Anda di halaman 1dari 7

FIKIH MUNAKAHAD/PERKAWINAN

DOSEN PENGAMPU:
Dr. Erwin, M.Ag

Disusun oleh Kelompok 9:


1. Aldho Nurhadi Kusuma (F1251191024)
2. Bagus Sri Nurhafis (F1251191028)
3. Dhea Natasya (F02711911006)
4. Wiwit Asrika (F0271191011)
5. Salsabila (F1131191016)
1. Pengertian Pernikahan

Kata nikah berasal dari bahasa Arab: nakaha-yankihu-nikahan, artinya bergaul atau
bercampur, dalam bahasa Indonesia berarti perkawinan. Menurut syara’ nikah ialah
akad (perjanjian) yang menghalalkan pergaulan antara laki-laki dan perempuan
yang tidak ada hubungan mahram, sehingga terjadi hak dan kewajiban antara
keduanya.

Jadi, nikah itu menghalalkan hubungan antara laki-laki dan wanita bukan muhrim.
2. Dasar Hukum Pernikahan

Dasar hukum pernikahan berdasarkan Al Qur’an dan Hadits


adalah sebagai berikut :
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah
menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan
isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki
dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan
(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan
(peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga
dan mengawasi kamu. (Q.S. An-Nisaa’ : 1).
3. Hukum Pernikahan
SUNNAH, berlaku bagi seseorang yang memiliki kemampuan untuk menikah namun jika
1
tidak menikah ia tidak akan tergelincir perbuatan zina

WAJIB, nikah itu wajib dilaksanakan bagi mereka yang telah mampu menikah dan jika
2
tidak menikah ia akan terjatuh ke dalam perzinaan.

MUBAH, berlaku bagi orang yang tidak terdesak oleh hal-hal yang mengharuskan atau
3
mengharamkan nikah.

MAKRUH, berlaku bagi orang yang tidak mampu untuk menikah, yakni tidak mampu baik
4
biaya maupun mental.

HARAM, nikah itu haram hukumnya bagi orang yang berkeinginan nikah dengan niat
5
menyakiti atau berbuat aniaya.
4. Nilai Dasar Dalam Memilih Pasangan
a. Memilih Istri

Istri yang baik tidak lain dari wanita yang memelihara aturan-aturan agama dan memegang teguh
norma-norma kesopanan, disamping memperhatikan hak suami dan pendidikan anak-anaknya.
Soal-soal inilah yang harus menjadi perhatian dan titik pandangan.

Bersabdalah Rasulullah saw:


“Dikawini wanita itu karena empat perkara: karena hartanya, karena bangsa, karena kecantikkan,
dan karena agamanya. Maka carilah olehmu yang beragama, agar kamu tiada menjadi sengsara
karenanya!”(H.r. Bukhari dan Muslim)

Maka yang perlu dan harus diutamakan lebih dulu ialah terpenuhinya syarat-syarat keagamaan,
Karena agama itulah yang akan menjadi pembimbing akal dan hati nurani. Setelah itu barulah
menyususl segala syarat yang diinginkan oleh manusia, sesuai dengan tabi’at dan hasrat hatinya.
b. Memilih Suami

Menjadi kewajiban bagi wali memilihkan calon suami buat puterinya, hingga tidak dikawinkannya
kecuali dengan laki-laki yang beragama, bersifat mulia, berakhlak dan berbudi baik. Jika mereka
sampai berumah-tangga nanti, maka ia akan menggauli istrinya dengan baik, dan sampai mereka
berpisah, maka akan diceraikannya dengan baik-baik pula.
Dengan memilih laki-laki yang soleh maka ia akan senantiasa membimbing kita untuk mendekatkan
diri kepada Allah SWT.

Selain itu, pilihlah seorang laki-laki yang taat dan santun kepada kedua orang tua. Karena hal ini bisa
menunjukkan bagaimana nantinya kepribadian seorang laki-laki setelah berumah tangga. Apabila
laki-laki taat dan santun kepada kedua orang tua nya khususnya Ibunya maka dapat di pastikan
bahwa laki-laki tersebut akan menghormati dan menyayangi istrinya seperti ibunya sendiri.

Anda mungkin juga menyukai