Anda di halaman 1dari 27

7

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Skabies

2.1.1Definisi Skabies

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan

sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiel var, hominis, dan produknya. Ditandai

gatal pada malam hari, mengenai sekelompok orang, dengan tempat presileksi di

lipatan kulit yang tipis, hangat, dan lembab. Gejala klinis dapat terlihat polimirfi

tersebar diseluruh badan (Aminah, 2015)

2.1.2Epidemiologi

Skabies (Scabiei, bahasa latin = keropeng, kudis, gatal) disebabkan

oleh tungau kecil berkaki delapan (Sarcoptes scabiei), dan didapatkan melalui

kontak fisik yang erat dengan orang lain yang menderita penyakit ini, sering

kaling berpegangan tangan dalam waktu yang sangat lama yang merupakan

penyebab umum terjadinya penyebaran 10 penyakit ini. Semua kelompok

umur bisa terkena. Penyakit ini biasanya menyerang anak-anak dan dewasa

muda, walaupun akhir-akhir ini juga sering didapatkan pada orang berusia

lanjut, biasanya dilingkungan pondok pesantren. Kontak sesaat tidak cukup

untuk dapat menimbulkan penularan, sehingga siapapun yang biasa menghadapi

kasus skabies dalam tugas pelayanan kesehatan tidak perlu takut tertular

penyakit ini (Basra, 2014).

Banyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit skabies, antara

lain: sosial ekonomi yang rendah, hygiene yang buruk, hubungan seksual yang

tanpa
aturan, kesalahan diagnosis, dan perkembangan dermatografik atau etiologik

(Djuanda, 2010). Penularan dapat terjadi, karena: (1) kontak langsung kulit

dengan kulit penderita skabies, seperti menjabat tangan, hubungan seksual, tidur

bersama;

(2) kontak tidak langsung (melalui benda), seperti penggunaan perlengkapan

tidur bersama dan saling meminjam pakaian, handuk dan alat-alat yang bersifat

pribadi lainnya sehingga harus berbagi dengan temannya (Kemenkes RI,

2017).

2.1.3Etiologi

Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthropoda, kelas Arachnida, ordo

Ackarima, super famili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei

var.hominis. Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval,

punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini transient, berwarna

putih kotor, dan tidak bermata. Ukuran yang betina berkisar antara 330-450

mikron

x 250-350 mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200-240 mikron x

150-200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki

didepan sebagai alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina

berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan kaki ketiga

berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat perekat

(Djuanda, 2010).

Siklus hidup dimulai setelah melakukan kopulasi (perkawinan) di atas

kulit. Setelah kopulasi biasanya yang jantan mati, namun kadang-kadang masih

dapat hidup dalam beberapa hari. Tungau betina yang telah dibuahi menggali

8
terowongan di stratum korneum, dengan kecepatan 2-3 milimeter sehari

dengan meletakkan telurnya sekitar 2-4 butir sehari sampai mencapai jumlah

40-50. Bentuk betina yang telah dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya

(Widoyono, 2011).

9
Telur akan menetas, biasanya dalam waktu 3-5 hari, dan menjadi larva

yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan, tetapi

dapat juga keluar. Setelah 2-3 hari larva akan menjadi nimfa yang

mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina, dengan 4 pasang kaki. Seluruh

siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu

antara 8-12 hari (Djuanda, 2010).

2.1.4Patogenesis

Kelainan kulit disebabkan penularan oleh tungau Sarcoptes scabiei.

Penularan terjadi karena kontak langsung dengan penderita dan

menyebabkan terjadinya infeksi dan sensitasi parasit. Keadaan tersebut

menimbulkan adanya lesi primer pada tubuh (Widoyono, 2011). Lesi primer

skabies berupa beberapa terowongan yang berisi tungau, telur dan hasil

metabolismenya. Pada saat menggali

terowongan tersebut, tungau mengeluarkan sekret yang dapat melisiskan

kulit, tepatnya di stratum korneum. Sekret dan ekskret menyebabkan sensitisasi

sehingga menimbulkan pustul dan kadang bula (Sutanto, Ismid., et al., 2008).

Sifat yang dimiliki dari lesi primer skabies adalah distribusinya yang
sangat

khas. Burrows adalah tanda khusus yang menunjukkan suatu penyakit dan

merupakan terowongan intraepidermal diciptakan oleh tungau betina untuk

bergerak. Mereka muncul merayap-rayap, keabu-abuan dan seperti benang

ketinggian berkisar 2-10 milimeter. Mereka tidak nampak dan harus aktif

dicari. Sebuah titik hita dapat dilihat di salah satu ujung liang itu, yang

mengindikasikan keberadaan sebuah tungau. Ukuran sebanyak 2 - 5 mm

papula merah yang dominan ditemukan di daerah lipatan atau hangat dan
dilindungi (Audhah dkk, 2012).
Sifat yang dimiliki dari lesi sekunder adalah lesi yang merupakan hasil

dari menggaruk, dan atau respon kekebalan host terhadap kutu dan produk

mereka (Lubis & Alwin, 2011). Dengan garukan pada kulit dapat timbul erosi,

ekskoriasi, krusta, dan infeksi sekunder lainnya. Kelainan kulit dan gatal yang

terjadi pun dapat lebih luas dari lokasi tungau (Djuanda, 2010).

2.1.5Diagnosis

Penegakan diagnosis skabies dapat dilakukan dengan cara

melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan tambahan penyakit

skabies dapat dilakukan untuk memperkuat hasil diagnosis seperti

pemeriksaan laboratorium (Listautin, 2012). Diagnosis skabies dapat

ditegakkan dengan menemukan dua dari empat tanda kardinal:

1. Pruritus nokturna (gatal pada malam hari) karena aktifitas tungau lebih

tinggi pada suhu yang lembab dan panas. Biasanya timbul pada fase-fase

awal penyakit.

2. Pada umumnya ditemukan pada sekelompok manusia, misalnya

mengenai seluruh anggota keluarga.

3. Adanya terowongan yang berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis

lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1cm, pada ujung timbul pustul dan

ekskoriasi. Tempat predileksi biasanya daerah dengan stratum korneum tipis,

yaitu sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar,

lipat ketiak bagian depan, aerola mammae, lipat glutea, umbilikus, bokong,

genitalia eksterna, dan perut bagian bawah.

4. Menemukan tungau merupakan hal yang paling diagnostik. Dapat ditemukan

satu atau lebih stadium hidup tungau ini (Djuanda, 2010).


Prosedur pemeriksaan lanjut adalah untuk scrapping kulit, tempatkan

setetes minyak mineral pada slide kaca, menyentuh minyak mineral, dan

menggores kulit penuh dengan menggunakan scapel blade No.15, sebaiknya

lesi primer seperti vesikula, papula. Kulit dikorek diletakkan pada slide kaca,

ditutupi dengan coverslip, dan diperiksa di bawah mikroskop cahaya pada

pembesaran 40x. Beberapa korekan

diperlukan untuk mengidentifikasi tungau atau produk mereka (Lubis & Alwin,
2011).

2.1.6Pengobatan

Penatalaksanaan skabies dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

1. Penatalaksanaan secara umum

Pada pasien dianjurkan untuk menjaga kebersihan dan mandi teratur

setiap hari. Semua pakaian, sprei, dan handuk yang telah digunakan harus dicuci

secara teratur dan bila perlu direndam dengan air panas. Demikian pula

halnya dengan anggota keluarga yang berisiko tinggi untuk tertular, terutama

bayi dan anak-anak, juga harus dijaga kebersihannya dan untuk sementara

waktu menghindari terjadinya kontak langsung. Secara umum tingkatkan

kebersihan lingkungan maupun perorangan dan tingkatkan status gizinya.

Beberapa syarat pengobatan yang harus diperhatikan, yaitu:

a. Harus diberi pengobatan secara serentak.

b. Sikat untuk menyikat badan. Sesudah mandi, pakaian yang akan dipakai pun

harus disetrika.

c. Bantal, kasur, dan selimut harus dibersihkan dan dijemur di bawah sinar

matahari selama beberapa jam.

2. Penatalaksanaan secara khusus


Dengan menggunakan obat-obatan dalam bentuk topikal, antara lain:

a. Belerang endap (sulfur presipitatum)

Dengan kadar 4-20% dalam bentuk salep atau krim. Kekurangannya ialah

berbau dan mengotori pakaian dan kadang-kadang menimbulkan iritasi.

Dapat dipakai pada bayi berumur kurang dari 2 tahun

b. Emulsi benzil-benzoas (20-25%)

Efektif terhadap semua stadium, diberikan setiap malam selama tiga

hari. Obat ini sulit diperoleh, sering memberi iritasi, dan kadang-kadang

makin gatal setelah dipakai

c. Gama benzena heksa klorida (gameksan) kadarnya 1%

Termasuk obat pilihan karena efektif terhadap semua stadium, mudah

digunakan, dan jarang memberi iritasi. Pemberiannya cukup sekali, kecuali jika

masih ada gejala diulangi seminggu kemudian

d. Krotamiton 10%

Merupakan pilihan, mempunyai dua efek sebagai anti skabies dan anti
gatal.

Harus dijauhkan dari mata, mulut, dan uretra

e. Permethrin dengan kadar 5% dalam krim,

Kurang toksik dibandingkan gameksan, efektivitasnya sama, aplikasi

hanya sekali dan dihapus setelah 10 jam. Bila belum sembuh, diulangi setelah

seminggu. Tidak dianjurkan pada bayi di bawah umur 12 bulan (Djuanda,

2010).

2.1.7Pencegahan Skabies

Pencegahan penyakit skabies dapat dilakukan dengan berbagai cara,


yaitu:
1. Mandi secara teratur dengan menggunakan sabun.
2. Mencuci pakaian, sprei, sarung bantal, dan selimut secara teratur minimal

dua kali dalam seminggu.

3. Menjemur kasur dan bantal minimal 2 minggu sekali.

4. Tidak saling bertukar pakaian dan handuk dengan orang lain.

5. Hindari kontak dengan orang-orang atau kain serta pakaian yang

dicurigai terinfeksi tungau skabies.

6. Menjaga kebersihan rumah dan berventilasi cukup. Menjaga kebersihan

tubuh sangat penting untuk menjaga infestasi parasit. Sebaiknya mandi dua

kali sehari, serta menghindari kontak langsung dengan penderita, mengingat

parasit mudah menular pada kulit.

Walaupun penyakit ini hanya merupakan penyakit kulit biasa dan tidak

membahayakan jiwa, namun penyakit ini sangat mengganggu kehidupan sehari-

hari. Bila pengobatan sudah dilakukan secara tuntas, tidak menjamin terbebas

dari infeksi ulang, langkah yang dapat diambil adalah sebagai berikut:

1. Cuci sisir, sikat rambut, dan perhiasan rambut dengan cara merendam di

cairan antiseptik.

2. Cuci semua handuk, pakaian, sprei dalam air, dan gunakan setrika panas

untuk membunuh semua telurnya, atau dicuci kering.

3. Keringkan peci yang bersih, kerudung, dan jaket.

4. Hindari pemakaian bersama sisir, mukena, atau jilbab (Kemenkes, 2017).


2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Skabies

Faktor yang menunjang perkembangan penyakit skabies antara lain

bersumber dari perilaku yang kurang baik terhadap sanitasi lingkungan,

pemukiman yang kumuh, hygiene yang buruk, pengetahuan yang kurang, usia,

jenis kelamin dan perkembangan demografi (Djuanda, 2008). Menurut Teori

Laurence Green, perilaku manusia dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yaitu

faktor perilaku (behaviour causes) dan faktor diluar perilaku (non behaviour

causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3

faktor yaitu:

a. Faktor predisposisi (predisposing factors) yang mencakup : 1)

Pengetahuan; Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi setelah

orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek. Pengetahuan merupakan

domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. 2)

Tingkat Pendidikan; Tingkat pendidikan adalah tahapan pendidikan yang

ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik. Tingkat

pendidikan berpengaruh terhadap perubahan sikap dan perilaku hidup sehat. 3.

Sikap; Sikap adalah sebuah kecenderungan untuk merespon secara suka atau

tidak kepada sebuah objek. 3) Kepercayaan; Kepercayaan adalah sikap yang

ditunjukkan oleh sesorang saat ia merasa cukup tahu dan

menyimpulkan bahwa dirinya telah mencapai kebenaran. 4) Persepsi;

Persepsi merupakan stimulus yang diindera oleh individu, diorganisasikan

kemudian di interprestasikan sehingga individu menyadari, dan mengerti

tentang apa yang diindera.


b. Faktor pemungkin (enabling factor), yang mencakup lingkungan fisik, tersedia

atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana kesehatan, penyuluhan

dan sebagainya.

c. Faktor penguat (reinforcement factor), faktor-faktor ini meliputi sikap dan

perilaku petugas kesehatan dan pengurus pesantren apakah mendukung atau

tidak perilaku pencegahan skabies (Notoatmodjo, 2011)

1. Kebersihan Perorangan

Cara perawatan diri manusia untuk memelihara kesehatan.

Kebersihan perorangan sangat penting untuk diperhatikan. Pemeliharaan

kebersihan perorangan diperlukan untuk kenyamanan individu, keamanan, dan

kesehatan. Kebersihan diri merupakan langkah awal mewujudkan kesehatan diri.

Tubuh yang bersih meminimalisasi risiko seseorang terhadap kemungkinan

terjangkitnya suatu penyakit yang berhubungan dengan kebersihan diri yang

tidak baik. Praktik kebersihan diri yang tidak baik akan mempermudah tubuh

terserang berbagai penyakit, seperti penyakit kulit, penyakit infeksi, penyakit

mulut, dan penyakit saluran cerna (Lubis & Alwin 2011). Upaya yang bisa

dilakukan untuk memelihara kebersihan diri, antara lain:

a. Kebersihan Kulit

Kebersihan individu yang buruk atau bermasalah akan mengakibatkan

berbagai dampak baik fisik maupun psikososial. Dampak fisik yang sering

dialami seseorang tidak terjaga dengan baik adalah gangguan integritas kulit.

Kulit yang pertama kali menerima rangsangan, seperti rangsangan sentuhan,

rasa sakit, maupun pengaruh buruk dari luar. Kulit berfungsi untuk

melindungi permukaan
tubuh, memelihara suhu tubuh, dan mengeluarkan kotoran-kotoran tertentu. Kulit

juga penting bagi produksi vitamin D oleh tubuh yang berasal dari sinar

ultraviolet.

Mengingat pentingnya kulit sebagai pelindung organ organ tubuh di

dalamnya, maka kulit perlu dijaga kesehatannya. Penyakit kulit dapat disebabkan

oleh jamur, virus, dan parasit hewan. Salah satu penyakit kulit yang disebabkan

oleh parasit adalah skabies (Rianti dkk, 2010).

b. Kebersihan Tangan dan Kuku

Bagi penderita skabies, akan sangat mudah penyebaran penyakit ke

wilayah tubuh yang lain. Oleh karena itu, butuh perhatian ekstra untuk

kebersihan tangan dan kuku sebelum dan sesudah beraktivitas, yaitu:

(1) Makan serta setelah ke kamar mandi dengan menggunakan sabun.

Menyabuni dan mencuci harus meliputi area antara jari tangan, kuku,

dan punggung tangan

(2) Mengeringkan tangan sebaiknya dicuci dan diganti setiap hari

(3) Jangan menggaruk atau menyentuh bagian tubuh seperti telinga dan

hidung saat menyiapkan makanan

(4) Pelihara kuku agar tetap pendek.

c. Kebersihan Pakaian

Pakaian adalah bahan tekstil dan serat yang digunakan untuk melindungi

dan menutupi tubuh. Alat penutup tubuh ini merupakan kebutuhan pokok

manusia selain makanan dan tempat tinggal. Keringat, lemak dan kotoran yang

dikeluarkan tubuh akan terserap pakaian. Dalam sehari, pakaian berkeringat dan

berlemak ini akan berbau busuk dan mengganggu. Dalam keadaan ini masalah
kesehatan akan muncul
terutama masalah kesehatan kulit karena tubuh dalam keadaan lembab. Untuk

itu perlu mengganti pakaian dengan yang bersih setiap hari. Pemakaian pakaian

khusus saat tidur menjadi hal penting untuk menjaga tubuh.

d. Kebersihan handuk, tempat tidur dan sprei

Penularan melalui kontak tidak langsung seperti melalui perlengkapan

tidur, pakaian, atau handuk memegang peranan penting, maka diberikan edukasi

untuk mencuci pakaian, sprei, dan tempat tidur. Hal ini dilakukan untuk

mematikan semua tungau dewasa dan telur sehingga tidak terjadi kekambuhan

(Setyowati, D. 2014)

2. Kebersihan Lingkungan

Status kesehatan suatu lingkungan yang mencakup perumahan, pembuangan

kotoran, penyediaan air bersih, dan sebagainya untuk meningkatkan dan

mempertahankan standar kondisi lingkungan yang mendasar yang

mempengaruhi kesejahteraan manusia. Persyaratan kesehatan perumahan dan

pemukiman adalah ketentuan teknis kesehatan yang wajib di penuhi dalam

rangka melindungi penghuni dan masyarakat yang bermukim dari bahaya atau

gangguan kesehatan (Yusmita, 2011).

a. Sarana air bersih

Manusia selama hidupnya selalu memerlukan air. Semakin naik

jumlah penduduk serta perkembangan pertumbuhannya semakin meningkat

atau tinggi karena kesulitan masyarakat dalam air bersih. Beban pengotoran air

juga bertambah cepat sesuai dengan cepatnya pertumbuhan (Yasin, 2009).

b. Kebersihan kamar mandi


Tinggal bersama dengan sekelompok orang memang berisiko mudah

tertular berbagai penyakit kulit, khususnya penyakit skabies. Penularan

terjadi bila kebersihan pribadi dan lingkungan tidak terjaga dengan baik.

Faktanya, sebagian pesantren tumbuh dalam lingkungan yang kumuh, tempat

mandi dan WC yang kotor, lingkungan yang lembab, dan sanitasi buruk

(Yasin, 2009)

3. Pengetahuan

Hasil tahu yang terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap

suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia seperti

mata, hidung, telinga, lidah dan kulit. Mata dan telinga sebagai pancaindra

dapat memperoleh sebagian besar pengetahuan. Pengetahuan merupakan

domain yang penting dalam terbentuknya tindakan seseorang dapat dibagi

menjadi tingkat pengetahuan dan faktor yang mempengaruhi (Ummul, 2011).

2.3 Hubungan Sanitasi Lingkungan Dengan Penyakit Kulit Skabies

Sanitasi yaitu suatu usaha pencegahan penyakit yang menitikberatkan

pada kegiatan seseorang untuk berusaha memelihara kesehatan lingkungan

hidup manusia. Pencegahan ini dilakukan dengan pemeliharaan makanan,

tempat kerja atau peralatan agar sehat dan bebas tercemar dari bakteri,

serangga, atau binatang lainnya. Selain pemeliharaan, pengawasan terhadap

faktor – faktor lingkungan juga termasuk dalam pencegahan penyakit. Jadi dalam

hal ini sanitasi ditujukan kepada lingkungannya, sedangkan hygiene ditujukan

kepada orangnya.

Beberapa manfaat dapat kita rasakan apabila kita menjaga sanitasi di

lingkungan kita, misalnya: mencegah penyakit menular, mencegah kecelakaan,


mencegah timbulnya bau tidak sedap, menghindari pencemaran, mengurangi

jumlah
(presentase sakit), lingkungan menjadi bersih, sehat dan nyaman (Kemenkes RI,

2016). Berdasarkan UU RI No. 23 tahun 1977 tentang pengelolaan lingkungan

hidup, lingkungan adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya keadaan

dan makhluk hidup termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang

mempengaruhi perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup

lainnya. Menurut Ronny, P.H. (2007), lingkungan adalah segala sesuatu yang

mengelilingi dan juga kondisi luar manusia atau hewan yang bisa menyebabkan

akan penularan penyakit.

Kesehatan lingkungan adalah suatu kondisi atau keadaan lingkungan

yang optimal, sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status

kesehatan yang optimal pula (Mubarak & Chayatin 2008). Pemeliharaan

lingkungan yang bersih dan sehat tentunya akan berdampak bagi kesehatan.

Apabila lingkungan tidak terawat dan tidak dilaksanakannya kesadaran

masyarakat dalam berperilaku hidup sehat sehingga berbagai penyakit akan

ditimbulkannya, mulai dari penyakit yang menyerang sistem pernafasan,

sistem pencernaan dan sistem integument seperti penyakit kulit skabies.

Penyakit kulit skabies adalah salah satu penyakit yang berbasis

lingkungan. Adapun faktor yang dominan yang paling penting adalah

penyediaan air bersih, kepadatan penghuni kesehatan kamar. Ketiga faktor ini

akan berinteraksi bersama dengan perilaku manusia yang termasuk higiene

perseorangan. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar tungau

skabies serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula

maka akan menimbulkan penyakit kulit.

Pemeliharaan lingkungan juga harus disertai dengan kesadaran individu


maupun masyarakat dalam berperilaku hidup sehat. Perilaku hidup sehat adalah
perilaku proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah

resiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit serta

berperan aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat (Rahmawati 2010).

Lingkungan memegang peranan yang cukup penting dalam menentukan

terjadinya proses penyakit. Secara garis besar, unsur lingkungan dapat dibagi

dalam tiga bagian utama (Rahmawati 2010).

a. Lingkungan biologis, seluruh makhluk hidup yang berada di sekitar manusia

yang meliputi berbagai mikroorganisme, serta berbagai jenis binatang dan

tumbuhan yang dapat mempengarui kehidupan manusia sebagai sumber kehidupan

(bahan makanan dan obat – obatan) maupun sebagai reservoir / sumber penyakit

atau pejamu antara (host intermedia). Lingkungan biologis sangat berpengaruh

dan memiliki peranan penting dalam interaksi antara manusia sebagai pejamu

dengan unsur penyebab, baik sebagai unsur lingkungan yang menguntungkan

maupun yang mengancam kehidupan / kesehatan manusia.

b. Lingkungan fisik, keadaan fisik di sekitar manusia dapat berpengaruh

terhadap manusia baik secara langsung, maupun terhadap lingkungan biologis

dan lingkungan sosial manusia. Lingkungan fisik tersebut terdiri dari udara,

keadaan cuaca, geografis dan geologis, air, baik sebagai sumber kehidupan

maupun sebagai sumber penyakit serta berbagai unsur kimiawi serta berbagai

bentuk pencemaran pada air.

c. Lingkungan sosial, lingkungan ini meliputi semua bentuk kehidupan sosial

budaya, ekonomi, sistem organisasi, serta institusi / peraturan yang berlaku

bagi setiap individu yang membentuk masyarakat tersebut.


Usaha kesehatan lingkungan adalah suatu usaha untuk memperbaiki atau

menoptimumkan lingkungan hidup manusia agar merupakan media yang baik

untuk terwujudnya kesehatan yang optimum bagi manusia yang hidup

didalamnya. Menurut Riyadi (Kholid, 2012), sanitasi lingkungan adalah

prinsip – prinsip untuk meniadakan atau setidak – tidaknya mengurangi faktor –

faktor pada lingkungan yang dapat menimbulkan penyakit, melalui kegiatan –

kegiatan yang ditunjukkan untuk mengendalikan: sanitasi air, pembuangan

kotoran, air buangan dan sampah, sanitasi udara, vektor dan binatang

pengerat, tetapi dalam hal ini yang menjadi prioritas adalah penyediaan air

bersih (sanitasi air).

2.4 Hubungan Personal hygiene Dengan Penyakit Kulit Skabies

Higiene adalah seluruh kondisi atau tindakan untuk meningkatkan

kesehatan. Higiene adalah ilmu yang berkaitan dengan pencegahan penyakit

dan pemeliharaan kesehatan. Kebersihan perseorangan adalah suatu tindakan

untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan

fisik dan psikis (Fanani, 2014). Pemeliharaan kebersihan diri adalah tindakan

untuk memelihara kebersihan dan kesehatan diri seseorang untuk kesejahteraan

fisik dan psikisnya. Dikatakan memiliki kebersihan diri baik apabila orang

tersebut dapat menjaga kebersihan tubuhnya yang meliputi kebersihan kulit,

tangan dan kuku serta kebersihan genitalia. Manfaat yang dapat di petik

dengan merawat kebersihan diri, memperbaiki kebersihan diri, mencegah

penyakit, meningkatkan kepercayaan diri dan menciptakan keindahan.

Menurut Bandi & Saikumar. 2012., higiene perseorangan adalah

suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang


untuk
kesejahteraan fisik dan psikis, kurang perawatan diri adalah ketidak mampu

seseorang melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya. Kebersihan

merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan di dalam

kehidupan sehari – hari karena kebersihan akan mempengaruhi kesehatan dan

psikis seseorang. Skabies sangat erat hubungannya dengan higiene

perseorangan yang buruk. Yang mempengaruhi higiene perseorangan

adalah sebagai berikut :

a. Body image, pencitraan seseorang terhadap dirinya dapat mempengaruhi

kebersihan diri misalnya karena adanya perubahan fisik sehingga individu tidak

peduli terhadap kebersihannya.

b. Praktik sosial, anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka

kemungkinan akan terjadi perubahan pola higiene perseorangan.

c. Status sosial – ekonomi, dalam higiene perseorangan memerulukan uang

nutuk menyediakan beberapa alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi,

sampo, alat mandi.

d. Pengetahuan, pengetahuan dalam higiene perseorangan sangat penting

karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan.

e. Budaya, disebagian masyarakat jika seseorang sakit tertentu maka tidak boleh

dimandikan.

f. Kebiasaan seseorang, kebiasaan seseorang yang menggunakan produk

tertentu dalam perawatan dirinya seperti penggunaan sabun, sampo, dan lain

– lain.

g. Kondisi fisik, pada keadaan sakit tertentu kemampuan untuk merawat diri

berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.


Dampak yang ditimbulkan dalam higiene perseorangan dibedakan

menjadi dua yaitu dampak fisik dan dampak psikososial. Dampak fisik yang

dialami dengan banyaknya gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena

tidak terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik. Gangguan fisik yang

sering terjadi adalah gangguan integritas kulit, gangguan membran mukosa

mulut, infeksi pada mata dan telinga, dan gangguan fisik pada kuku. Sedangkan

dampak psikososial yang dialami adalah masalah sosial yang berhubungan

dengan higiene perseorangan yaitu gangguan kebutuhan rasa nyaman,

kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan

gangguan interaksi sosial. Manfaat dalam merawat kebersihan diri, memperbaiki

kebersihan diri, mencegah penyakit, meningkatkan kepercayaan diri dan

menciptakan keindahan.

Kebersihan kulit individu yang buruk atau bermasalah akan

mengakibatkan berbagai dampak baik fisik maupun psikososial. Dampak fisik

yang sering dialami seseorang tidak terjaga dengan baik adalah gangguan

integritas kulit (Wartonah, 2003). Kulit yang pertama kali menerima rangsangan

seperti rangsangan sentuhan, rasa sakit, maupun pengaruh buruk dari luar.

Kulit berfungsi untuk melindungi permukaan tubuh, memelihara suhu tubuh

dan mengeluarkan kotoran-kotoran tertentu. Kulit juga penting bagi produksi

Vit. D oleh tubuh yang berasal dari sinar ultraviolet. Mengingat pentingnya

kulit sebagai pelindung organ-organ tubuh didalammnya, maka kulit perlu

dijaga kesehatannya (Azizah & Setiyowaty, 2011).

Penyakit skabies merupakan penyakit yang dapat ditularkan, yang paling

sering dengan kontak lansung dan dapat pula melalui alat – alat seperti
handuk, pakaian, tempat tidur, bantal, selimut dan lain – lain. Selain itu juga

dapat ditularkan
melalui hubungan seksual antara penderita dengan orang lain. Penyakit skabies

berkaitan dengan lingkungan dan kebersihan perseorangan atau apabila tinggal

secara bersama – sama dengan orang banyak disatu tempat yang relatif

sempit seperti asrama, pemondokan, rumah tahanan dan lain sebagainya.

2.5 Kerangka Teori

Dari teori teori yang telah dikemukakan, maka Kerangka teori pada

penelitian ini adalah sebagai berikut:


Gambar 2.1
Kerangka Teori (Teori Lawrence Green)

Anda mungkin juga menyukai