Anda di halaman 1dari 2

DISKUSI LIVE PERTEMUAN 6

1. Modal kerja adalah investasi dalam aset jangka pendek atau investasi dalam aset lancar. Modal kerja
dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu modal kerja kotor dan modal kerja bersih. Modal kerja kotor
adalah jumlah aset/harta lancar, dan modal kerja bersih adalah jumlah aset lancar dikurangi jumlah
utang lancar. Manajemen modal kerja mengelola harta lancar dan utang lancar agar harta lancar selalu
lebih besar daripada utang lancar. Menurut Gitman (2001), modal kerja adalah jumlah harta lancar yang
merupakan bagian dari investasi yang bersirkulasi dari satu bentuk ke bentuk yang lain dalam suatu
kegiatan bisnis. Sementara menurut Weston dan Brigham (1986), manjemen modal kerja adalah
investasi perusahaan dalam jangka pendek: kas, suratsurat berharga (efek), piutang, dan persediaan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa modal kerja adalah selisih antara aktiva lancar dan hutang lancar.
Dengan demikian modal kerja merupakan investasi dalam kas, surat-surat berharga, piutang dan
persediaan dikurangi hutang lancar yang digunakan untuk melindungi aktiva lancar.

2. Modal kerja sangat penting untuk menentukan tingkat likuiditas suatu perusahaan, karena semakin
baik modal kerja yang dikelola maka semakin baik pula tingkat likuiditasnya. Adanya modal kerja akan
memungkinkan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek yang berguna untuk
menjalankan kegiatan usaha sehari-hari. Pada saat yang sama, dari segi likuiditas menunjukkan
kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya. Menurut Riyanto (2010), setiap perusahaan
selalu membutuhkan modal kerja untuk mendanai operasional sehari-hari, seperti memberikan
tambahan pembelian bahan baku, membayar upah tenaga kerja, gaji karyawan, dll. Estimasi
pengeluaran atau dana tersebut dapat diperoleh kembali, dalam jangka pendek Melalui penjualan
produknya tepat waktu. Jumlah modal kerja yang cukup memungkinkan perusahaan untuk beroperasi
secara ekonomis tanpa mengalami kesulitan keuangan.

3. Dalam buku "Analisis Pelaporan Keuangan", Munawir mengatakan bahwa besarnya modal kerja yang
dibutuhkan perusahaan dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut :

a. Sifat atau tipe dari perusahaan.

Dibandingkan dengan perusahaan jasa, perusahaan industri membutuhkan modal kerja yang lebih
banyak daripada perusahaan dagang atau perusahaan ritel, karena perusahaan yang memproduksi
barang harus menginvestasikan banyak uang dalam persediaan, termasuk bahan baku, barang dalam
proses, dan produk jadi.

b. Waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi atau memperoleh barang yang akan dijual serta harga
persatuan dari barang tersebut.

Semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi atau memperoleh komoditi tersebut,
semakin besar pula modal kerja yang dibutuhkan. Selain itu, biaya per unit barang juga akan
mempengaruhi besar kecilnya modal kerja yang dibutuhkan. Semakin tinggi biaya per unit barang
dagangan yang dijual, semakin besar pula kebutuhan modal kerja untuk membiayainya.

c. Syarat pembelian bahan atau barang dagangan.


Syarat pembelian barang atau bahan dasar yang digunakan untuk memproduksi barang tersebut sangat
mempengaruhi besarnya modal kerja yang dibutuhkan oleh perusahaan yang bersangkutan. Jika kondisi
kredit yang diterima pada saat pembelian menguntungkan, uang tunai yang harus diinvestasikan dalam
penyediaan bahan atau komoditas akan berkurang. Sebaliknya jika pembelian bahan atau barang harus
dibayar dalam waktu yang singkat maka kas yang dibutuhkan untuk membiayai persediaan akan lebih
besar.

d. Syarat penjualan.

Semakin lunak kredit yang diberikan perusahaan kepada pembeli, semakin banyak modal kerja yang
harus diinvestasikan pada bagian piutang. Untuk meminimalkan risiko piutang tak tertagih, perusahaan
menawarkan diskon tunai kepada pembeli. Karena dengan begitu pembeli diharapkan tertarik untuk
membayar utang selama masa diskon.

e. Tingkat perputaran persediaan.

Tingkat perputaran persediaan (inventory turnover) menunjukkan berapa kali persediaan tersebut
diganti, dalam arti dibeli dan dijual kembali. Semakin tinggi tingkat perputaran tersebut, maka jumlah
modal kerja yang dibutuhkan rendah. Untuk mencapai tingkat perputaran yang tinggi, maka harus
disediakan perencanaan dan pengawasan yang teratur dan efisien. Semakin cepat atau semakin tinggi
tingkat perputaran akan memperkecil risiko terhadap kerugian yang disebabkan karena penurunan
harga atau karena perubahan selera konsumen, dan di samping itu akan menghemat ongkos
penyimpanan dalam pemeliharaan selama periode tersebut.

Anda mungkin juga menyukai