Anda di halaman 1dari 11

PANDUAN PENGELOLAAN

KOLEKSI MIKRO (FIS/FILM)

Disusun oleh:
Wahid Nashihuddin, SIP.

PUSAT DOKUMENTASI DAN INFORMASI ILMIAH


LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA

Alamat:
Jln.Jend.Gatot Subroto No.10, Jakarta 12710
Telp./Fax.: 021-5250719 / 021-5733467
Email: meja.informasi@yahoo.com/redaksi.pdii@mail.lipi.go.id
©2015

i
KATA PENGANTAR

Salam,
Buku panduan ini merupakan sebuah buku panduan informasi ringkas
tentang pengelolaan koleksi mikro (mikrofis dan microfilm) PDII-LIPI, mulai dari
pengolahan, penyimpanan dan pemeliharaan, hingga pelayanan koleksi ke
pemustaka. Dengan adanya buku ini, diharapkan petugas layanan perpustakaan
dan petugas yang mengolah koleksi mikro dapat mengetahui dan memahami
tentang tata cara mengelola koleksi mikro.
Dari segi isi, bahasa, dan sistematika, tentunya buku ini masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu, diperlukan saran dan masukan yang positif dari
berbagai pihak dan pimpinan PDII-LIPI agar dari segi isi dan substansi lebih
lengkap dan baik. Selamat membaca, semoga buku panduan ini bermanfaat,
terimakasih.

Jakarta, Juni 2015


Penyusun,

Wahid Nashihuddin

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................................... i
KATA PENGANTAR......................................................................................................... ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................................iii

1. PENDAHULUAN..………………………………………………………………………………………………. 1
2. PEDOMAN KEGIATAN……………………………………………………………………………………….. 2
3. TUJUAN…………………………………………………………………………………………………………….. 2
4. KOLEKSI MIKRO………………………………………………………………………………………………… 2
4.1 Mikrofis…………………………………………………………………………………………………. ………. 2
4.2 Mikrofilm…………………………………………………………………………………………………….. 3
4.3 Penyimpanan dan Pemeliharaan………………………………………………………………………. 4

5. PENGOLAHAN DAN PELAYANAN……………………………………………………………………… 5


5.1 Pengolahan………………………………………………………………………………………………….. 5
5.2 Pelayanan…………………………………………………………………………………………………….. 5

6. DOKUMENTASI………………………………………………………………………………………………….. 6
6.1 Rak Penyimpanan Koleksi Mikro………………………………………………………………….. 6
6.2 Katalog Kartu Koleksi Mikro………………………………………………………………………… 6

7. PENUTUP………………………………………………………………………………………………………….. 7

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………………………………….. 7

LAMPIRAN……………………………………………………………………………………………………………… 8

iii
1. PENDAHULUAN
Keberadaan koleksi mikrofis dan mikrofilm di Pusat Dokumentasi dan Informasi
Ilmiah-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PDII-LIPI), dilatarbelakangi oleh keinginan
PDII yang dahulu bernama Pusat Dokumentasi dan Informasi Nasional (PDIN) untuk
membantu tugas micro-reproduction yang berasal dari proyek UNDP. Pada tanggal 29
Maret 1977, PDIN telah menerima sejumlah mikrofis dari International Development
Research Centre (IDRC) di Ottawa, Canada. Selain menjadi bahan koleksi Perpustakaan
IDRC di Ottawa, koleksi mikrofis juga dimiliki oleh perwakilan IDRC di Perpustakaan
Bogota, Dakar, Nairobi, dan Singapura. Koleksi perpustakaan IDRC yang tersebar di
negara-negara tersebut, menjadi perhatian dalam soal perkembangan ekonomi dan
sosial, serta kondisi negara yang sedang berkembang (Luwarsih, 1977). Adapun bentuk
katalog mikrofis di Perpustakaan IDRC tersebut terdiri atas:
1) Katalog utama sebanyak 9 fis.
2) Indeks, ada empat yaitu indeks judul 2 fis, pengarang 3 fis, pengarang bersama 2
fis, dan koleksi referensi 1 fis.
Kemudian pada bulan Juli 1977, Mr.M.J.F O’Halloran, seorang ahli
microreproduction, datang ke Indonesia dalam rangka menawarkan bantuan proyek
UNDP ke PDII, melalui bantuan UNDP Proyek INS/74/029 tentang Network of Scientific
Information and Documentation. Beliau berjanji akan membantu PDII selama 18 bulan
untuk mengembangkan dan memajukan unit percetakan dan mikrofilm di PDII-LIPI
(Pringgoadisurjo, 1977). Pada waktu itu, informasi koleksi mikrofis menyangkut empat
masalah teknis, yaitu: kependudukan dan kesehatan; pertanian, ilmu gizi dan makanan;
informasi sosial dan sumber tenaga kerja; serta nformasi ilmu pengetahuan dan bahan-
bahan referensi umum (Zultanawar, 1977). Tujuan PDII-LIPI mengelola koleksi mikrofis
dan mikrofilm adalah untuk:
1) Melestarikan dan mengawetkan dokumen atau bahan pustaka (bank data).
2) Mempermudah pemustaka dalam mengakses informasi di perpustakaan.
3) Menghemat tempat penyimpanan literatur dalam jangka waktu lama.
4) Sarana untuk penyebaran informasi PDII.
Di dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan Pasal 7 Point 1
(d) disebutkan bahwa salah satu kewajiban pemerintah adalah menjamin ketersediaan
keragaman koleksi perpustakaan melalui terjemahan (translasi), alih aksara
(transliterasi), alih suara ke tulisan (transkripsi), dan alih media (transmedia). Yang
dimaksud transmedia adalah pengalihan bentuk bahan perpustakaan dari bentuk
tercetak ke media lain, seperti mikrofilm, CD, digital. Selain itu, di Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1990 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam, PDII-LIPI
sebagai pengelola dokumen ilmiah nasional yang unik dan langka memiliki tugas untuk
melakukan preservasi dokumen tersebut dalam bentuk mikro.

1
2. PEDOMAN KEGIATAN
1) Buku Pedoman Teknis Alih Media Mikrofilm, Perpustakaan Nasional RI Tahun 2012.
2) Buku Panduan Perawatan dan Pemeliharaan Mikrofilm, Terbitan Perpustakaan
Nasional RI Tahun 2014.

3. TUJUAN
Tujuan penyusunan panduan ini adalah:
1) Memberikan panduan umum tentang pengelolaan koleksi mikro di PDII-LIPI;
2) Menyediakan panduan tertulis bagi petugas perpustakaan atau pihak lain yang
berkepentingan dalam pengelolaan koleksi mikrofilm di PDII-LIPI.

4. KOLEKSI MIKRO
4.1 Mikrofis
Mikrofis yaitu microform dalam bentuk gulungan atau bentuk film lembaran,
diberi sampul atau tidak, dapat dalam bentuk bercelah-celah dan transparan atau
tembus cahaya (Hartono, 1986). Microfiche atau fiche adalah lembaran film berisi
banyak bayangan mikro dalam pola kisi-kisi. Biasanya berisi informasi pengenal yang
dapat dibaca tanpa dibesarkan. Mikrofis memiliki berbagai gaya dalam bentuk
penyimpanan dan pembaharuan (updating) berdasarkan unitnya. Mikrofis berisi
bayangan dalam ukuran perkecilan 18x sampai 48x. Rasio ukuran mikrofis adalah 4 x 5
inci (10,2 cm x 15,2 cm) buah film fotografi, yang berisi informasi dicetak dalam ukuran
terlalu kecil untuk dilihat dengan mata telanjang. Buku, jurnal dan majalah sering
diarsipkan di mikrofis.
Menyimpan koleksi dalam bentuk mikrofis memiliki keuntungan seperti
penyimpanan dalam ruang kecil, stabilitas format, dan tidak dibutuhkan pengetahuan
khusus untuk membacanya. Selama mesin mikrofis tersedia untuk memperbesar ukuran
cetak untuk dibaca, siapa pun yang dapat membaca bahasa dapat membaca suatu
mikrofis. Karena ukurannya yang kecil, mikrofis dapat diarsipkan di lemari penyimpanan,
menghemat ruang lantai. Akan tetapi, koleksi mikrofis juga memiliki kelemahan, yaitu.
1) Memerlukan alat pembaca khusus untuk memperbesar ukuran huruf, dan mesin
pembacanya harganya sangat mahal. Di samping itu, mikrofis juga tidak dapat
diperbesar dan disalin pada mesin fotokopi. Mikrofis hanya bisa dibaca kalau
sudah disalin dalam film atau klise negatif.
2) Mikrofis yang telah tercetak tidak bisa diubah atau diedit formatnya seperti
format digital yang dapat diubah atau diperbaiki semaunya.
Meskipun demikian, koleksi mikrofis akan tetap berguna bagi perpustakaan meskipun
hanya sebagai cadangan informasi dan back up untuk file komputer apabila terjadi
gangguan (jaringan eror atau terserang virus) yang mengakibatkan file tidak dapat
diakses melalui jaringan internet.

2
4.2 Mikrofilm
Mikrofilm merupakan istilah yang mengacu pada bentuk foto mikro pada film
selulosa, dapat berupa negative atau positif dan memiliki lebar 16mm, 35mm, atau
70mm serta memiliki panjang tergantung dari jumlah pencahayaan. Mikrofilm
merupakan salah satu jenis dari bentuk mikro yang memiliki lebar 35mm atau 16mm
dan digulung dalam bentuk rol berbahan dasar polyester yang satu-satunya diterima
untuk digunakan dalam penyimpanan jangka waktu lama (Perpusnas, 2014).
Salinan pertama mikrofilm dari dokumen asli disebut master copy atau camera
copy atau salinan generasi pertama. Biasanya master copy akan disimpan dengan aman
sesudah salinannya dibuat, dan salinan tersebut disebut “salinan generasi kedua”.
Salinan tersebut biasanya juga akan diproduksi masal untuk distribusi, yaitu salinan
generasi ke tiga. Proses ini dapat berlangsung lebih lanjut, misalnya hasil cetak kertas
dari salinan-salinan yang sudah didistribusikan dan kemudian dibuat salinan ke empat.
Setiap generasi akan mengalami kehilangan dalam resolusi sekitar 10%, yaitu
kemampuan mikrofilm merekam secara teliti. Bagian-bagian mikrofilm antara lain:
1) Kotak (box). Kotak-kotak mikrofilm berfungsi sebagai “pengepak yang baik” atau
pelindung bagi gulungan-gulungan mikrofilm, sehingga tak terpengaruh oleh
fakot fisik yang dapat membuat kerusakan gulungan mikrofilm, baik dari sidik-
sidik jari maupun sumber perusak lainnya.
2) Kaset (casseste). Mikrofilm yang terlindungi oleh kaset-kaset akan memberi
kenyamanan tambahan bagi penanganan gulungan-gulungan mikrofilm, karena
setiap kaset berlapis ganda (berisi dua film inti, isi dan penyambungnya).
Sehingga mikrofilm yang sudah tersimpan dikaset, pengguna tidak perlu lagi
menggulang-balik kaset pada saat diambil dari alat pembaca. Setiap bingkai
dapat dipasang dalam posisi sesuai untuk keperluan rujukan (referens)
selanjutnya di waktu mendatang.
3) Sampul (jacket). Sampul adalah tempat yang terbuat dari plastik dengan lengan
atau saluran-saluran tunggal atau ganda yang dirancang untuk menyimpan strip-
strip dari film, berukuran 16 mm. Sampul berfungsi untuk melindungi dan
memudahkan pengorganisasian materi mikrofilm. Bayangan display mikrofilm
dapat disalin atau dibaca langsung dari sampul tanpa harus mengeluarkan
mikrofilm-nya. Selain itu, sampul mikrofilm juga dapat diberi judul untuk
memudahkan dan mempercepat penyimpanan dalam file (rak).
Sedangkan, rasio ukuran mikrofilm dinyatakan sebagai 20:1 atau 20x untuk dokumen
yang telah diperkecil menjadi bayangan sebesar 1/20 dari ukuran aslinya. Misalnya
sebuah halaman berukuran 81/2” x 11” yang telah diperkecil 20 kali menghasilkan
bayangan berukuran 10,8mm x 13,9mm. keseluruhan dari 72 bingkai (6 lajur kali 12
kolom) akan berisi mikrofis ukuran 4”x6” atau lebih dari 2700 bingkai akan berisi
gulungan mikrofilm sepanjang 100 kaki.

3
4.3 Penyimpanan dan Pemeliharaan
Alasan perpustakaan perlu memelihara koleksi mikro karena daya tahan
dokumen/informasi mikro ditentukan oleh kestabilan kimiawi film itu sendiri,
pemrosesannya, kondisi tempat penyimpanan, perawatannya, dan penggunaan koleksi
mikro. Kegiatan pemeliharaan/perawatan koleksi mikrofilm dilakukan agar tidak terjadi
kerusakan yang parah. Beberapa faktor yang menjadi penyebab kerusakan koleksi mikro
(Perpusnas, 2012), adalah:
1. Kondisi lingkungan
Faktor lingkungan yang dimaksud adalah suhu dan kelembaban udara, pencemar
udara dan jamur. Suhu dan kelembaban udara yang tinggi akan menyebabkan
emulsi pada permukaan film, akibatnya menjadi lunak (berlendir) dan menempel.
Pencemar udara dan jamur, seperti peroksida (kertas dan kayu), senyawa klorin
(pemutih kertas), nitrogen oksida dan sulfur dioksida (pembakaran minyak bumi),
hydrogen sulfide (karet mengandung sulfur), zat-zat tambahan pada perekat, gas-
gas yang keluar dari cat, ozon yang berasal dari mesik fotocopy, ammonia, asap,
insektisida, dan debu
2. Kurang ketelitian dalam proses pembuatan
Hal ini disebabkan oleh petugas kurang memperhatikan standar kualitas yang
ditetapkan oleh ANSI/AIIM MS23-1998, sehingga terjadi kesalahan dalam
pemotretan (fokus atau over exposed), kerusakan permukaan film (goresan atau
sidik jari, adanya bintik-bintik air pada saat pengeringan (water spot), muncul
bayangan (tidak menggunakan penutup halaman), dan residu thiosulfate (perlu
menggunakan methylene blue test untuk mendeteksinya).
3. Salah penanganan dan pemakaian
Kerusakan akibat salah penanganan dan pemakaian koleksi mikro, misalnya
tergores, terputus, memakai selotape (pressure sensitive tape) untuk
menyambung dan menempelkan label, adanya sidik jari, dan penyimpanan mikro
pada wadah yang tidak memenuhi syarat.
Beberapa jenis kerusakan di atas, dapat diantisipasi dengan melakukan beberapa hal,
yaitu melakukan penyimpanan dilakukan di ruangan khusus atau kantong alamunium.
1. Penyimpanan koleksi mikro di ruangan khusus
Ruangan khusus yang digunakan untuk menyimpan koleksi mikro, harus memenuhi
persyaratan berikut ini.
a) Mempunyai alat pengaman terhadap bahaya kebakaran dan pencurian;
b) Terbebas dari debu;
c) Tidak kerkena secara langsung dari sinar matahari dan lampu;
d) Suhu ruangan tidak boleh dari 200C (selama 24 jam);
e) Kelembaban udara antara 20%-40%;
f) Penyimpanan menggunakan rak antikarat dan kotak dari plastic/fiberglass;
g) Sirkulasi udara harus baik;
h) Ruangan harus rapat untuk mencegah terjadinya kontaminasi zat kimia dari luar.

4
2. Penyimpanan koleksi mikro dengan kantong alumunium (dengan Swiss Air Vacuum)
a) Koleksi mikro dimasukkan ke dalam kantong alumunium, setelah itu udara di
dalam kantong dikeluarkan;
b) Koleksi mikro dimasukkan ke dalam kantong gas N sebagai pengganti udara dan
mempunyai sifat tidak lengket;
c) Ujung kantong dipanaskan dengan alat pengelem.
Tempat penyimpanan rol mikrofilm terbuat dari bahan yang bebas bahan kimia
(agar tidak merusak koleksi) dan mudah untuk digunakan. Dimensi luar wadah tidal lebih
dari 101,6mm X 101,6mm X 39,7mm untuk ukuran film 35mm. Setiap wadah koleksi
mikro, diberi label yang mengandung keterangan bibliografis koleksi. Setiap lembar
koleksi microfilm disimpan di dalam wadah (jaket) yang bebas zat kimia asam (PNRI,
2012). Koleksi mikrofilm disimpan di Perpustakaan PDII-LIPI Lantai 4. Koleksi mikrofilm
disimpan di rak atau box secara sistematis berdasarkan nomor klasifikasi Dewey Decimal
Classification (DDC) dan nomor khusus, yaitu sesuai dengan kode koleksi dari pemberi
hibah.

5. PENGOLAHAN DAN PELAYANAN


5.1 Pengolahan
Alur pengolahan koleksi mikro di PDII-LIPI, sebagai berikut.
1) Pemohon mengirimkan dokumen/bahan pustaka yang akan dialihmediakan ke
bentuk mikro;
2) Kasubid. Alih Media dan Preservasi Dokumen menerima dokumen/bahan pustaka
(bahan mikro) dengan mengikutkan surat order pesanan;
3) Petugas mikro merekapitulasi/memeriksa judul bahan pustaka yang akan
dialihmediakan ke bentuk mikro, membongkar dokumen, merekam dokumen ke
format mikro, dan mencuci dokumen mikro;
4) Validator memvalidasi hasil dokumen mikro;
5) Petugas mikro memotong dan mamasukkan dokumen mikro ke dalam jaket mikro;
memberi judul dokumen mikro; dan menyerahkan dokumen mikro ke Bidang
Dokumentasi;
6) Petugas pengolahan melakukan katalogisasi dan klasifikasi koleksi mikro ke dalam
database;
7) Jika sudah lengkap dan valid, koleksi mikro dikirim ke perpustakaan untuk
disimpan.

5.2 Pelayanan
 Pelayanan koleksi mikro di perpustakaan PDII-LIPI dilaksanakan dengan sistem
tertutup, artinya pemustaka tidak dapat mengakses koleksi ke rak penyimpanan
tetapi harus diambilkan oleh petugas.
 Koleksi mikro tidak dapat dibaca langsung di ruang perpustakaan, karena tidak
tersedia alat pembaca koleksi mikro (micro reader). Bagi pemustaka yang ingin

5
membaca koleksi mikro diarahkan ke bagian reprografi (bagian pengolahan
koleksi mikro).

6. DOKUMENTASI
6.1 Rak Penyimpanan Koleksi Mikro
Lokasi rak penyimpanan koleksi mikro di Ruang Perpustakaan Lantai 4, PDII-LIPI (sebelah
ruang koleksi umum)

6.2 Katalog Kartu Koleksi Mikro


Katalog menggunakan Nomor Khusus (Tahun dan Nomor Urut Koleksi)

6
Katalog menggunakan Nomor Klasifikasi DDC

7. PENUTUP
Panduan ini masih bersifat umum untuk menggambarkan proses pengelolaan koleksi
mikrofis/film di PDII-LIPI, sehingga informasi teknisnya belum tercermin dalam buku ini.
Oleh karena itu, penyusun menyarankan bagi petugas perpustakaan dan petugas
pengelola mikrofis untuk membaca dan memahami dua isi buku tentang pengelolaan
koleksi mikro terbitan Perpusnas RI, yakni yang berjudul “Pedoman Teknis Alih Media
Mikrofilm (2012)” dan “Perawatan dan Pemeliharaan Mikrofilm (2014)”.

DAFTAR PUSTAKA:
1. Pringgoadisurjo, Luwarsih. Bantuan UNDP dalam Bidang Microreproduction. Jurnal
BACA, Vo.4, No.2, 1977. Jakarta: PDII-LIPI.
2. Zultanawar. Tambahan Koleksi Microfiche PDIN. Jurnal BACA, Vo.4, No.1, 1977.
Jakarta: PDII-LIPI.
3. Hartono, Bambang. 1986. Sistematika dan Pelayanan Informasi. Jakarta: Arga Kencana
Abadi.
4. Perpusnas. 2012. Pedoman Teknis Alih Media Mikrofilm. Jakarta: Perpustakaan
Nasional RI.

7
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai