Anda di halaman 1dari 14

TUGAS KELOMPOK

DASAR-DASAR ILMU EKONOMI MAKRO ISLAM


Dosen Pengampu : Zurkarnaen, ME.Sy.

Kebijakan Moneter Dalam Ekonomi Islam

Di Susun Oleh:
Kelompok I (Satu)
1. Defriza Mahyudin
2. Thasya Rekha Putri

Semester IIIc
Program Studi Ekonomi Syari’ah
Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Natuna
Tahun Akademik 2020/2021
KEBIJAKAN MONETER DALAM EKONOMI ISLAM

1. DEFINISI
Kebijakan Moneter adalah suatu usaha dalam mengendalikan keadaan ekonomi makro
agar dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan melalui pengaturan jumlah uang
yang beredar dalam perekonomian. Sasaran yang ingin dicapai adalah memelihara
kestabilan nilai uang baik terhadap factor internal maupun eksternal. Stabilitas nilai
uang mencerminkan stabilitas harga yang pada akhirnya akan mempengaruhi realisasi
pencapaian tujuan pembangunan suatu Negara, seperti pemenuhan kebutuhan dasar,
perluasan kesempatan kerja, pertumbuhan ekonomi riil yang optimum dan stabilitas
ekonomi.
a. Instrument kebijakan moneter islam :
Instrument yang di perlukan dalam kebijakan moneter Islam diharapkan tidak hanya
akan membantu mengatur penawaran uang seirama terhadap permintaan rill terhadap
uang, tetapi juga memenuhi kebutuhan untuk membiyayai deficit pemerintah yang
benar-benar rill dan mencapai sasaran sosioekonomi masyarakat Islam lainnya.
Tujuan dari kebijakan moneter adalah sebagai berikut ini:
1. Menjaga kestabilan ekonomi artinya pertumbuhan arus barang dan jasa seimbang
dengan pertumbuhan arus barang dan jasa yang tersedia.
2. Menjaga kestabilan harga yaitu harga suatu barang merupakan hasil interaksi antara
jumlah uang yang beredar dengan jumlah uang yang tersedia dipasar.
3. Meningkatkan kesempatan kerja yaitu pada saat perekonomian stabil pengusaha
akan mengadakan investasi untuk menambah jumlah barang dan jasa sehingga
adanya investasi akan membuka lapangan kerja baru sehingga memperluas
kesempatan kerja mayarakat.
4. Memperbaiki neraca perdagangan kerja masyarakat yaitu dengan jlan
meningkatkan ekspor dan mengurangi impor dari luar negeri yang masuk kedalam
negeri atau sebaliknya.

2. SEJARAH DAN HUKUM BANK DALAM ISLAM


Konsep dari sistem perbankan Islam sejatinya telah ada sejak masa Rasulullah.
Sebagaimana konsep murabahah atau kemitraan yang digunakan oleh umat Muslim
dalam berbisnis yang sudah ada selama berabad-abad. Namun demikian seperti dilansir
Pakistan Observer pada Jumat (21/2) sistem perbankan Islam sendiri baru muncul pada
1963 di Mesir. Perbankan Islam kala itu didirikan oleh Ahmed Al Najjar.

Fitur utama lembaga yang didirikan Al Najjar adalah pembagian keuntungan


berdasarkan filosofi syariah yang tak berbasis bunga. Perbankan yang didirikannya
berbeda dengan bank konvensional yang membayar atau membebankan bunga atas
transaksi. Pada 1974, Organisasi Negara-negara Islam (OKI) mendirikan perbankan
Islam pertama yang disebut Islami Development Bank atau IDB. Dengan model bisnis
dasarnya memberikan bantuan keuangan dan dukungan bagi hasil. 

Ide perbankan Islam pun berkembang pada tahun yang sama Bank Islam komersial
pertama berdiri di Dubai, Ini Emirat Arab. Di tahun yang sama IDB berdiri sebagai
bank pan-Islam antar pemerintah. Tujuan utama IDB yakni untuk membiayai proyek-
proyek pembangunan negara-negara Muslim sesuai dengan aturan dan etika keuangan
Islam. 

Beberapa tahun setelahnya tepatnya pada 1977, muncul Bank Islam Faisal di Mesir
Sudan. Dan, Bank Islam Bahrain serta Bank Islam Yordania yang terbentuk pada 1978. 

Pada pertengahan 1980-an lembaga-lembaga perbankan yang baru dibentuk berdasarkan


prinsip-prinsip Islam itu pun menjadi bagian yang mapan. Perbankan Islam pun menjadi
arus utama di Timur Tengah dan Asia Selatan. 

Perbankan Islam terus tumbuh dan menyebar ke seluruh Asia Selatan dan Timur. Tak
hanya itu bank-bank etis dan lembaga keuangan berdasarkan prinsip-prinsip Islam juga
menyebar di negara-negara minoritas muslim seperti Inggris, Luxemburg, Denmark
Australia, India dan Amerika Serikat. 

Pada akhirnya banyak Muslim berbondong-bondong menjadi nasabah perbankan yang


baru ini. Bukan karena saja alasan etis dan agama namun juga karena perbankan dengan
prinsip Islam memberikan layanan profesional dan ramah kepada pelanggan. 

Perbankan Islam pun berkembang di Pakistan. Hal ini dilatarbelakangi permintaan


khususnya dari para pemuka agama tentang bunga yang harus dihilangkan dari sistem
keuangan Pakistan. Dalam konstitusi Pakistan itu dimasukan bahwa salah satu tujuan
negara yakni untuk menghilangkan riba berupa bunga dari sistem ekonomi negara. Pada
1947 hingga 1960 penghapusan bunga dari ekonomi Pakistan pun menarik perhatian
banyak ahli namun demikian tak ada upaya nyata yang dilakukan untuk menemukan
alternatif dari sistem berbasis bunga. 

Pada 1960 hingga 1977 Dewan Ideologi Islam (CII) mengajukan sejumlah laporan pada
pemerintah yang memeriksa makna riba. Dalam semua laporan itu dengan tegas
dinyatakan bahwa bunga saat ini yang dibebankan dalam sistem keuangan negara itu
dilarang dalam Islam dengan istilah Riba.

Dari 1977 sampai 1980, Dewan Ideologi Islam dan para ahli dari Bank Negara Pakistan
mengerjakan rincian dan mengusulkan langkah-langkah konkret untuk menghilangkan
riba dari ekonomi.

Pada 2002, Bank Negara Pakistan menerbitkan Lisensi Perbankan Islam pertama untuk
menawarkan Produk dan Layanan Perbankan Syariah di Negara tersebut. Saat ini, lima
Bank Syariah dan berbagai bank konvensional menawarkan Produk dan Layanan
Perbankan Syariah di Negara ini.

Perbankan syariah di Indonesia berdiri tidak lebih didasari oleh


tuntutan ideologi dan tuntutan agama, terlebih ketika melihat negaranegara yang sudah
menerapkan perbankan syariah. Melihat Pancasila sila
pertama disebutkan, “Ketuhanan Yang Maha Esa”, menunjukkan bahwa
Indonesia adalah negara yang berdasarkan pada Agama.10 Merujuk pada
sila itulah masyarakat Muslim di Indonesia menuntut perlu dibentuknya
sebuah undang-undang yang mengatur hukum perbankan sesuai dengan
ajaran Islam.
Islam melarang tegas mengenai praktek riba, bahkan ayat yang
melarang riba diturunkan melalui empat tahap, yakni:

Tahap pertama, menolak anggapan bahwa pinjaman riba seolah olah menolong mereka
yang membutuhkan dan sebagai suatu perbuatan
untuk mencari keridhaan Allah SWT. Dalam Al-Quran (30:39)
“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia menambah pada
harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan, apa yang
kamu berikam berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan
Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang yang melipatgandakan
(pahalanya).”

Tahap kedua, riba adalah sesuatu yang buruk, dan Allah SWT
akan memberi siksa yang pedih bagi Yahudi yang memakan riba. Dalam
Al-Quran (4:160-161),
“Maka, disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas
mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi
mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah,
dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah
dilarang darinya, dn karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang bathil.
kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka
itu siksa yang pedih.”

Tahap ketiga, pengharaman riba dikaitkan dengan tambahan yang


berlipat ganda. Dalam Al-Quran (3: 130)
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan
berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat
keberuntungan”.

Tahap terakhir, Allah dengan jelas dan tegas mengharamkan riba


secara menyeluruh. Dalam Al-Quran (2: 278-279),
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa
riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka, jika
kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah bahwa
Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan, jika kamu bertaubat (dari
pengambilan riba) maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak akan menganiaya
dan tidak pula dianiaya”
Terdapat tiga periode dalam perkembangan perbankan syariah
di Indonesia. Pertama, periode pengenalan (introduction). Dimulai dari
awal bank syariah berdiri pada tahun 1992 hingga tahun 1997. Kedua,
periode pengakuan (recognizition). Bermula pada saat krisis moneter
di tahun 1997. Mayoritas bank mengalami bencana hingga bangkrut
kecuali Bank Muamalat. Ini merupakan pembuktian bahwa bank Islam
itu tangguh. Setelah peristiwa krisis moneter tersebut, Bank Indonesia
mulai membereskan undang-undangnya, peraturannya, bahkan pihakpihak dalam
perbankan syariah tersebut. Ketiga, periode pemurnian
(purification). Kenapa pemurnian? Karena sudah mulai banyak masalah
dalam bank syariah. Timbulnya masalah ini disebabkan oleh bank-bank
syariah yang mulai mengikuti pola bank konvensional.

3. INSTRUMEN DAN MENEJEMEN MONETER ANTAR KONVENSIONAL DAN


ISLAM.
Dasar pemikiran dari manajemen moneter dalam konsep Islam adalah terciptanya
stabilitas permintaan uang dan mengarahkan permintaan uang tersebut kepada tujuan
yang penting dan produktif. Sehingga, setiap instrumen yang akan mengarahkan kepada
instabilitas dan pengalokasian sumber data yang tidak produktif akan ditinggalkan.
Dalam teori Keynes telah dikenal bahwa adanya permintaan spekulatif akan uang pada
dasarnya dipengaruhi oleh keberadaan suku bunga (the teory of liquidity preference).
Pergerakan suku bunga merupakan refleksi pergerakan permintaan uang secara
sppekulatif. Semakin tinggi permintaan uang untuk spekulatif, maka semakin rendah
tingkat bunga yang berlaku di pasar.
Begitu juga sebaliknya, apabila permintaan uang spekulatif menurun, maka tingkat
suku bunga akan relatif meningkat. Penghapusan suku bunga dan adanya kewajiban
pembayaran pajak atas biaya produktif yang menganggur dalam manajemen moneter
Islam akan menghilangkan insentif orang untuk memegang uang yang menganggur
(idle fund) sehingga mendorong orang untuk melakukan :
1. Qard ( meminjamkan uang kepada orang lain)
2. Penjualan muajjal
3. Mudharabah.
Para pemilik dana akan menginvestasikan dananya pada kegiatan yang memberikan
keuntungan aktual terbesar (actual return), jadi semakin tinggi permintaan uang untuk
investasi di sektor riil atau kebutuhan akan persediaan dana untuk investasi semakin
besar, maka tingkat keuntungan harapan yang akan diberikan akan relatif menurun.
Karena besar nya tingkat actual return ini tidak berflukstuasi seperti halnya suku bunga
maka akan menjadikan permintaan uang akan lebih stabil. Penggunaan bunga sebagai
opportunity cost tidak memberikan jaminan terhadap penggunaan dana yang tersedia.[2]
Dalam kata lain, tidak ada mekanisme kontrol dari suku bunga dalam mengalokasikan
untuk apa dana pinjaman tersebut digunakan. Di satu sisi, bunga merupakan biaya
modal (cost of capital) yang sudah pasti harus dibayar di masa yang akan datang,
peristiwa ini menjadikan para peminjam dana berusaha untuk mendapatkan nilai tambah
dana tersebut guna menutupi biaya bunga. Jika tidak ada mekanisme kontrol disertai
dengan rentannya fluktuasi suku bunga, maka memungkinkan dana akan dialokasikan
untuk usaha-usaha yang tidak bersinggungan dengan sektor riil, karena dasar
pengambilan keputusan mereka bukanlah nilai tambah di sektor riil, akan tetapi nilai
tambah akan uang yang bisa didapatkan dari dunia maya dan bukannya sektor riil.
Perilaku ini akan mengurangi sumber dana pinjaman diinvestasikan di sektor riil.
Dalam strategi manajemen moneter Islam, ketika ada penurunan actual return dari
investasi sektor riil (kondisi ekonomi sedang lesu), maka hal ini akan direspon oleh para
pemegang dana untuk mengurangi investasinya dan cenderung lebih senang memegang
uang kas riil. Dan apabila itu terjadi, kebijakan yang akan ditempuh pemerintah adalah
meningkatkan biaya atas aset atau dana yang tidak digunakan (dues of idle fund).
Kebijakan ini akan memposisikan pemilik dana menanggung sejumlah biaya dari
pengangguran uang. Akibatnya mereka akan menginvestasikan uangnya dan
menurunkan permintaan uang kas riil.
Strategi dasar dalam manajemen moneter Islam menurut mazhab kedua (mazhab
mainstream ) adalah :
a) Tidak adanya suku bunga sebagai biaya dari modal (cost of capittal) dan
dikenakannya pajak bagi aset produktif yang dibiarkan menganggur atau tidak
digunakan (dues on idle fund), hal ini bertujuan untuk mendorong pemilik modal untuk
menginvestasikan sejumlah kekayaannya pada sektor riil yang produktif.
b) Adanya mekanisme sistem bagi hasiil dalam transaksi syirkah akan memberikan
kesempatan yang luas bagi masyarakat untuk secara bersama-sama ikut serta dalam
kegiatan perekonomian, yang pada akhirnya terjadi pemerataan kesempatan kerja dan
distribusi pendapatan dapat tercapai. Pemerataan pendapatan akan terealisasikan ketika
kesempatan berusaha dapat dimiliki oleh semua orang.
c) Terciptanya kepastian berusaha yang didukung dengan tidak adanya suku bunga
yang ditentukan di muka dalam transaksi pinjam-meminjam. Sedangkan satu-satunya
perhitungan biaya dana pinjaman yang ditentukan di muka adalah perhitungan resiko
bagi hasil (profit sharing ratio), sedangkan besarnya bagi keuntungan yang harus
ditanggung oleh peminjam dana adalah besarnya nisbah bagi hasil dikalikan dengan
keuntungan aktual yang didapat.

Strategi dasar manajemen moneter Islam menurut mazhab ketiga, yaitu :


1) Bahwa penawaran uang (Ms) mengikuti besarnya permintaan uang (Md), atau
dengan kata lain keseimbangan Ms = Md selalu terjaga. Sedangkan Md merupakan
fungsi dari Permintaan Agregatif (AD). Dengan kata lain, Ms juga merupakan fungsi
dari Permintaan Agregatif (AD).
2) Bahwa penentuan besarnya Ms yang merupakan refleksi dari Md ditentukan melalui
shuratic process (proses musyawarah) yang melibatkan para pelaku ekonomi di sektor
riil.
3) Shuratic process akan efektif bila masyarakat mempunyai pengetahuan merata
(induced knowledge).

Manajemen Moneter Konvensional


Adanya ketidak teraturan dan hubungan antara variabel dalam perekonomian seringkali
menjadikan kita sulit untuk mengidentifikasi alur suatu kebijakan meneter mencapai
tujuannya. Sehingga banyak pihak masih melihat bahwa mekanisme moneter seperti
halnya black box.
Dengan demikian, perlu kiranya kita sedikit mengurangi dan memahami proses yang
terjadi di dalamnya. Pada dasarnya, ada dua paradikma dalam memahami mekanisme
transmisi moneter, yakni apa yang disebut dengan paradikma uang pasif dan paradika
uang aktif. Perbedaan antar dua paradikma ini terletak dari penggunaan sasaran
operasional yang digunakan dalam mekanisme moneternya:
1. Uang pasif
Paradikma uang pasif percaya bahwa kesenjangan output merupakan kausal utama
dalam mekanisme transmisi. Dalam paradikma ini suku bunga jangka pendek dan nilai
tukar dijadikan sebagai sasaran antar (intermediate objective) yang pada gilirannya akan
memengaruhi perkembangan besaran permintaan, kesenjangan output dan ekspektasi
inflasi. Dalam paradikma uang pasif ini uang dinyatakan sebagai variabel endogen yang
mana otoritas moneter tidak mempunyai kemampuan secara penuh untuk mengatur
jumlah uang beredar. Asumsi yang digunakan dalam paradigma endogeneous
konvensional ini adalah:
a) Jumlah uang beredar adalah dependent terhadap suku bunga, uang adalah variabel
endogen.
b) Instrumen meneter yang dijadikan sasaran operasional bank sentral bukanlah
jumlah uang beredar melainkan suku bunga.
Sasaran pokok yang ingin dicapai oleh paradigma ini adalah tercapainya target inflasi
yang telah ditetapkan sebelumnya (price targeting) dengan menggunakan sasaran suku
bunga jangka pendek sebagai instrumen moneternya. Instrumen moneter (suku bunga)
suku bunga jangka pendek dan nilai tukar agregat demand, kesenjangan output dan
ekspektasi inflasi inflasi.[1]
2. Uang Aktif
Paradikma uang aktif percaya bahwa likuiditas merupakan klausa utama dalam
mekanisme tranmisi moneter. Dalam paradikma ini suku bunga di anggap sebagai
resultante biasa yang terjadi dalam mekanisme tranmisi moneter. Paradikma uang aktif
dalam teori konvensional menganggap bahwa uang sebagai variable exogen yang
bentuk kurva penawaran bersifat inelastik sempurna. Sasaran pokok yang ingim dicapai
dengan kebijakan paradigma ini adalah terkendalinya tingkat inflasi dengan
menggunakan besaran moneter (jumlah uang beredar)sebagai sasaran operasional.
Instrumen moneter (besaran jumlah uang beredar) target operasional target antara
inflasi.
Kebijakan dan Instrumen Moneter Konvensional Sistem moneter konvensional
bersumber pada teori permintaan uang yang dikemukakan oleh John Maynard
Keynes (1936). Keynes mengemukakan bahwa permintaan uang didorong atas motif
untuk keperluan transaksi, menghadapi masa depan (berjaga-jaga), dan untuk
kebutuhan mencari penghasilan dengan cara membeli surat berharga (obligasi).
Teori ini masih diadopsi hingga kini dengan berbagai koreksi. Pada prinsipnya sistem
moneter mengupayakan terciptanya kondisi makro ekonomi yang mencakup pada
pertumbuhan ekonomi, terjaganya stabilitas harga, dan tingkat.

4. PASAR UANG ANTAR BANK SYARIAN (PUAS)


Pasar uang (money market) adalah pasar yang memperjualbelikan surat berharga jangka
pendek yang jangka waktunya tidak lebih dari 1 tahun, seperti sertifikat bank indonesia
(SBI), surat berharga pasar uang, serfifikat deposito, interbank call money, banker’s
acceptance, commercial paper, treasury bills, repurchase agreement, dan foreign
exchange market. Bank syariah dapat mengalami kekurangan likuiditas disebabkan oleh
perbedaan jangka waktu antara penerimaan dan penanaman dana atau kelebihan
likuiditas yang dapat terjadi karena dana yang terhimpun belum dapat disalurkan kepada
pihak yang memerlukan. Dalam rangka peningkatan efisiensi pengelolaan dana, bank
yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah
memerlukan adanya pasar uang antarbank (interbank call money).
Ketentuan Umum pasar uang antarbank berdasarkan kepada Fatwa MUI adalah :
1. Pasar uang antarbank yang tidak dibenarkan menurut syariah yaitu pasar uang
antarbank yang berdasarkan bunga.
2. Pasar uang antarbank yang dibenarkan menurut syariah yaitu pasar uang antarbank
yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah.
3. Pasar Uang Antarbank berdasarkan prinsip Syariah adalah kegiatan transaksi
keuangan jangka pendek antarpeserta pasar berdasarkan prinsip-prinsip syariah.
4. Peserta pasar uang sebagaimana tersebut dalam butir 3. adalah: a. bank syariah
sebagai pemilik atau penerima dana bank konvensional hanya sebagai pemilik dana

Ketentuan Khusus pasar uang antarbank


1. Akad yang dapat digunakan dalam Pasar Uang Antar bank berdasarkan prinsip
Syariah adalah:
a. Mudharabah (Muqaradhah)/ Qiradh b. Musyarakah
c. Qardh
d. Wadi’ah
e. Al-Sharf
2. Pemindahan kepemilikan instrumen pasar uang sebagaimana tersebut dalam butir 1.
menggunakan akad-akad syariah yang digunakan dan hanya boleh dipindahtangankan
sekali.
Perbedaan Pasar Uang Syariah dan Konvesional
Pada dasarnya kedua pasar memiliki beberapa fungsi yang sama, diantaranya sebagai
pengatur likuiditas. Jika bank kelebihan likuiditas maka mereka akan menggunakan
instrumen pasar uang untuk investasi, dan apabila kekurangan likuiditas akan
menerbitkan instrumen untuk mendapatkan dana tunai. Perbedaan mendasar diantara
keduanya yaitu adalah dalam hal mekanisme penerbitan dan sifat instrumen itu sendiri.
Pada pasar uang konvensional instrumen yang diterbitkan adalah instrumen hutang yang
dijual dengan diskon dan didasarkan atas perhitungan bunga.
1. Instrumen Pasar Uang di Indonesia:
Instrumen atau surat-surat berharga yang diperjual belikan di pasar uang Indonesia
adalah:
(1). Sertifikat Bank Indonesia (SBI) Instrumen utang yang diterbitkan oleh pemerintah
atau bank sentral atas unjuk dengan jumlah tertentu yang akan dibayarkan kepada
pemegang pada tanggal yang telah ditetapkan Instrumen ini berjangka waktu jatuh
tempo satu tahun atau kurang.
(2). Surat Berharga Pasar Uang (SBPU) Surat - surat berharga berjangka pendek yang
dapat diperjualbelikan secara diskonto dengan BI atau lembaga diskonto yang ditunjuk
oleh BI.
(3). Sertifikat Deposito Instrumen keuangan yang diterbitkan oleh suatu bank atas unjuk
dan dinyatakan dalam suatu jumlah, jangka waktu dan tingkat bunga tertentu. Sertifikat
Deposito adalah deposito berjangka yang bukti simpanannya dapat diperdagangkan.
Ciri pokok yang membedakannya dengan deposito berjangka terletak pada sifat yang
dapat dipindah tangankan atau diperjualbelikan sebelum jangka waktu jatuh temponya
melalui
lembaga - lembaga keuangan lainnya.
(4). Commerecial Paper Promes yang tidak disertai dengan jaminan yang diterbitkan
oleh perusahaan untuk memperoleh dana jangka pendek dan dijual kepada investor
dalam pasar uang.
(5). Call Money Kegiatan pinjam meminjam dana antara satu bank dengan bank lainnya
untuk jangka waktu pendek.
(6). Repurchase Agreement Transaksi jual surat-surat berharga disertai dengan
perjanjian bahwa penjual akan membeli kembali surat-surat berharga yang dijual
tersebut pada tanggal dan dengan harga yang telah ditetapkan lebih dahulu
(7). Banker's Acceptence. Suatu instrumen pasar uang yang digunakan untuk
memberikan kredit pada eksportir atau importir untuk membayar sejumlah barang atau
untuk membeli valuta asing

2. Pasar Uang Antar Bank


Pasar uang antar bank atau sering juga disebut interbank call money market merupakan
salah satu sarana penting untuk mendorong pengembangan pasar uang. Pasar uang antar
bank pada dasarnya adalah kegiatan pinjam meminjam dana antara satu bank dengan
bank lainnya untuk jangka waktu pendek. Dana di pasar uang ini disebut call money
karena transakasinya biasanya di lakukan melalui telepon atau alat komunikasi
elektronik lain. Hal ini sesuai dengan definisi baku dari BI yang menyatakan pasar uang
antar bank sebagai kegiatan pinjam meminjam dana jangka pendek antar bank yang
dilakukan melalui jaringan komunikasi elektronis. Mekanisme pasar uang ini dapat di
laksanakan memlalui proses kliring dan di luar proses kliring.

2.1. Pasar Uang Antar bank Melalui Perhitungan Kliring Terbagi atas:
1. Transaksi melalui kliring penyerahan
Transaksi dalam pasar uang melalui kliring dilakukan dengan mekanisme berikut:
a) Bank yang meminjamkan berkewajiban untuk:
- menyerahkan nota kredit untuk peserta yang menerima pinjaman, sejumlah
transaksi yang disetujui oleh pihak yang bersangkutan.
- memperhitungkan nota kredit tersebut sebagai bagian dari nota kredit yang
diserahkan dalam kliring penyerahan.
b) Bank yang menerima pinjaman berkewajiban untuk:
- menerbitkan surat sanggup (aksep/promes) yang ditujukan kepada bank pemberi
pinjaman sesuai dengan transaksi yang disepakati.
- memperhitungkan nota kredit yang diterimanya sebagai bagian dari nota kredit yang
diterima dalam kliring penyerahan.
- menyerahkan tembusan atau fotokopi surat sanggup (aksep/promes) yang
bersangkutan kepada penyelenggara kliring.
c) Pencairan kembali surat sanggup (aksep/promes) dilakukan dengan cara penerbitan
nota debit (N/B) oleh peserta yang memberikan pinjaman sebagai warkat kliring,
sedangkan surat sanggup (aksep/promes) yang bersangkutan dijadikan lampiran dan
Transaksi yang diselenggarakan pada jadwal yang disediakan khusus untuk pasar uang
bank.
Bank yang meminjamkan berkewajiban untuk:
 menyerahkan nota kredit untuk peserta yang menerima pinjaman sejumlah transaksi
yang disetujui oleh pihak yang bersangkutan.
 mencantumkan jumlah transaksi tersebut pada bilyet saldo kliring sebagai komponen
dana pasar uang yang diserahkan.
Bank yang menerima pinjaman berkewajiban untuk:
 menerbitkan surat sanggup (aksep/promes) yang ditujukan kepada bank pemberi
pinjaman sesuai dengan transaksi yang disepakati.
 mencantumkan jumlah transaksi tersebut pada bilyet saldo Miring sebagai
komponen dana pasar uang yang diterima.
 menyampaikan tembusan atau fotokopi surat sanggup (aksep/promes) yang
bersangkutan kepada penyelenggara kliring.
Pencairan kembali surat sanggup (aksep/promes) dilakukan dengan cara seperti tersebut
diatas.
Tata Cara Pinjam-meminjam di Luar Perhitungan Kliring
Jika hal pelaksanaan transaksi tersebut dilakukan diluar kliring, maka:
a. Bank yang menerima pinjaman berkewajiban:
- Menerbitkan surat sanggup (aksep/promes) yang ditujukan kepada bank pemberi
pinjaman sesuai dengan transaksi yang disepakati.
- Menyampaikan tembusan atau fotokopi surat sanggup (aksep/promes) yang
bersangkutan kepada Bank Indonesia.
b. Bank yang memberikan pinjaman harus menyelesaikan transaksi tersebut menurut
cara yang disepakati dengan pihak penerima pinjaman.
c. Pencairan kembali surat sanggup (aksep/promes) dapat dilakukan dengan cara seperti
diatas.

3. Kebutuhan Bank Syariah Akan Pasar Uang


Pemicu utama kebangkrutan bank, baik bank yang besar maupun bank yang kecil,
bukanlah karena kerugian yang diderita bank tersebut, melainkan lebih kepada
ketidakmampuan suatu bank untuk memenuhi kebutuhan likuiditasnya .
memenuhi kewajibannya, terutama kewajiban pendanaan dalam jangka pendek. Dari
sudut aktiva, likuiditas adalah kemampuan bank untuk mengubah seluruh aset menjadi
bentuk tunai. Sedangkan dari sudut pasiva, likuiditas adalah kemampuan bank
memenuhi kebutuhan dana melalui peningkatan portofolio liabilitas. Pengelolaan
likuiditas merupakan suatu fungsi terpenting yang dilaksanakan oleh lembaga
perbankan. Untuk terlaksananya fungsi pengelolaan likuiditas secara efisien dan
menguntungkan diperlukan adanya instrumen dan pasar keuangan terjadinya penarikan
dalam jumlah besar, baik untuk dana-dana dari wadiah atapun mudharabah. Pada
umumnya bank akan mengalami kesulitan likuiditas jika:
 Tidak ada Inter-Bank Money Market Syariah
 Tidak ada fasilitas yang berbasis syariah dari Bank Sentral sebagai lender of last
resort
 Bank Syariah dilarang meminjam dana berbunga, untuk mengganti dana-dana yang
ditarik oleh nasabahnya.
Dalam keadaan yang sangat mendesak, untuk mengatasi perbankan syariah yang
mengalami kesulitan likuiditas jangka pendek karena arus dana yang masuk ke bank
tersebut lebih kecil dibanding arus dana yang keluar pada saat kliring, Bank Indonesia
telah mengeluarkan ketentuan tentang Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek bagi
Perbankan Syariah. Hal ini dilakukan jika alternatif pembiayaan lain tidak dapat
diperoleh bank syariah untuk mempertahankan likuiditasnya.
Karena surat-surat berharga yang ada di pasar keuangan konvensional, kecuali saham,
berbasis pada sistem bunga, perbankan syariah menghadapi kendala karena mereka
tidak diperbolehkan untuk menjadi bagian dari aktiva atau pasiva yang berbasis bunga.
Masalah ini baik yang bersifat jangka pendek maupun jangka panjang.
Salah satu masalah likuiditas yang mungkin dihadapi oleh bank syariah adalah kondisi
Likuiditas adalah kemampuan bank untuk berdampak negatif bagi pengelolaan
likuiditas maupun pengelolaan investasi jangka panjang. Cepat atau lambatnya mereka
keluar dari masalah ini, akan tergantung pada kecepatan, keagresifan dan keefektifan
mereka membangun instrumen dan teknik yang memungkinkan tercapainya fungsi
intermediasi dua arah bagi Perbankan Islam. Mereka barus menemukan jalan dan alat
pengembangan instrumen keuangan berbasis syariah yang marketable, dimana
portofolio yang dihasilkan oleh Perbankan Islam dapat dipasarkan di pasar keuangan
yang lebih luas. Dalam rangka menyediakan sarana untuk penanaman dana atau
pengelolaan dana berdasarkan prinsip syariah di Indonesia, strategi pertama itu telah
direalisasikan oleh Bank Indonesia, melalui Peraturan Bank Indonesia
nomor2/8/PBI/2000 tanggal 23 Februari 2000 tentang Pasar Uang Antar bank
Berdasarkan Prinsip Syariah (PUAS). Peserta PUAS terdiri atas Bank Syariah dan Bank
Konvensional. Bank Syariah dapat melakukan penanaman dana dan atau pengelolaan
dana, sedangkan Bank Konvensional hanya dapat melakukan penanaman
dana.Instrument yang digunakan dalam PUAS itu adalah berupa Sertifikat Investasi
Mudharabah Antarbank (Sertifikat IMA). Besarnya imbalan atas Sertifikat IMA
mengacu pada tingkat imbalan bagi hasil investasi mudharabah bank penerbit sesuai
dengan jangka waktu penanaman dan nisbah bagi hasil yang disepakati.

Anda mungkin juga menyukai