Anda di halaman 1dari 17

ANALISIS PERJANJIAN ANTARA PEMERINTAH INDONESIA

KOORDINASI ASEAN UNTUK BANTUAN KEMANUSIAAN DALAM

PENANGGULANGAN BENCANA (AHA CENTRE)

Disusun Oleh :

Susila 20160610127

Sarah Eva Lazuardina 20160610138

Rahimna Melsanadya K.A. 20160610157

Hanum Salsabilla 20160610170

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bencana alam merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari dan harus dihadapi

oleh manusia. Ancaman akan terjadinya bencana dari waktu ke waktu semakin luas

dan cenderung meningkat. Menurut Van Wassenhove (2006), setiap tahun terjadi

sekitar 500 bencana alam yang membunuh 75.000 manusia dan berdampak pada 200

juta orang lainnya. Bertambahnya jumlah populasi yang menyebabkan masuknya

manusia ke daerah-daerah rawan bencana serta adanya perubahan iklim membuat

jumlah bencana alam ke depannya menjadi semakin banyak (Whybark, 2007).

Perkembangan-perkembangan tersebut membuat setiap bencana dianggap sebagai

suatu kejadian yang unik/tidak ada satu pun bencana yang sama.

Indonesia terletak di perbatasan lempeng Eurasia dan Australia yang bergerak

aktif, sehingga Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi

bencana yang tinggi. Menurut Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi),

sebesar 83% dari wilayah Indonesia merupakan wilayah yang rawan bencana.

Walaupun Indonesia memiliki potensi bencana yang besar, sistem penanggulangan


bencana di Indonesia belum berjalan dengan baik. Minimnya kesadaran akan

perlunya usaha pencegahan dan mitigasi bencana serta kesiap- siagaan masyarakat

menjadikan bencana sebagai sebuah ancaman yang serius. Hal ini dapat dilihat dari

seringnya terjadi bencana dengan korban dan kerugian yang besar serta dampak

yang berkepanjangan, sehingga suatu rancangan pencegahan bencana diperlukan

untuk meminimalisasi jumlah korban maupun kerugian yang diakibatkan oleh

bencana. Selain usaha pencegahan, diperlukan usaha peningkatan kemampuan

penanggulangan pada saat bencana dan pasca bencana, yang secara spesifik

diperuntukkan untuk menangani kondisi kritis. Kondisi kritis yang terjadi pada saat

bencana dan sesaat setelah bencana, dinyatakan sebagai fase tanggap darurat. Fase

tanggap darurat tersebut merupakan fase yang membutuhkan penanganan ekstra,

terutama mobilisasi dan suplai sumber daya yang besar. Mobilisasi dan suplai

sumber daya yang besar dalam waktu yang singkat tersebut menjadikan aktivitas

logistik menjadi aspek yang dominan di dalam penanganan bencana, dimana

prioritas dari aspek logistik dalam operasi penanganan bencana terletak pada

delivery time yang singkat dan ketersediaan suplai yang tinggi.1

Semua manusia tidak ada yang menginginkan terjadinya bencana karna dampak

yang ditimbulkan tidak bisa diperkirakan. Dampak bencana dalam tataran sistem

sosial-ekonomi yang beragam diakibatkan dari kelangkaan informasi dan

metodologi yang belum bisa bersifat universal dalam mengukur dampak bencana.

European Commission for Latin America and Caribbean (ECLAC) mengusulkan

1
Ardya Adrianus, Skripsi : “MODEL SISTEM LOGISTIK BENCANA BERBASIS SCM BERDASARKAN
KASUS ERUPSI GUNUNG MERAPI 2010”, (Yogyakarta : Universitas Atmajaya Yogyakarta, 2012) ,1.
sebuah metodologi yang dirancang untuk melakukan penilaian dampak bencana

bagi ekonomi yang dibedakan dalam tiga kelompok.

Pertama adalah Direct damages (kerusakan langsung), meliputi semua

kerusakan pada aset tetap, modal dan persediaan barang jadi dan setengah jadi,

bahan baku dan suku cadang yang terjadi secara bersamaan sebagai konsekuensi

langsung. Pada tahap ini akan menyangkut pengeluaran untuk bantuan darurat.

Kedua, Indirect damages (kerusakan tidak langsung), dampaknya lebih pada arus

barang yang tidak akan diproduksi dan jasa yang tidak akan diberikan setelah

bencana. Kerusakan tidak langsung ini dapat meningkatkan pengeluaran operasional

karena rusaknya infrastruktur. Biaya yang bertambah terletak pada penyediaan

layanan alternatif (alternatif cara produksi, distribusi dan penyediaan barang dan

jasa). Ketiga, Secondary effect (dampak sekunder), meliputi dampak pada kinerja

ekonomi secara keseluruhan yang diukur melalui variabel ekonomi makro yang

paling signifikan. Variabel yang relevan dapat Produk Domestik Bruto (PDB) yang

mencakup keseluruhan dan sektoral, neraca perdagangan dan neraca pembayaran,

tingkat utang dan cadangan moneter, keadaan keuangan publik dan investasi modal

bruto. Pada sisi keuangan publik seperti penurunan pendapatan pajak atau

peningkatan pengeluaran dapat menjadi sangat penting. Dampak sekunder ini akan

sangat dirasakan pada tahun fiskal dimana bencana terjadi, namun memungkinkan

juga berdampak pada tahun fiskal selanjutnya. 2

2
Endang Listya, “DAMPAK EKONOMI MAKRO BENCANA :INTERAKSI BENCANA DAN PEMBANGUNAN
EKONOMI NASIONAL”, Seminar Nasional Informatika 2011 (semnasIF 2011) ISSN: 1979-2328 UPN ”Veteran”
Yogyakarta, 2 Juli 2011
Bila melihat citacita ASEAN, ASEAN berharap dapat membangun pasar

tunggal pada 2015 (Syukriah, 2013). Komunitas Ekonomi ASEAN akan menjadi

tujuan integrasi ekonomi regional pada tahun 2015. AEC membayangkan

karakteristik utama berikut: (a) pasar tunggal dan basis produksi; (B) wilayah

ekonomi yang sangat kompetitif; (c) wilayah pembangunan ekonomi yang adil; dan

(d) suatu wilayah yang sepenuhnya terintegrasi ke dalam ekonomi global (ASEAN

AEC, 2015).3 Semua ini bisa terwujud dengan adanya pemersatu negara negara di

ASEAN ketika salah satu dari anggota tertimpa bencena alam. Sehingga Negara

tersebut bisa pulih kembali dan bisa mendudukung harapan ASEAN tersebut.

Tidak hanya berdampak pada perekonomian, bencana alam juga berdmpak

terhadap kehidupan social. Namun pasca bencana alam yang terjadi, yang tidak

kalah mengerikan ialah bencana sosial akibat rangkaian dampak dari bencana alam

yang terjadi seperti kasus peningkatan jumlah angka kemiskinan, wabah penyakit

dan lain sebagainya. Kemiskinan tidak bisa dihindari karna setelah bencana harta

sudah entah kemana, semua manusia hanya membawa dirinya. Bersyukur bagi yang

masih bisa berlindung dan membawa harta bendanya, namun tetap tidak bisa semua.

Dari kemiskinan individu tetap dituntut untuk memenuhi kehidupannya sehari-hari.

Seperti makanan, pakaian, dan keperluan lainnya. Tidak jarang para korban bencana

alam mencuri atau menjarah suatu took atau tempat demi memenuhi kebutuhannya

sehari-hari karna para korban tidak mempunya uang yang cukup untuk membeli.

Dari kemiskinanan ini akan berdampak pada asupan yang kurang. Penyakit akan

3
Yordan Gunawan, Endyka Yovi Cajapa, 2017, The Protection of Small and Medium Enterprises in
Yogyakarta: The Challenges of ASEAN Economic Community, Pertanika J. Soc. Sci. & Hum. 25 (S):
199 - 206 (2017), ISSN: 0128-7702, Kuala Lumpur, Universiti Putra Malaysia Press, Diakses juga pada
laman: http://www.pertanika.upm.edu.my/Pertanika%20PAPERS/JSSH%20Vol.%2025%20(S)%20Oct.
%202017/JSSH(S)-0550-2017.pdf pada tanggal 2 Januari 2019, pukul 20.25 WIB
mudah masuk dalam tubuh para korban bencana alam.mereka tidak punya rumah

maupun

perlindungan, gizi tidak terpenuhi. Kasus stunting bisa saja meningkat karena

kekurangan gizi dan menjadi abnormal secara fisik dan mental dan kecerdasan.4

Kerjasama penanganan bencana dalam kerangka ASEAN sebenarnya sudah

terbangun lebih dari tiga puluh tahun lamanya. Deklarasi Bangkok tahun 1967 yang

menandai berdirinya ASEAN merupakan landasan bagi Negara anggotanya untuk

saling memperkuat kerjasama regional guna meningkatkan kedamaian, stabilitas,

kemajuan regional serta untuk saling memupuk persaudaraan dan solidaritas

terutama di saat salah satu anggotanya tertimpa bencana. 5 Melalui Komunitas Sosial

Budaya, ASEAN wajib meningkatkan kerjasama dalam mengatasi permasalahan

yang antara lain berhubungan dengan penanggulangan bencana di kawasan, yang

memungkinkan setiap negara anggota untuk merealisasikan potensi

pembangunannya semaksimal mungkin guna meningkatkan semangat kebersamaan

ASEAN.

Perkembangan dalam kerjasama penanggulangan bencana di Asia Tenggara

sangat dipengaruhi bencana besar yaitu peristiwa tsunami Aceh. Hal tersebut

menunjukkan bahwa ASEAN ternyata belum mempunyai mekanisme regional yang

cukup memadai untuk penanganan bencana dalam skala besar. Dalam kaitan ini,

Pemerintah Indonesia mengambil inisiatif untuk menyelenggarakan Pertemuan

4
Redaksi kicknews.today, “pasca bencana, waspadai bencana social!”
https://kicknews.today/2018/09/30/pasca-bencana-alam-waspadai-bencana-sosial/, 2018, 3 Oktober.
5
Anik Yuniarti, “Penanganan Bencana Alam dalam Wacana pembangunan ASEAN Community 2015”,
Isu Bencana dalam Hubungan Internasional, ed. June Cahyaningtyas dan Ludro Madu (Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2013) 17.
Khusus Para Pemimpin ASEAN Pasca Gempa Bumi dan Tsunami di Jakarta pada

tanggal 6 Januari 2005.6

Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Tsunami yang dilaksanakan di Jakarta

tersebut menghasilkan pernyataan bersama yang dikenal dengan nama Deklarasi

Jakarta, yang memuat program aksi untuk memperkuat kerjasama penanganan

bencana, mulai dari sistem peringatan dini, penanganan pada periode tanggap

darurat, tahap rehabilitasi dan rekonstruksi serta pengurangan resiko bencana. Pada

pertemuan ini menghasilkan ASEAN Agreement on Disaster Management And

Emergency Response (AADMER), sebuah kerjasama yang ditandatangani oleh para

menteri luar negeri negara anggota ASEAN pada bulan Juni 2005 dan kemudian

diberlakukan pada tanggal 24 Desember 2009. Deklarasi ini menghasilkan rumusan

kerangka kerja untuk merealisasikan program dalam kaitan kerjasama dalam hal

penanggulangan bencana. AADMER merupakan persetujuan pembentukan

kerangka kerja penanganan tanggap darurat kawasan, yang mencakup identifikasi

resiko bencana, pemantauan dan peringatan dini, pencegahan dan mitigasi, kesiapan

dan respon, rehabilitasi, penelitian kerjasama teknis serta penelitian ilmiah.7

Persetujuan ini juga merupakan sebagai bentuk komitmen ASEAN dalam

kerangka kerja Aksi Hyogo yang ditetapkan oleh Konferensi Dunia mengenai

Pengurangan Bencana pada Januari 2005, antara lain ditekankan adanya keperluan

untuk memperkuat pengembangan pendekatan regional yang terkoordinasi,

menciptakan atau meningkatkan kebijakan regional, mekanisme operasional,

rencana dan sistem komunikasi sebagai persiapan untuk menjamin penanggulangan

6
Ibid,18
7
Ibid, 18-19
bencana secara cepat dan efektif di dalam situasi yang melampaui kapasitas

penanggulangan di tingkat nasional.8

Salah satu komponen penting dalam perjanjian AADMER adalah pembentukan

ASEAN Coordinating Centre for Humanitarian Assistance on Disaster Management

(AHA Centre) pada tahun 2011. AHA Centre merupakan pusat koordinasi ASEAN

untuk bantuan kemanusiaan bagi penanganan bencana. AHA Centre didirikan

dengan tujuan untuk memfasilitasi kerjasama dan koordinasi diantara negara-negara

anggota ASEAN, PBB dan berbagai organisasi internasional dalam mempromosikan

kolaborasi regional dalam penanganan bencana.9

PEMBAHASAN

A. Tindak lanjut perjanjian antara Pemerintah Indonesia dan koordinasi untuk

Bantuan Kemanusiaan dalam penanggulangan Bencaa alam (AHA CENTRE)


10
Tanggal 7 Desember 2010 di Vietnam, para Menteri Pertahanan

ASEAN membahas kerjasama untuk mengatasi bencana alam ASEAN.

Pertemuan ini merintis pembentukan Operasi Gabungan selain perang untuk

membantu penanganan bencana alam di salah satu negara anggota ASEAN.

Satuan reaksi cepat penanggulangan bencan alam ini terdiri dari beberapa unsur

TNI AD, AL dan AU. Pasukan ini dibentuk untuk menanggulangi atau

melakukan tindakan awal saat terjadi bencana alam.

Rangkaian Pertemuan Menteri Pertahanan ASEAN pada 2011 yang

diselenggarakan di Indonesia, yang salah satu fokusnya adalah operasi

8
Tabloid Diplomasi, “Pembentukan Rencana Aksi Penanganan Bencana”, Tabloid Diplomasi, (15
September 2010) interet, 23 November 2015,www.tabloiddiplomasi.org
9
AHA Centre, “About AHA Centre”, AHA Centre, internet, 13 Oktober 2015, www.ahacentre.org/about-
aha-centre
10
Anik yuniarti, penanganan bencana alam dalam wacana pembagunan asean community,2015.
http://repository.upnyk.ac.id/7384/ 3 anuari 2019, pukul 23.41WIB
kemanusiaan dan penanganan bencana (humanitarian assistance and disaster

relief/HADR). Dalam hal ini pentingnya operasi gabungan selain perang dalam

penanganan bencana menjadi komitmen bersama antar Negara-negara ASEAN.

Berkaitan dengan KTT Tsunami di Jakarta, ASEAN berhasil membentuk

ASEAN Coordinating Centre for Humanitarian Assistance on Disaster (AHA

Centre). AHA Centre yang berpusat di Indonesia dibentuk atas dasar tujuan dan

prinsip Deklarasi ASEAN yang menyatakan bahwa : “di dalam batas

kemampuannya, negara anggota wajib memberikan bantuan untuk meringankan

beban Negara anggota yang tertimpa bencana”. AHA Center ini semacam pusat

bantuan dalam rangka penanggulangan bencana. Bantuan-bantuan internasional

yang diberikan akan dikoordinasikan oleh AHA Centre dalam rangka

penanggulangan bencana di wilayah ASEAN. Dalam hal ini untuk setiap

bencana apa saja terkait gempa bumi, tsunami dan longsor serta kebakaran hutan

dapat langsung diketahui dan diberitahukan ke negara-negara lain sehingga

dapat secara bersama saling membantu. Keberadaan AHA Centre dapat

memberikan manfaat bagi negara-negara ASEAN. . AHA centre diharapkan

dapat menjadi pusat koordinasi dan informasi dalam penanganan bencana di

kawasan ASEAN. AHA centre juga diharapkan bisa memberi informasi yang

tepat, cepat dan akurat bagi negara-negara ASEAN yang dilanda bencana serta

bisa memperkuat kelembagaan penanganan bencana.


11
Terdapat tiga pilar yang terdapat dalam AHA Center, pertama yaitu Hazard

science and technology terutama untuk wilayah Asean, kedua Information and

Communication Technology yang merupakan key factor dari center ini dan
11
Anik yuniarti, penanganan bencana alam dalam wacana pembagunan asean community,2015.
http://repository.upnyk.ac.id/7384/ 3 anuari 2019, pukul 23.41WIB
ketiga yaitu disaster management. Tugas di AHA Center adalah mengumpulkan

data dan informasi mengenai kebencanaan dan kemudian mendistribusikan data

tersebut kepada pihak yang membutuhkan, bahwa dalam rangka mendirikan

AHA Center tersebut, pemerintah Indonesia telah membentuk satuan tugas

khusus yang menangani AHA Center sejak awal tahun 2011.

Untuk sementara, ada tujuh key area yang ditangani oleh AHA Center,

diantaranya yaitu information and communication technology, disaster risk

monitor, preparedness and respons dan partnership building. Dalam upaya

membangun partnership building, telah ada beberapa negara yang menjadi

parner kita di AHA Center ini diantaranya yaitu Australia, Jepang, New Zealand,

Amerika Serikat dan Uni Eropa. pentingnya AHA Center tersebut sebagai pusat

informasi kebencanaan di wilayah Asean.

Sebagai pusat informasi kejadian bencana, maka negara-negara ASEAN

khususnya dapat menyalurkan bantuan yang berbeda. Tidak menumpuk seperti

sebelum-sebelumnya karena kurang informasi dan koordinasi. Selain itu dengan

adanya AHA Center kita harus bisa menghilangkan hambatan bagi pihak yang

ingin mengirimkan bantuan bagi wilayah bencana di Asean. Kemudian untuk

meningkatkan kemampuan SDMnya, diperlukan juga pelatihan-pelatihan,

sehingga seluruh tim yang terlibat di AHA Center ini memiliki kemampuan

yang sama. Dengan kemampuan SDM yang bagus dan fasilitas yang memadai

B. Implementasi Perjanjian Antara Pemerintah Indonesia dan Koordinasi ASEAN

untuk Bantuan Kemanasiaan dalam Penaggulanan Bencana Alam (AHA

CENTRE)
ASEAN Human Assistance (AHA Center) merupakan lembaga atau organisasi

yang bertujuan untuk memfasilitasi dalam koordinasi dalam bantuan kemanusiaan

dan juga penanganan terjadinya bencana yang melanda. AHA Centre mengkasifikais

bahwa oraginiasi tersebut berfungsi dalam lima bisang yakni dalam pusat informasi

bencana ASEAN, pusat bantuan mobilisasi untuk negara-negara anggota ASEAN,

pusat koordinasi operasional, termasuk untuk tanggap darurat bersama, pusat

koordinasi administrasi, dan pusat koordinasi untuk pengetahuan dan studi tentang

bencana di ASEAN.12

Struktur bagan organiasasi AHA Centre

Executive Director

Head of Operations Head of Corporate Affairs &


Division Programme Division

Disaster Admin & Programme


Preparedness & Monitoring & Finance ICT
Officer
Response Analysis
Dalam struktur organiasi di atas terdapatnya pengakat yang melakasanakan

oprasional dalam melakukan bantuan bencana dan tanggap darurat, yakni Standard

Operating Procedure for Regional Standby Arrangement and Coordination of Join

Disaster Relief and Emergency Response (ASEAN SASOP) dan ASEAN Emergency

Rapid Team (ASEAN ERAT). perangak tersebut merupakan bagain dari AHA Centre

yang menjalankan sistem oprasional dalam bantuan atau tanggap darurat. ASEAN

SASOP dibentuk untuk sebagai pedoman AADMER. Dalam menjalankan tugas

ASEAN SASOP memiliki prosedur yakni permintaan bantuan dan penawaran bantuan.

Dalam menjalankan ASEAN SASOP dibutuh juga National Focal Point (NFP) dan juga

Competent Authority (CA). dengan mana, negara yang terkena bencana melalui FNP

12
http://www.bt.com.bn/editorial/2013/01/14/disaster-control. Diakses 3 januari 2019
yang dibentuk dapat melakukan pengajuan bantuan. Dengan mana FNP harus gesit

dalam memberikan informasi yang jelas kepada AHA Centre dengan mana kemudian

dianalisis laporan awal yang diberikan. Dengan kemudian AHA Centre akan

memberitahukan kepada negara-negara anggota ASEAN lainya. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa ASEAN SASOP sebagai petunjuk oprasional yang mana dapat

dikatakan bersifat komprehensif dan holistic dalma kententuan penanganan dalam

proses menagulangi bencana.

ASEAN ERAT yakni sebuah tim yang beranggota individu yang terlatih dan

cukup ahli dalam menanggulangi bencana. Yang mana dibentuk berdasarkan kata

sepakat AADMER. Yang mana bertugas dalam menganalisis penemuan dalam

terjadinya bencana dan bekerja sama dengan pejabat tinggi pemerintah untuk

melakukan konsultasi. Dengan mana ERAT menyerahkan penjelasan informasi dalam

dampak bencana dan juga kepada interim AHA Centre dan kemudian disalurkan kepada

negara-negara angota lain. Kemuain negara tersebut memberi bantuan seperti bantuan

deperti makanan, obat-obatan, tenda, dan lain-lain.

Peran AHA Centre cukup berpengaruh dalam penangana bencana alam yang

muncul. Yang mana, AHA Centre merupakan pusat informasi dalam bencana yang ada.

Strategi inti dan pilar yang menerjemahkan semangat AADMER dan prinsip-prinsip

ASEAN dalam penanggulangan bencana menjadi tindakan nyata, terdiri dari penilaian

resiko, peringatan dini, pemantauan, pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan dan respon,

serta pemulihan.13

1. Penilaian resiko (Risk Assessment)

Kegiatan ini meriputi pengidentifikasian populasi dari wilayah yang geografis dapat

menimbulkan resiko yang tinggi dan juga dalam memahami bahaya untuk
13
AADMER Work Programme. Op. Cit. Hal 9
efektifitas dalam melaksanakan perencanaan, penanganan dan pemulihan dari

bencana yang terjadi.

2. Peringatan Dini (Early Warning)

Dengan mana, kawasan ASEAN akan melakukan pengawasan yang lebih

seknifikan dan akurat dalam penilaian dampak yang akan terjadi, serta

mengkoordinasikan serta memastikan bahwa negara anggota melaksanakan

pembangunan, pemeliharaan serta peninjauan untuk meminimalisir terjadinya

bencana dadakan.

3. Pemantauan (Monitoring)

Pemantauan dilaksanakan dalam bahaya bencana, kerentana dan kapasitas bencana

untuk mnaggulangi resiko bencana dan juga untuk mefasilitasi hubungan kerjasana

antara negara anggota dan juga sebagai pertukaran informasi pengikatan dini. Hasil

yang diharapkan dari kegiatan ini yakni instutitusionalisasi aktivitas pemantauan

untuk membantu mengkoordinasikan informasi penilaian risiko dan peringatan dini

yang lebih baik serta meningkatkan kapasitas dan kemampuan dari negara anggota

dalam pemantauan risiko, kerentanan, serta kapasitas manjemen bencana.14

4. Pencegahan dan Mitigasi (Prevention and Mitigation)

Dalam nanggulangi bencana alam yang meneyabakan kerugian besar makan

dibentuknya startegi untuk pencegahan dan mitigasi untuk memelihara harta benda

dan serta menjaga kehidupan masyarakat. Hasil yang diinginkan, adanya

peningkatan jumlah negara anggota yang mereformasi institusinya dalam

manejemen bencana alam, juga menguatkan kerjasama antara pemerintah NGO dan

para pengambil kebijakan lainnya untuk implementasi DRR National Action Plan,

serta memasukkan DRR ke agenda pengembangan negara para negara anggota, dan
14
AADMER Work Programme. Ibid. Hal 12
juga menguatkan komitmen para negara anggota ASEAN untuk membangun

perubahan institusi yang efektif dari DRR Plan.15

5. Kesiapsiagaan dan Respon (Preparedness and Response)

Tujuan AADMER sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah untuk bersama-

sama merespon keadaan darurat bencana melalui upaya bersama tingkat nasional

dan mengintensifkan kerjasama regional dan internasional. 16 Yang mana bersifat

koloktif, handal, serta cepat untuk nentukan jalan sebagai pelengkap antara ASEAN

dengan pelaku yang lain.

6. Pemulihan (Recovery)

Pasal 17 AADMER merangkum bahwa negara anggota harus, secara bersama atau

secara individu , mengembangkan strategi, melaksanakan program, dan

meningkatkan kerjasama (bilateral, regional dan internasional) untuk rehabilitasi

sebagai akibat dari suatu bencana.17

PENUTUP

A.Kesimpulan

Rangkaian Pertemuan Menteri Pertahanan ASEAN pada 2011 yang

diselenggarakan di Indonesia, ASEAN berhasil membentuk ASEAN Coordinating

Centre for Humanitarian Assistance on Disaster (AHA Centre). Tindak lanjut dari

perjanjian antara Indonesia dengan asean dalam mendirikan AHA Center di Jakarta

membuat tindak lanjut sebagai undang-undang no 32 tahun 2012 tentang

penanggulangan bencana. Indonesia menjadi tuan rumah dalam mendirikan AHA

Center yang di didirikan di Jakarta , undang-udang ini berjalan sebagian acuan dalam

penanggulangan bencana yang terdapat di Indonesia.


15
AADMER Work Programme. Ibid. Hal 20
16
ASEAN Agreement on Disaster Management and Emergency Response. Op. Cit. Hal 4
17
ASEAN Agreement on Disaster Management and Emergency Response. Op. Cit. Hal 12-13
ASEAN Human Assistance (AHA Center) merupakan lembaga atau organisasi

yang bertujuan untuk memfasilitasi dalam koordinasi dalam bantuan kemanusiaan dan

juga penanganan terjadinya bencana yang melanda. AHA Centre mengkasifikais bahwa

oraginiasi tersebut berfungsi dalam lima bisang yakni dalam pusat informasi bencana

ASEAN, pusat bantuan mobilisasi untuk negara-negara anggota ASEAN, pusat

koordinasi operasional, termasuk untuk tanggap darurat bersama, pusat koordinasi

administrasi, dan pusat koordinasi untuk pengetahuan dan studi tentang bencana di

ASEAN.Standard Operating Procedure for Regional Standby Arrangement and

Coordination of Join Disaster Relief and Emergency Response (ASEAN SASOP) dan

ASEAN Emergency Rapid Team (ASEAN ERAT) adalah dua penggerak dibawah AHA.

Strategi inti dan pilar yang menerjemahkan semangat AADMER dan prinsip-prinsip

ASEAN dalam penanggulangan bencana menjadi tindakan nyata, terdiri dari penilaian

resiko, peringatan dini, pemantauan, pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan dan respon,

serta pemulihan.

B.Saran

Saran kami untuk pemerintah Indonesia dapat bekerja sama dengan baik dan

kooperatif. Agar ketika Indonesia atau negara lain terkena bencana alam tidak

membutuhkan waktu lama untuk pemulihan kondisi. Kondisini disini meliputi wilayah,

ekonomi, kesehatan fisik dan kesehatan mental. Pemerintah Indonesia juga harus selalu

patuh akan perjanjian ini agar menjadi panutan atau contoh bagi negara lain.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ardya Adrianus, Skripsi : “MODEL SISTEM LOGISTIK BENCANA

BERBASIS SCM BERDASARKAN KASUS ERUPSI GUNUNG MERAPI

2010”, (Yogyakarta : Universitas Atmajaya Yogyakarta, 2012) ,1.

2. Endang Listya, “DAMPAK EKONOMI MAKRO BENCANA :INTERAKSI

BENCANA DAN PEMBANGUNAN EKONOMI NASIONAL”, Seminar

Nasional Informatika 2011 (semnasIF 2011) ISSN: 1979-2328 UPN ”Veteran”

Yogyakarta, 2 Juli 2011

3. Yordan Gunawan, Endyka Yovi Cajapa, 2017, The Protection of Small and

Medium Enterprises in Yogyakarta: The Challenges of ASEAN Economic

Community, Pertanika J. Soc. Sci. & Hum. 25 (S): 199 - 206 (2017), ISSN:

0128-7702, Kuala Lumpur, Universiti Putra Malaysia Press, Diakses juga pada

laman: http://www.pertanika.upm.edu.my/Pertanika%20PAPERS/JSSH

%20Vol.%2025%20(S)%20Oct.%202017/JSSH(S)-0550-2017.pdf pada

tanggal 2 Januari 2019, pukul 20.25 WIB

4. Anik Yuniarti, “Penanganan Bencana Alam dalam Wacana pembangunan

ASEAN Community 2015”, Isu Bencana dalam Hubungan Internasional, ed.

June Cahyaningtyas dan Ludro Madu (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013) 17.
5. Tabloid Diplomasi, “Pembentukan Rencana Aksi Penanganan Bencana”,

Tabloid Diplomasi, (15 September 2010) interet, 23 November

2015,www.tabloiddiplomasi.org

6. AHA Centre, “About AHA Centre”, AHA Centre, internet, 13 Oktober 2015,

www.ahacentre.org/about-aha-centre

7. http://www.bt.com.bn/editorial/2013/01/14/disaster-control. Diakses 3 januari

2019

8. Redaksi kicknews.today, “pasca bencana, waspadai bencana social!”

https://kicknews.today/2018/09/30/pasca-bencana-alam-waspadai-bencana-

sosial/, 2018, 3 Oktober.

NIM NAMA PRESENTASE UK 1 UK 2 UK3

BEKERJA

(1-100)
20160610127 Susila 90 Ya Ya Ya

20160610138 Sarah eva lazuardina 90 Ya Ya Ya


20160610157 Rahimna Melsanadya 90 Ya Ya Ya

K.A.

20160610170 Hanum Salsabila 90 Ya Ya Ya

Anda mungkin juga menyukai