PENDAHULUAN
2.2 Anamnesis
2.2.1 Keluhan Utama
Bercak merah pada siku kiri
2.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluhkan muncul bercak merah di sekeliling siku kiri sejak 2
minggu yang lalu. Awalnya bercak seperti panu kecil yang semakin lama
semakin lebar, berwarna merah, kering, dan kulit-kulit di sekitarnya mengelupas.
Rasa panas (-), gatal (-), nyeri (-), mati rasa (+).
Timbul bercak merah di kedua paha, punggung, dan lengan kiri atas sejak
1 minggu yang lalu. Bercak tersebut juga mati rasa. Semakin lama semakin
melebar.
2.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak perak sakit seperti ini sebelumnya. Pasien pernah menderita
panu sekitar 1 tahun yang lalu. Pasien pernah mengalami kejang demam saat
balita. Riwayat alergi disangkal.
2.2.4 Riwayat Pengobatan
Pasien berobat ke dokter spesialis anak 1 minggu yang lalu. Diberi obat
minum dan salep, namun tidak membaik.
2.2.5 Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang mengalami sakit/keluhan serupa dengan pasien.
2.2.6 Riwayat Kontak dan Sosial
Riwayat kontak dengan pasien kusta sebelumnya disangkal. Pasien saat
ini adalah seorang pelajar SD kelas 3. Pasien merupakan anak tunggal.
Gambar 2.4 Lesi di Paha Kanan Gambar 2.5 Lesi di Paha Kiri
2.3.3 Pemeriksaan Prevention of Disability (POD)
2.6 Diagnosis
Morbus Hansen Multi Basiler + Reaksi Kusta Tipe 1 Berat
2.8 KIE
a. Menjelaskan tentang penyakit pasien kepada pasien dan orang tua
b. Menjelaskan rencana pengobatan pasien kepada pasien dan orang tua
c. Menjelaskan reaksi kusta yang terjadi pada pasien
d. Menjelaskan pentingnya menggunakan alas kaki
2.9 Prognosis
- Prognosis ad vitam: dubia
- Prognosis ad functionam: dubia
- Prognosis ad sanam: dubia
- Prognosis ad kosmetikam: dubia
BAB 3
PEMBAHASAN
Gambar 3.1 Tabel Pemberian Regimen Obat Anti Lepra pada Pasien Lepra
Multibasiler
Berdasarkan hasil penelitian, efek samping obat kusta yang paling banyak
dialami oleh penderita kusta tipe MB di Kabupaten Rembang adalah air kencing
berwarna merah dan warna kulit berubah menjadi ungu kehitaman. Hal ini sesuai
dengan teori dari WHO (2005), yang menyebutkan bahwa efek samping obat
kusta yang sering dialami oleh penderita kusta tipe MB adalah air kemih
berwarna merah yang merupakan efek yang ditimbulkan oleh rifampisin yang
diminum sebulan sekali dan kulit berubah menjadi gelap atau ungu kehitaman
yang merupakan efek yang ditimbulkan oleh lampren yang diminum penderita
kusta tipe MB setiap hari (Afifah, 2014).
Secara spesifik, Dapson memiliki efek samping berupa erupsi obat, anemia
hemolitik, leukopenia, insomnia, neuropatia, methemoglobinemia. Clofazimine
menyebabkan pigmentasi kulit yang sering bermasalah pada ketaatan penderita.
Clofazimine dosis tinggi menyebabkan gangguan gastrointestinal seperti nyeri
abdomen, diare, anoreksia, dan vomitus). Efek tidak diharapkan dari Rifampisin
adalah hepatotoksik, nefrotoksik, dan gejala gastrointestinal (Partogi, 2008).
Pada pasien ini direncanakan monitoring rutin hemoglobin, MCV, MCH,
MCHC dan leukosit dengan pemeriksaan darah lengkap untuk deteksi dini efek
samping dari Dapson. Pemeriksaan fungsi ginjal dan hati untuk deteksi dini efek
samping rifampisin direncanakan pada pasien ini dengan memeriksa kadar
albumin, SGOT, dan SGPT.
Seluruh kasus lepra pada anak umur kurang dari lima belas tahun yang
telah di tes derajat deformitas nya saat diagnosis menghasilkan hasil yang baik.
Tujuan mengontrol terjadi nya deformitas pada pasien lepra didukung dengan
akses pasien yang lebih mudah untuk mengikuti tes untuk mengukur derajat
deformitasnya saat diagnosis (Lana et al., 2013). Pada pasien dijadwalkan untuk
secara rutin melakukan tes POD yang bertujuan untuk mengurangi resiko cacat
akibat gangguan fungsi saraf.
Pencegahan cacat atau prevention of disabillity (POD) adalah suatu usaha
untuk memberikan tindakan pencegahan terhadap penderita agar terhindar dari
risiko cacat selama perjalanan penyakit kusta, terutama akibat reaksi kusta.
Tujuan pencegahan cacat adalah jangan sampai terjadi kecacatan yang timbul
atau bertambah setelah penderita terdaftar dalam pengobatan dan pengawasan.
Terjadinya cacat pada penderita kusta disebabkan oleh kerusakan fungsi saraf
tepi baik oleh kuman maupun karena terjadinya peradangan saraf (neuritis)
sewaktu terjadi reaksi kusta (Tiarasari, 2014)
Kerusakan fungsi sensorik Kerusakan fungsi sensorik akan menyebabkan
terjadinya kurang atau mati rasa yang berakibat tangan dan kaki dapat terjadi
luka. Sedang bila mengenai kornea mata menyebabkan kurangnya atau
hilangnya reflek berkedip.
Kerusakan fungsi motorik Kekuatan otot tangan dan kaki menjadi lemah
atau lumpuh lalu mengecil (atropi), jari tangan dan kaki bengkok (claw hand dan
claw toes) serta terjadi kekakuan sendi (kontraktur). Bila kerusakan terjadi pada
otot kelopak mata, maka kelopak mata tidak dapat dirapatkan (lagopthalmus)
(Tiarasari, 2014)
Kerusakan fungsi otonom Kerusakan pada fungsi otonom akan
mengakibatkan gangguan pada kelenjar keringat, kelenjar minyak dan sirkulasi
darah sehingga kulit menjadi kering, menebal, keras dan pecah-pecah. Penderita
yang berisiko mendapat cacat adalah penderita yang terlambat mendapat MDT,
mengalami reaksi kusta terutama reaksi reversal, banyak bercak di kulit dan
penderita dengan nyeri saraf atau pembesaran saraf (Tiarasari, 2014). Sebab-
sebab diatas melatar belakangi pemeriksaan POD yang dianjurkan untuk rutin
dilakukan. Pemakaian alas kaki dianjurkan untuk mencegah trauma akibat
gangguan fungsi saraf sensoris pada plantar kaki.
Reaksi reversal seringkali ditandai dengan edema dan lesi eritema. Neuritis
disertai lesi baru atau demam juga mungkin terjadi. Apabila pada pasien terdapat
neuritis atau ulserasi, kortikosteroid dosis tinggi digunakan yaitu 1mg/kgBB per
hari. Reaksi ini berlangsung selama 24-48 jam. (Ishii, 2003). Pada pasien ini
diberikan Prednison 30 mg/hari dan dilakukan tapering off setiap 2 minggu untuk
mengurangi efek samping dari kortikosteroid. Selain itu ditambahkan pemberian
antasida untuk mencegah efek samping cepat kortikosteroid pada lambung