Anda di halaman 1dari 11

CENDEKIA UTAMA P-ISSN 2252-8865

Jurnal Keperawatan dan E-ISSN 2598 – 4217


Kesehatan Masyarakat Vol. 10, No.1 Maret 2021
STIKES Cendekia Utama Kudus Tersedia Online:
htpp://jurnal.stikescendekiautamakudus.ac.id

FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STUNTING PADA


BALITA DI KABUPATEN GROBOGAN

Yuwanti 1, Festy Mahanani Mulyaningrum2, Meity Mulya Susanti3


1-3
Universitas An Nuur
Email: yuwanti84@gmail.com

ABSTRAK

Stunting pada anak merupakan masalah gizi yang menjadi masalah nasional, hal ini dikarenakan
stunting berdampak negatif terhadap sumber daya manusia di masa yang akan datang. Riset
Kesehatan Dasar tahun 2013 menunjukkan prevalensi stunting masih sejumlah 37, 2%. Sirkesnas
tahun 2016 mencatat bahwa prevalensi stunting mencapai 33,6 %, hal ini menjadi masalah kesehatan
yang penting dikarenakan masalah stunting berada diatas ambang batas 20 %. Sedangkan Stunting
pada anak balita disebabkan oleh multifaktor seperti konsumsi gizi selama hamil, pengetahuan ibu
tentang gizi, akses pelayanan yang terbatas, akses sanitasi dan kebersihan air yang kurang memadai.
Dampak stunting yaitu penurunan kecerdasan, kerentanan terhadap penyakit, menghambat
pertumbuhan ekonomi dan produktifitas kerja dan memperburuk kesenjangan. Stunting pada balita
dimana tinggi badan lebih pendek dari usia pada umumnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
faktor – faktor yang mempengaruhi kejadian stunting pada balita di Kabupaten Grobogan. Penelitian
ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross – sectional. Populasi penelitian yaitu
seluruh kasus stunting pada balita di wilayah Kabupaten Grobogan. Pengambilan sampel penelitian
dilakukan secara purposive sampling. Data penelitian di analisa menggunakan SPSS for window,
untuk analisa data bivariat menggunakan uji Chi Square, sedangkan data multivariat menggunakan uji
Regresi Logistik. Hasil penelitian diketahui bahwa status gizi, masalah kesehatan pada anak,
kebiasaan makan makanan instan, dan tinggi badan ibu berhubungan dengan stunting pada balita
dengan nilai p value < 0,05. Pantang makanan, riwayat konsumsi tablet besi, riwayat antenatal care,
riwayat penyakit penyerta dalam kehamilan, riwayat pemberian ASI ekslusif, sanitasi air bersih,
lingkungan perokok dan kondisi ekonomi tidak berhubungan dengan kejadian stunting pada balita
dengan p value = > 0,05. Status gizi, tinggi badan ibu, dan kebiasaan makan makanan instan secara
bersama- sama sebagai faktor resiko kejadian stunting pada balita. Kesimpulan dari penelitian ini
yaitu status gizi, masalah kesehatan pada anak, kebiasaan makan makanan instan, dan tinggi badan
ibu berhubungan dengan stunting pada balita

Kata Kunci: Stunting, balita, gizi

ABSTRACT

Stunting in children is a national problem, this is because stunting negatively impacts human
resources in the future. Basic Health Research in 2013 showed the prevalence of stunting was still 37,
2%. Sirkesnas in 2016 noted that the prevalence of stunting reached 33.6 %, this is an important
health issue because the problem of stunting is above the 20% threshold. While stunting in toddlers is
caused by multifactors such as nutrition consumption during pregnancy, maternal knowledge about
nutrition, limited access to services, access to sanitation and inadequate water hygiene. The impact of
stunting is a decrease in intelligence, susceptibility to disease, inhibiting economic growth and
productivity of work and exacerbating inequality. Stunting in toddlers where height is shorter than the
general age. This study aims to find out the factors that influence stunting events in toddlers in
Grobogan Regency. This research is quantitative research with a cross-sectional approach. The
research population is the entire case of stunting in toddlers in grobogan regency area. Research
sampling is conducted purposive sampling. Research data in analysis using SPSS for window, for
bivariate data analysis using Chi Square test, while multivariate data using Logistics Regression test.

74
The results found that nutritional status, health problems in children, instant food eating habits, and
maternal height were associated with stunting in toddlers with a p value of <0.05. Abstinence from
food, history of iron tablet consumption, antenatal care history, history of infectious diseases in
pregnancy, history of exclusive breastfeeding, sanitation of clean water, smoker's environment and
economic conditions not related to stunting events in toddlers with p value = >0.05. Nutritional
status, maternal height, and instant food eating habits together as risk factors for stunting in toddlers.
The conclusions of this study are nutritional status, health problems in children, instant food eating
habits, and maternal height associated with stunting in toddlers

Keywords: Stunting, toddler, nutrition

75
LATAR BELAKANG
Stunting ( balita pendek) di Indonesia merupakan masalah gizi yang masih menjadi
prioritas, hal ini karena permasalahan gizi berdampak pada kualitas sumber daya manusia
(SDM). Prevalensi stunting dari Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013 sejumlah 37,2%,
sedangkan hasil pencatatan status gizi tahun 2016 sebesar 27,5 % jauh lebih besar
dibandingkan dengan batasan WHO < 20 %. Hal ini berarti bahwa terjadi masalah
pertumbuhan tidak maksimal pada 8,9 juta anak Indonesia atau 1 dari 3 anak mengalami
stunting. Stunting merupakan kondisi dimana tinggi badan seseorang lebih pendek dari usia
umumnnya (Kemendesa, 2017).
Stunting disebabkan oleh masalah asupan gizi yang dikonsumsi selama kandungan
maupun masa balita. Kurangnya pengetahuan ibu mengenai kesehatan dan gizi sebelum masa
kehamilan, serta masa nifas, terbatasnya layanan kesehatan seperti pelayanan antenatal,
pelayanan post natal dan rendahnya akses makanan bergizi, rendahnya akses sanitasi dan air
bersih juga merupakan penyebab stunting.
Multi faktor yang sangat beragam tersebut membutuhkan intervensi yang paling
menentukan yaitu pada 1000 HPK ( 1000 hari pertama kehidupan ). Faktor Penyebab stunting
juga dipengaruhi oleh pekerjaan ibu, tinggi badan ayah, tinggi badan ibu, pendapatan, jumlah
anggota rumah tangga, pola asuh, dan pemberian ASI eksklusif (Wahdah, Juffrie, & Huriyati,
2015), selain itu stunting juga disebabkan oleh beberapa faktor lain seperti pendidikan ibu,
pengetahuan ibu mengenai gizi, pemberian ASI eksklusif, umur pemberian MP-ASI, tingkat
kecukupan zink dan zat besi, riwayat penyakit infeksi serta faktor genetik. (Aridiyah,
Rohmawati, & Ririanty, 2015)
Prevalensi stunting di Indonesia berdasarkan Riskesdas tahun 2018 mengalami
penurunan sekitar 7,2 % dari 37, 2 % prevalensi stunting secara Nasional tahun 2017 namun
angka ini masih dibawah target yang di tetapkan oleh WHO yaitu dibawah 20 %. Prevalensi
stunting di Jawa Tengah memberikan kontribusi sebanyak 28 % dan menduduki peringkat 9
dari seluruh propinsi di Jawa Tengah 2018 meskipun data ini lebih baik jika dibandingkan
dengan tahun 2016 yang menduduki peringkat 13. Kabupaten Grobogan sebagai salah satu
provinsi dengan angka stunting yang besar hingga dalam pada tahun 2017 ada beberapa
wilayah yang masuk dalam 1.000 desa prioritas penanganan stunting.
Stunting pada balita memberikan dampak yang besar terhadap kesehatan anak untuk masa
sekarang maupun masa mendatang. Stunting dan masalah gizi lainnya dapat dicegah terutama
pada 1.000 hari pertama kehidupan dan upaya lain seperti Pemberian makanan tambahan, dan
fortifikasi zat besi pada bahan pangan.

METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasi dengan pendekatan cross sectional. Penelitian
dilakukan di wilayah Kabupaten Grobogan, dengan populasi balita stunting usia 0 – 59 bulan.
Jumlah sampel dalam penelitian ini 90 orang. Analisis data bivariat menggunakan Chi Square
dan analisis data multivariat menggunakan Regresi logistik.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Berdasarkan hasil analisis univariat diketahui Jumlah responden balita stunting sebanyak
90 orang dengan status sangat pendek sebanyak 26 orang ( 28,9%), dan pendek sejumlah 64
orang ( 71,1%). Usia balita yang menjadi responden 0-5 tahun dengan jenis kelamin
perempuan sejumlah 44 orang ( 48,9%), dan berjenis kelamin laki-laki sejumlah 46 orang (
51,1%). Status gizi responden diketahui gizi buruk sejumlah 17 orang (18,9%), gizi kurang
sejumlah 16 orang ( 17,8), dan gizi baik sejumlah 57 orang ( 63,3%). Jumlah responden
dengan ibu yang memiliki tinggi badan < 150 cm sejumlah 44 orang (48,(%), dan responden

76
dengan ibu yang memiliki tinggi badan > 151 cm sejumlah 46 orang ( 51,1%). Jumlah
responden dengan riwayat ibu mengkonsumsi tablet Fe sejumlah 79 orang ( 87,8%),
sedangkan responden dengan riwayat ibu yang tidak mengkonsumsi Fe sejumlah 11orang (
12,2%). Jumlah responden yang memiliki riwayat melakukan Antenatal care 87 orang (
96,7%), sedangkan yang tidak melakukan antenatal care sejumlah 3 orang ( 3,3%). Jumlah
responden yang memiliki ibu dengan penyakit penyerta dalam kehamilan 14 orang ( 15,6%),
dan responden yang tidak memilki riwyat penyakit penyerta dalam kehamilan sejumlah 76
orang ( 84,4%), jumlah responden yang memiliki riwayat pemberian ASI ekslusif sejumlah
64 orang ( 71,1), dan tidak diberikan ASI Ekslusif sejumlah 26 orang ( 28,9%). Jumlah
responden dengan masalah kesehatan pada anak sejumlah 51 orang ( 56,7%), dan yang tidak
memiliki masalah kesehatan sejumlah 39 orang ( 43,3%). Jumlah responden yang memiliki
kebiasaan makan makanan instan sejumlah 37 orang ( 41,1%), dan yang tidak ada kebiasaan
makan makanan instan sejumah 53 orang ( 58,9%). Jumlah responden dengan kepemilikan
dan pemanfaatan pekarangan sejumlah 37 orang ( 41,1%), sedangkan tidak memilkiki dan
tidak memanfaatkan pekarangan sejumlah 53 orang ( 58,9%). Jumlah responden dengan
kepemilikan sumber air bersih sejumlah 87 orang ( 96,7%), sedangkan yang tidak memilki
sumber air bersih sejumlah 3 orang ( 3,3%). Jumlah responden yang tinggal dengan
lingkungan perokok sejumlah 66 orang ( 73,3%), sedangkan tidak tinggal dalam lingkungan
perokok sejumlah 26,7%. Jumlah responden dengan keluarga ekonomi cukup sejumlah 29
orang (32,2%), sedangkan jumlah responden dengan ekonomi kurang sejumlah 61 orang
(67,8%).
Tabel 1
Hubungan faktor – faktor yang mempengaruhi stunting pada balita.
Stunting

Sangat pendek Pendek

N % N % df p value
Status gizi
Gizi buruk 16 94,10 1 5,90
Gizi kurang 8 50,00 8 50,00 2 0.000
Gizi baik 2 3,50 55 96,50

Masalah kesehatan anak

Ada 21 41,20 30 58,80 1 0.004


Tidak 5 12,80 34 87,20

Tarak/pantang makanan

Ada 8 25,00 24 75,0


1 0.631
Tidak 18 31,00 40 69,0
Kebiasaan makan makanan
instan
Ada 18 46,60 19 51,40
1 0.001
Tidak 8 15,10 45 84,90
Tinggi badan Ibu
< 150 cm 19 43,20 25 56,80
1 0.003
>151 cm 7 15,20 39 84,80

77
Konsumsi Fe
Tidak mengkonsumsi 1 9,10 10 90,90
1 0.166
Mengkonsumsi 25 31,60 54 68,40
Riwayat ANC
Tidak ada 0 0,00 3 100,00
1 0.554
Ada 26 29,00 61 70,10
Riwayat Penyakit dalam
kehamilan
Ada
Tidak ada 6 42,90 8 57,10
1 0.217
20 26,30 56 73,70
Riwayat Pemberian asi
ekslusif
Tidak diberikan 15 57,70 11 42,30
1 0.000
Diberikan 11 17,20 53 82,80
Pemanfaatan pekarangan
rumah
Tidak dimanfaatkan 8 33,30 16 17,10
1 0.605
Dimanfaatkan 18 27,30 48 72,70

Kepemilikan sumber air bersih

Tidak mempunyai 1 33,30 2 66,70


1 1.000
Mempunyai 25 28,70 62 71,30
Lingkungan perokok
Ya 20 30,30 46 69,70
1 0,794
Tidak 6 25,00 18 75,00
Ekonomi keluarga
Kurang 23 37,70 38 62,300
1 0.06
Cukup 3 10,30 36 89,700
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa pada stunting pada anak balita
diketahui berhubungan dengan status gizi anak, riwayat masalah kesehatan pada anak,
kebiasaan makan makanan instan, dan riwayat dalam pemberian ASI eskslusif, dan tinggi
badan ibu dengan nilai P value < 0,05. Hasil penelitian ini juga diketahui bahwa tarak atau
tidak makan makanan tertentu, riwayat ibu yang mengkonsumsi tablet besi selama
kehamilan, riwayat ibu yang melakukan pemeriksaan antenatal care, kepemilikan dan
pemanfaatan pekarangan untuk menanam berbagai sayur dan buah, kepemilikan sumber air
bersih, lingkungan tinggal dengan perokok dan kondisi ekonomi keluarga tidak berhubungan
dengan stunting pada anak balita.
Berdasarkan kriteria variabel independen yang memiliki nilai p < 0,25 antara lain
status gizi pada anak, riwayat pemberian Asi ekslusif, masalah kesehatan pada anak,
kebiasaan makan makanan instan, Tinggi badan ibu, Riwayat konsumsi tablet Fe, Riwayat
penyakit penyerta selama hamil, dan ekonomi keluarga.

78
Tabel 2
Analisis Multivariat Faktor –faktor resiko yang mempengaruhi stunting balita
Variabel B SE p Value OR 95,00%

Status gizi -4.677 2.041 0,022 0,009 0,000 – 0,508

Tinggi badan ibu -3.303 1.334 0,013 0,037 0,003 – 0,502


Riwayat Konsumsi Fe 4.589 2.803 0,102 98.444 0,405-23934
Riwayat penyakit penyerta
-0.925 1.683 0,583 0,397 0,015-10,749
kehamilan
Pemberian ASI Ekslusif -3.562 1.961 0,069 0,028 0,001 – 1,326
Masalah kesehatan pada
-1.000 1.455 0,492 0,368 0,021-6,370
Anak
Kebiasaan Makan makanan
-2.964 1.391 0,033 0,052 0,003-0789
Instan
Ekonomi Keluarga -1.070 1.441 0,458 0,343 0,020-5781

Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa status gizi balita dengan p value 0,022
< 0,05 berarti status gizi berhubungan dengan kejadian stunting pada balita, dan nilai Odd
Ratio sebesar 0,009 berarti status gizi menjadi faktor resiko terjadinya stunting. Tinggi badan
ibu diketahui mempunyai nilai p value = 0,013 < 0,05, dengan nilai OR = 0,037 berarti
bahwa tinggi badan ibu merupakan faktor resiko terjadinya stunting dan beresiko 0,037 kali
lebih besar dibandingkan pada tinggi badan ibu yang >151 cm. Kebiasaan makan makanan
instan mempunyai nilai p value = 0,033 dengan OR 0,052, dengan demikian bahwa kebiasaan
anak dalam mengkonsumsi makanan instan merupakan faktor yang berpengaruh pada
kejadian balita stunting, dan memiliki resiko 0,052 kali lebih besar dibandingkan dengan
anak yang tidak memiliki kebiasaan makan makanan instan. Hasil penelitian juga
menunjukkan bahwa paritas, Riwayat konsumsi tablet Fe, Riwayat penyakit penyerta dalam
kehamilan, Riwayat pemberian ASI ekslusif, dan pendapatan keluarga tidak berhubungan
dengan kejadian stunting pada balita, dan juga bukan sebagai faktor resiko yang
menyebabkan stunting.
Status Gizi balita
Pengamatan penelitian ini dilakukan terhadap balita stunting sebanyak 90 balita. Hasil
pengamatan statistik diketahui bahwa status gizi merupakan faktor yang berhubungan dan
beresiko terdahap kejadian stunting pada balita. status gizi balita. Stunting (kerdil)
merupakan kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi badan yang kurang jika
dibandingkan dengan umur. kondisi ini diukur dengan menghitung panjang atau tinggi badan
yang lebih dari minus 2 standar deviasi median standar pertumbuhan anak dari WHO
(Kementerian Kesehatan RI, 2018). Hasil penelitian diketahui bahwa status gizi balita dengan
p value = 0,022 < 0,05, OR = 0,009, hal ini berarti bahwa status gizi balita mempengaruhi
terjadinya stunting dan menjadi faktor resiko stunting pada balita. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Mugiyati, dkk (2018) bahwa asupan konsumsi energi
berhubungan dengan kejadian stunting. Asupan gizi yang tidak adekuat akan mempengaruhi
pertumbuhan fisik pada anak (Mugianti, Mulyadi, Khoirul, & Najah, 2018) .Status gizi pada
anak sebagai salah satu tolak ukur dalam penilaian kecukupan asupan gizi harian dan

79
penggunaan zat gizi untuk kebutuhan tubuh. jika asupan nutrisi anak terpenuhi dan dapat
digunakan seoptimal mungkin maka pertumbuhan dan perkembangan anak akan menjadi
optimal, dan sebaliknya apabila status gizi anak bermasalah maka akan mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan anak hingga dewasa.

Masalah kesehatan anak


Hasil analisis bivariat diketahui bahwa masalah kesehatan pada anak diketahui nilai p value =
0,004 < 0,05 dapat diketahui bahwa masalah kesehatan pada anak berhubungan dengan
kejadian stunting pada balita, meskipun demikian dalam analisis multivariat masalah
kesehatan pada anak bukan sebagai faktor resiko terjadinya stunting. Hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Aridiyah, dkk ( 2015) bahwa penyakit infeksi
berhubungan dengan kejadian stunting pada anak balita yang berada di pedesaan maupun
perkotaan (Aridiyah et al., 2015). Masalah kesehatan pada anak yang paling sering terjadi
adalah masalah infeksi seperti diare, infeksi saluran pernafasan atas, kecacingan dan penyakit
lain yang berhubungan dengan gangguan kesehatan kronik. Masalah kesehatan anak dapat
mengganggu pertumbuhan dan perkembangan dikarenakan intake makanan menurun,
menurunnya absorbsi zat gizi oleh tubuh yang menyebabkan tubuh kehilalangan zat gizi yang
dibutuhakan untuk pertumbuhan dan perkembangan. Masalah kesehatan yang berlanjut
menyebabkan imunitas tubuh mengalami penurunan, sehingga mempermudah terjadinya
penyakit atau infeksi. Kondisi yang demikian apabila terjadi secara terus menerus maka dapat
menyebabkan gangguan gizi kronik yang akan menyebabkan gangguan pertumbuhan seperti
stunting.

Pantang makanan
Hasil penelitian diketahui bahwa kebiasaan tarak/pantang makanan tertentu diketahui bahwa
nilai p value = 0,631 dapat disimpulkan bahwa tarak / pantang makanan tertentu tidak
berhubungan dengan kejadian stunting pada balita. Tarak / pantang makanan tertentu yang
dikonsumsi anak memang seharusnya dilakukan hal ini karena tidak semua makanan baik dan
sehat untuk anak. Beberapa makanan yang dikonsumsi anak dapat menyebabkan alergi,
muntah, atau tersedak. Beberapa makanan yang tidak diajurkan untuk dikonsumsi seperti
makanan yang bersoda yang apabila dikonsumsi dalam jangka waktu lama dapat
menyebabkan masalah kesehatan, makanan yang mengandung bahan pengawet dan kadar
gula gula tinggi juga dapat meningkatkan berbagai resiko kesehatan pada anak, hal ini
diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Laili, dkk (2008) bahwa intake makanan
dan ketahanan pangan dalam keluarga mempengaruhi kejadian stunting pada anak dibawah
lima tahun (Ayik Nikmatul Lailli, Al Munawar, 2018).

Kebiasaan makan makanan instan


Hasil penelitian analisis bivariat kebiasaan makan makanan instan diketahui nilai p value =
0,001 yang berarti bahwa kebiasaan makan makanan instan berhubungan dengan kejadian
stunting pada balita, selain itu hasil analisis multivariat diketahui bahwa nilai p value = 0,033
dengan OR = 0,052 dengan demikian kebiasan makan makanan instan pada anak beresiko
pada kejadian stunting 0,052 lebih besar dibandingkan dengan anak yang tidak memiliki
kebiasan makan makanan instan. Makanan instan merupakan makanan yang mudah dalam
hal pengolahan, namun demikian makanan instan mengandung kalori yang tinggi, serta
mengandung kadar gula, lemak dan garam yang tinggi. Makanan instan apabila dikonsumsi

80
dalam waktu yang lama akan meningkatkan berat badan yang mengarah kepada obesitas pada
anak, makanan instan juga meningkatkan resiko diabetes tipe 2 dikarenakan kandungan kalori
dan lemak tinggi yang mampu meningkatkan lonjakan gula darah dalam tubuh. Anak yang
sering mengkonsumsi makanan instan dapat meningkatkan kerusakan gigi, serta gangguan
pada pernafasan akibat obesitas, dan resiko kanker. Meskipun makanan instan justru
meningkatkan obesitas, tetapi bukan berarti bahwa asupan gizi mikro dan makro bagi
pertumbuhan dan perkembangan pada anak, sehingga pertumbuhannya tidak sesuai dengan
usia. Hal ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Payab, dkk (2015) bahwa
konsumsi junk food meningkatkan dan beresiko secara umum pada kejadian obesitas (Payab
et al., 2015).

Tinggi badan ibu


Analisis bivariat menunjukkan p value = 0,003 dapat diketahui bahwa tinggi badan ibu
berhubungan dengan kejadian stunting, selain itu pada analisis multivariat diketahui bahwa
nilai OR = 0, 037 dapat disimpulkan bahwa tinggi badan ibu beresiko 0,037 kali lebih besar
pada kejadian stunting. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Amin dan Julia (2014) bahwa tinggi badan orang tua berkaitan dengan kejadian stunting pada
anak, terutama pada ibu yang memiliki tinggi badan <150, dimana ibu yang pendek beresiko
melahirkan anak yang stunting 1,98 kali lebih besar dibandingkan dengan tinggi badan yang
normal. (Nur Afia Amin, 2014)

Konsumsi Tablet besi


Hasil analisis bivariat pada riwayat konsumsi tablet besi diketahui nilai p value = 0,166
dengan demikian riwayat konsumsi tablet besi selama kehamilan tidak berhubungan dengan
kejadian stunting pada balita. Meskipun demikian perbaikan gizi pada ibu hamil dengan
pemberian tablet besi minimal 90 tablet selama kehamilan sangat penting diberikan selain
untuk memelihara kesehatan ibu juga digunakan untuk kebutuhan kecukupan besi selama
kehamilan yang dipergunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan janin. Pemberian tablet
besi juga merupakan salah satu program pemerintah dalam upaya menurunkan angka stunting
yang diprogramkan oleh Kementerian desa, pembangunan daerah tertinggal dan transmigrasi
(Kemendesa, 2017).

Riwayat Antenatal
Riwayat antenatal care dalam penelitian ini tidak berhubungan dengan kejadian stunting, hal
ini diketahui dari hasil analisis bivariat dimana p value = 0,554. Hasil penelitian ini tidak
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Najanah, dkk (2013) bahwa kunjungan
antenatal tidak standar berhubungan dan beresiko mempunyai balita stunting 2,4 kali lebih
besar dibandingkan dengan ibu yang melakukan ANC standar (Najahah, Adhi, Ngurah, &
Pinatih, 2013).. Pelayanan kesehatan masa hamil bertujuan untuk memenuhi hak setiap ibu
hamil memperoleh pelayanan kesehatan yang berkualitas sehingga mampu menjalani
kehamilan yang sehat, bersalin, dengan selamat dan melahirkan bayi yang sehat dan
berkualitas. Pelayanan antenatal dilakukan semasa konsepsi hingga mulainya proses
persalinan, dan dilaksanakan sekurang – kurangnya 4 kali selama masa kehamilan
(Kementrian Kesehatan RI, 2014)

81
Penyakit penyerta dalam kehamilan
Hasil analisis data dalam penelitian ini diketahui p value 0,217 < 0,005, maka dapat
disimpulkan bahwa penyakit yang menyertai kehamilan tidak berhubungan dengan kejadian
stunting pada balita, meskipun demikian deteksi dini penyakit yang menyertai kehamilan
diperlukan melalui program pemeriksaan antenatal care ditujukan untuk upaya menjaga
kelangsungan hidup ibu dan janin, serta upaya untuk menurunkan morbiditas maupun
mortalitas bagi ibu maupun janin.

Pemberian ASI ekslusif


Hasil penelitian ini diketahui bahwa pemberian ASI Ekslusif dengan kejadian stunting
dengan p Value = 0,000 < 0,05 berarti bahwa pemberian Asi ekslusif berhubungan dengan
kejadian stunting pada balita, meskipun demikian ternyata ASI ekslusif bukan sebagai faktor
resiko terjadinya stunting berdasarkan analisis data multivariat p value = 0,069. Hasil
penelitian sejalan dengan Ni’mah dan Nadhiroh tahun 2015 dimana balita yang tidak
mendapatkan ASI Ekslusif selama 6 bulan pertama lebih tinggi pada kelompok balita stunting
dibandingkan dengan kelompok balita normal, dan diketahui terdapat hubungan antara
pemberian Asi ekslusif dengan kejadian stunting (Ni’mah & Nadhiroh, 2015). Hasil
penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Rahmad dan Miko (2016) bahwa tidak
memberikan ASI ekslusif menyebabkan terjadinya stunting pada balita di Banda Aceh,
sekaligus bahwa tidak memberikan ASI Ekslusif menjadi faktor dominan sebagai penyebab
resiko anak mengalami stunting (Rahmad & Miko, 2016).

Pemanfaatan pekarangan
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa keluarga yang memanfaatkan pekarangan
rumah untuk menanam berbagai sayur dan buah dengan analisis bivariat diketahui nilai p
value = 0,605, hal ini berarti bahwa pemanfaatan pekarangan tidak berhubungan dengan
kejadian stunting pada balita. pemanfataan pekarangan rumah diharapkan mampu
meningkatkan ketahanan pangan dalam keluarga dan juga sebagai salah satu sumber pangan
yang beragam untuk pemenuhan gizi terutama sayur dan buah yang memiliki kandung
mineral dan vitamin yang diperlukan dalam masa pertumbuhan dan perkembangan anak.

Kepemilikan sumber air bersih


Hasil penelitian diketahui bahwa kepemilikan sumber air bersih di dalam keluarga dengan
nilai p Value = 1,000 yang berarti tidak ada hubungan bermakna antara kepemilikan sumber
air bersih dengan kejadian stunting anak balita. hasil penelitian ini tidak sejalan dengan
penelitian Desyanti dan Nindya (2017) dimana praktik higiene yang buruk menjadi faktor
resiko terhadap kejadian stunting sebesar 4,808 kali lebih besar (Al-Rahmad et al, 2013).
Kepemilikan sumber air bersih dalam keluarga berkaitan dengan sanitasi sumber air bersih
dan sehat, dimana konsumsi sumber air yang bersih dan sehat akan mengurangi resiko
kejadian penyakit yang disebabkan oleh diare atau kecacingan, namun demikian dalam
penelitian ini terbukti tidak ada hubungan dengan kejadian stunting karena ada berbagai
banyak faktor yang berpengaruh seperti status gizi anak dan tinggi badan ibu.

Lingkungan perokok

82
Hasil penelitian diketahui bahwa lingkungan perokok tidak berhubungan dengan kejadian
stunting pada anak, hal ini berbeda dengan temuan bahwa anak anak yang tinggal di rumah
tangga dengan orang tua perokok kronis serta transien cenderung memiliki pertumbuhan
lebih lambat dalam berat dan tinggi dibandingkan mereka yang tinggal di rumah tangga tanpa
perokok. Anak yang tinggal dlingkungan perokok dapat menyebabkan gangguan dalam
penyerapan gizi karena asap rokok, dan orang tua yang merokok mengurangi besaran biaya
belanja yang seharusnya dapat digunakan untuk pembelian makanan yang bergizi, biaya
kesehatan dan pendidikan anak.

Kondisi ekonomi keluarga


Hasil penelitian diketahui bahwa pada kondisi ekonomi analisis bivariat nilai p value = 0.06 <
0,05, pada analisis multivariat diketahui bahwa kondisi ekonomi dengan nilai p value =0,458
OR = 0,343, hal ini berarti bahwa kondisi ekonomi tidak berhubungan dan bukan sebagai
faktor resiko terjadinya stunting pada balita. pendapatan atau kondisi ekonomi keluarga yang
kurang biasanya akan berdampak kepada hal akses terhadap bahan makanan yang terkait
dengan daya beli yang rendah, selain itu apabila daya beli rendah maka mungkin bisa terjadi
kerawanan pangan di tingkat rumah tangga. (Kementerian Kesehatan RI, 2018). Hasil berbeda
didapatkan dari penelitian Rahmad dan Miko ( 2016) yang menyimpulkan bahwa pendapatan
keluarga yang rendah berhubungan dengan stunting pada balita di Banda Aceh. (Rahmad &
Miko, 2016)

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan
Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa status gizi, masalah kesehatan pada anak,
kebiasaan makan makanan instan, dan tinggi badan ibu berhubungan dengan stunting pada
balita. Pantang makanan, riwayat konsumsi tablet besi, riwayat antenatal care, riwayat
penyakit penyerta dalam kehamilan, riwayat pemberian ASI ekslusif, sanitasi air bersih,
lingkungan perokok dan kondisi ekonomi tidak berhubungan dengan kejadian stunting pada
balita. Status gizi, tinggi badan ibu, dan kebiasaan makan makanan instan secara bersama-
sama sebagai faktor resiko kejadian stunting pada balita.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan bahwa perlu adanya edukasi kepada calon
orang tua dan orang tua untuk melakukan pemantauan terhadap pertumbuhan dan
perkembangan anak balitanya.

UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terimakasih kepada Deputi Bidang Penguatan Penguatan Riset dan
Pengembangan kepada Kemeterian Riset dan Teknologi/ Badan Riset dan Inovasi Nasional.

DAFTAR PUSTAKA
Al-Rahmad et al. (2013). Kajian Stunting Pada Anak Balita Ditinjau dari Pemberian Asi
Eksklusif, Mp-Asi, Status Imunisasi Dan Karakteristik Keluarga di Kota Banda Aceh
Stunting Study on Children Viewed From Exclusive Breast Feeding, Complementary
Breastfeeding, Immunization S. Jurnal Kesehatan Ilmiah Nasuwakes, 6(2), 169–184.
Aridiyah, F. O., Rohmawati, N., & Ririanty, M. (2015). Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Kejadian Stunting pada Anak Balita di Wilayah Pedesaan dan Perkotaan (The Factors

83
Affecting Stunting on Toddlers in Rural and Urban Areas). E-Jurnal Pustaka
Kesehatan, 3(1), 163–170.
Ayik Nikmatul Lailli, Al Munawar, F. W. (2018). Food Intake and Food Security as
Determinants of Stunting Children Under Five Years. Health Nations, 2(1), 25–32.
Kemendesa. (2017). Buku Saku Desa dalam Penanganan Stunting. Jakarta.
Kementerian Kesehatan RI. (2018). Pusdatin : buletin stunting. Kementerian Kesehatan RI, 1,
2.
Kementrian Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 97
Tahun 2014 (2014). https://doi.org/10.1300/J064v05n01_12
Mugianti, S., Mulyadi, A., Khoirul, A., & Najah, Z. L. (2018). Faktor penyebab anak
Stunting usia 25-60 bulan di Kecamatan Sukorejo Kota Blitar. Jurnal Ners Dan
Kebidanan, 268–278. https://doi.org/10.26699/jnk.v5i3.ART.p268
Najahah, I., Adhi, K. T., Ngurah, G., & Pinatih, I. (2013). Risk factors of stunting for 12-36
month old children in Dasan Agung Public Health Centre , Mataram , West Nusa
Tenggara Province Faktor risiko balita stunting usia 12-36 bulan di Puskesmas Dasan
Agung , Mataram , Provinsi Nusa Tenggara Barat, 1(2), 103–108.
https://doi.org/10.15562/phpma.v1i2.171
Ni’mah, K., & Nadhiroh, S. R. (2015). Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting
pada Balita. Media Gizi Indonesia, 10(1), 13–19.
Nur Afia Amin, M. J. (2014). Faktor sosiodemogra fi dan tinggi badan orang tua serta
hubungannya dengan kejadian stunting pada balita usia 6-23 bulan. Jurnal Gizi Dan
Diabetik Indonesia, 2(3), 170–177.
Payab, M., Kelishadi, R., Qorbani, M., Motlagh, M. E., Ranjbar, S. H., Ardalan, G., …
Heshmat, R. (2015). Association of junk food consumption with high blood pressure and
obesity in Iranian children and adolescents: the Caspian‐IV Study. Jornal de Pediatria
(Versão Em Português), 91(2), 196–205. https://doi.org/10.1016/j.jpedp.2014.07.008
Rahmad, A. H. AL, & Miko, A. (2016). Kajian Stunting Pada Anak Balita Berdasarkan Pola
Asuh dan Pendapatan Keluarga di Kota Banda Aceh. Jurnal Kesmas Indonesia, 8(2),
63–79.
Wahdah, S., Juffrie, M., & Huriyati, E. (2015). Faktor risiko kejadian stunting pada Anak
umur 6 - 36 Bulan di Wilayah Pedalaman Kecamatan Silat Hulu, Kapuas Hulu,
Kalimantan Barat. Jurnal Gizi Dan Dietetik Indonesia, 3(2), 119–130.

84

Anda mungkin juga menyukai