Anda di halaman 1dari 16

LAS 3 KE

KE LO
IK M
T

P
O
E

K
D
OK

9
Penelitian

dan Publikasi
Fathia Kautsar Khaerani 15000120120055
Who Alexandra Patricia Crysant 15000120130270
Mannuela Inez Windiardo 15000120130272
are Maylya Isnaeni 15000120130163
Muhammad Azzam Taqwawan 15000120140336
Tarisa Fitriani 15000120140354
we? M.Sulthan Hafidz 15000120140358
Penelitian

Penelitian adalah suatu rangkaian proses secara sistematis berdasar pengetahuan


yang bertujuan memperoleh fakta, menguji teori, menguji intervensi yang menggunakan
metode ilmiah dengan cara mengumpulkan, mencatat dan menganalisis data (pasal 45).

Dalam pelaksanaannya, penelitian diawali dengan menyusun dan menuliskan rencana


penelitian dalam proposal dan protokol penelitian sehingga dapat dipahami oleh pihak-
pihak lain yang berkepentingan. Peneliti membuat desain penelitian, melaksanakannya,
dan melaporkan hasil penelitian yang disusun sesuai dengan standar atau kompetensi
ilmiah dan etika penelitian.
Informed

Consent

Informed Consent merupakan surat kontrak yang berisi informasi tertulis dengan
bahasa yang mudah dipahami tentang penelitian yang akan dilakukan
(Pomerantz,2011) dan yang dianggap valid ialah yang diinformasikan dengan
jelas, sesuai dengan kompetensi masing-masing pihak serta disetujui secara
sukarela atau bukan dengan paksaan (Carroll,Schneider & Wesley,1985).
Menurut Kode Etik Psikologi Indonesia (HIMPSI,2010) dan Code of Conduct
(APA,2010), isi dari lembar tersebut mencakup :

Tujuan Penelitian
Jangka Waktu Penelitian
Prosedur Penelitian
Antisipasi keikutsertaan
Keuntungan yang mungkin diperoleh dari penelitian
Hak untuk menolak berpartisipasi atau mengundurkan diri
Konsenkuensi dari penolakan berpartisipasi atau mengundurkan diri
Kerahasiaan data dan keterbatasannya
Insentif bagi partisipan
Orang-orang yang dapat menghubungi untuk memperoleh informasi lebih lanjut
Jenis Kegiatan Diperbolehkan Tidak

Menggunakan Informed Consent

Observasi Ilmiah Penyebaran Kuisioner Penelitian Arsip


Anonim
Pengelabuan

Dalam pasal 50 dijelaskan menjadi 2 poin, yaitu :


Peneliti tidak diperkenankan menipu atau menutupi informasi, yang mungkin dapat
mempengaruhi calon niat partisipan untuk ikut serta. Penjelasan harus diberikan
secepatnya agar calon partisipan dapat mengambil keputusan yang terbaik untuk
terlibat atau tidak dalam penelitian.
Peneliti boleh melakukan pengelabuan apabila ada alasan ilmiah, untuk tujuan
pendidikan atau bila topik sangat penting untuk diteliti demi pengembangan ilmu, dan
tidak ada cara lainnya. Sebelumnya, peneliti harus menjelaskan bentuk pengelabuan
yang digunakan dalam keseluruhan rancangan penelitian pada partisipan.
Debriefing

Psikolog atau ilmuwan psikologi juga diwajibkan untuk memberikan penjelasan singkat
(debrifieng) segera setelah selesai pengambilan data penelitian.

Menurut pasal 51, informasi yang perlu diberikan dalam debriefing, antara lain :
Sifat, hasil dan kesimpulan penelitian
Informasi-informasi untuk meluruskan persepsi atau konsep yang keliru yang mungkin
dimiliki partisipan
Penggunaan

Hewan

Dalam beberapa penelitian psikologi hewan digunakan sebagai objek studinya.


Hal ini dilakukan dengan adanya berbagai asumsi yang menganggapnya relevan,
seperti yang dinyatakan oleh para ahli behaviorist yang menganggap bahwa
tingkah laku manusia dapat diwakili oleh perilaku hewan. Keduanya juga
dianggap memiliki insting yang sama sebagai makhluk hidup.
Kondisi Memungkinkan Penggunaan Hewan

Untuk Penelitian

Penelitian harus terlatih dan Prosedur pembedahan terhadap


memperlakukan hewan dengan hewan dimungkinkan dengan
baik,mengikuti prosedur yang pembiusan yang memadai untuk
berlaku serta bertanggung jawab mencegah infeksi dan
atas kenyamanan,kesehatan,dan meminimalkan rasa sakit selama
perlakuan yang benar Prosedur yang menyebabkan dan setelah pembedahan
stress,rasa sakit,dan penderitaan
pada hewan dapat dilakukan
hanya jika tidak ada prosedur
alternatif lain dan tujuannya
dibenarkan secara ilmiah Apabila nyawa hewan perlu
Memastikan bahwa penggunaan
diakhiri, peneliti perlu
hewan hanya dilakukan sebatas
menyelesaikan dengan segara
keperluan penelitian dan
sebagai upaya untuk
memastikan perawatan dan
meminimalkan rasa sakit sesuai
penanganannya
dengan prosedur yang ada
Publikasi Hasil

Penelitian

Ketentuan tentang publikasi hasil penelitian yang dikemukakan dalam Kode Etik
Psikologi dan Code of Conduct, antara lain :
Laporan hasil penelitian merupakan laporan yang apa adanya,tidak direkayasa,
dan bertanggung jawab.
Jika peneliti menemukan kesalahan pada data yang sudah dipublikasikan,peneliti
wajib melakukan koreksi,penarikan kembali (reaction), atau menyebarkan
keterangan bagian yang salah dan perbaikannya (erratum) pada alat publikasi
yang tepat.
Data yang sudah dipublikasikan tidak diterbitkan atau dipublikasikan
kembali,kecuali ada pembahasan dan penjelasan lain yang memadai atas data
yang sudah terpakai itu.
Berbagi Data

Menurut kode etik yang berlaku,data yang mendasari suatu kesimpulan penelitian
tidak boleh disembunyikan. Hal ini sejalan dengan adanya asas transparasi dan
akurasi dalam penelitian, sehingga nantinya penelitian yang dipublikasikan dapat
dipertanggungjawabkan sesuai data yang ada. Kegiatan ini diatur oleh pasal 54
dalam buku Kode Etik Psikologi Indonesia.
Contoh Kasus

Diederik Stapel merupakan seorang profesor ilmu sosial dan perilaku di Tilburg University. Beliau
terbukti memalsukan data dari tiga puluh penelitian ilmiah yang telah beliau lakukan. Hal ini juga
berdampak pada keempat belas mahasiswa S3 yang dibimbing Stapel, di mana para mahasiswa ini
menggunakan penelitian-penelitian yang telah dilakukan Stapel sebagai sumber untuk disertasi
mereka, seperti yang telah disebutkan Dutchnews pada Rabu (2/11/2011).
Stapel sendiri telah memberikan tanggapan secara tertulis pada situs Brabants Dagblad, di mana
beliau mengaku telah gagal sebagai seorang peneliti dan akademisi. Dikutip dari Reuters pula, Stapel
berkata, "Saya telah gagal sebagai peneliti dan ilmuwan. Saya menyesuaikan data dan memalsukan
penelitian agar cepat selesai dan memuaskan semua orang. Tak hanya sekali, tetapi berkali-kali, dan
dalam waktu lama. Saya merasa malu atas hal ini, dan amat menyesal,"
Alasan yang dikemukakan Stapel atas hal yang dia lakukan adalah karena adanya tekanan untuk
mendapat poin, mempublikasikan hasil penelitian, serta menjadi lebih baik dibanding sebelumnya,
sehingga dia menjadi serakah dan menginginkan banyak hal dalam waktu yang singkat.
Pembahasan Kasus

Pelanggaran yang telah dilakukan Stapel cukup berat, sehingga apabila dianalisis dan dihubungkan
dengan kode etik yang telah diterbitkan oleh HIMPSI, maka kasus pelanggaran ini dapat dikaitkan
dengan pasal-pasal berikut :

Pasal 47 Ayat 2
“Jika persetujuan lembaga, komite riset atau instansi lain terkait dibutuhkan, Psikolog dan/atau
Ilmuwan Psikologi harus memberikan informasi akurat mengenai rancangan penelitian sesuai dengan
protokol penelitian dan memulai penelitian setelah memperoleh persetujuan.”

Pasal 53 Ayat 1
“Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi tidak merekayasa data atau melakukan langkah-langkah lain
yang tidak pertanggungjawab (misal : terkait pengelabuan, plagiarisme, dll).
Daftar Pustaka

HIMPSI. (2010). Kode etik psikologi Indonesia (Hasil Kongres XI HIMPSI). Surakarta: Pengurus
Pusat HIMPSI.

Himawan, K. K., Dewi, W. P., Sitorus, K., & Mutiara, E. (2016). Kode etik psikologi dan
aplikasinya di Indonesia. Salemba Humanika.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai