Anda di halaman 1dari 45

AKUNTANSI BIAYA

BAHAN BAKU

Akuntansi Bahan Baku – Definisi, Entri Jurnal, dan Lainnya


Harga pokok penjualan

Definisi
Bahan baku adalah sumber daya yang digunakan oleh perusahaan untuk menghasilkan barang
dan jasa untuk tujuan dijual kembali. Bahan baku secara garis besar dapat dikategorikan
menjadi dua kategori, yaitu bahan langsung dan bahan tidak langsung. Sejauh bahan langsung
yang bersangkutan, mereka digunakan dalam produk akhir.
Tanpa bahan langsung, produk akhir yang dihasilkan perusahaan tidak dapat diproduksi atau
dijual selanjutnya.
Di sisi lain, dapat dilihat bahwa bahan tidak langsung terutama digunakan di seluruh proses
produksi, tetapi mereka tidak terlibat langsung dengan proses produksi. Dengan kata lain,
mereka bukan merupakan bahan utama dari produk akhir.
Contoh bahan baku langsung adalah kain, yang diperlukan untuk pembuatan jas tertentu. Bahan
baku tidak langsung, dalam hal ini, dapat berupa pelumas yang diperlukan untuk menjamin
kelancaran fungsi mesin jahit.
Dalam artikel ini, kita akan membahas tentang akuntansi bahan baku, khususnya pada
pengakuan, pencatatan, seperti bagaimana hal itu disajikan dalam laporan keuangan entitas.

Entri Jurnal dan Perlakuan Akuntansi


Bahan baku dicatat di neraca sebagai aset lancar di bawah pos persediaan . Ketika bahan baku
sedang dicatat, entri debet diproses dalam akun persediaan bahan baku (untuk mencatat
peningkatan aset).
Selanjutnya, untuk mencatat pembelian persediaan ini , kredit dibuat ke akun hutang, untuk
memperhitungkan peningkatan saldo kredit yang harus dilakukan perusahaan selama waktu.
Ketika bahan baku digunakan dalam proses produksi, perlakuan akuntansi bervariasi sesuai
dengan sifat bahan baku yang digunakan. Dalam hal bahan langsung, akun persediaan barang
dalam proses didebit untuk mencatat bahwa persediaan tersebut sedang digunakan untuk
proses produksi.
Selanjutnya, akun persediaan bahan baku dikreditkan, untuk mencerminkan bahwa persediaan
tidak lagi tersedia. Namun, perlakuan ini lebih banyak dilakukan ketika proses produksi
berlangsung lama dan menyebar dalam rentang waktu tertentu.
Selanjutnya, proses produksi selesai, akun barang dalam proses dikreditkan, dan persediaan
barang jadi didebet.
Di sisi lain, dapat dilihat bahwa jika proses produksi pendek dan singkat, maka langkah barang
dalam proses dihilangkan. Setelah barang terjual, harga pokok bahan baku kemudian dicatat
dalam akun harga pokok penjualan.
Dalam hal bahan baku tidak langsung, akun overhead didebit, dan aset persediaan bahan baku
dikreditkan. Setelah akhir periode akuntansi, saldo akun overhead kemudian dialokasikan ke
harga pokok penjualan dan persediaan akhir.

Kesimpulan
Sebagai kesimpulan, dapat dilihat bahwa bahan baku terutama merupakan input dan bahan
yang diperlukan untuk proses produksi. Faktanya, dapat dilihat bahwa input ini diperlukan
untuk kegiatan inti bisnis, di mana barang dan jasa terutama diproduksi untuk tujuan dijual
kembali.
Tergantung pada klasifikasi mereka sebagai bahan baku langsung atau tidak langsung, mereka
selanjutnya diperlakukan untuk mencerminkan penggunaannya dalam pembukuan.
Akan tetapi, pembelian bahan baku berbeda dengan pembelian barang dan jasa lainnya,
terutama karena alasan bahwa bahan tersebut dibeli dengan tujuan untuk diolah dan
diproduksi untuk dijual kembali (dalam hal bahan baku langsung).

Ada 3 unsur penting dalam biaya produksi yakni biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan

biaya overhead pabrik. Ketiga biaya tersebut adalah bagian penting bagi perusahaan

manufaktur. Pengelolaan biaya ini juga penting karena akan mempengarui harga produk yang

dijual nantinya dan akan mempengaruhi laba rugi perusahaan.

Saat ini kita akan membahas mengenai biaya bahan baku. Jadi apa sih biaya bahan baku itu? Dan

bagaimana cara mencatatnya?

Pengertian Biaya Bahan Baku

Bahan baku adalah seluruh bahan yang digunakan dalam proses produksi suatu produk. Bahan

baku ini mencakup seluruh bahan yang terkandung di dalam produk. Contohnya dalam

memproduksi sebuah baju, maka biaya bahan bakunya seperti kain, benang, seleting, dan

lainnya. Selain itu juga biaya pada lainnya seperti biaya angkut, penyimpanan dan operasional

juga termasuk ke dalam biaya bahan baku ini.

Pengertian Bahan Baku Menurut Ahli

Selain penjelasan umum sebelumnya, ada beberapa pendapat dari para ahli mengenai bahan

baku ini, antara lain :

– Wikipedia

Bahan baku adalah bahan yang digunakan dalam membuat produk. Sedangkan biaya bahan

baku adalah seluruh biaya untuk memperoleh sampai dengan bahan siap untuk digunakan yang

meliputi harga bahan, ongkos angkut, penyimpanan dan lain–lain.

– Sofjan Assauri
Bahan baku adalah Semua Bahan Baku meliputi semua bahan yang dipergunakan dalam

perusahaan pabrik, kecuali terhadap bahan-bahan yang secara fisik akan digabungkan dengan

produk yang dihasilkan oleh perusahaan pabrik tersebut.

– Hanggana

Bahan baku adalah sesuatu yang digunakan untuk membuat barang jadi, bahan pasti menempel

menjadi satu dengan barang jadi. Dalam sebuah perusahaan bahan baku dan bahan penolong

memiliki arti yang sangat penting, karena menjadi modal terjadinya proses produksi sampai

hasil produksi.

Berdasarkan pendapat menurut para ahli yang sudah disebutkan, bisa dikatakan bahwa bahan

baku merupakan sebagai bahan utama yang sangat dibutuhkan dalam membuat suatu proses

barang dari hasil produksi.

Jenis-Jenis Bahan Pada Bahan Baku

Menurut Gunawan Adisaputro dan Marwan Asri (1985) jenis bahan baku ada 2 adalah yaitu

sebagai berikut :

– Bahan Baku Langsung (Direct Material)

Yaitu bahan pokok utama ini dapat dikatakan direct material atau bahan baku langsung.

Bahkan, pengertian lainnya merupakan suatu bahan pokok utama yang merupakan bagian

terpenting dari suatu produk barang jadi yang dihasilkan perusahaan. Walaupun, biaya yang

sudah di keluarkan dalam hal membeli bahan pokok langsung akan sangat berkaitan erat

dengan barang produksi yang dihasilkan.

– Bahan Baku Tidak Langsung (Indirect Material)

Yaitu ialah suatu nama lain dari bahan pokok pendamping pada jenis bahan baku ini. Namun,

pengertian lainnya yang dapat diketahui merupakan suatu bahan yang ikut berperan kedalam

bahan utama pada saat kegiatan proses produksi tetapi bahan ini tidak secara langsung terlihat

pada suatu barang jadi yang sudah dihasilkan oleh perusahaan.

Metode Pencatatan Biaya Bahan Baku

Ada dua macam metode pencatatan biaya bahan baku yang dipakai dalam produksi.

 Metode Mutasi Persediaan (perpetual inventory method)


Metode mutasi persediaan adalah metode pencatatan biaya bahan baku di mana setiap mutasi

bahan baku dicatat dalam kartu persediaan.

 Metode Persediaan Fisik (physical inventory method)

Metode pencatatan biaya bahan baku di mana hanya tambahan persediaan bahan baku dari

pembelian saja yang dicatat.

Metode pencatatan persediaan barang

Untuk mengetahui berapa biaya bahan baku yang dipakai dalam produksi, harus dilakukan

dengan cara menghitung sisa persediaan bahan baku yang masih ada di gudang pada akhir

periode akuntansi.

Harga pokok persediaan awal bahan baku ditambah dengan harga pokok bahan baku yang

dibeli selama periode.

Dikurangi dengan harga pokok persediaan harga pokok persediaan bahan baku yang masih ada

pada akhir periode adalah biaya bahan baku yang dipakai dalam produksi selama periode yang

bersangkutan.

Metode persediaan fisik adalah cocok digunakan dalam penentuan biaya bahan baku dalam

perusahaan yang harga pokok produksinya dikumpulkan dengan metode harga pokok proses.

Metode mutasi persediaan adalah cocok digunakan dalam perusahaan yang harga pokok

produksinya dikumpulkan dengan metode harga pokok persediaan.

A: Metode Identifikasi Khusus (Specific Identification Method)

Dalam metode ini, setiap jenis bahan baku yang ada di gudang harus diberi tanda pada harga

pokok persediaan berapa bahan baku tersebut dibeli.

Setiap pembelian bahan baku yang harga per satuannya berbeda dengan harga per satuan

bahan baku yang sudah ada di gudang, harus dipisahkan penyimpanannya dan diberi tanda

pada harga berapa bahan baku tersebut dibeli.

Dalam metode ini, tiap-tiap jenis bahan baku yang ada digudang jelas identitas harga pokoknya.

Sehingga setiap pemakaian bahan baku dapat diketahui harga pokok per satuannya secara

tepat.
B: Metode Masuk Pertama Keluar Pertama

Metode masuk pertama keluar pertama atau First in First Out (FIFO) adalah metode untuk

menentukan biaya bahan baku.

Dengan anggapan bahwa harga pokok per satuan bahan baku yang pertama masuk dalam

gudang, digunakan untuk menentukan harga bahan baku yang pertama kali dipakai.

Perlu ditekankan bahwa untuk menentukan biaya bahan baku, anggapan aliran biaya tidak

harus sesuai dengan aliran fisik bahan baku dalam produksi.

Mutasi persediaan bahan baku yang terjadi karena transaksi pembelian dicatat dalam jurnal

pembelian dengan jurnal sebagai berikut:

[Debit] Persediaan Bahan Baku  Rp xxx

[Kredit] Utang Dagang  Rp xxx

Jika perusahaan menggunakan metode mutasi persediaan dalam pencatatan persediaannya,

pembelian bahan baku tersebut dicatat juga dalam kartu persediaan (sebagai buku pembantu

persediaan) pada kolom.

Mutasi persediaan bahan baku yang terjadi karena transaksi pemakaian bahan baku dicatat

dalam jurnal umum (atau jurnal pemakaian bahan baku) dengan jurnal sebagai berikut:

[Debit] Barang Dalam Proses – Biaya Bahan Baku  Rp xxx

[Kredit] Persediaan Bahan Baku  Rp xxx

Pemakaian bahan baku ini dicatat juga dalam kartu persediaan pada kolom “pemakaian”.

C: Metode Masuk Terakhir Keluar Pertama (Last-in First-out Method)

Metode masuk terakhir, keluar pertama atau Last in First Out (LIFO) adalah cara menentukan

harga pokok bahan baku yang dipakai dalam produksi.

Dengan anggapan bahwa harga pokok per satuan bahan baku yang terakhir masuk dalam

persediaan gudang, dipakai untuk menentukan harga pokok bahan baku yang pertama kali

dipakai dalam produksi.

D: Metode Rata-rata Bergerak (Moving Average Method)

Metode rata-rata bergerak adalah cara untuk menentukan harga pokok bahan baku dengan

menghitung harga pokok rata-rata persediaan bahan baku yang ada di gudang.
Caranya adalah dengan membagi total harga pokok dengan jumlah satuannya.

Setiap kali terjadi pembelian yang harga pokok satuannya berbeda dengan harga pokok rata-

rata persediaan yang ada di gudang, harus dilakukan perhitungan harga pokok rata-rata per

satuan yang baru.

Bahan baku yang dipakai dalam proses produksi dihitung harga pokoknya dengan mengalikan

jumlah satuan bahan baku yang dipakai dengan harga pokok rata-rata per satuan bahan baku

yang ada di gudang.

Metode ini juga disebut dengan metode rata-rata tertimbang.

Karena dalam menghitung rata-rata harga pokok persediaan bahan baku menggunakan

kuantitas bahan baku sebagai angka penimbangnya.

E: Metode Biaya Standar

Pengertian metode biaya standar adalah metode penentuan harga pokok bahan baku dengan

cara mencatat bahan baku yang dibeli dalam kartu persediaan sebesar harga standar (standard

price).

Yaitu harga taksiran yang mencerminkan harga yang diharapkan akan terjadi di masa yang akan

datang.

Harga standar adalah harga yang diperkirakan untuk anggaran tertentu.

Pada saat dipakai, bahan baku dibebankan pada produk di harga standar tersebut.

F: Metode Rata-rata Harga Pokok Bahan Baku pada Akhir Bulan.

Dalam metode ini pada tiap akhir bulan dilakukan penghitungan harga pokok rata-rata per

satuan tiap jenis persediaan bahan baku yang ada di gudang.

Harga pokok rata-rata per satuan ini kemudaian digunakan untuk menghitung harga pokok

bahan baku yang dipakai dalam produksi pada bulan berikutnya.

Menghitung harga pokok penjualan dapat diselesaikan dengan mudah menggunakan

aplikasi Finata.id dan berbagai fitur yang ada didalamnya. Selain berfungsi untuk menyusun

laporan, aplikasi ini juga bisa membantu anda untuk mengelola bisnis atau usaha yang sedang

anda jalani.
Di jaman yang serba cepat dan modern ini, sudah saatnya bagi anda untuk mengganti cara-cara

manual dengan menggunakan teknologi yang mempermudah kegiatan kita.

Jangan lupa follow instagram dan subscribe youtube kita untuk mendapatkan berbagai info

menarik mengenai akuntansi, keuangan, bisnis, dan lainnya.

2 Metode Pencatatan Persediaan, Pilih Mana Periodik Atau Perpetual?

 Diupdate Mar 19th, 2021

Metode pencatatan persediaan merupakan salah satu cara untuk mengelola persediaan secara

benar bagi perusahaan ritel. Metode pencatatan persediaan menjadi salah satu unsur penting

dalam sistem manajemen inventory. Perusahaan ritel harus menerapkan metode ini agar data

persediaan selalu sesuai dengan keberadaan fisik persediaan di dalam gudang. Secara lebih

lanjut, metode pencatatan persediaan bisa untuk tujuan penilaian agar aset perusahaan dapat

dioptimalkan untuk menciptakan laba.

Metode persediaan yang bisa dilakukan oleh perusahaan ritel ada 2 macam, yaitu dengan

metode periodik atau dengan metode perpetual. Click to Tweet

Dengan menerapkan salah satu dari 2 metode persediaan, perusahaan akan dengan mudah

mendeteksi pergerakan persediaan secara lebih cepat dan juga akan mengurangi risiko

kehilangan maupun kerusakan persediaan di dalam gudang.

Metode persediaan yang bisa dilakukan oleh perusahaan ritel ada 2 macam, yaitu dengan

metode periodik atau dengan metode perpetual. Berikut ini, pembahasan mengenai pengertian

dan perbedaan perpetual dan periodik.

Metode Pencatatan Persediaan

Metode Periodik (Metode Fisik)


Metode fisik atau disebut juga dengan metode periodik merupakan sistem pencatatan

persediaan yang mengharuskan adanya perhitungan persediaan yang masih ada pada tanggal

penyusunan laporan keuangan. Metode periodik disusun dengan indikator penting untuk
menentukan Harga Pokok Penjualan (HPP) dari stok opname yang masih ada. Dengan metode

ini, perusahaan akan memiliki data mengenai mutasi persediaan secara akurat dan sesuai

dengan persediaan fisik di gudang.

Baca Juga : Penerapan dan Perbedaan Metode Persediaan FIFO, LIFO, dan Average

Umumnya, perusahaan membuat laporan stok barang otomatis menggunakan software

akuntansi. Namun, pada dasarnya setiap setiap pembelian atas persediaan harus dicatat dalam

rekening pembelian. Mutasi persediaan merupakan syarat wajib untuk mengetahui Harga

Pokok Penjualan (HPP), yang hanya dapat dihitung setelah persediaan akhir diketahui.

Penerapan metode periodik untuk mengetahui Harga Pokok Penjualan (HPP) bisa dilakukan

dengan cara seperti contoh berikut :

Metode Perpetual

Pengertian metode perpetual merupakan metode pencatatan persediaan perusahaan ritel yang

dilakukan dengan cara membuat akun-akun secara terpisah untuk setiap jenis persediaan.

Metode perpetual bisa juga disebut sebagai metode buku pembantu persediaan. Keunggulan

dari metode ini adalah lebih muda melakukan kontrol persediaan dan menentukan HPP dari

produk-produk yang beragam.

Akun-akun yang digunakan dalam pencatatan persediaan disajikan dalam beberapa kolom yang

meliputi akun pembelian, penjualan, dan saldo persediaan. Setiap perubahan yang terjadi akan

diikuti dengan pencatatan dalam akun persediaan sehingga jika terjadi perubahan jumlah

persediaan akan segera diketahui melalui kolom saldo. Selanjutnya, masing-masing kolom akan

dirinci lagi untuk menentukan kuantitas dan harga perolehannya.

Penggunaan metode perpetual akan lebih memudahkan dalam menyusun neraca dan laporan

laba rugi jangka pendek karena perhitungan fisik untuk mengetahui jumlah persediaan akhir

tidak perlu lagi dilakukan. Penyusunan metode perpetual bisa dilihat seperti contoh berikut ini:

(Db) Selisih Persediaan xxx


(Cr) Persediaan Barang xxx

Perbedaan Perpetual dan Periodik

Jika dibandingkan dengan metode fisik atau periodik, maka metode perpetual sangat optimal

untuk mencatat persediaan karena dapat memudahkan dalam menyusun neraca dan laporan

laba rugi.

Selain itu, metode perpetual juga dapat digunakan untuk mengawasi setiap persediaan di dalam

gudang dengan lebih akurat. Perbedaan perpetual dan periodik sebagai metode pencatatan

persediaan, sebenarnya pada cara menentukan Harga Pokok Penjualan (HPP).

Dalam metode perpetual nilai HPP yang diperoleh hanya untuk menunjukkan harga pokok atas

produk yang dijual. Sementara dalam metode periodik memungkinkan kekurangan/kelebihan

atas persediaan akan tercampur dalam harga pokok penjualan (HPP).

Metode pencatatan persediaan sangat penting untuk Anda terapkan, khususnya jika Anda

menjalankan bisnis ritel. Anda bisa menggunakan salah satu dari kedua metode tersebut. Selain

itu, yang tidak kalah penting untuk usaha Anda adalah software akuntansi untuk membuat

neraca dan laporan keuangan dengan real time

Biaya Tidak Langsung: Pengertian, Penjelasan, Jenis, dan Contohnya


Harga pokok penjualan

Definisi :
Semua biaya yang dikeluarkan bersama untuk proyek, produk, atau aktivitas bisnis yang
berbeda dan tidak dapat dengan mudah dibagi untuk proyek, produk, atau aktivitas individual
disebut biaya tidak langsung. Kita juga dapat mengatakan bahwa semua biaya yang tidak dapat
dialokasikan ke biaya langsung adalah biaya tidak langsung.
Biaya tidak langsung juga dicatat dalam laporan laba rugi perusahaan seperti biaya langsung
yang biasanya dalam harga pokok penjualan sedangkan biaya tidak langsung biasanya dicatat
dalam beban umum dan administrasi.

Penjelasan :
Dari definisi tersebut, kita dapat mengatakan bahwa biaya tidak langsung tidak dapat
berbanding lurus dengan objek biaya. Pengeluaran ini bersifat umum dan tidak terkait dengan
produk atau aktivitas tertentu.
Biaya tidak langsung tidak layak untuk dialokasikan ke setiap unit produk atau jasa karena
biaya ini digunakan dalam beberapa aktivitas manufaktur dan tidak dapat dibebankan ke satu
unit.
Misalnya, rumah sakit tidak dapat melacak tagihan utilitas kembali ke layanan atau objek biaya
tertentu karena akan digunakan oleh semua departemen rumah sakit, sehingga akan
dibebankan secara keseluruhan daripada dibebankan ke departemen tertentu.
Namun biaya ini dikaitkan dengan setiap unit akuntansi bahkan setelah menghadapi kesulitan
yang melekat melalui metode berikut:
 Klasifikasi Biaya Tetap
 Alokasi Proporsional
 Alokasi Biaya Berbasis Aktivitas
 Perhitungan Tarif Biaya
Sifat biaya tidak langsung terkadang variabel dan terkadang tetap. Biaya variabel tidak langsung
tidak terkait langsung atau dapat dilacak ke setiap unit produk tetapi bervariasi sesuai output,
misalnya tagihan listrik di industri manufaktur.
Demikian pula, biaya tetap tidak langsung tidak dapat dilacak atau berhubungan langsung
dengan setiap unit produk dan juga tidak bervariasi sesuai dengan output, misalnya gaji
penjaga.
Biaya tidak langsung juga disebut sebagai biaya overhead, biaya administrasi atau biaya
fasilitas. Semua terminologi ini sinonim dan sebagian besar digunakan untuk menggantikan
satu sama lain.
Biaya tidak langsung mungkin berbeda untuk industri yang berbeda. Ada juga kemungkinan
bahwa satu jenis biaya dalam organisasi yang sama dapat dianggap sebagai biaya
langsung untuk satu produk sementara pada saat yang sama dapat dianggap sebagai biaya tidak
langsung untuk departemen atau produk lain.
Biasanya, manajemen memiliki sedikit kendali atas biaya tidak langsung dibandingkan
dengan biaya langsung yang dapat diminimalkan dengan manajemen yang efisien.

Manfaat Klasifikasi Biaya :


Klasifikasi biaya total menjadi biaya langsung dan tidak langsung memungkinkan manajemen
untuk mengambil keputusan penting untuk bertahan dan tumbuh di era persaingan yang ketat,
dengan mengadopsi strategi biaya yang berbeda.
Klasifikasi ini memungkinkan bisnis untuk memutuskan harga untuk produk atau proyek apa
pun menggunakan informasi yang dipecah dan diklasifikasikan.

Jenis Umum Biaya Tidak Langsung:


Jenis umum dari biaya tidak langsung adalah:
 Gaji & Upah & Tunjangan Fringe s: Gaji staf administrasi dan administrasi, direktur,
dan manajer yang tidak terkait langsung dengan proyek atau manufaktur atau produk dianggap
sebagai biaya tidak langsung.
 Perlengkapan kantor dan perlengkapan administrasi lainnya : Biaya pulpen, pensil,
gerobak, staples, toner, dan perlengkapan lainnya yang dimiliki oleh kantor pusat dan tidak
berkaitan langsung dengan biaya objek biasanya dianggap sebagai biaya tidak langsung.
 Biaya Perjalanan : Semua biaya perjalanan yang tidak berhubungan langsung dengan
aktivitas produk biasanya dianggap sebagai biaya tidak langsung. Dalam urusan manufaktur,
perjalanan personel penjualan mungkin mempertimbangkan biaya tidak langsung untuk
produk tersebut.
 Sewa Tempat: Sewa tempat untuk staf kantor pusat atau staf pabrik biasanya dianggap
sebagai biaya tidak langsung.
 Penyusutan Peralatan : Biaya penyusutan yang dibebankan biasanya dianggap sebagai
biaya tidak langsung yang tidak terkait langsung dengan proyek atau unit yang
diproduksi. Biaya penyusutan dialokasikan secara proporsional untuk setiap unit,
menjadikannya sebagai biaya tidak langsung.
 Utility Expense: Utility expenses that may be used for the manufacturing of different
products at the same time but cannot be associated with a specific product or service are
commonly considered as indirect costs.

Journal Entries:
How does the indirect costs are records in the company financial statements?
As we describe the types of indirect costs above, they are commonly the general administrative
expense. Therefore, the double entries of indirect cost or indirect expenses in the income
statement are the same like others expenses.
The entries are:
Dr Indirect Expenses (Cost)
Cr Cash/bank
For example, if the indirect cost are related to travel expenses with amount $1,000, then the
entries are:
Dr Indirect Expenses (Cost) $1,000

Cr Cash/bank $1,000
Biaya Bahan Baku (BBB)
November 17, 2020

Biaya bahan baku (BBB) adalah salah satu unsur biaya yang penting dalam perusahaan industri
atau manufaktur selain biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik.

Biaya tersebut penting dikarenakan merupakan unsur utama dalam membuat suatu produk di
perusahaan manufaktur.

Hal tersebut nantinya akan mempengaruhi juga harga jual dari produk tersebut, yang kaitannya
nanti dengan keuntungan yang didapatkan.

Nah, untuk lebih jelasnya Yuk simak pembahasannya dalam artikel ini dengan seksama!!

Daftar Isi  Lihat 

Pengertian Biaya Bahan Baku (BBB)


Pengertian dari bahan baku adalah bahan yang digunakan dalam proses produksi untuk
membentuk satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari produk jadi dan sebagai unsur yang
diolah dengan menggunakan biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik.

Sedangkan biaya bahan baku adalah suatu biaya yang ditanggung atau dikeluarkan untuk
mendapatkan bahan baku yang digunakan dalam proses produksi.

Perlu diketahui bahwa harga pokok bahan baku ini terdiri dari:

 Harga beli
 Biaya angkut
 Dan berbagai biaya lainnya yang dikeluarkan dalam mempersiapkan bahan baku untuk
siap digunakan dalam proses produksi.
Sehingga harga pokok bahan baku bukan hanya harga yang terdapat di dalam faktur pembelian
atau harga beli saja.

Berbagai biaya lainnya yang pada umumnya ikut dalam perhitungan sebagai biaya bahan baku
selain harga beli dan biaya angkut adalah sebagai berikut.

 Biaya pesan
 Biaya penerimaan
 Biaya pembongkaran
 Biaya pemeriksaan
 Biaya asuransi
 Dan biaya pergudangan
BBB dicatat hanya sebesar harga beli berdasarkan faktur pembelian. Hal tersebut dikarenakan
berbagai biaya lainnya yang terjadi selain harga beli sulit untuk dapat diperhitungkan kepada
harga pokok bahan baku yang dibeli.

Berbagai biaya lainnya tersebut diperhitungkan sebagai biaya overhead pabrik. Berbagai biaya
lainnya tersebut disebut juga sebagai biaya bahan pembantu atau sebagai bahan penolong.

 Sistem Pembelian Bahan Baku

Transaksi pembelian pembelian yang dilakukan di dalam negeri atau lokal melibatkan berbagai
bagian, yaitu bagian produksi, gudang, pembelian, penerimaan barang, dan akuntansi.

Beberapa dokumen sumber dan juga pendukung yang dibuat dalam transaksi pembelian lokal
adalah sebagai berikut.
1. Surat permintaan pembelian.
2. Surat order pembelian.
3. Laporan penerimaan barang.
4. Faktur yang berasal dari penjual.
Sistem pembelian lokal bahan baku ini terdiri dari beberapa prosedur, diantaranya sebagai
berikut.

1. Prosedur Permintaan Pembelian Bahan Baku


Apabila jumlah persediaan bahan baku yang tersedia di gudang sedikit atau sudah mencapai
jumlah tingkat minimum pemesanan kembali atau reorder point.
Bagian gudang selanjutnya akan membuat surat permintaan pembelian atau purchase
requisition. Dokumen tersebut akan dikirimkan ke bagian pembelian.
Berikut ini adalah contoh dari surat permintaan pembelian.

2.
Prosedur Order Pembelian

Pada bagian pembelian akan dilakukan pembelian berdasarkan surat permintaan pembelian
yang berasal dari bagian gudang.Untuk pemilihan supplier, maka bagian pembelian akan
mengirimkan surat permintaan penawaran harga atau purchase price quotation kepada para
calon supplier.Surat tersebut berisikan permintaan informasi harga dan berbagai syarat
pembelian dari setiap supplier tersebut.Kemudian setelah supplier yang dianggap baik sudah
terpilih, maka bagian pembelian akan membuat surat order pembelian.Surat order pembelian
tersebut akan dikirimkan kepada supplier yang sudah dipilih. Berikut ini adalah contoh dari
surat order pembelian.
3. Prosedur Penerimaan Bahan BakuSupplier akan mengirimkan bahan baku kepada
perusahaan sesuai dengan yang terdapat di dalam surat order pembelian yang
diterimanya.Bagian penerimaan barang mempunyai tugas dalam melakukan
penerimaan barang, memeriksa kualitas, kuantitas, jenis dan juga spesifikasi bahan baku
yang diterima oleh supplier dengan tebusan surat order pembelian.Jika bahan baku yang
diterima sudah sesuai dengan apa yang dipesan atau sesuai dengan yang ada di dalam
surat order pembelian, maka bagian penerimaan barang akan membuat laporan
penerimaan barang.Laporan tersebut untuk dikirimkan kepada bagian akuntansi.
Berikut ini adalah contoh dari laporan penerimaan barang.

4. Pros
edur Pencatatan Penerimaan Bahan Baku di Bagian Gudang
Bagian penerimaan kemudian menyerahkan bahan baku yang sudah diterima dari supplier
kepada bagian gudang.Bagian gudang bertugas untuk menyimpan bahan baku tersebut dan
mencatat jumlah dari bahan baku yang diterima dari bagian penerimaan barang dalam kartu
gudang atau stock card pada kolom “masuk”.

Stock card ini dipakai oleh bagian gudang untuk melakukan pencatatan mutasi setiap jenis
barang yang ada di dalam gudang.
Stock card hanya berisikan berbagai informasi tentang harga barang yang tersimpan di dalam
gudang.
Catatan yang ada di dalam stock card tersebut diawasi atau di-pantau dengan catatan yang
diselenggarakan oleh bagian akuntansi yang berupa kartu persediaan atau inventory
card sebagai akun pembantu persediaan.
Selain melakukan pencatatan mutasi barang gudang dalam stock card, bagian gudang juga
mencatat barang dalam kartu barang atau inventory tag.
Kartu baran tersebut akan digantungkan atau ditempel-kan pada tempat penyimpanan setiap
jenis barang. Berikut ini adalah contoh dari kartu gudang dan kartu barang.

5.
Prosedur Pencatatan Utang
Dalam proses ini bagian pembelian akan menerima faktur pembelian dari supplier. Selanjutnya
bagian pembelian akan memberikan tanda tangan di atas faktur pembelian.

Tanda tangan tersebut sebagai bukti persetujuan bahwa faktur bisa dibayar, karena supplier
sudah memenuhi berbagai syarat pembelian yang sudah ditentukan oleh perusahaan.

Faktur pembelian yang sudah ditandatangani oleh bagian pembelian tersebut kemudian akan
diserahkan kepada bagian akuntansi.

Setelah bagian akuntansi menerima faktur pembelian bahan baku tersebut, maka bagian
akuntansi akan langsung melakukan pemeriksaan terhadap ketelitian perhitungan yang ada di
dalam faktur pembelian.
Selain itu bagian akuntansi juga akan mencocokkan faktur pembelian dengan informasi atau
data yang ada di dalam tembusan surat order pembelian yang diterima dari bagian pembelian
dan laporan penerimaan barang yang diterima dari bagian penerimaan barang.

Faktur pembelian tersebut yang dilampirkan dengan tembusan surat order pembelian dan
laporan penerimaan barang akan dimasukkan atau dicatat di dalam jurnal pembelian oleh
bagian akuntansi.

Kemudian setelah dicatat dalam jurnal pembelian, maka faktur pembelian dan juga dokumen
pendukungnya akan dicatat di dalam kartu persediaan pada kolom “masuk”.

Kartu persediaan ini digunakan sebagai pembantu untuk mencatat persediaan bahan baku.
Berikut ini adalah contoh dari kartu persediaan.

 Harga Pokok Bahan Baku yang Dibeli


Berdasarkan pada prinsip akuntansi yang berterima umum, lazimnya biaya yang terjadi untuk
mendapatkan bahan baku dan untuk menempatkannya dalam kondisi siap digunakan, adalah
unsur harga pokok bahan baku yang dibeli.

Sehingga, harga pokok bahan baku tidak hanya berupa harga yang terdapat di dalam faktur
pembelian saja.

Harga pokok bahan baku ini terdiri dari harga beli (harga yang ada di dalam faktur pembelian)
ditambah dengan berbagai macam biaya pembelian dan berbagai biaya untuk menyiapkan
bahan baku tersebut dalam kondisi siap digunakan.

Harga beli dan juga biaya angkut adalah suatu unsur yang mudah untuk diperhitungkan sebagai
harga pokok bahan baku.

Sedangkan untuk berbagai macam biaya pesan atau order cost, biaya penerimaan, pemeriksaan,
pembongkaran, pergudangan, dan asuransi, dan biaya akuntansi bahan baku adalah berbagai
macam unsur biaya yang sulit untuk diperhitungkan pada harga pokok bahan baku yang dibeli.
Dalam praktiknya, harga pokok bahan baku hanya dicatat sebesar harga beli berdasarkan faktur
pembelian dari supplier.

Hal tersebut dilakukan karena pembagian biaya pembelian kepada setiap jenis bahan baku
membutuhkan biaya akuntansi yang mungkin lebih besar jika dibandingkan dengan manfaat
ketelitian perhitungan harga pokok yang didapatkan.

Oleh karena hal tersebutlah, maka berbagai biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan bahan
baku dan untuk menjadikan bahan baku dalam kondisi siap digunakan, pada umumnya akan
dimasukkan atau diperhitungkan sebagai unsur biaya overhead pabrik.

Jika dalam pembelian bahan baku, supplier memberikan potongan harga (cash discount),
maka cash discount tersebut akan diperlakukan sebagai pengurang harga pokok bahan baku
yang dibeli.
Pada umumnya dalam melakukan pembelian bahan baku, suatu perusahaan akan membayar
biaya angkut untuk berbagai jenis bahan bak yang dibeli.

Nah, hal tersebut menjadi masalah tentang pengalokasian biaya angkut pada setiap jenis bahan
baku yang diangkut. Oleh karena itu diperlakukan yang tepat pada biaya angkut tersebut.

Perlakukan biaya angkutan dapat dibedakan menjadi 2, yaitu sebagai berikut:

1. Sebagai Tambahan Harga Pokok Bahan Baku yang Dibeli


Jika biaya angkut ini diperlakukan sebagai tambahan harga pokok bahan baku yang dibeli, maka
pengalokasian dari biaya angkut pada setiap jenis bahan baku bisa berdasarkan pada beberapa
hal berikut ini.

 Perbandingan kuantitas.
 Perbandingan harga faktur.
 Tarif yang ditentukan di-muka.
Catatan:
Dalam pengalokasian biaya angkut berdasarkan tarif yang ditentukan di-muka, jika pada akhir
periode akuntansi dalam akun biaya angkut terdapat selisih antara biaya angkut yang
dibebankan dengan biaya angkut yang sesungguhnya dan jumlah selisihnya material, maka
selisih tersebut akan dibagikan ke beberapa akun, yaitu:

1. Akun persediaan bahan baku.


2. Akun persediaan barang dalam proses.
3. Akun persediaan produk jadi.
4. Akun harga pokok penjualan.
Jurnal yang dibuat untuk melakukan pencatatan tersebut adalah sebagai berikut.

Persediaan bahan baku Rp.$$$

Persediaan barang dalam proses Rp.$$$

Persediaan produk jadi Rp.$$$

Harga pokok penjualan Rp.$$$

Biaya angkut Rp.$$$

Jurnal tersebut dibuat jika biaya angkut sesungguhnya


lebih besar (>) dari biaya angkut yang dibebankan atas dasar tarif.

Namun, jika selisih antara biaya angkut yang dibebankan dengan biaya angkut sesungguhnya
tidak material, maka selisih tersebut dapat langsung ditutup ke dalam akun harga pokok
penjualan.

Contoh Soal 1
PT Mastah Bisnis dalam melakukan aktivitas produksinya membutuhkan 3 jenis bahan baku
yaitu X, Y, dan Z. Pada tanggal 5 Febuari 2021 melakukan pembelian bahan baku sebagai
berikut.

Harga per Jumlah


Nama Barang Unit
Unit

Bahan X 5.000 kg Rp.400 Rp.2.000.000


Bahan Y 2.000 kg Rp.750 Rp.1.500.000

Bahan Z 3.000 kg Rp.500 Rp.1.500.000

Total 10.000 kg Total Rp.5.000.000

Biaya angkut yang dibayarkan untuk mengangkut ke-3 jenis bahan baku tersebut adalah Rp.
375.000.

Dari data tersebut buatlah suatu alokasi biaya angkut pada setiap jenis bahan jika pembebanan
biaya angkut pembelian berdasarkan atas:

1. Perbandingan kuantitas
2. Perbandingan harga faktur
Jawab:

 Perbandingan kuantitas

Bahan X 5.000 / 10.000 x Rp.375.000 = Rp.187.500

Bahan Y 2.000 / 10.000 x Rp.375.000 = Rp.75.000

Bahan Z 3.000 / 10.000 x Rp.375.000 = Rp.112.500

 Perbandingan harga faktur

Bahan X Rp.2.000.000 / Rp.5.000.000 x Rp.375.000 = Rp.150.000

Bahan Y Rp.1.500.000 / Rp.5.000.000 x Rp.375.000 = Rp.112.500

Bahan Z Rp.1.500.000 / Rp.5.000.000 x Rp.375.000 = Rp.112.500

Contoh Soal 2
Biaya angkut yang diperkirakan akan ditanggung pada tahun 20×1 yaitu sebesar Rp.2.500.000,
dan jumlah bahan baku yang diangkut diperkirakan sebanyak 50.000 kg.

Tarif biaya angkut pada tahun 20×1 adalah sebesar Rp.50/kg. Berikut ini adalah jumlah bahan
baku yang dibeli dan juga alokasi biaya angkutan atas dasar tarif pada tahun 20×1.

Jawab:
Biaya Harga Pokok
Angkut Bahan Baku
yang
Dibebankan
Unit Harga Faktur atas Dasar
Nama Tarif
Barang

(A) X Rp.50 (B) + (C)

(A) (B) (C) (D)

Bahan X 25.000 kg Rp.5.000.000 Rp.1.250.000 Rp.6.250.000

Bahan Y 15.000 kg Rp.4.500.000 Rp.750.000 Rp.5.250.000

Bahan Z 10.000 kg Rp.4.000.000 Rp.500.000 Rp.4.500.000

Total 50.000 kg Rp.13.500.000 Rp.2.500.000 Rp.16.000.000

Apabila biaya angkut sesungguhnya yang dibayar pada tahun 20×1 adalah sebesar
Rp.2.400.000, maka jurnal yang bisa dibuat pada tahun 20×1 untuk mencatat bahan baku yang
dibeli adalah sebagai berikut.

 Jurnal pembelian bahan baku

Debet Kredit
Tanggal Keterangan / Nama Akun Ref
(Rp) (Rp)

13.500.0
Persediaan bahan baku
00

13.500.0
Utang dagang
00

 Jurnal pembebanan biaya angkut atas dasar tarif

Tanggal Keterangan / Nama Akun Ref Debet Kredit


(Rp) (Rp)

Persediaan bahan baku 2.500.000

Biaya angkut 2.500.000

 Jurnal pencatatan biaya angkut yang sesungguhnya terjadi

Debet Kredit
Tanggal Keterangan / Nama Akun Ref
(Rp) (Rp)

2.400.00
Biaya angkut
0

Kas 2.400.000

 Jurnal penutupan saldo akun biaya angkut ke akun harga pokok penjualan

Tanggal Keterangan / Nama Akun Ref Debet (Rp) Kredit (Rp)

Biaya angkut 100.000

Harga pokok penjualan 100.000

Rp.2.500.000 – Rp.2.400.000 = Rp.100.000

2. Sebagai Tambahan Harga Pokok Bahan Baku, Tapi Sebagai Unsur BOP
Dengan memakai cara ini, biaya angkut tidak diperhitungkan sebagai tambahan harga pokok
bahan baku, tapi sebagai unsur dari biaya overhead pabrik.

Pada saat awal tahun anggaran, jumlah dari biaya angkut yang dikeluarkan selama 1 tahun akan
diperkirakan atau ditaksir.

Jumlah taksiran biaya angkut tersebut akan diperhitungkan sebagai unsur dari biaya overhead
pabrik dalam menentukan tarif biaya overhead pabrik.

Biaya angkut sesungguhnya selanjutnya akan dicatat pada sisi debet akun biaya overhead
pabrik sesungguhnya.
 Biaya Unit Organisasi dalam Perolehan Bahan Baku

Di awal penjelasan dalam artikel ini sudah dijelaskan bahwa harga pokok bahan baku itu terdiri
dari harga yang terdapat di dalam faktur ditambah dengan berbagai biaya pembelian dan biaya
untuk menyiapkan bahan baku.

Dalam melakukan pembelian bahan baku, unit organisasi yang berhubungan dalam kegiatan
pembelian bahan baku adalah bagian pembelian, bagian penerimaan, bagian gudang, dan bagian
akuntansi persediaan.

Sehingga, jika biaya pembelian akan diperhitungkan sebagai harga pokok bahan baku, maka
setiap biaya yang ada pada setiap bagian tersebut harus diperhitungkan.

Berbagai biaya yang berhubungan dengan pembelian bahan baku dari setiap bagian tersebut
sebagian besar belum bisa diperhitungkan ketika bahan baku yang dibeli diterima di gudang.

Oleh karena itu, akan muncul kesulitan dalam melakukan perhitungan biaya pembelian
sesungguhnya yang harus dibebankan pada harga pokok bahan baku yang dibeli.

Untuk dapat mengatasi permasalahan tersebut, maka harus dibuat tarif pembebanan biaya
pembelian pada masing-masing jenis bahan baku yang dibeli.

Apabila biaya pembelian dibebankan pada bahan baku yang dibeli berdasarkan tarif, maka
perhitungan tarif biaya pembelian dapat dilakukan sebagai berikut.

1. Jumlah biaya setiap bagian yang berhubungan dengan transaksi pembelian bahan baku
diperkirakan selama 1 tahun anggaran.
2. Ditentukan dasar pembebanan biaya setiap bagian dan ditaksir berapa jumlahnya dalam
tahun anggaran.
3. Ditentukan tarif pembebanan biaya setiap bagian dengan cara membagi biaya dari
setiap bagian dengan dasar pembebanan.
Dasar dan Tarif Biaya Pembelian Setiap Bagian
Berikut ini adalah dasar pembebanan biaya pembelian setiap bagian yang berhubungan dalam
pengadaan bahan baku.

Tarif Pembebanan Biaya


Bagian Dasar Pembebanan
Pembelian
Jumlah frekuensi Tarif per transaksi pembelian atau tarif
Pembelian pembelian atau volume masing-masing jumlah harga faktur
pembelian. pembelian.

Jumlah jenis bahan yang Tarif per jenis bahan


Penerimaan
diterima. yang diterima.

Tarif per jenis bahan; per


Jumlah jenis bahan,
meter kubik atau per
Gudang kuantitas, atau nilai
nilai rupiah bahan baku
rupiah.
yang disimpan di gudang.

Akuntansi Persediaan Jumlah frekuensi Tarif per transaksi


pembelian. pembelian.

Sumber: Mulyadi (2009:287)

Berbagai macam biaya sesungguhnya yang dikeluarkan oleh setiap bagian yang berhubungan
dengan pengadaan bahan didebitkan dalam akun biaya setiap bagian yang dibebankan.

Jika terjadi selisih dalam setiap akun biaya masing-masing bagian yang dibebankan, maka
perlakuannya sama seperti selisih yang terdapat dalam akun biaya angkut.

Jurnal yang dapat dibuat untuk mencatat pembebanan biaya pembelian pada harga pokok
bahan baku atas dasar tarif adalah sebagai berikut.

Ref Debet Kredit


Tanggal Keterangan / Nama Akun
(Rp) (Rp)

Persediaan Rp.$$$

       Biaya bagian pembelian yang dibebankan Rp.$$$

       Biaya bagian penerimaan yang dibebankan Rp.$$$

       Biaya bagian gudang yang dibebankan Rp.$$$


Biaya bagian akuntansi persediaan yang dibebankan Rp.$$$

Biaya yang Diperhitungkan dalam Harga Pokok Bahan Baku yang Diimpor

Jika bahan bakunya diimpor dari luar negeri, tentunya unsur harga pokoknya berbeda dengan
bahan baku yang dibeli dari dalam negeri.

Dalam perdagangan luar negeri, harga barang yang disepakati bersama antara pembeli dan
penjual akan berdampak pada berbagai biaya yang menjadi tanggungan si pembeli.

Bahan baku bisa diimpor dari luar negeri dengan menggunakan beberapa syarat harga yaitu
sebagai berikut.

1. Free Alongside Ship (FAS).


2. Free on Board (FoB).
3. Cost and Freight (C & F).
4. Cost, Insurance, and Freight (C I & F).
Pada syarat harga C & F pembeli akan menanggung biaya asuransi laut dan penjual akan
menanggung biaya angkut lautnya.

Pada syarat harga C I & F pembeli hanya akan menanggung biaya berbagai biaya untuk
mengeluarkan bahan baku dari pelabuhan pembeli dan berbagai biaya lain sampai barang
diterima di gudang pembeli.

Dalam syarat harga C I & F biaya angkut laut dan juga biaya asuransi lautnya akan
diperhitungkan sebagai harga barang oleh penjual.

Harga pokok bahan baku yang diimpor terdiri dari beberapa macam yaitu sebagai berikut.

Harga FOB Rp.$$$


Angkutan laut (ocean freight) Rp.$$$

Harga C & F Rp.$$$

Biaya asuransi laut (marine


Rp.$$$
insurance)

Harga C I & F Rp.$$$

Biaya bank Rp.$$$

Bea masuk & biaya pabean Rp.$$$


lainnya

Pajak penjualan impor Rp.$$$

Biaya gudang Rp.$$$

Biaya ekspedisi muatan kapal laut Rp.$$$

Biaya transport lokal Rp.$$$

Harga pokok bahan baku Rp.$$$

Beberapa biaya tersebut merupakan contoh dari unsur biaya bahan baku yang diimpor dari luar
negeri. Biaya – biaya tersebut tidaklah baku seperti itu.

 Penilaian Persediaan Bahan Baku yang Dipakai dalam Produksi


Karena dalam suatu periode akuntansi biasanya terjadi fluktuasi atau perubahan harga, maka
harga beli bahan baku juga bisa berbeda dari pembelian yang satu dengan pembelian yang
lainnya.

Sehingga persediaan bahan baku yang ada di-gudang memiliki harga pokok yang berbeda –
beda, meskipun jenis bahan bakunya sama.

Tentunya hal tersebut menyebabkan masalah dalam penentuan harga pokok bahan baku yang
digunakan dalam produksi.

Untuk dapat mengatasi hal tersebut dibutuhkan berbagai macam metode penilaian / pencatatan
/ penentuan harga pokok bahan baku yang dipakai dalam produksi.

Beberapa metode penilaian persediaan tersebut diantaranya adalah sebagai berikut.

1. Metode identifikasi khusus.


2. Metode masuk pertama keluar pertama / first in first out (FIFO).
3. Metode masuk terakhir keluar pertama / last in first out (LIFO).
4. Metode rata – rata bergerak.
5. Metode rata – rata tertimbang.
6. Dan lain sebagainya.
Untuk mengetahui lebih dalam tentang penilaian persediaan bahan baku, silakan bisa di baca
dalam artikel berikut ini.

Sisa Bahan Baku (Scrap Materials)


Dalam proses produksi, tidak seluruh bahan baku bisa menjadi produk jadi. Bahan baku yang
mengalami kerusakan dalam proses produksi disebut sebagai sisa bahan.

Perlakukan terhadap sisa bahan tersebut tergantung dari harga jual sisa bahan tersebut.

Apabila harga jual dari sisa bahan ini rendah, pada umumnya tidak dilakukan pencatatan
jumlah dan harganya sampai ketika penjualannya.

Namun apabila harga jual dari sisa bahan tersebut tinggi, maka harus dicatat jumlah dan harga
jual dari sisa bahan tersebut ke dalam kartu persediaan ketika sisa bahan diserahkan oleh
bagian produksi ke bagian gudang.

Apabila dalam proses produksi terdapat sisa bahan, maka masalah yang muncul adalah
bagaimana cara dalam memperlakukan hasil penjualan dari sisa bahan tersebut.

Nah, berikut ini adalah beberapa perlakuan terhadap hasil penjualan sisa bahan.

1. Sebagai Pengurangan Biaya Bahan Baku yang Digunakan dalam Pesanan yang
Menghasilkan Sisa Bahan Tersebut.
Apabila sisa bahan yang terjadi disebabkan karena karakteristik dari proses pengolahan suatu
pesanan tertentu, maka hasil dari penjualan sisa bahan bisa diidentifikasikan dengan pesanan
tersebut.

Jurnal yang dapat dibuat ketika penjualan sisa bahan adalah sebagai berikut:

Keterangan / Nama Akun Ref Debet Kredit


Tanggal
(Rp) (Rp)

Kas / Piutang dagang Rp.$$


$

       Barang dalam proses (BDP) – biaya Rp.$$$


bahan baku

Hasil dari penjualan sisa bahan tersebut juga harus dicatat ke dalam kartu harga pokok pesanan
yang berkaitan.

Pencatatan tersebut dilakukan di kolom “biaya bahan baku” sebagai pengurang biaya bahan
baku pesanan tersebut.

2. Sebagai Pengurangan Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya.


Apabila sisa bahan yang ada tidak bisa diidentifikasikan pada pesanan tertentu, dan sisa bahan
adalah suatu hal yang bisa terjadi dalam proses produksi, maka hasil penjualan dari bahan
tersebut bisa diperlakukan sebagai pengurang BOP sesungguhnya.
Berikut ini adalah jurnal yang dapat dibuat ketika penjualan sisa bahan terjadi.

Keterangan / Nama Akun Ref Debet Kredit


Tanggal
(Rp) (Rp)

Kas / Piutang dagang Rp.$$$

       Biaya overhead pabrik Rp.$$$


sesungguhnya

3. Sebagai Penghasilan di Luar Usaha.


Hasil dari penjualan sisa bahan bisa juga diperlakukan sebagai pendapatan di luar kegiatan
usaha dan tidak sebagai pengurang biaya produksi.

Jurnal yang dapat dibuat adalah sebagai berikut.

Tanggal Keterangan / Nama Akun Ref Debet (Rp) Kredit (Rp)

Kas / Piutang dagang Rp.$$$

       Hasil penjualan sisa bahan Rp.$$$

Akun hasil penjualan sisa bahan ini disajikan dalam laporan laba rugi, yaitu masuk ke dalam
kelompok pendapatan di luar usaha (other income).
 

Pencatatan Sisa Bahan Baku


Apabila jumlah dan juga nilai dari sisa bahan ini tinggi atau besar, maka dibutuhkan suatu
pengawasan terhadap persediaan sisa bahan.

Pemegang kartu persediaan yang ada di bagian akuntansi harus mencatat mutasi persediaan
sisa bahan yang ada di gudang.

Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk melakukan pencatatan persediaan sisa
bahan, yaitu sebagai berikut.

 Bagian akuntansi persediaan mengadakan kegiatan pencatatan mutasi persediaan sisa


bahan ke dalam kartu persediaan.
Ketika sisa bahan ditransfer dari bagian produksi ke bagian gudang, selanjutnya bagian
akuntansi persediaan akan mendapatkan atau menerima laporan jumlah sisa bahan dari bagian
gudang.

Setelah itu bagian akuntansi persediaan akan mencatat kuantitas dari sisa bahan ke dalam kartu
persediaan.

Ketika persediaan sisa bahan dijual, maka harus dibuat jurnal seperti yang sudah di jelaskan di
atas.

Bagian akuntansi persediaan akan melakukan pencatatan mutasi persediaan sisa bahan hanya
dalam kuantitasnya saja, tanpa nilai uangnya.

 Bagian akuntansi persediaan tidak hanya mengadakan pencatatan terhadap mutasi


persediaan sisa bahan dalam kuantitasnya saja, namun pada nilai uangnya juga.
Apabila bagian akuntansi persediaan mengadakan pencatatan terhadap mutasi persediaan sisa
bahan, baik dalam kuantitas atau pun dalam nilai uangnya, maka pencatatan persediaan sisa
bahan dan penjualannya bisa dilakukan dengan menggunakan beberapa metode berikut ini.

Contoh Soal 3
Bagian produksi menyerahkan sebanyak 2.000 kg sisa bahan ke bagian gudang. Sisa bahan
tersebut diperkirakan bisa dijual dengan harga Rp.5.000/kg. Sampai pada akhir periode
akuntansi, sisa bahan tersebut sudah terjual sebanyak 1.250 kg dengan harga Rp.6000/kg.

Lakukanlah semua penjurnalan yang dibutuhkan untuk mencatat transaksi tersebut!

Jawab:

Metode I
Berikut ini merupakan jurnal penyerahan persediaan sisa bahan dari bagian produksi ke bagian
gudang, apabila hasil penjualan sisa bahan sebagai pendapatan di luar usaha.

Tanggal Keterangan / Nama Akun Ref Debet (Rp) Kredit (Rp)


Persediaan sisa bahan Rp.10.000.00
0

       Hasil penjualan sisa bahan Rp.10.000.000

(2.000 x Rp.5.000)

Dalam penjurnalan tersebut, akun yang berada di posisi kredit tergantung dari perlakuan
terhadap hasil penjualan sisa bahan.

Berikut ini adalah jurnal penjualan sisa bahan.

Tanggal Keterangan / Nama Akun Ref Debet (Rp) Kredit (Rp)

Kas / Piutang dagang Rp.7.500.000

       Persediaan sisa bahan Rp.7.500.000

(1.250 x Rp.6.000)

Pada akhir periode harus dibuat jurnal penyesuaian (adjusting journal entry). Hal tersebut
dikarenakan terdapat persediaan sisa bahan yang belum laku dijual yaitu sebanyak 750 kg.
Pada jurnal yang pertama sudah dicatat hasil penjualan sebesar 2.000 kg, namun pada nyata
nya yang sudah direalisasikan terjual baru 1.250 kg.

Sehingga hasil penjualan dari sisa bahan adalah sebesar Rp.10.000.000 harus dikurangi
Rp.3.750.000.

Rp.3750.000 ini berasal dari (750 x Rp.5.000) yaitu jumlah hasil penjualan yang belum
direalisasikan.

Jurnal penyesuaian (adjusting journal) yang dibuat pada akhir periode adalah sebagai berikut.

Keterangan / Nama Ref Debet (Rp) Kredit


Tanggal
Akun (Rp)

Hasil penjualan sisa 3.750.000


bahan

       Pendapatan yang 3.750.000


belum direalisasikan

Pada akhir periode juga harus dibuat penyesuaian jika terjadi perbedaan antara harga jual sisa
bahan yang ditaksir dengan harga sesungguhnya.

Terdapat selisih dalam periode tersebut sebesar Rp.1.000/kg (Rp.6.000 – Rp.5.000) dan jumlah
sisa bahan yang terjual adalah 1.250 kg.

Sehingga selisih pada periode tersebut adalah Rp.1.250.000 (Rp.1.000 x 1.250 kg). Berikut ini
adalah jurnal penyesuaian karena adanya selisih harga jual.

Keterangan / Nama Akun Ref Debet Kredit


Tanggal
(Rp) (Rp)

Persediaan sisa bahan 1.250.000

       Hasil penjualan sisa bahan 1.250.000

Jurnal pencatatan persediaan, penjualan, dan penyesuaian sisa bahan pada akhir periode dapat
digambarkan sebagai berikut.

Metode II
Perbedaan antara metode I dengan metode II hanya pada jurnal yang dibuat ketika sisa bahan
diserahkan ke gudang dan penjualannya.

Berikut ini jurnal penyerahan sisa bahan dari bagian produksi ke bagian gudang.

Tanggal Keterangan / Nama Akun Ref Debet (Rp) Kredit (Rp)

Persediaan sisa bahan 10.000.000

       Penghasilan yang belum 10.000.000


direalisasikan

(2.000 x Rp.5.000)

Berikut ini adalah jurnal penjualan sisa bahan.

Tangga Keterangan / Nama Akun Ref Debet (Rp) Kredit (Rp)


l

Kas / piutang dagang 7.500.000

      Hasil penjualan sisa bahan 7.500.000

(1.250 x Rp.6.000)

Tangga Keterangan / Nama Akun Ref Debet (Rp) Kredit (Rp)


l

Penghasilan yang belum 6.250.000


direalisasikan

       Persediaan sisa bahan 6.250.000


(1.250 x Rp.5.000)

Pada metode ke II ini jika terdapat persediaan sisa bahan yang belum terjual dan terjadi selisih
harga jual, maka pada akhir periode tidak harus dibuat jurnal penyesuaian seperti pada metode
I.

Berbagai jurnal yang dibuat dalam metode ke II ini bisa digambarkan sebagai berikut.

Baca Juga: Biaya Tenaga Kerja

Produk Rusak (Spoiled Goods)

Produk rusak adalah suatu produk yang tidak sesuai dengan standar mutu yang sudah
ditetapkan, yang secara ekonomis sudah tidak bisa diperbaiki menjadi suatu produk yang baik.

Produk rusak dengan sisa bahan tentunya berbeda. Sisa bahan adalah bahan yang mengalami
kerusakan dalam proses produksi, sehingga belum sempat menjadi suatu produk.
Sedangkan produk rusak adalah produk yang sudah menyerap biaya bahan baku, biaya tenaga
kerja, dan biaya overhead pabrik.

Perlakuan terhadap produk rusak ini tergantung dari sifat dan juga penyebab terjadinya
kerusakan.

Apabila penyebab terjadinya produk rusak karena sulitnya pengerjaan suatu pesanan tertentu
atau berbagai macam faktor luar biasa lainnya, maka harga pokok produk rusak akan
dibebankan sebagai tambahan harga pokok produk yang tidak rusak dalam pesanan tersebut.

Apabila produk rusak tersebut masih dapat dijual, maka hasil dari penjualan produk rusak
tersebut diperlakukan sebagai pengurang biaya produksi pesanan yang menghasilkan produk
rusak tersebut.

Apabila produk rusak adalah suatu hal yang normal terjadi pada proses pengolahan produk,
maka kerugian yang muncul sebagai akibat terjadinya produk rusak akan dibebankan pada
produksi secara keseluruhan.

Yaitu dengan cara memperhitungkan kerugian tersebut di dalam tarif biaya overhead pabrik
(BOP).

Sehingga anggaran biaya overhead pabrik yang akan dipakai untuk menentukan tarif BOP
terdiri dari beberapa elemen berikut ini.

Biaya bahan penolong Rp.$$$

Biaya tenaga kerja tidak langsung Rp.$$$

Biaya reparasi dan pemeliharaan Rp.$$$

Biaya asuransi Rp.$$$

Biaya overhead pabrik lain Rp.$$$

Rugi produk rusak (hasil penjualan – harga pokok produk rusak) Rp.$$$

Biaya overhead pabrik yang dianggarkan Rp.$$$

Seluruh biaya tersebut di-jumlah sehingga menghasilkan BOP yang dianggarkan.


Sedangkan untuk menghitung tarif biaya overhead pabrik dapat menggunakan rumus berikut
ini.

Apabila terjadi produk rusak, maka kerugian yang sesungguhnya terjadi akan didebitkan dalam
akun biaya overhead pabrik sesungguhnya.

 Pencatatan Produk Rusak

Terdapat beberapa macam perlakuan atau pencatatan yang bisa dilakukan pada produk rusak,
yaitu sebagai berikut.

1. Jika Produk Rusak Dibebankan Pada Pesanan Tertentu


Contoh Soal 4
PT Mastah Bisnis memproduksi berdasarkan atas pesanan. Pada bulan Januari 20×9 perusahaan
menerima pesanan pembuatan produk A sebanyak 1.000 unit.

Karena pesanan tersebut adalah pesanan yang memerlukan ketepatan spesifikasi yang
ditentukan oleh pemesan, maka produk rusak yang terjadi akan dibebankan pada pesanan
tersebut.

Untuk dapat memenuhi pesanan tersebut perusahaan memproduksi sebanyak 1.100 produk A,
dengan rincian biaya sebagai berikut.

Biaya bahan baku Rp.75.000

Biaya tenaga kerja langsung Rp.175.000


Biaya overhead pabrik 150% dari biaya tenaga kerja langsung

Ketika pesanan tersebut selesai dikerjakan ternyata ada 100 unit produk A yang rusak, yang
secara ekonomis tidak bisa diperbaiki.

Diperkirakan produk tersebut dapat dijual dengan harga Rp.350 per unit-nya. Buatlah jurnal
yang dibutuhkan untuk mencatat transaksi tersebut!

Jawab
Berikut ini adalah jurnal untuk mencatat biaya produksi dalam mengolah 1.100 unit produk A.

Keterangan / Nama Akun Ref Debet Kredit


Tanggal
(Rp) (Rp)

BDP – Bahan baku 75.000

BDP – Biaya tenaga kerja langsung 175.000

BDP – Biaya overhead pabrik 262.500

       Persediaan bahan baku 75.000

       Gaji dan upah 175.000

       BOP yang dibebankan 262.500

150 % x Rp.175.000 = Rp.262.500

Andai saja 100 produk A tidak mengalami kerusakan, maka harga pokok dari produk A adalah
Rp.466 per unit (Rp.512.000 : 1.100 unit).

Karena terdapat 100 produk A yang rusak, maka harga pokok produk rusak dibebankan pada
produk yang tidak rusak.

Oleh karena itu produk A yang tidak rusak mempunyai harga pokok sebesar Rp.523 per unit
(Rp.512.500 : 1.000).
Apabila produk rusak tersebut masih bisa dijual dengan harga Rp.350 per unit, maka hasil
penjualan tersebut akan diperlakukan sebagai pengurang dari biaya produksi yang sudah
dibebankan kepada produk yang tidak rusak.

Berikut ini adalah jurnal untuk mencatat nilai jual produk rusak dan pengurangan biaya
produksi pesanan.

Keterangan / Nama Akun Ref Debet Kredit


Tanggal
(Rp) (Rp)

Persediaan produk rusak 35.000

       BDP – biaya bahan baku 5.100

       BDP – biaya tenaga kerja langsung 11.925

      BDP – biaya overhead pabrik 17.925

Pembagian nilai jual produk rusak sebagai pengurang terhadap setiap akun barang dalam
proses didasarkan pada perbandingan setiap elemen biaya dalam harga pokok produk rusak,
berikut penjelasannya.

Jurnal yang digunakan untuk mencatat harga pokok produk jadi adalah sebagai berikut:
Keterangan / Nama Akun Ref Debet Kredit
Tanggal
(Rp) (Rp)

Persediaan produk rusak 477.550

       BDP – biaya bahan baku 69.900

       BDP – biaya tenaga kerja langsung 163.075

       BDP – biaya overhead pabrik 244.575

Karena produk rusak masih bisa dijual dengan harga Rp.35.000, maka biaya produksi
berkurang menjadi Rp.477.500 (Rp.512.500 – Rp.35.000).

Oleh karena itu harga pokok per unit produk A yang tidak rusak adalah Rp.478 (Rp.477.500 :
1.000).

2. Jika Kerugian Produk Rusak Dibebankan Pada Semua Produk


Contoh Soal 5
PT Javaque melakukan produksi berdasarkan pesanan. Karena produk rusak adalah sesuatu hal
yang wajar atau biasa terjadi dalam proses produksi, maka kerugian adanya produk rusak
sudah diperhitungkan dalam penentuan tarif BOP di awal periode.

Tarif BOP adalah sebesar 160% dari biaya tenaga kerja langsung. Pada bulan Febuari 20×9,
perusahaan menerima suatu pesanan produk AB sebanyak 2.000 unit.

Biaya produksi yang di keluarkan untuk dapat mengerjakan pesanan tersebut adalah sebagai
berikut.

Biaya bahan baku Rp.100.000

Biaya tenaga kerja langsung Rp.250.000

Biaya overhead pabrik (160% x Rp.250.000) Rp.400.000

Setelah pesanan tersebut selesai dikerjakan, ternyata dari 2.300 unit produk yang selesai
dikerjakan terdapat 300 unit yang rusak.

Diperkirakan produk rusak tersebut masih laku seharga Rp.200 per unit.
Buatlah penjurnalan yang dibutuhkan untuk mencatat kondisi tersebut!

Jawab
Berikut ini adalah jurnal yang digunakan untuk mencatat biaya produk dalam pengolahan
produk AB.

Tanggal Keterangan / Nama Akun Ref Debet (Rp) Kredit (Rp)

BDP – BBB 100.000

BDP – BTKL 250.000

BDP – BOP 400.000

       Persediaan bahan baku 100.000

      Gaji dan upah 250.000

      BOP yang dibebankan 400.000

Karena dalam tarif BOP sudah diperhitungkan kerugian produk rusak, maka semua produk
yang diproduksi akan dibebani kerugian produk rusak.

Sehingga kerugian sesungguhnya yang muncul dari produk rusak akan didebitkan dalam akun
BOP sesungguhnya.

Berikut merupakan perhitungan kerugian karena adanya produk rusak dari contoh soal 5.
Berikut ini adalah jurnal yang dibuat untuk melakukan pencatatan produk rusak dan kerugian.

Tanggal Keterangan / Nama Akun Ref Debet (Rp) Kredit (Rp)

Persediaan produk rusak 60.000

BOP sesungguhnya 37.800

      BDP – BBB 12.900

      BDP – BTKL 32.700

      BDP – BOP 52.200

(300 x Rp.43) = Rp.12.900


(300 x Rp.109) = Rp.32.700
(300 x Rp.174) = Rp.52.200

Berikut ini adalah jurnal untuk mencatat produk jadi yang tidak rusak.

Tanggal Keterangan / Nama Akun Ref Debet (Rp) Kredit (Rp)


Persediaan produk jadi 672.000

       BDP – BBB 86.000

       BDP – BTKL 218.000

       BDP – BOP 348.000

(2.000 x Rp.43) = Rp.86.000


(2.000 x Rp.109) = Rp.218.000
(2.000 x Rp.174) = Rp.348.000

Produk Cacat (Defective Goods)

Produk cacat adalah suatu produk yang tidak sesuai dengan standar kualitas yang sudah
ditentukan, namun dengan mengunakkan biaya pengerjaan kembali untuk memperbaikinya,
maka produk tersebut secara ekonomis bisa menjadi produk jadi yang baik.

Masalah yang muncul dengan adanya produk cacat ini adalah bagaimana memperlakukan biaya
tambahan pengerjaan kembali atau rework cost pada produk cacat tersebut.
Sebenarnya perlakuan terhadap biaya pengerjaan kembali produk cacat hampir sama seperti
yang dilakukan pada produk rusak.

Apabila produk cacat bukan menjadi hal yang wajar atau biasa dalam proses produksi, namun
karena karakteristik pengerjaan pesanan tertentu, maka rework cost bisa dibebankan sebagai
tambahan biaya produksi pesanan yang bersangkutan.
Selain itu rework cost juga bisa dibebankan kepada semua produk. Yaitu dengan cara
memperhitungkan rework cost ke dalam tarif BOP.
Biaya pengerjaan kembali produk cacat yang sesungguhnya akan dicatat pada sisi debet dalam
akun BOP sesungguhnya.
1. Dibebankan pada Pesanan Tertentu
Contoh Soal 6
PT Maju Jaya menerima suatu pesanan produk C. Biaya produksi yang dikeluarkan untuk
membuat produk C adalah sebagai berikut.

Biaya bahan baku Rp.40.000

Biaya tenaga kerja langsung Rp.25.000

Biaya overhead pabrik (160% x Rp.250.000) 200% dari biaya tenaga kerja langsung

Setelah pengerjaan 100 unit produk C selesai, ternyata ada 10 unit yang cacat, dan secara
ekonomis masih bisa diperbaiki.

Berbagai biaya pengerjaan kembali 10 unit produk C tersebut terdiri dari biaya tenaga kerja
langsung Rp.5.000 dan BOP sebesar tarif yang biasa digunakan.

Buatlah penjurnalan yang sesuai dengan transaksi tersebut!

Jawab
 Jurnal untuk mencatat biaya produksi 100 unit produk C.

Debet
Tanggal Keterangan / Nama Akun Ref Kredit (Rp)
(Rp)

BDP – BBB 40.000

BDP – BTKL 25.000

BDP – BOP 25.000

       Persediaan bahan baku 40.000

       Gaji dan upah 25.000

       BOP yang dibebankan 25.000


 Jurnal untuk mencatat rework cost apabila biaya dibebankan sebagai tambahan biaya
produksi pesanan.

Debet Kredit
Tanggal Keterangan / Nama Akun Ref
(Rp) (Rp)

BDP – BTKL 5.000

BDP – BOP 10.000

       Gaji dan upah 5.000

       BOP yang dibebankan 10.000

 Jurnal untuk mencatat harga pokok produk jadi.

Debet Kredit
Tanggal Keterangan / Nama Akun Ref
(Rp) (Rp)

Persediaan produk jadi 130.000

      BDP – BBB 40.000

      BDP – BTKL 30.000

      BDP – BOP 60.000

2. Dibebankan pada Produk Secara Keseluruhan


Contoh Soal 7
Dalam prose produksi yang terjadi di PT Nusantara selalu terjadi produk cacat. Produk tersebut
secara ekonomis masih bisa diperbaiki, yaitu dengan mengeluarkan cost rework.
Sehingga, pada saat menentukan tarif BOP, dalam anggaran BOP sudah diperhitungkan
taksiran cost rework produk cacat yang akan dikeluarkan selama periode anggaran.
Tarif BOP ditentukan sebesar 150% dari BTKL. Dalam periode anggaran tersebut PT Nusantara
menerima pesanan sebanyak 500 unit produk BC.

Biaya produksi yang dikeluarkan untuk menyelesaikan produk tersebut adalah sebagai berikut.
Biaya bahan baku Rp.100.000

Biaya tenaga kerja langsung Rp.124.000

Setelah pengerjaan produk BC selesai, ternyata terdapat 50 unit produk BC yang cacat.

Rework cost yang dikeluarkan untuk memperbaiki produk tersebut terdiri dari BTKL sebesar
Rp.10.000 dan BOP pada tarif yang digunakan.
Buatlah penjurnalan yang dibutuhkan untuk mencatat kondisi tersebut!

Jawab
 Jurnal untuk mencatat biaya produksi 500 unit produk BC.

Debet Kredit
Tanggal Keterangan / Nama Akun Ref
(Rp) (Rp)

BDP – BBB 100.000

BDP – BTKL 125.000

BDP – BOP 187.500

       Persediaan bahan baku 100.000

      Gaji dan upah 125.000

      BOP yang dibebankan 187.500

 Jurnal untuk mencatat rework cost apabila biaya dibebankan pada produk secara


keseluruhan.

Debet Kredit
Tanggal Keterangan / Nama Akun Ref
(Rp) (Rp)

BOP sesungguhnya 25.000


      Gaji dan upah 10.000

      BOP yang dibebankan 15.000

 Jurnal untuk mencatat harga pokok produk jadi.

Debet Kredit
Tanggal Keterangan / Nama Akun Ref
(Rp) (Rp)

Persediaan produk jadi 412.500

      BDP – BBB 100.000

      BDP – BTKL 125.000

      BDP – BOP 187.500

Anda mungkin juga menyukai