Anda di halaman 1dari 15

199

PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI KLB DIFTERI DI KECAMATAN


GENENG DAN KARANG JATI KABUPATEN NGAWI TAHUN 2015

OUTBREAK INVESTIGATION OF DIPHTHERIA OUTBREAK IN GENENG


AND KARANGJATI NGAWI 2015

Firman Suryadi Rahman1, Arief Hargono2, Fransisca Susilastuti3

Info Artikel Abstrak


Latar belakang: Difteri merupakan suatu penyakit menular dan sering
Sejarah Artikel menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) di beberapa wilayah. Kasus difteri di
Diterima 21 Juli 2016 Jawa Timur merupakan kasus difteri terbanyak di Indonesia. Pada tahun 2015
Disetujui 3 Agustus terjadi tiga kasus difteri klinis di Kabupaten Ngawi. Tujuan: Memastikan adanya
2016 KLB dan mencari faktor risiko KLB Difteri tersebut. Metode: Penyelidikan
Dipublikasikan 16 Epidemiologi partisipatif yang dilakukan bersama antara Dinas Kesehatan Provinsi
Desember 2016 Jawa Timur, Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi, TIM FETP Unair, dan
Puskesmas Setempat.. Hasil: Klasifikasi Difteri kasus Pasien I dan Pasien II
adalah Difteri Faring sedangkan kasus Pasien III adalah Difteri Tonsil. Capaian
Kata Kunci: Imunisasi Desa Z sudah baik karena telah UCI dan IDL telah mencapai 95.1%,
Difteri, PE, imunisasi berbeda dengan Desa X dan Y. Pada tahun 2014, kedua desa tersebut belum UCI
dan IDL belum mencapai 90%. Cold cain di kedua Puskesmas telah baik dan
sesuai SOP. Permasalahan yang ditemukan di lapangan antara lain Pengambilan
Keywords: swab pada kontak erat masih kurang, Profilaksis tidak berjalan dengan baik dan
Diphtheria, outbreak tidak ada PMO. Simpulan dan saran: Telah terjadi KLB Difteri Di Kecamatan
investigation, Geneng dan Kecamatan Karang Jati. Faktor risiko utama adalah belum tercapainya
immunization UCI dan IDL. Kurangnya pengambilan swab dan hasil pemeriksaan laboratorium
yang negatif perlu manjadi bahan evaluasi untuk kegiatan PE selanjutnya.

Abstract
Background: Diphtheria is an infectious disease and often causes outbreak in
some areas in Indonesia. East Java was the area with the most Diphtheria cases
in Indonesia. In 2015, there were three clinical cases in Ngawi. Objective: To
ensure the existence of outbreak and to find risk factor of the Diphtheria
outbreak. Methods: The method used was participatory outbreak investigation
that was conducted together by the Health Office of East Java, the Health Office
of Ngawi, FETP team of UNAIR, and puskesmas. Results: Diphtheria cases of
Pasien I and Pasien II were classified as faring diphtPasien Ia, while that of
Pasien III was tongsil dipteria. Immunization performance was good already
because UCI and IDL reached 95.1%. It was different from Desa Campurasri
and Sidokerto in which UCI and IDL didn’t reach 90%. Cold cain in both
puskesmas was good and based on SOP already. The problems found were swab
taking on firm contact was not enough, prophylaxis didn’t run well and there was
no PMO. Conclusions and suggestions: An outbreak happened in Kecamatan
Geneng and Karang Jati with some symptoms (painful swallowing, fever, and
pseudo membrane). The main risk factor was UCI and IDL didn’t reach 90%
especially is Campurasri and Sidokerto. The lack of swab taking and the result of
negative lab examination should be evaluation material for next outbreak
investigations

P-ISSN 2355-6498 |E-ISSN 2442-6555


Korespondensi :
1 Masters of Field Epidemiology Training Program Airlangga University. E-mail:firmansuryadirahman@gmail.com
2 Masters of Field Epidemiology Training Program Airlangga University
3 BBTKL PP Surabaya
200

Firman Suryadi Rahman | Penyelidikan Epidemiologi KLB Difteri …..


Jurnal Wiyata, Vol. 3 No. 2 Tahun 2016

PENDAHULUAN Ngawi. Selama tahun 2012 hingga tahun


Difteri merupakan satu penyakit 2015 selalu ada kasus probable difteri di
menular dan sering menimbulkan kejadian Kabupaten Ngawi. Pada tahun 2012
luar biasa (KLB) di beberapa wilayah. teridentifikasi sebanyak 6 kasus difteri,
Difteri merupakan penyakit yang sering 2013 terjadi 2 kasus, dan tahun 2014
menyebabkan kematian, karena racun sebanyak 6 kasus. Laporan W1 KLB
yang dihasilkan oleh bakteri difteri dari Dinas kesehatan Kabupaten
Corynebacterium diphtPasien Ia. Bakteri Ngawi diterima oleh Dinas Kesehatan
membuat toksin apabila bakteri terinfeksi Provinsi Jawa Timur pada tanggal 23-24
oleh coryne bacteriophage yang April 2015. Berdasarkan laporan W1
mengandung diphtPasien Ia toxin gene diketahui bahwa terdapat dua lokasi kasus
tox1. Semua umur dapat terkena difteri difteri yaitu di wilayah Puskesmas Geneng
tetapi kebanyakan menyerang anak-anak satu kasus dan Puskesmas Karangjati dua
yang tidak dimunisasi2. kasus4. Satu kasus difteri (probable atau
Pada tahun 2014, jumlah kasus konfirmasi) adalah KLB dan setiap KLB
difteri di Indonesia menempati urutan harus ditanggulangi untuk menurunkan
ketiga terbanyak di dunia setelah India dan angka kesakitan, kematian, dan
5
Nepal dengan 421 kasus hingga bulan penularan .
November. Jumlah Kasus penyakit Difteri Berdasarkan hal tersebut maka
di Indonesia mengalami peningkatan dari perlu dilakukan penyelidikan epidemiologi
tahun 2010 hingga tahun 2012, dan terhadap kasus agar dapat dilakukan
mengalami penurunan pada tahun 2013 penaggulangan dengan segera. Tujuan
dan 2014. Pada tahun 2010 kasus difteri di umum kegiatan penyelidikan epidemiologi
Indonesia adalah 432 kasus, naik menjadi KLB Difteri di Ngawi Tahun 2015 adalah
806 kaus pada tahun 2011, dan naik melaksanakan tindakan penaggulangan
menjadi 1192 kasus pada tahun 2012. Pada KLB Difteri di Kabupaten Ngawi.
tahun 2013 jumlah kasus turun menjadi
475 dan hingga November 2014 turun METODE PENELITIAN
menjadi 421 kasus3. Penyelidikan KLB ini bersifat
Kasus penyakit difteri di Jawa partisipatif yang dilakukan di Dusun
Timur merupakan kasus difteri terbanyak Samben Desa Sidokerto, Dusun
di Indonesia. Dalam lima tahun terakhir Dungwaluh Desa Campurasri Kecamatan
jumlah penderita difteri meningkat dari Karangjati dan Dusun Alas Pecah Desa
tahun 2010 hingga 2012 yakni 304 kasus Geneng Kecamatan Geneng Kabupaten
pada tahun 2010, 665 kasus pada tahun Ngawi. Kegiatan ini dilaksanakan pada
2011, 955 kasus pada tahun 2012. 4-14 Mei 2015. Kegiatan yang dilakukan
Kemudian tren penyakit difteri cenderung melalui kunjungan rumah berdasarkan
turun. Pada tahun 2013 menjadi 653 kasus, riwayat kontak dengan penderita, tetangga
442 kasus pada tahun 2014 dan 37 pada dan teman bermain. Penyelidikan di
tahun 2015 hingga bulan Maret4. sekolah Penderita juga dilakukan melalui
Difteri masih menjadi kunjungan ke sekolah penderita untuk
permasalahan kesehatan di Kabupaten menyelidiki kontak kelas. Selain itu

P-ISSN 2355-6498 |E-ISSN 2442-6555


201

Firman Suryadi Rahman | Penyelidikan Epidemiologi KLB Difteri …..


Jurnal Wiyata, Vol. 3 No. 2 Tahun 2016

kunjungan ke Puskesmas Karang Jati dan bermain, kontak sekolah. Instrumen yang
Puskesmas Geneng juga dilakukan untuk digunakan untuk pengumpul data yaitu
melihat record data imunisasi dan form RCA untuk melihat status imunisasi
penyimpanan Vaksin. di sekitar rumah kasus. Form kedua yaitu
Untuk memastikan diagnosis diph-1 untuk penyelidikan kasus. Form
difteri maka dilakukan pemeriksaan klinis Diph-1 terdapat informasi mengenai
dan laboratorium untuk menegakkan identitas pelapor, identitas penderita,
diagnosis penyakit dengan pemeriksaan riwayat sakit, riwayat pengobatan, dan
klinis berdasarkan gejala dan tanda-tanda riwayat kontak. Data sekunder meliputi
penyakit serta laboratorium dilakukan data jumlah penduduk, area geografis, data
dengan pengambilan swab dan usap cakupan imunisasi setempat, data VVM,
hidung. Pemastian KLB didasarkan pada data suhu vaksin yang diperoleh dari
buku “Pedoman Petunjuk Teknis petugas kesehatan di Puskesmas Geneng
Imunisasi dan Surveilans dalam Rangka dan Puskesmas Karangjati, Petugas di
penanggulangan KLB Difteri” disebutkan Kecamatan Geneng dan Karang Jati.
bahwa satu kasus difteri (probable atau
konfirmasi) adalah KLB dan setiap KLB HASIL PENELITIAN
harus ditanggulangi untuk menurunkan Pemastian Hasil Diagnosis
angka kesakitan, kematian dan penularan Berdasarkan definisi operasional
penyakit5. diagnosis difteri, ketiga kasus difteri
Pengumpulan data dalam kegiatan merupakan kasus probable dengan gejala
ini dilakukan dengan pengumpulan data nyeri telan, demam, dan pseudomembrane.
primer dan sekunder. Data primer Ringkasan informasi pasien beserta gejala
diperoleh melalui wawancara kepada dapat dilihat pada Tabel 1.
keluarga penderita, tetangga, kontak erat
Tabel 1. Gejala difteri pada pasien di Kabupaten Ngawi
Umur Gejala Klinis Klasifikasi
Nyeri Pseudo kasus
Nama L P Demam Bullneck Stridor
Telan membrane probable
Difteri
Pasien I 13 - x x x - -
faring
Difteri
Pasien II - 18 x x x - -
faring
Difteri
Pasien III 3 - x x x x -
tonsil
Penetapan KLB Difteri KLB Difteri di Kecamatan Geneng dan
Berdasarkan Petunjuk Teknis Karang Jati Kabupaten Ngawi.
Pelaksanaan Imunisasi dan Surveilans Deskripsi Kasus KLB
Difteri dalam Rangka Penaggulangan a. Identifikasi Kasus
KLB Difteri dinyatakan bahwa satu Kasus Difteri di Kabupaten Ngawi
kasus difteri (probable atau konfimasi) pada Maret-April 2015 berjumlah 3 kasus
adalah KLB.5 Oleh karena itu telah terjadi dan ditunjukkan oleh Tabel 2.

P-ISSN 2355-6498 |E-ISSN 2442-6555


202

Firman Suryadi Rahman | Penyelidikan Epidemiologi KLB Difteri …..


Jurnal Wiyata, Vol. 3 No. 2 Tahun 2016

Tabel 2. Kasus difteri di Kabupaten Ngawi periode maret-april tahun 2015


Jumlah
Tgl Kontak
Alam Tanda/ Imunisa Diagnos Treatm Outc
Nama Mulai yang
at Gejala si is ent ome
Sakit diprofil
aksis
Pasien Desa 09/04/ Nyeri Lengkap Difteri 2 orang Profilak Semb
I X 2015 telan, (ingatan Pharynx sis uh
panas, orang
Pseudo tua) (Lab -)
membra
ne
Pasien Desa 21/04/ Nyeri Lengkap Difteri 6 orang Profilak Semb
II Y 2015 telan, (ingatan Pharynx sis uh
sakit orang (Lab -)
perut, tua)
batuk,
Pseudo
membra
ne
Pasien Desa 21/04/ Nyeri Lengkap Difteri 5 orang Profilak Semb
III Z 2015 telan (ingatan Tonsidit sis uh
Pseudo orang is
membra tua) (Lab
ne, belum
Bullneck keluar)

P-ISSN 2355-6498 |E-ISSN 2442-6555


203

Firman Suryadi Rahman | Penyelidikan Epidemiologi KLB Difteri …..


Jurnal Wiyata, Vol. 3 No. 2 Tahun 2016

b. Kronologis Kejadian lengkap berdasarkan ingatan orangtua dan


1) Kasus di Desa X (Pasien I /13 tahun) keadaan akhir sembuh.
Kronologis kasus Pasien I yaitu 3) Kasus di Desa Z (Pasien III/ 3 tahun)
Pasien mulai panas dan merasa nyeri telan Kronologis kasus Pasien II yaitu
pada tanggal 9 April 2015. Pasien I berobat pasien mengalami panas, nyeri telan, benjolan
ke Bidan Desa X pada tanggal 10 April 2015 di leher kanan pada tanggal Tanggal 21 April
dan dicurigai sebagai suspek difteri. Pasien I 2015. Pasien dibawa ke RS Atti Ngawi pada
dirujuk ke Dokter Praktik Swasta pada tanggal 23 April 2015 dengan tujuan
tanggal 11 April 2015 dan ditetapkan sebagai memulihkan status gizi, akan tetapi saat
suspek difteri sehingga langsung dilaporkan diperiksa dicurigai menderita difteri oleh
ke Dinkes Kabupaten Ngawi melalui form dokter yang merawatnya dan hanya diberi
Diph-1 dan segera diberikan eritromicyn. paracetamol. Pasien kembali berobat pada
Pada saat itu eritromycin stoknya habis di tanggal 24 April 2015 dikarenakan
puskesmas sehingga keluarga harus beli di kondisinya tidak membaik.
apotik. Profilaksis juga diberikan pada Pasien ditetapkan sebagai suspek
keluarga Pasien I dan diminum tuntas hingga difteri oleh dokter pada tanggal 24 April
habis, dengan dosis 4x1 tablet 500mg 2015. Profilaksis yang diberikan adalah
selama 7 hari disertai dengan paracetamol. erytromicin dengan dosis 3x1 500 mg perhari.
Pasien I tidak diopname di RS dan Penyelidikan epidemiologi dilakukan oleh
dirawat di rumahnya. Swab yang diambil Puskesmas dan Dinas Kesehatan pada tanggal
selain dari Pasien I adalah orang tua Pasien I. 24 April 2015. Swab yang diambil berjumlah
Selama sebelum dan sesudah sakit, Pasien I 7 orang yang merupakan kontak erat serumah.
biasa jalan- jalan ke jalan utama yakni jalan Imunisasi lengkap berdasarkan ingatan
Caruban – Ngawi- Sragen. Kemudian orangtua dan keadaan akhir sembuh.
dilakukan penyelidikan epidemiologi pada c. Identifikasi sumber dan cara
tanggal 13 April 2015 oleh Tim dari penularan
Puskesmas dan Dinas Kesehatan. Imunisasi Berdasarkan kronologis kejadian,
lengkap berdasarkan ingatan orang tua dan diduga Pasien I adalah indeks case yang
keadaan akhir sembuh. menularkan kepada Pasien II. Hal ini
2) Kasus di Desa Y (Pasien II/18 tahun) diperkuat adanya bukti bahwa kasus Pasien I
Kronologis kasus Pasien II yaitu Pasien II dan Pasien II ada kemungkinan memiliki
menderita panas, pusing, nyeri telan, sakit hubungan epidemiologi. Beda waktu kedua
perut dan batuk pada tanggal 21 April 2015, kasus tersebut kurang dari 4 minggu. Secara
sehingga pada hari itu berobat ke Bidan Desa teori, Pasien I dapat menularkan kepada
Y. Pasien berobat ke Dokter Praktik Swasta Pasien II karena periode penularanya adalah
pada tanggal 23 April 2015 dan diberi resep 4 2-4 minggu setelah masa inkubasi.
x 1 tablet 500mg erytromicin selama 7 hari Berdasarkan wawancara diduga cara
dan paracetamol. Begitu juga dengan penularanya adalah melalui kontak langsung
keluarga. Pada tanggal 23 April dilakukan karena Pasien II dan Pasien I secara rutin
Penyelidikan Epidemiologi oleh Puskesmas melalui jalan yang searah. Akan tetapi tidak
dan Dinas Kesehatan. Kontak erat yang ada bukti yang kuat bahwa kedua suspek
diambil swabnya berjumlah 6 orang. Imuniasi tersebut pernah bertemu.

P-ISSN 2355-6498 |E-ISSN 2442-6555


204

Firman Suryadi Rahman | Penyelidikan Epidemiologi KLB Difteri …..


Jurnal Wiyata, Vol. 3 No. 2 Tahun 2016

Kasus Pasien III kemungkinan kali pada usia < 1 tahun. Satu orang
tertular oleh penderita atau karier ditempat diimunisasi oleh dokter praktek swasta, dua
asalnya yakni di Karawang Jawa Barat. Hal lainnya oleh bidan di Posyandu namun
ini dikarenakan pada saat itu terjadi KLB sumber informasi berdasarkan ingatan orang
Difteri di Jawa Barat. Kemungkinan lainnya tua.
adalah Pasien III tertular oleh carier atau 2) Menurut Tempat
penderita yang melintasi Jl. Geneng karena Terdapat 3 kasus probable difteri
Pasien III sering main dipinggir jalan dan ada yang tersebar di 2 Kecamatan yaitu
beberapa pertokoan di daerah tersebut. Peta Kecamatan Karangjati 2 kasus, Kecamatan
persebaran kasus Difteri di Kabupaten Ngawi Geneng 1 kasus.
dapat dilihat pada Gambar 1. 3) Menurut Waktu
Pada deskripsi berdasarkan waktu,
dapat disimpulkan bahwa kasus yang pertama
muncul adalah kasus Pasien I, yakni Pada
tanggal 9 April 2015. Kasus Pasien III dan
Pasien II muncul pada tanggal 21 April,
dimana masa penularan dari Pasien I masih
terjadi hingga tanggal 7 Mei 2015. Sedangkan
untuk kasus Pasien II dan Pasien III
Gambar 1. Peta pesebaran lokasi kasus difteri penularan masih dapat berlangsung hingga
di Kabupaten Ngawi 2015 tanggal 19 Mei 2015.
d. Penanggulangan yang Telah Dilakukan
1) Menurut Orang Setelah mendapatkan pelaporan
a) Berdasarkan Umur adanya suspek difteri, petugas surveilans
Berdasarkan kelompok umur, ketiga Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi
kasus tersebut memiliki rentan umur yang melakukan Penyelidikan Epidemiologi pada
berbeda. Pasien I berumur 13 Tahun, pasien kasus serta mengambil specimen pada kontak
II berumur 18 tahun dan pasien III berumur 3 serumah pada masing-masing suspek difteri
tahun. Attack Rate kelompok umur 10-14 dan juga diberikan profilaksis. Langkah
Tahun di Desa Campur Asri adalah 1/215x penanggulangan yang telah dilakukan antara
100 penduduk yaitu 0,46 per 100 penduduk. lain:
Attack Rate umur 15-19 di Desa Sidokerto 1) Koordinasi
adalah 1/231 x 100 penduduk yaitu 0,43 100 Koordinasi dilakukan Oleh Dinas
penduduk. Attack rate untuk Desa Geneng Kesehatan Kabupaten Ngawi dengan Dinas
pada kelopok umur 1-5 Tahun adalah 1/315 Kesehatan Provinsi. Koordinasi pada tingkat
x100 penduduk yaitu 0,32 per 100 penduduk. puskesmas dilakukan dengan bidan desa
b) Berdasarkan Jenis Kelamin setempat oleh petugas surveilans
Berdasarkan Jenis Kelamin, kasus epidemiologi puskesmas. Waktu Koordiansi
probable terdiri dari 2 orang laki-laki dan satu antara puskesmas dengan Dinas Kesehatan
orang perempuan. adalah 1 hari setelah ditemukan kasus
c) Berdasarkan Status Imunisasi probable. Kemudaian jarak waktu pelacakan
Hasil penyelidikan KLB melalui form oleh Dinas Kesehatan adalah, 2 hari untuk
diph-1, diketahui bahwa semua kasus suspek desa Campurasri, 1 hari untuk Desa
difteri memiliki imunisasi lengkap minimal 3 Sidokerto, 1 hari untuk Desa Geneng. Dinas

P-ISSN 2355-6498 |E-ISSN 2442-6555


205

Firman Suryadi Rahman | Penyelidikan Epidemiologi KLB Difteri …..


Jurnal Wiyata, Vol. 3 No. 2 Tahun 2016

Kesehatan Provinsi 1 minggu kemudian ke menyatakan bahwa menghentikan minum


lokasi KLB. profilaksis karena merasa pusing dan mual.
2) Penyelidikan Epidemiologi d) KIE
Penyelidikan Epidemiologi yang KIE yang diberikan adalah
dilakukan pada tanggal 14 April 2015 di Desa pentingnya minum profilaksis dan segera
X, 23 April 2015 di Desa Y dan 24 April menginformasikan petugas kesehatan apabila
2015 di Desa Z. Penyelidikan Epidemiologi ada kerabat atau tetangga yang mengalami
dilakukan menggunakan Form diph-1 dan pemyakit seperti yang diderita oleh pasien.
juga dilanjutkan dengan pengambilan swab e) Survei kontak
dan pemberian profilkasis pada penderita dan Survei kontak dilakukan di SMPN A
kontak erat. Penyelidikan epidemiologi dan SMAN B. Pasien I adalah Siswa SMPN
menggunakan langkah sebagai berikut: A kelas VII A. Jumlah siswa kelas VII A
a) Wawancara adalagh 40 orang. Berdasarkan hasil review
Wawancara dilakukan paling tidak absen siswa bulan Mei, ada sekitar 3 siswa
agar dapat mencari kasus tambahan, indeks yang mengalami sakit pada tanggal yang
case, cara penyebaran kasus, informasi sama sehingga TIM FETP dan Tim surveilans
mengenai kemungkinan orang-orang yang Puskesmas dengan bantuan guru UKS
telah kontak dengan penderita. Wawancara memanggil nama siswa yang absen hampir
dilakukan pada keluarga pasein dan petugas bersamaan dengan Pasien I. Setelah di
surveilans Puskesmas. wawancarai, ternyata siswa D, F dan L
b) Pengambilan swab memang sakit pada tanggal yang hampir sama
Pengambilan swab dirasa kurang dengan Pasien I, akan tetapi bukan nyeri
maksimal sebab tidak semua kontak erat telan, dan tidak ada pseudomembrane, mereka
penderita diambil swabnya. Swab yang mengalami Parotitis. Pada saat PE lanjutan
diambil pada pasien I hanya Pasien I dan taggal 13-14 Mei, masih ada siswa yang sakit
kedua orang tuanya, pada kasus Pasien II dengan gejala mirip yang dialami D, F dan L.
yang diambil swabnya adalah Pasien II, kakak Setelah diperiksa mereka (N,A,Fa) memang
dan orangtua Pasien II. Kasus Pasien III, yang mengalami sakit bengkak pada leher, tidak
diambil swab adalah, Pasien III, ibu, adik, ada pseudomembran dan dugaan oleh Tim
kakek dan nenek. Seharusnya semua kontak surveilans Puskesmas mereka sakit parotitis.
erat pasien harus diambil swabnya. Pola Hasil kunjungan ke Sekolah Pasien II
pengambilan swab sama yakni untuk pasien di SMAN B tidak ditemukan suspek difteri.
diambil swab hidung dan tenggorokan Teman sekelas yang rentan adalah 25 siswa
sedangkan keluarga yang satu rumah diambil dan secara keseluruhan jumlah total siswa
swab hidung. adalah 665 Siswa dan 35 Guru. Berdasarkan
c) Profilaksis riwayat absensi dan data UKS tidak
Profilaksi eristromisin diberikan pada ditemukan siswa yang sakit dan memiliki
penderita dan keluarga. Dosisnya adalah 50 gejala yang mirip dengan gejala difteri.
mg/kgBB/Hari. Akan tetapi belum adanya e. Rapid Convenience Assessment (RCA)
pengawas minum obat membuat informasi Kegiatan rapid convenience
mengenai diminum atau tidaknya obat oleh assessment ini dilakukan pada dua titik yaitu
penderita dan keluarga belum dapat diketahui. di Desa Y Kecamatan Karangjati dengan
Keluarga Pasien III secara terbuka sampel 23 orang berusia 6 bulan – 18 tahun,

P-ISSN 2355-6498 |E-ISSN 2442-6555


206

Firman Suryadi Rahman | Penyelidikan Epidemiologi KLB Difteri …..


Jurnal Wiyata, Vol. 3 No. 2 Tahun 2016

dan di Desa Z sejumlah 22 orang berusia 6 teman bermain dari suspek difteri azael yang
bulan – 9 tahun. berumur 3 tahun.
1) Desa Y
Hasil RCA yang dilakukan di Desa Y 3) Desa X
dengan total sampel yaitu 23 dengan rincian Jumlah sampel RCA di Desa X
19 sampel pernah diimunisasi lengkap dan 4 adalah 27 orang. Berdasarkan status imunisasi
sampel menjawab tidak tahu. Sampel tersebut diketahui bahwa semua telah diimunisasi
dipilih berdasarkan riwayat kontak dengan lengkap. Berdasarkan jenis kelamin, sebanyak
penderita, tetangga, teman sekolah, dan teman 13 orang sampel RCA berjenis kelamin laki-
bermain. Riwayat status Imunisasi DPT laki dan 14 orang berjenis kelamin
lengkap didukung oleh data Buku KIA yang perempuan. Berdasarkan kelompok umur,
dimiliki oleh setiap ibu dari sampel RCA. sampel RCA di Desa X terdiri balita berusia <
Responden yang status imunisasinya tidak 1 tahun sebanyak 2 orang, balita berusia 1-4
diketahui disebabkan sudah berada di usia tahun sebanyak 11 orang, anak usia 5-9 tahun
SMP dan SMA sehingga ibu dari responden sebanyak 9 orang dan remaja berusia 10-14
sudah lupa akan status imunisasi anaknya. tahun sebanyak 5 orang. Adanya anak usia
Berdasarkan jenis kelamin, 10-14 tahun disini adalah usia semuran
responden RCA berjumlah 11 orang (48% dengan Pasien I yang merupakan teman
perempuan dan 52% laki laki). Pemilihan bermain Pasien I.
responden ini dilakukan secara accidental f. Faktor Risiko
sampling, yaitu setiap anak atau balita yang 1) Cakupan Imunisasi
mempunyai kemungkinan kontak akan Penilaian risiko sangatlah penting
diwawancarai. Distribusi responden hasil yaitu status imunisasi, posyandu tidak rutin
RCA berdasarkan kelompok umur adalah 9 buka, suhu lemari es > 8oC, tidak ada bidang
orang berada pada kategori golongan umur 5- desa, mobilitas penduduk tinggi. Temuan
9 tahun, 8 orang pada kategori umur >15 lapangan tentang status imunisasi yaitu
tahun, 4 orang umur < 1 tahun, kategori umur imunisasi di Desa Y mencapai 85% dua tahun
1-4 tahun berjumlah 2 orang dan 10-14 tahun terakhir ini, sedangkan untuk Desa Z tahun
berjumlah satu orang. 2013 cakupan imunisasi (DPT1,2,3) tidak
2) Desa Z mencapai 80%. Namun, pada tahun 2014
Berdasarkan hasil RCA dari 22 mencapai 100 persen.
sampel, diketahui bahwa semua sampel telah Capaian UCI dan IDL di Desa Z
diimunisasi berdasarkan sumber data dari sudah baik, namun Desa X dan Y belum baik.
KMS dan bidan. Berdasarkan jenis kelamin, Capaian Imunisasi Desa Geneng sudah baik
sebanyak 12 sampel berjenis kelamin laki-laki karena telah UCI dan IDL telah mencapai
(55%) dan sisanya 10 orang (45%) berjenis 95.1%. Pada tahun 2014, tingkat UCI dan
kelamin perempuan. IDL Desa X dan Y belum mencapai 90%.
Berdasarkan kelompok umur, Capaian imunisasi yang masih belum baik ini
sebanyak 12 sampel berada pada kategori perlu untuk segera diperbaiki.
umur 1-4 tahun, dan sisanya sekitar 10 orang Informasi yang diperoleh dari
berada pada kategori umur 5-9 tahun. kordinator Imunisasi diketahuai bahwa
Pemilihan kelompok umur ini juga didasarkan Puskesmas Karang Jati dan Puksesmas
pada kemungkinan riwayat kontak tetangga, Geneng telah secara rutin melakukan BIAS,

P-ISSN 2355-6498 |E-ISSN 2442-6555


207

Firman Suryadi Rahman | Penyelidikan Epidemiologi KLB Difteri …..


Jurnal Wiyata, Vol. 3 No. 2 Tahun 2016

dimana sebelum dilakukan BIAS tim baru diganti sekitar bulan Februari tahun
Imunisasi dari Puskesmas akan mendata 2015.
siswa sekolah yang menjadi sasaran BIAS 3) Kondisi Bidan Desa, Posyandu dan
untuk menghitung keperluan vaksin. Namun Petugas pengelola Imunisasi
permasalahan yang ada adalah vaksin DPT Desa Z memiliki dua bidan desa,
Pentavalen/ DPT lanjutan DPT-HB-Hib sedangkan Y dan X memiliki satu bidan
belum dilakuan di wilayah kerja Puskesmas desa. Pelaksanaanya Posyandu rutin sudah
Karang Jati. Alasannya adalah stok vaksin dilakukan pada ketiga desa tersebut.
DPT lanjutan masih terbatas di Dinkes Berdasarkan kunjungan ke rumah kader yang
Kabupaten Ngawi. Puskesmas Geneng telah menjadi lokasi Posyandu di ketiga desa
melakukan Vaksinasi DPT lanjutan sejak Juni tersebut semua catatan riwayat imunisasi dan
2014. Kondisi ini perlu menjadi salah satu absensi kedatangan sangat tercatat dengan
yang perlu untuk dibenahi sebab walaupun baik. Puskesmas Geneng memiliki 2 orang
telah diimunisasi DPT 1-3 dengan lengkap, pengelola imunisasi dan Puksemas Karang
seorang anak harus tetap mengikuti DPT Jati memiliki 1 orang pengelola imuniasi.
lanjutan dan BIAS seseuai golongan 4) Mobilitas Penduduk Tinggi
umurnya. Kabupaten Ngawi merupakan daerah
2) Kondisi Cold Chain dan Pengelolaan perbatasan antara Provinsi Jawa Timur
Vaksin dengan provinsi Jawa Tengah. Tak dipungkiri
Data pemantauan suhu tahun 2011- arus mobilisasi penduduk cukup tinggi. Hal
2015 di Puskesmas Karangjati dan Puskesmas ini memungkinkan terjadi penularan dari luar
Geneng, ditemukan bahwa kondisi suhu daerah. Kasus difteri yang terjadi dalam
berkisar 3-50C. Selain itu, VVM yang beberapa tahun ini terjadi pada sebagian
terpantau pun masih baik ditunjukkan dengan orang dewasa yang memiliki mobilisasi
VVM A. Vaksin carrier pun telah disediakan tinggi. Anak-anak pun bisa terkena difteri
untuk setiap desa sehingga meminimalisir yang dibawa oleh orang tua mereka atau
faktor risiko manajemen vaksin dengan sanak saudara yang berkunjung dari daerah
kualitas rendah. Pemeriksaan suhu dan endemis difteri dan merupakan carrier difteri.
pembersihan bunga es sudah rutin dilakukan 5) Kondisi Sosial Ekonomi Penduduk
setiap hari dan seminggu sekali. Sebagian besar penduduk di
Informasi suhu es yang diperoleh di Kecamatan Karang Jati adalah bergerak
Puskesmas Karang Jati berdasarkan buku dalam bidang pertanian. Berdasarkan kondisi
catatan suhu adalah 3-60C. Penempatan fisik rumah di Desa Y dan X, sebagian besar
vaksin juga sudah sesuai dengan kriteria rumah terbuat dari kayu dan sangat luas
penyimpanan. VVM vaksin juga A. Vaksin namun beralaskan tanah dan tidak berplester.
carrier telah dimiliki oleh setiap Bidan Desa Sedangkan Desa X sudah lebih baik karena
yang berada di wilayah kerja Puskesmas lokasinya dekat Kota Ngawi. Perumahan
Karang Jati. Pemerikasan suhu dan bunga es sudah menggunakan bangunan modern dan
rutin dilakukan setiap hari dan setiap berplester/menggunakan kerami.
seminggu sekali. Penyimpanan vaksin dalam
cold chain juga sudah benar yakni disimpan PEMBAHASAN
di FS (Freeze sensitive) tidak tahan beku. a. Pemastian KLB
Kondisi cool chain juga sangat baik karena

P-ISSN 2355-6498 |E-ISSN 2442-6555


208

Firman Suryadi Rahman | Penyelidikan Epidemiologi KLB Difteri …..


Jurnal Wiyata, Vol. 3 No. 2 Tahun 2016

Sejak Maret-April 2015 sudah terjadi desa yang berdekatan dan munculnya kasus
3 kasus difteri di Kabupaten Ngawi. pada Pasien II masih berada pada periode
Berdasarkan definisi operasional diagnosis penularan. Masa inkubasi penyakit difteri
difteri, ketiga kasus tersebut merupakan kasus selama 2-5 hari, masa penularan penderita 2-4
probable dengan gejala nyeri telan, demam, minggu sejak masa inkubasi, sedangkan masa
dan pseudomembrane. Penetapan KLB Difteri penularan carier bisa sampai 6 bulan10. Jarak
sudah sesuai dengan buku “Pedoman antara kasus Pasien I dan Pasien II hanya 12
Petunjuk Teknis Imunisasi dan Surveilans hari dan masih termasuk dalam periode
dalam Rangka penanggulangan KLB Difteri” penularan Pasien I. Kasus Pasien III bisa saja
disebutkan bahwa satu kasus difteri (probable tertular oleh Pasien I, akan tetapi kemungkian
atau konfirmasi) adalah KLB dan setiap KLB yang lebih kuat adalah Pasien I tertular oleh
harus ditanggulangi untuk menurunkan angka carrier yang melewati Geneng.
kesakitan, kematian, dan penularan5. Selain c. Penanggulangan yang Dilakukan
itu kasus probable dan konfirmasi difteri 1) Koordinasi
harus segera ditanggulangi agar penularan Koordinasi yang dilakukan oleh
dapat segera dihentikan7. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur dan
Hasil pemeriksaan oleh laboratorium Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi telah
BLK, semua hasil tes laboratorium benar. Koordinasi dilakukan untuk
menunjukkan bahwa semua negatif kuman mengkonfirmasi kasus dan menyusun
difteria. Beberapa hal yang dapat perencanaan sebelum turun kelapangan.
menyebabkan hasil tersebut menjadi negatif, Koordinasi juga perlu dilakukan untuk
diantaranya adalah pemberian antibiotik yaitu memastiakan kebenaran infomasi yang
antibiotik eritromisin sebelum dilakukannya diterima11,24.
pengambilan swab dan perkembangan bakteri 2) Penyelidikan Epidemiologi
lain yang dapat menghambat8. Selain itu Proses pengambilan swab dilakukan
berdasarkan hasil penelitian pada saat terjadi di tenggorokan dan hidung. Swab yang
KLB Difteri di Cikalong Wetan, Kabupaten diambil hanya pada keluarga yang serumah
Cianjur Jawa Barat Tahun 2011, hanya 6 dengan penderita. Hal ini tentu perlu
biakan yang positif dari 324 biakan swab diperbaiki, sebab swab tidak hanya diambil
tenggorokan, padahal ada 7 kasus kematian pada kontak erat serumah, namun juga pada
difetri pada saat KLB tersebut9. Berdasarkan kontak erat dari keterwakilan tetangga, teman
data yang diperoleh, pada tahun 2013 terdapat sekolah, teman bermain, bahkan juga pada
kasus sebanyak 610 difteri dengan hasil petugas kesehatan yang menangani kasus
laboratorium negatif namun 22 diantaranya tersebut. Swab yang diambil dari kasus yang
meninggal dunia. Oleh karena itu, tanpa telah memasuki masa klinis adalah usap
melihat hasil laboratoruim negatif atau tidak, tenggorokan dan usap hidung (nasofaring)
kasus difteri harus ditanggulangi dengan sedangkan kontak yang tidak ada gejala klinis
baik8. cukup usap nasofaring saja5. Pengambilan
b. Cara dan Sumber Penularan swab akan lebih baik jika pada kasus Pasien I
Indeks case dalam kasus ini diduga diambil 2 kontak erat bermain, 3 kontak erat
adalah Pasien I. Pasien I diduga menularkan teman sekolah, dan 3 kontak erat tetangga.
kepada Pasien II walaupun belum ada bukti Pengambilan swab pada Pasien II
epidemiologi yang kuat. Akan tetapi lokasi dilakukan pada Pasien II, kakak dan orang tua

P-ISSN 2355-6498 |E-ISSN 2442-6555


209

Firman Suryadi Rahman | Penyelidikan Epidemiologi KLB Difteri …..


Jurnal Wiyata, Vol. 3 No. 2 Tahun 2016

Pasien II. Pengambilan swab akan lebih baik dirawat dan disolasi untuk mengindari
jika dilakukan pada 2 kontak erat bermain, 4 penularan pada orang lain5.
kontak erat teman sekolah, dan 4 kontak erat 3) ORI
tetangga. Pengambilan swab pada Pasien III Puskesmas Geneng dan Karang Jati
dilakukan pada Pasien III, ibu, adik, kakek belum melakukan ORI (Outbreak Response
dan nenek. Pengambilan swab akan lebih baik Immunization). Walaupun hasil laboratorium
jika diambil 2 kontak erat bermain, dan 4 negatif, hendaknya ORI tetap dilakukan
kontak tetangga. Kontak erat berisiko 12.1 dengan berbagai pertimbangan. Salah satu
kali tertular difteri daripada orang yang bukan petimbanganya adalah DPT-HB-Hib atau
kontak erat21. Dengan demikian pengambilan DPT Pentavelen belum dilaksanaka di
swab kontak erat dan pemberian profilaksi Wilayah Kerja Puskesmas Karang Jati
juga sangat penting pada kelompok kontak sehingga memungkinkan anak usia lebih dari
erat dengan pasien. 1 tahun hingga yang belum mendapatkan
Tata laksana profilaksis eristomisin BIAS rentan terhadap difteri. Oleh karena
sudah diberikan pada penderita dan kontak hasil RCA memberikan hasil yang baik,
erat keluarga. Namun profilaksis juga belum terutama bagi bayi sebelum usia satu tahun,
diberikan kepada kontak erat tetangga dan maka penyulaman DPT 1,2,3 tidak perlu
teman bermain atau sekolah. Semua kontak dilakukan. Untuk kontak erat yang belum
erat harus diberi eritromisin dengan dosis mendapatkan vaksin DT atau Td maka
50mg/kgBB/Hari dibagi 4x pemberian. Oleh hendaknya diberikan vaskin Td8.
karena dosis dan waktu pemberian yang
sampai 4x dalam sehari perlu adanya PMO d. Faktor risiko
sebagai pengawas minum obat5. 1) Cakupan Imunisasi
Berdasarkan hasil wawancara pada Cakupan Imunisasi DPT 1,2,3 di
keluarga Pasien III, semua tidak melanjutkan Desa X, Y, dan Z sudah baik. Jarak interval
profilaksis pada hari kedua dan selanjutya pemberian vaksin minimal 4 minggu juga
padahal eritromisin harus diminum antara 7- sudah sesuai dengan pedoman
10 hari. Penggunaan eritromisin yang tidak penyelenggaran imunisasi. Akan tetapi DPT-
sesuai dosis dapat menyebabkan terjadinya HB-HIb belum dilakukan di wilayah
resistensi pada antibiotik tersebut. Selain itu Puskesmas Karang Jati sedangkan Puskesmas
ketersediaan eritromisin di tingkat puskesmas Geneng telah melakukannya. DPT pentavalen
juga perlu untuk diperhatikan agar pasien bisa tersebut belum dilakukan di Wilayah
menerima eristromisin secara gratis tanpa Puskesmas Karang Jati karena stok vaksin
harus membeli di apotik. DPT-HB-Hib di Dinkes Kabupaten Ngawi
Informasi yang diperoleh masih terbatas. Boster DPT-HB-Hib ini
menyebutkan bahwa tata laksana pengobatan sangat penting untuk berikan pada anak usia
Pasien I dan Pasien III tidak dirujuk untuk 18-24 bulan untuk memberikan kekebalan
dirawat inap di rumah sakit. Setiap kasus tambahan. Walaupun sudah dimunisasi DPT
difteri harus dirujuk ke rumah sakit terdekat lengkap, masih ada 20% balita yang rentan
untuk dirawat inap bagi puskesmas yang tidak difteri12,13.
memiliki rawat inap, sedangkan bagi yang Suatu penelitian menunjukkan bahwa
memiliki rawat inap dapat dilakukan di meskipun seorang balita telah diberi
Puskesmas setempat. Tujuannya adalah untuk imunisasi DPT lengkap, ketika anak berumur

P-ISSN 2355-6498 |E-ISSN 2442-6555


210

Firman Suryadi Rahman | Penyelidikan Epidemiologi KLB Difteri …..


Jurnal Wiyata, Vol. 3 No. 2 Tahun 2016

satu tahun lebih, sebanyak 80% tidak bulan November. Sebelum pelaksanaan
memiliki pertahanan tubuh yang memadai BIAS pihak puskesmas berkoordinasi dengan
terhadap bakteri difteri9,10. Untuk menjamin Sekolah Dasar yang berada di wilayah kerja
perlindungan jangka panjang terhadap difteri, Puskesmas untuk menghitung kebutuhan
sekurang kurangnya dibutuhkan imunisasi Vaksi DT dan Td. Pemberian DPT lengkap
DPT sebanyak 0,1 IU/mL. Hal ini akan memberiakn perlindungan terhadap
mengakibatkan anak umur 1-2 tahun sangat difetri. Jika ada riwayat DPT maka jika
rentan untuk terserang difteri, bahkan untuk terserang difteri hanya akan mengalami gejala
anak usia 5-6 perlindungan terhadap difteri ringan15.
sudah tidak ada. Oleh karena itu, DPT-HB- 2) Kondisi cold chain dan pengelolaan
HIB untuk diberikan pada anak berusia 18-24 vaksin
bulan, selanjutnya dilanjutkan pada DT pada Manajemen cold chain di Puskesmas
anak kelas 1 SD dan Td pada anak kelas 2 dan Geneng dan Karang Jati sudah baik. Vaksin
3 SD14,25. DPT disimpan khusus untuk Vaksin Freeze
Desa X dan Y pada tahun 2014 belum Sensitive (FS) yakni vaksin yang dapat rusak
mencapai UCI dan target IDL (imunisasi pada suhu dingin (<00C). Hal ini telah seuai
dasar lengkap) 90% sedangkan Desa Z telah dengam standar Depkes RI 2010, yaitu
mencapai target UCI dan IDL. Berdasarkan Vaksin DPT termasuk Vaksin FS yang harus
Kepmenkes RI No 482 Tahun 2010 tentang disimpan pada suhu 2-80C dan tidak boleh
GAIN (Gerakan Akselerasi Imunisasi beku. Vaksin DPT ini akan disimpan pada
Nasional) UCI disebutkan bahwa pada tahun cool room16. Pemeriksaan bunga es juga sudah
2014 semua desa harus mencapai UCI dan rutin dilakukan setiap pagi dan sore, bunga es
cakupan Imunisasi Dasar Lengkap pada balita tidak lebih dari 5 cm. Apabila bunga es
usia 0-11 bulan minimal mencapai 90%. sampai 5 cm, maka akan dilakukan defrosring
Imunisasi DPT yang tidak lengkap dapat atau pencairan bunga es. Ketika akan dibawa
menyebabkan difteri cepat menular di ke posyandu maka bidan desa akan
masyarakat18. Fakta lainnya menyebutkan menggunakan vaksin carrier yang dapat
bahwa sebagian besar difteri terjadi pada mempertahankan suhu 2-80C. Hal ini juga
kelompok balita dengan imunisasi DPT tidak telah sesuai dengan Permenkes No 42 Tahun
lengkap19. Dengan demikian status imuniasi 2013 tentang penyelengaraan imunisasi.
DPT sangat perlu diperhatikan oleh VVM (Vaccine Vial Monitor) juga
pemerintah. Saat ini, upaya peningkatan menjadi salah satu indikator yang digunakan
status imuniasi di Kabupaten Ngawi dalam proram imunisasi. Hanya vaksin VVM
dilakukan dengan pemberian sertitikat A dan B yang boleh digunakan dan untuk
imunisasi lengkap yang diberikan oleh Dinas VVM B berarti vaksin harus segera
17,18,26
Kesehatan. digunakan . Berdasarkan hasil observasi,
BIAS telah dilakukan di Wilayah Vaksin DPT di Puskesmas Geneng dan
Kerja Puksesmas Geneng dan Karang Jati. Karang Jati tergolong VVM A sehingga
Program BIAS ini juga telah sesuai dengan masih bagus.
Pedoman Imunisasi5. BIAS dilakukan untuk 3) Kondisi Bidan Desa dan Posyandu
imunisasi DT pada siswa kelas 1 dan Td pada Keberadaan Bidan Desa dan
siswa Kelas 2 dan 3. BIAS dilakukan Posyandu Rutin sangat penting dalam
mengikuti aturan dari Kemenkes yakni setiap imunisasi difteri. Imunisasi massal dapat

P-ISSN 2355-6498 |E-ISSN 2442-6555


211

Firman Suryadi Rahman | Penyelidikan Epidemiologi KLB Difteri …..


Jurnal Wiyata, Vol. 3 No. 2 Tahun 2016

dilakukan salah satunya adalah di Posyandu. 2. Klaifikasi Difteri kasus Pasien I dan
Bidan melaksanakan imunisasi dasar dan Pasien II adalah Difteri Faring sedangkan
dalam melakukannya wajib melakukan sesuai kasus Pasien III adalah Difteri Tonsil
prosedur yang berlaku17,19,22. 3. Kasus difteri di Kecamatan Karang Jati
4) Mobilitas Penduduk berjumlah dua orang yakni di Desa X dan
Mobilitas penduduk yang tinggi juga Desa Y sedangkan di desa Z berjumlah
berpotensi meningkatkan resiko kejadian satu orang. Attack Rate kelompok umur
difteri. Moblitas tinggi meningkatkan resiko yaitu kelompok umur 10-14 Tahun di
kemungkinan membawa bibit penyakit dari Desa X adalah 0,46 per 100 penduduk.
satu daerah ke daerah lainnya sehingga Attack Rate umur 15-19 di Desa Y adalah
apabila mobilitas penduduk tinggi maka 0,43 per 100 penduduk. Attack rate umur
penyebaran dan penularan penyakit difteri 1-5 Tahun di Z pada kelompok adalah
dapat meningkat9,23. Kabupaten Ngawi 0,32 per 100 penduduk.
merupakan kabupaten yang menjadi 4. Indeks case atau rantai penularan tidak
perbatasan dengan Jawa Tengah dengan dapat ditentukan secara pasti, akan tetapi
mobilitas penduduk dan orang yang melewati kasus Pasien I dan Pasien II ada
tinggi. Dengan demikian perlu kewaspadaan kemungkinan mempunyai hubungan
terkait tingginya mobilitas penduduk yang epidemiologi walaupun belum ada bukti
melewati Kabupaten Ngawi. kuat. Kemungkinan disebabkan oleh
5) Faktor Sosial Ekonomi carrier atau orang dari luar yang sedang
Rumah penduduk di Desa X dan Y melintasi Ngawi, mengingat arus
khususnya di daerah sekitar kasus terbuat dari Caruban-Ngawi-Solo sangat padat.
kayu dan bealaskan tanah. Hasil penelitian di 5. Faktor risiko antara lain Cakupan UCI
Jawa Timur menunjukkan semakin rendah dan IDL di Desa X dan Desa Y belum
cakupan rumah sehat maka akan semakin baik, belum dilakukan pemberian DPT-
tinggi jumlah kasus difteri19,21. Orang yang HB-HIb di Kecamatan Karang Jati,
tinggal di rumah dengan alas tanah berisiko Mobilitas penduduk tinggi dan kondisi
22 kali terkena difteri daripada yang sosial ekonomi yang kurang baik.
beralaskan plester atau keramik. Adanya 6. Tidak ditemukan kasus tambahan saat
penderita difteri dalam satu rumah akan dilakukan Penyelidikan Epidemiologi
meningkatkan risiko anggota rumah lainya 7. Cakupan UCI dan IDL di Desa X dan
sebesar 20,8 kali untuk tertular difteri Desa Y belum baik karena belum
daripada yang tidak ada penderita dalam satu mencapai 90%, sedangkan Desa Z sudah
rumah17. Higene perseorangan juga Baik.
mempengaruhi kejadian difteri. Higiene 8. Permasalan yang ditemukan di lapangan
perseorangan yang kurang baik berisiko 4,27 antara lain pengambilan swab pada
kali tertular difteri20,27. kontak erat masih kurang, profilaksis
tidak berjalan dengan baik dan tidak ada
SIMPULAN PMO, meskipun hasil lab negatif tetap
1. Telah terjadi KLB Difteri Di Kecamatan diperlukan penaggulangan penyakit
Geneng dan Kecamatan Karang Jati difteri. DPT-HB-HIb belum dilaksanan di
degan gejala nyeri telan, demam, dan Wilayah kerja Puskesmas Karang jati.
pseudomembrane.

P-ISSN 2355-6498 |E-ISSN 2442-6555


212

Firman Suryadi Rahman | Penyelidikan Epidemiologi KLB Difteri …..


Jurnal Wiyata, Vol. 3 No. 2 Tahun 2016

SARAN 8. Dinkes Provinsi Jawa Timur. 2011.PWS


1. Perlu mengadakan pelatihan bagi petugas Imunisasi. Sitasi 14 Juli 2015.
surveilans dalam tata laksana kasus 9. Rusmil,dkk. 2011. Wabah Difteri Di
difteri. Kecamatan Cikalong Wetan. Sitasi 10
2. Pengambilan swab hendaknya juga juli 2015.
menyertakan kontak erat selain keluarga. 10. Chin. 2000. Manual Pemberantasan
3. Perlunya jaminan ketersediaan antibiotik Penyakit Menular.
di puskesmas agar eristromisin dapat 11. Roselinda. 2013. Survey Titer Antibody
tersedia secara gratis. Anak Sekolah Usia 6-17 Tahun Di
4. Vaksinasi DPT pentavalen hendaknya Daerah KLB Difteri Dan Tidak KLB
dapat dilakukan secara menyeluruh di Difteri. Jurnal litbangkes RI/ bulletin
kabupaten Ngawi. penelitian kesehatan. Sitasi 3 juli 2015.
5. GAIN UCI harus segera direalisasikan di 12. Pediatric, Sari. 2002. Imunogenitas Dan
Kecamatan Geneng dan Kecamatan Keamanan Vaksin DPT Setelah Imunisasi
Karang Jati sehingga target 100% desa Dasar. Sitasi 3 juli 2015.
UCI dan 90% IDL dapat tercapai. 13. ITAGI. 2011. Update Review Vaccine
6. KIE perlu dilakukan dimasyarakat agar Intergartion In A Pentavelen Vaccine Into
bias mengetahui gelaja klinis dan cara National Immunization Program. Sitasi
penggulngan penyakit difteri. 20 Juni 2015.
7. ORI perlu dilakukan di Kecamatan 14. Sariaji, kambang, ddk. 2013. Identifikasi
Karang Jati dan Kecamatan Geneng Temuan Kontak Positif KLB Diferi
8. Perlu penelitian lebih lanjut terkait faktor Jakarta. Jurnal litbangkes. Sitasi 3 juli
yang berhubungan dengan Kejadian Luar 2015.
Biasa Difteri 15. Depkes RI. 2009. Manajemen Vaksin Dan
Cold Chain.
REFERENSI 16. Kemenkes R1. 2013. Pedoman
1. CDC. 2015. Epidemiology And Penyelenggaraan Imunisasi.
Prevention Of Vaccine Preventable 17. Kartono. 2008. Lingkungan Rumah Dan
Disease. Sitasi 7 Juli 2015. Kejadian Difteri Di Kabupaten
2. WHO. 2015. Difteria Data Sheet In Tasikmalaya Dan Garut. Jurnal kesehatan
Indonesia. Sitasi 11 Juli 2015. masyarakat nasional. Sitasi 20 juni 2015.
3. WHO. 2015. Difteria Reported Case. 18. Parande.2014. Diphtheria outbreak in
Sitasi 11 Juli 2015. rural India. Sitasi 1 Agustus 2016
4. Dinkes Provinsi Jawa Timur. 2011. 19. Sari. 2014. Penyelidikan epidemiologi di
Pedoman Penanggulangan KLB Difteri di Kecamatan Tanjung Bumi Kabupaten
Jawa Timur. Bangkalan 2013.
5. Kemenkes RI. 2013. Berdasarkan Buku 20. Lia. 2011. Faktor Risiko KLB Difteri di
Petunjuk Teknis pelaksanaan Imunisasi Sidoarjo Tahun 2010. Sitasi 1 Agustus
dan Pelaksanaan Surveilans dalam 2016
Penanggulangan KLB Difteri 21. Setyowati.2011.Faktor yang
6. Karangjati Dalam Angka 2015. mempengaruhi kontak positif Difteri.
7. WHO. 2003. Outbreak Control. Sitasi 11 Sitasi 2 Agustus 2016
juli 2015.

P-ISSN 2355-6498 |E-ISSN 2442-6555


213

Firman Suryadi Rahman | Penyelidikan Epidemiologi KLB Difteri …..


Jurnal Wiyata, Vol. 3 No. 2 Tahun 2016

22. Fadlyana. 2013. KLB Difteri Di


Kabupaten Kulon Progo. Jurnal
Universitas Padjajaran. Sitasi 1 Agustus
2016.
23. Setia, Agus. 2012. Faktor Yang
Berpengaruh Terhadap Kejadian Difteri
Pada Peristiwa KLB Difteri di
Kalimantan Selatan. Tesis Universitas
Indonesia.
24. Khoirotul, Ayu. 2013. KLB Difteri Di
Puskesmas Boyolali. Jurnal UMS.
25. Kartono, Basuki. 2011. Lingkungan
Rumah Dan Kejadian Difteri Di
Kabupaten Tasikmalaya Dan Kabupaten
Garut. Skripsi Universitas Padjajaran.
26. Maya, Putri. 2012. Analisis Faktor KLB
Difteri Di Wilayah Kerja Puskesmas
Wringin Kecamatan Wringin Kabupaten
Bondowoso. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Nasional
27. Destianingsih. 2011. Faktor Yang
Berhubungan Dengan Kejadian Difteri Di
Kabupaten Gresik. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Nasional

P-ISSN 2355-6498 |E-ISSN 2442-6555

Anda mungkin juga menyukai