingga mereka berkembang secara optimal sesuai potnsi
mereka. Walaupun dalam pendidikan inklusif berarti menempatkan siswa berkelainan
secara fisik dalam kelas atau sekolah regular, inklusi bukanlah sekedar memasukkan anak
berkelaian sebanyak mungkin dalam lingkungan belajar siswa normal. Inklusi merupakan
suatu sistem yang hanya dapat diterapkan ketika semua warga sekolah memahami dan
mengadopsinya.

Inklusif menyangkut juga hal-hal bagaimana orang dewasa dan teman sekelas yang
normal menyambut semua siswa dalam kelas dan mngenali bahwa keanekaragaman
siswa tidak mengharuskan penggunaan pendekatan tunggal untuk seluruh siswa. Dalam
perkembangannya, inklusi juga termasuk para siswa yang dikaruniai keberbakatan,
mereka yang hidup terpinggirkan, memiliki kecatatan, dan kemampuan belajarnya berada
di bawah rata-rata kelompoknya.

Melalui pendidikan inklusif, anak berkelaian dididik bersama-sama anak


lainnya (normal) untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Hal ini dilandasi oleh
kenyataan bahwa di masyarakat terdapat anak normal dan anak berkelainan (berkelainan)
yang tidak dapat dipisahkan sebagai suatu komunitas. Oleh karena itu, anak berkelainan
perlu diberi kesempatan dan peluang yang sama dengan anak normal untuk mendapatkan
pelayanan pendidikan di sekolah (SD) terdekat. Sudah barang tentu SD terdekat itu perlu
dipersiapkan segala sesuatunya.

Bergabungnya anak-anak berkelainan dalam lingkungan belajar bersama anak-anak


normal dapat dilakukan dengan 3 model, yaitu: mainstream, integrative, dan
inklusi. Mainstream adalah suatu sistem pendidikan yang menempatkan anak-anak cacat
di sekolah-sekolah umum, mengikuti kurikulum akademis yang berlaku, dan guru juga
tidak harus melakukan adaptasi kurikulum. Mainstream kebanyakan diselenggarakan
untuk anak-anak yang sakit yang tidak berdampak pada kemampuan kognitif, seperti
epilepsy, asma dan anak-anak dengan kecacatan sensori (dengan fasilitas peralatan,
seperti alat bantu dan buku-buku Braille) dan anak tunadaksa.

Integrasi berarti menempatkan siswa yang berkelainan dalam kelas anak-anak normal
dimana anak-anak berkelainan hanya mengikuti pelajaran-pelajaran yang dapat mereka
ikuti dari gurunya. Sedangkan untuk mata pelajaran akademis lainnya, anak-anak
berkelainan menerima pelajaran pengganti di kelas berbeda yang terpisah dari teman-
teman mereka. Penempatan terintegrasi tidak sama dengan integrasi pengajaran dan
integrasi sosial, karena integrasi bergantung pada dukungan yang diberikan sekolah dan
dalam komunitas yang lebih luas.

Sedangkan inklusi mempunyai pengertian yang beragam. Stainback (Dalam Abdul


Salim Choiri, dkk, 2009, 87) mengemukakan bahwa sekolah inklusi adalah sekolah yang
menampung semua siswa di kelas yang sama. sekolah ini menyediakan program
pendidikan yang layak, menantang, tetapi sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan
setiap siswa. Lebih dari itu, sekolah inklusi juga merupakan tempat setiap anak dapat
diterima, menjadi bagian dari kelas tersebut, dan saling membantu dengan guru dan
teman sebayanya, maupun anggota masyarakat lain agar kebutuhan individualnya dapat
terpenuhi. Selanjutnya, Staub dan Peck (Dalam Abdul Salim Choiri, dkk, 2009, 87)
mengemukakan bahwa pendidikan inklusif adalah penempatan anak berkelainan tingkat
ringan, sedang, dan berat secara penuh di kelas regular. Hal ini menunjukkan bahwa
bahwa kelas regular merupakan tempat belajar yang relevan bagi anak berkelainan,
apapun jenis kelainnya dan bagaimanapun gradasinya.

Sementara itu, Sapon-Shevin (Dalam Abdul Salim Choiri, dkk, 2009, 87)
menyatakan bahwa pendidikan inklusif sebagai sistem layanan pendidikan yang
mempersyaratkan agar semua anak berkelainan dilayani di seolah-sekolah terdekat, di
kelas regular bersama-sama teman seusianya. Oleh karena itu, ditekankan adanya
restrukturisasi sekolah, sehingga menjadi komunitas yang mendukung pemenuhan
kebutuhan khusus setiap anak, artinya kaya dalam sumber belajar dan mendapat
dukungan dari semua pihak, yaitu para siswa, guru, orang tua, dan masyarakat sekitarnya.

Melalui pendidikan inklusif, anak berkelainan dididik bersama-sama anak lainnya


(normal) untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya (Freiberg (Dalam Abdul Salim
Choiri, dkk, 2009, 87)). Hal ini dilandasi oleh kenyataan bahwa di dalam masyarakat
terdapat anak normal dan anak berkelainan yang tidak dapat dipisahkan sebagai suatu
komunitas.

Menurut Permendiknas No. 70 tahun 2009 pendidikan inklusif didefinisikan sebagai


sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta
didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan atau bakat istimewa
untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara
bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.

Dalam pelaksanaannya, pendidikan inklusif bertujuan untuk memberikan


kesempatan yang seluas-luasnya dan mewujudkan penyelenggaran pendidikan yang
menghargai keanekaragaman, dan tidak diskriminatif kepada semua peserta didik yang
memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial, atau memiliki potensi kecerdasan
dan atau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai kebutuhan
dan kemampuannya.
Dengan demikian, inklusi adalah sebuah filosofi pendidikan dan sosial. Dalam
inklusi, semua orang adalah bagian yang berharga dalam kebersamaan apapun perbedaan
mereka. Dalam pendidikan ini berarti bahwa semua anak, terlepas dari kemampuan
maupun ketidakmampuan mereka, latar belakang sosial-ekonomi, suku, latar belakang
budaya atau bahasa, agama atau jenis kelamin, menyatu dalam komunitas sekolah yang
sama. Pendidikan inklusif berkenaan dengan aktivitas memberikan respon yang sesuai
kepada adanya perbedaan dari kebutuhan belajar baik. Ia merupakan pendekatan yang
memperhatikan bagaimana mentransformasikan sistem pendidikan sehingga mampu
merespon keragaman siswa dan memungkinkan guru dan siswa untuk merasa nyaman
dengan keragaman dan melihatnya lebih sebagai suatu tantangan dan pengayaan dalam
lingkungan belajar daripada suatu problem.

Lebih lanjut, inklusi adalah cara berpikir dan bertindak yang memungkinkan setiap
individu merasakan diterima dan dihargai. Prinsip inklusi mendorong setiap unsur yang
terlibat di dalam proses pembelajaran mengusahakan lingkungan belajar dimana semua
siswa dapat belajar secara efektif bersama-sama. Dengan demikian, tidak ada siswa yang
akan ditolak atau dikeluarkan dari sekolahnya sebab tidak mampu memenuhi standar
akademis yang ditetapkan. Walaupun, pada sisi yang lain beberapa orang tua merasa
khawatir kalau anak-anak mereka yang memiliki kecacatan tersebut akan menjadi bahan
ejekan atau digoda orang-orang di sekitarnya.

2. Prinsip-Prinsip
a. Prinsip-prinsip pendidikan
Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 4, dinyatakan bahwa
prinsip- prinsip penyelenggaraan pendidikan adalah :
 Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif
dengan menjunjung tinggi HAM, nilai keagamaan, kultural dan kemajemukan bangsa.
 Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu kesatuan yang sistematik dengan sistem
terbuka dan multi makna.
 Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan
peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
 Membangun kemauan dan mengembangkan kreatifitas siswa dalam proses pembelajaran.
 Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis dan
menghitung bagi segenap warga masyarakat.
 Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat
melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.

b. Prinsip-Prinsip Pendidikan Inklusif


 Setiap anak berhak memperoleh pendidikan yang lebih baik.
 Setiap anak berhak memperoleh layanan pendidikan pada sekolah yang ada di sekitarnya.
 Setiap anak mamiliki potensi, bakat dan irama perkembangan masing- masing yang harus
diberikan secara tepat.
 Pendekatan pembelajaran bersifat fleksibel, kooperatif, dan berdayaguna.
 Sekolah adalah integral dari masyarakat.
 Dalam pembelajaran sekolah berkolaborasi dengan profesional lain yang terkait.
 Sekolah responsif terhadap kebutuhan khusus semua anak sesuai dengan tingkat kesiapan
SDM dan sarana prasarananya.
 Sekolah berkewajiban mengembangkan potensi anak secara maksimal.
 Kurikulum yang bersifat adaptif dan fleksibel.
 Penekanan pada pemerataan dan peningkatan kualitas.
 Penekanan pada etos keberhasilan untuk menggantikan sindrom kegagalan.
 Penekanan pada pendekatan pembelajaran yang lebih humanis, demokratis, kooperatif,
kolaboratif dan disiplin untuk setiap anak.
 Bagi anak yang telah memiliki kecakapan komunikasi sosial dan edukatif memadai
duduk dalam kelas yang sama dengan teman seusianya.
 Sistem kenaikan kelas terjadi secara alami dengan mempertimbangkan aspek usia dan
kematatngan sosialpsikologis anak.
 Siswa belajar sesuai dengan potensi kemampuannya dari kurikulum yang telah ada.
 Siswa belajar mengmbangkan sikap toleran sesuai dengan tatakrama yang berlaku di
lingkungannya.
 Siswa belajar menumbuhkan sikap percaya diri.
 Siswa belajar menghargai eksistensi sendiri.
 Siswa merasa menjadi bagian dari kelas dan menganggapnya sebagai milik bersama.
 Siswa dibiasakan untuk bekerjasama.
 Siswa memiliki pengalaman berhasil.
 Siswa belajar menemukan dan menerima kelebihan dan kekurangan diri sendiri secara
alami.
 Guru mempertimbangkan perbedaan antar siswa dalam kelasnya.
 Guru menyiapkan tugas yang berbeda untuk siswa.
 Guru berkolaborasi dengan  tenaga ahli lain secara intensif dalam melaksanakan
tugasnya.
 Guru mengembangkan komunikasi interpersonal dengan siswa.
 Guru mendorong terjadinya interaksi promotif antar siswa.
 Guru menyesuaikan cara belajar siswa.
 Guru melibatkan orang tua dalam pembelajaran.
 Guru menjadikan sekolah menarik bagi anak.
 Guru membuat siswa aktif dan tekun.
 Guru aktif, kreatif, fleksibel dan disiplin.
 Guru reguler dan guru khusus saling berbagi pengalaman.
 Kepala sekolah berkolaborasi dengan lembaga lain yang lebih luas.
 Kepala sekolah memotifasi guru agar selalu belajar dan meningkatkan pengetahuan dan
keterampilannya.
 Kepala sekolah terlibat aktif dalam kegiatan sosial setempat.
 Kepala sekolah mengkondisikan terjadinya iklim sekolah yang ramah bagi semua.
 Kepala sekolah mengoptimalkan peran orang tua terhadap sekolah.

Secara umum prinsip penyelenggaraan pendidikan inklusif di Indonesia adalah sebagai berikut :

a. Prinsip pemerataan dan peningkatan mutu


Pemerintah mempunyai tanggung jawab untuk menyusun strategi upaya pemerataan
kesempatan memperoleh layanan pendidikan dan peningkatan mutu. Pendidikan inklusif
merupakan salah satu strategi upaya pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan,
karena lembaga pendidikan inklusi dapat menampung semua anak yang belum terjangkau
oleh layanan pendidikan lainnya. Pendidikan inklusif juga merupakan strategi
peningkatan mutu, karena model pembelajaran inklusif menggunakan metodologi
pembelajaran bervariasi yang bisa menyentuh pada semua anak dan menghargai
perbedaan.
b. Prinsip kebutuhan individual
Setiap anak memiliki kemampuan dan kebutuhan yang berbeda, oleh karena itu
pendidikan harus diusahakan untuk disesuaikan dengan kondisi anak.
c. Prinsip kebermaknaan
Pendidikan inklusif harus menciptakan dan menjaga komunitas kelas yang ramah,
menerima keanekaragaman dan menghargai perbedaa.
d. Prinsip berkelanjutan
Pendidikan inklusif diselenggarakan secara berkelanjutan pada semua jenjang
pendidikan.
e. Prinsip keterlibatan
Penyelenggaraan pendidikan inklusif harus melibatkan seluruh komponen
pendidikan terkait.

C.     Kelebihan Pendidikan Inklusif

1. Membangun kesadaran dan consensus pentingnya Pendidikan Inklusif sekaligus


menghilangkan sikap dan nilai yang diskriminatif
2. Melibatkan dan memberdayakan masyarakat untuk melakukan analisis situasi pendidikan
lokal dan mengumpulkan informasi
3. Semua anak pada setiap distrik dan mengidentifikasi alas an mengapa mereka tidak
sekolah
4. Mengidentifikasi hambatan berkaitan dengan kelainan fisik, sosial dan masalah lainnya
terhadap akses dan pembelajaran
5. Melibatkan masyarakat dalam melakukan perencanaan dan monitoring mutu pendidikan
bagi semua anak

D.   Sejarah Perkembangan Pendidikan Inklusif

Perkembangan pendidikan inklusif di dunia awalnya diprakarsai oleh negara-negara


Scandinavia (Denmark, Norwegia, dan Swedia). Di Amerika Serikat pada tahun 1960-an oleh
Presiden Kennedy mengirimkan pakar Pendidikan Luar Biasa ke Scandinavia untuk
mempelajari mainstreaming dan Least restrictive environment, yang ternyata cocok untuk
diterapkan di Amerika Serikat. Selanjutnya di Inggris dalam Ed.Act. 1991 mulai
memperkenalkan adanya konsep pendidikan inklusif dengan ditandai adanya pergeseran model
pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus dari segregatif ke integratif.

Tuntutan penyelenggaraan pendidikan inklusif di dunia semakin nyata terutama sejak


diadakannya konvensi dunia tentang hak anak pada tahun 1989 dan konferensi dunia tentang
pendidikan tahun 1991 di Bangkok yang menghasilkan deklarasi “education for all”. Implikasi
dari statement ini mengikat bagi semua anggota konferensi agar semua anak tanpa kecuali
(termasuk anak berkebutuhan khusus) mendapatkan layanan pendidikan secara memadai.

Sebagai tidak lanjut Deklarasi Bangkok, pada tahun 1994 diselenggarakan konvensi
pendidikan di Salamanca Spanyol yang mencetuskan perlunya pendidikan inklusif yang
selanjutnya dikenal dengan “the Salamanca statement on inclusive education”. Sejalan dengan
kecenderungan tuntutan perkembangan dunia tentang pendidikan inklusif, Indonesia pada tahun
2004 menyelenggarakan konvensi nasional dengan menghasilkan Deklarasi Bandung dengan
komitmen Indonesia menuju pendidikan inklusif.

Untuk memperjuangkan hak-hak anak dengan hambatan belajar, pada tahun 2005 diadakan
simposium Internasional di Bukittinggi dengan menghasilkan Rekomendasi Bukittinggi yang
isinya antara lain menekankan perlunya terus dikembangkan program pendidikan inklusif
sebagai salah satu cara menjamin bahwa semua anak benar-benar memperoleh pendidikan dan
pemeliharaan yang berkualitas dan layak.
Berdasarkan pengembangan sejarah pendidikan inklusif dunia tersebut, maka Pemerintah
Republik Indonesia sejak awal tahun 2000 mengembangkan program pendidikan inklusif.
Program ini merupakan kelanjutan program pendidikan terpadu yang sesungguhnya pernah
diluncurkan di Indonesia pada tahun 1980-an, tetapi kemudian kurang berkembang dan baru
mulai tahun 2000 dimnculkan kembali dengan mengikuti kecenderungan dunia, menggunakan
konsep pendidikan inklusif.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pendidikan inklusif yang kini sedang marak dibicarakan, mencoba membantu memberikan
hak dasar pendidikan yang sama bagi Anak Berkebutuhan Khusus dengan anak normal
lainnya untuk memperoleh layanan pendidikan yang bermutu. Melalui pendidikan inklusif, anak
berkelaian dididik bersama-sama anak lainnya (normal) untuk mengoptimalkan potensi yang
dimilikinya. Bergabungnya anak-anak berkelainan dalam lingkungan belajar bersama anak-anak
normal dapat dilakukan dengan 3 model, yaitu: mainstream, integrative, dan inklusi.

Dalam pelaksanaannya, pendidikan inklusif bertujuan untuk memberikan kesempatan yang


seluas-luasnya dan mewujudkan penyelenggaran pendidikan yang menghargai keanekaragaman,
dan tidak diskriminatif kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional,
mental, dan sosial, atau memiliki potensi kecerdasan dan atau bakat istimewa untuk memperoleh
pendidikan yang bermutu sesuai kebutuhan dan kemmpuannya.

Prinsip inklusi mendorong setiap unsur yang terlibat di dalam proses pembelajaran
mengusahakan lingkungan belajar dimana semua siswa dapat belajar secara efektif bersama-
sama. Secara umum prinsip penyelenggaraan pendidikan inklusif di Indonesia antara lain: (a)
prinsip pemerataan dan peningkatan mutu, (b) prinsip kebutuhan individual, (c) prinsip
kebermaknaan, (d) prinsip keberlanjutan, dan (e) prinsip keterlibatan.
DAFTAR PUSTAKA

http://izzaucon.blogspot.com/2014/06/konsep-dasar-pendidikan-inklusi-disusun.html

https://adoc.pub/download/bab-i-pendahuluan-konsep-dasar-pendidikan-inklusif-adalah-
pe.html#:~:text=PENDAHULUAN-,A.,tentang%20Hak%20anak%2C%201989).

Anda mungkin juga menyukai