Anda di halaman 1dari 22

HUKUM PIDANA ADAT

SEBAGAI SUMBER PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA NASIONAL

Fery Kurniawan, SH., MH*


fery.corleone@gmail.com
*Dosen Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn)
Universitas Pamulang

ABTRAK

Dalam hukum adat tersebut ada hukum yang mengatur masalah harta benda dan
kekeluargaan dan terdapat juga hukum dellik adat yang dapat juga disebut sebgai
Hukum pidana adat, atau hukum pelanggaran adat.Hukum delik adat adalah
aturan-aturan hukum adat yang mengatur peristiwa atau perbuatan kesalahan yang
berakibat terganggunya keseimbangan masyarakat, sehingga perlu diselesaikan
agar keseimbangan masayarakat tidak terganggu.

Keberadaan hukum pidana adat pada masyarakat merupakan pencerminan


kehidupan masyarakat tersebut dan pada masing-masing daerah memiliki hukum
pidana adat yang berbeda-beda sesuai dengan adat istiadat yang ada di daerah
tersebut dengan ciri khas tidak tertulis dan terkodifikasi. 1 Beberapa daerah
mempunyai system hukum adat yang sudah di legal formalkan

Kata Kunci: Pidana Adat, Hukum Pidana Nasional

1
Chairul Anwar, Hukum Adat Indonesia Menuju Hukum Adat Minangkabau, Jakarta: Rineka
Cipta, 1997, hlm. 11.

10
A. PENDAHULUAN

Dalam kehidupan sosial, suatu tercantum dalam undang-undang,


masyarakat khususnya masyarakat yang kadang-kadang tidak diakui
Indonesia tidak bisa dilepaskan dari oleh hukum dan bahkan tidak
hukum, sebagaimana adagium yang diungkapkan. Norma yang mengatur
sering kita dengar yakni ibi ius ibi perilaku manusia adalah norma
societas (dimana ada masyarakat hukum.Norma tersebut hidup dalam
disitu terdapat hukum) oleh pergaulan dan lama kelamaan
karenanya Indonesia menjadi suatu menjadi aturan dan hukum yang
negara yang berdasarkan hukum mengikat tingkah laku masyarakat
(rechts staat).Dalam sistem hukum pemeluknya dan dibanyak tempat
Indonesia, dikenal tiga sistem hukum disebut sebagai hukum adat.
yang menjadi bagian yang tidak
Dalam hukum adat tersebut ada
terpisahkan satu dengan yang
hukum yang mengatur masalah harta
lainnya, yakni hukum adat, hukum
benda dan kekeluargaan dan terdapat
Islam, dan hukum barat.
juga hukum dellik adat yang dapat
Disamping itu Etika dan Norma juga disebut sebgai Hukum pidana
sejak lama menjadi standar bagi adat, atau hukum pelanggaran
pergaulan hidup di tengah adat.Hukum delik adat adalah aturan-
masyarakat yang beradab.etika dan aturan hukum adat yang mengatur
norma menjadi aturan yang peristiwa atau perbuatan kesalahan
menentukan apakah perilaku yang berakibat terganggunya
manusia tertentu patut atau tidak. keseimbangan masyarakat, sehingga
Berdasarkan hal itu orang dapat perlu diselesaikan agar
mengetahui apa yang dia dapat keseimbangan masayarakat tidak
harapkan dari orang lain. Untuk terganggu. Adat bangsa Indonesia
suatu kehidupan bersama aturan yang “Bhinneka Tunggal Ika” ini
demikian mutlak perlu. Perilaku kita tidak mati, melainkan selalu
sehari-hari dipengaruhi oleh banyak berkembang, senantiasa bergerak
etika dan normanorma yang tidak serta berdasarkan keharusan selalu

11
dalam keadaan evolusi mengikuti mendapat sanksi untuk mewujudkan
proses dan perkembangan peradaban keadilan, baik keadilan bagi si
2
bangsanya. pelanggar, keadilan bagi seseorang
yang dilanggar, termasuk
Ketika dilihat dari kearifan
mewujudkan keadilan masyarakat
masyarakat adat Indonesia yang
adat seutuhnya. Rasa ingin
bercorak religios-magis, secara
mewujudkan keadilan ini yang oleh
konkrit terkristalisasi dalam produk
para pakar hukum pidana adat
hukum masyarakat lokal, yang dalam
dikatakan sebagai pemulihan
ancangan antropologi hukum disebut
keseimbangan yang telah terganggu,
hukum kebiasaan (customary),
sehingga kemudian adat dapat
hukum rakyat (folk law), hukum
menjadi sumber hukum pidana
penduduk asli (indigenous law),
nasional.
hukum tidak tertulis (unwritten law),
atau hukum tidak resmi (unofficial Sumber hukum sebenarnya adalah
law), atau dalam konteks Indonesia kesadaran masyarakat tentang apa
disebut hukum adat (adat yang dirasakan adil dalam mengatur
3
law/adatrecht). hidup kemasyarakatan yang tertib
dan damai. Jadi, sumber hukum
Ada semacam kesepakatan hukum
tersebut harus mengalirkan aturan-
yang disepakati oleh masyarakat adat
aturan (norma-norma) hidup yang
tertentu secara kontinyu, dari
adil dan sesuai dengan perasaan dan
generasi ke generasi, tentang suatu
kesadaran hukum (nilai-nilai)
yang dilarang atau suatu yang
masyarakat, yang dapat menciptakan
diperbolehkan. Suatu yang dilarang
suasana damai dan teratur karena
inilah apabila dilanggar akan
selalu memperhatikan kepentingan

2
masyarakat.Oleh karenanya,
Surojo Wignjodipuro, Pengantar Asas-
Asas Hukum Adat, (Jakarta: Gunung Agung pembaharuan hukum pidana di sini
Anggota IKAPI, 1982), hlm. 13.
3
I Nyoman Nurjaya, Menuju Pengakuan haruslah dilakukan secara
Kearifan Lokal dalam Pengelolaan Sumber
menyeluruh dan sistematis dengan
Daya Alam: Perspektif Antropologi Hukum,
dalam Rachmad Syafa’at, dkk, Negara, memperhatikan nilai-nilai yang
Masyarakat Adat dan Kearifan Lokal,
(Malang: In-Trans Publishing, 2008), hlm. 8.

12
berkembang dimasyarakat. Jadi, keseimbangan masyarakat tidak lagi
ukuran untuk mengkriminalisasi merasa terganggu.
suatu perbuatan bergantung pada
B. PERMASALAHAN
nilai-nilai dan pandangan kolektif
yang terdapat di masyarakat 1. Posisi hukum pidana adat dalam
mengenai apa yang benar, baik, hukum nasional
bermanfaat atau sebaliknya. “Das 2. Cara penyelesaian hukum pidana
rechts wird nicht gemacht, es ist und adat
wird mit dem volke” yang berati
C. PEMBAHASAN
hukum itu tidak dibuat, tetapi berada
dan berkembang dengan jiwa bangsa 1. Pengertian hukum pidana adat
seperti pendapatnya Von Savigny. 4
Konsep pidana merupakan teori yang
Dengan demikian yang diuraikan selalu berkembang sesuai tempat dan
dalam hukum adat delik adalah waktu.Sehingga setiap komunitas
tentang peristiwa dan perbuatan yang atau masyarakat adat mempunyai
merupakan delik adat dan bagaimana persepsi sendiri mengenai delik atau
cara menyelesaikan sehingga hukum pidana. Beberapa ahli
berpendapat mengenai hukum adat
4 antara lain:
Dalam teori Von Savigny disebutkan bahwa
setiap bangsa mempunyai jiwanya masing-
masing yang disebut Volkgeist, artinya a. Ter Haar berpendapat bahwa
Jiwa Rakyat atau Jiwa Bangsa.Dari sini
kiranya jelas bahwa hukum pada yang dimaksud delik atau
hakekatnya adalah manifestasi nilai-nilai
yang berkembang di masyarakat, sehingga pelanggaran adalah adanya
dengan demikian hukum tumbuh dan perbuatan sepihak yang oleh
berkembang seiring perkembangan
masyarakat karena hukum adalah bagian pihak lain dengan tegas atau
dari masyarakat, cerminan dari jiwa
masyarakat, cerminan dari rasa keadilan secara diam-diam dinyatakan
rakyat. Sehingga, jika suatu hukum hendak
dibuat dalam bentuk formal oleh negara sebagai perbuatan yang
maka hal yang seharusnya dijadikan 5
sebagai sumber pembentuk substansi mengganggu keseimbangan.
hukum tersebut tidak lain adalah nilai-nilai
yang hidup di masyarakat, dengan
5
demikian hukum positif tidak lain adalah Lihat Ter Har Bzn, Mr.B., Beginselen en
formulasi formal dari value consciousness stelsel van het adatrecht, JB. Wolters-
masyarakat dengan nalar keadilan Groningen, Djakarta, 4e druk, 1950, hal.
berdasarkan rasa keadilan rakyat. 219.

13
Dari pernyataan Ter Haar barang-barang atau uang).Untuk
tersebut, Hilman Hadikusuma dapat disebut tindak pidana adat,
berpendapat bahwa hukum perbuatan itu harus
pidana adat adalah hukum yang mengakibatkan kegoncangan
menunjukkan peristiwa dan dalam neraca keseimbangan
perbuatan yang harus masyarakat.Kegoncangan itu
diselesaikan (dihukum) karena tidak hanya terdapat apabila
peristiwa dan perbuatan itu telah peraturan hukum dalam suatu
mengganggu keseimbangan masyarakat dilanggar, tetapi juga
masyarakat.6Jadi Ter Haar apabila norma-norma kesusilaan,
berasumsi bahwa yang dianggap keagamaan, dan sopan santun
suatu pelanggaran (delict) ialah dalam masyarakat dilanggar.
setiapgangguan segi satu
Berbeda dengan hukum pidana
(eenzijding) terhadap
positif yang berlaku di Indonesia
keseimbangan dan setiap
sekarang ini, peristiwa dan
penubrukan dari segi satu pada
perbuatan itu dihukum karena
barang-barang kehidupan
adanya hukum tertulis yang
materiil dan imateriil orang
mengaturnya.Selama peristiwa
seorang atau dari orang-orang
dan perbuatan itu tidak diatur
banyak yang merupakan suatu
dalam undang-undang, maka
kesatuan (gerombolan).Tindakan
tidak dapat dikatakan delik. Hal
sedemikian itu menimbulkan
ini disebut dengan asas legalitas
suatu reaksi yang sifatnya dan
yang tertuang dalam pasal 1 ayat
besar kecilnya ditetapkan oleh
(1) Kitab Undang-Undang
hukum adat (adat reactie), karena
Hukum Pidana (KUHP), yang
reaksi mana keseimbangan dapat
berbunyi: “Suatu perbuatan tidak
dan harus dipulihkan kembali
dapat dipidana, kecuali
(kebanyakan dengan jalan
berdasarkan kekuatan ketentuan
pembayaran pelanggaran berupa

6
Hilman Hadikusuma, Hukum Pidana Adat,
Penerbit Alumni, Bandung, 1989, hal. 8.

14
perundang-undangan pidana yang sudah mapan, maka
7
yang telah ada.” perbuatan itu dapat dikatakan
melanggar hukum.
Sementara hukum pidana adat
menitikberatkan pada b. Soepomo menjabarkan lebih rinci
“keseimbangan yang terganggu”. bahwa antara perbuatan yang
Selama keseimbangan suatu dapat dipidana dan perbuatan
masyarakat adat itu terganggu, yang hanya mempunyai akibat di
maka akanmendapat sanksi. wilayah perdata tidak ada
Hukum pidana adat tidak perbedaan struktur.8 Artinya,
mengenal asas legalitas antara “hukum pidana” dan
sebagaimana hukum positif “hukum perdata” yang perbedaan
karena selain ketentuan strukturnya dibedakan
hukumnya masih sederhana, wilayahnya dalam hukum positif,
hukum pidana adat tidak dalam hukum pidana adat tidak
mengenal kodifikasi. Dengan membedakan struktur itu.
kata lain, hukum pidana adat Apakah itu masuk dalam wilayah
tidak mengenal hukum tertulis pidana atau perdata, selama
meskipun beberapa masyarakat “mengganggu keseimbangan”
adat di Indonesia sudah masyarakat, maka ia
mengenal kodifikasi hukum adat. dikategorikan sebagai delik atau
Misalnya kitab Kuntara Raja Niti tindak pidana.
(Lampung), Manawa c. Sementera Van Vollenhoven
Dharmasastra, Catur Agama, berpendapat bahwa hukum
Awig-Awig (Bali), kitab Babad pidana adat adalah perbuatan
Jawa (Jawa kuno), dan lain yang tidak boleh dilakukan,
sebagainya.Jadi, selama meskipun dalam kenyataannya
perbuatan itu menyebabkan peristiwa atau perbuatan itu
kegoncangan pada keseimbangan
dalam suatu masyarakat adat

7 8
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Soepomo, Bab-Bab tentang Hukum Adat,
Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2007, hal. 7. penerbitan Universitas, 1967, hal. 98

15
hanya merupakan perbuatan keseimbangan kosmis
9
sumbang yang kecil saja. masyarakat. Karenanya, bagi si
d. Hukum pidana adat atau delik pelanggar diberikan reaksi adat,
adat adalah mengatur mengenai koreksi adat atau sanksi adat oleh
tindakan yang melanggar rasa masyarakat dengan musyawarah
keadilan dan kepatutan yang bersama pemimpin atau pengurus
hidup ditengah masyarakat, adat.11
sehingga menyebabkan f. Hilman Hadikusuma
terganggunya ketentraman serta menyebutkan hukum pidana adat
keseimbangan masyarakat. Untuk adalah hukum yang hidup (living
memulihkan ketentraman dan law) dan akan terus hidup selama
keseimbangan tersebut, maka ada manusia budaya, ia tidak
terjadi reaksi adat.10 akan dapat dihapus dengan
e. I Made Madyana mengatakan perundang-undangan. Andaikata
bahwa hukum pidana adat adalah diadakan juga undang-undang
hukum yang hidup (living law), yang menghapuskannya, akan
diikuti dan ditaati oleh percuma juga. Malahan, hukum
masyarakat adat secara terus- pidana perundang-undangan akan
menerus, dari satu generasi ke kehilangan sumber kekayaannya
generasi berikutnya. Pelanggaran oleh karena hukum pidana adat
terhadap aturan tata tertib itu lebih erat hubungannya
tersebut dipandang dapat dengan antropologi dan sosiologi
menimbulkan kegoncangan dari pada perundang-undangan. 12
dalam masyarakat karena g. Didik Mulyadi memberi
dianggap mengganggu kesimpulan bahwa hukum pidana

9
adalah perbuatan yang melanggar
Van Vollenhoven dalam bukunya En
Adatwetboekje voor heel Indie Pasal 92 perasaan keadilan dan kepatutan
menyebutkan bahwa pengertian delik adat
itu sebagai perbuatan yang tidak dibolehkan.
(Topo Santoso, Pluralisme Hukum Pidana
11
Indonesia, (Jakarta: PT Ersesco, 1990). hlm. I Made Widnyana, Kapita Selekta Hukum
228. Pidana Adat, PT Eresco, Bandung, 1993,
10
Topo Santoso, Pluralisme Hukum Pidana hal. 3.
12
Indonesia, (Jakarta: PT Ersesco, 1990), hlm. Hilman Hadikusuma, Hukum Pidana
9. Adat, CV Rajawali, Jakarta, 1961, hlm. 307

16
yang hidup dalam masyarakat, dengan antropologi dan sosiologi
sehingga menimbulkan adanya dari pada perundang-undangan. I
gangguan ketentraman dan Made Widnyana menyebutkan
keseimbangan masyarakat yang hukum pidana adat adalah hukum
bersangkutan. Oleh karena itu, yang hidup (the living law),
untuk memulihkan ketentraman diikuti dan ditaati oleh
dan keseimbangan tersebut masyarakat adat secara terus
terjadi reaksi-reaksi adat sebagai menerus, dari satu generasi ke
bentuk wujud mengembalikan generasi berikutnya. Pelanggaran
ketentraman magis yang terhadap aturan tata tertib
terganggu dengan maksud tersebut dipandang dapat
sebagai bentuk meniadakan atau menimbulkan kegoncangan
menetralisir suatu keadaan sial dalam masyarakat karena
akibat suatu pelanggaran adat. dianggap mengganggu
h. Van Vollenhoven menyebutkan keseimbangan kosmis
delik adat sebagai perbuatan masyarakat, oleh sebab itu, bagi
yang tidak diperbolehkan. si pelanggar diberikan reaksi
Hilman Hadikusuma adat, koreksi adat atau sanksi
menyebutkan hukum pidana adat adat oleh masyarakat melalui
adalah hukum yang hidup (living pengurus adatnya.
law) dan akan terus hidup selama
Konklusi dasar dari apa yang
ada manusia budaya, ia tidak
telah diterangkan konteks di atas
akan dapat dihapus dengan
dapat disebutkan bahwa hukum
perundang-undangan. Andaikata
pidana adat adalah perbuatan
diadakan juga undang-undang
yang melanggar perasaan
yang menghapuskannya, akan
keadilan dan kepatutan yang
percuma juga. Malahan, hukum
hidup dalam masyarakat
pidana perundang-undangan akan
sehingga menimbulkan adanya
kehilangan sumber kekayaannya
gangguan ketentraman dan
oleh karena hukum pidana adat
keseimbangan masyarakat
itu lebih erat hubungannya

17
bersangkutan. Oleh karena itu, Sebagai dasar problematika
untuk memulihkan ketentraman substantif hukum pidana adat dan
dan keseimbangan tersebut hukum pidana nasional, dengan
terjadi reaksi-reaksi adat sebagai sendirinya akan teratasi karena
bentuk wujud mengembalikan hukum yang nantinya akan
ketentraman magis yang terbangun adalah hukum yang
terganggu dengan maksud benar-benar berasal dari
sebagai bentuk meniadakan atau masyarakat dan hukum tersebut
menetralisir suatu keadaan sial memang bersubstansikan
akibat suatu pelanggaran adat. langsung dari nilai-nilai yang
hidup di masyarakat. Dengan
2.Posisi hukum Pidana adat dalam
demikian hukum akan selalu linier
Hukum Nasional.
dengan tuntutan keadilan bagi
Hukum adat dapat menjadi seluruh masyarakat, serta hukum
sumber hukum positif dalam arti pidana adat di masa yang datang
hukum pidana adat dapat menjadi akan menjadi sumber hukum dan
dasar hukum pemeriksaan di menjadi dasar dalam pembentukan
Pengadilan dan juga sebagai hukum pidana nasional.
sumber hukum negatif yaitu
3. Dasar hukum berlakunya
ketentuan-ketentuan hukum adat
hukum pidana adat.
dapat menjadi alasan pembenar,
alasan memperingan pidana atau Ada beberapa dasar hukum yang
memperberat pidana.Apabila kita dapat dijadikan dasar dalam
memperhatikan bahwa hukum berlakunya Hukum Adat di
tidak dapat dipisahkan dengan Indonesia pada saat ini antara lain :
masyarakat, maka ada alasan pula
1) Ketentuan UUD 1945. Dalam
untuk mengatakan bahwa sumber
pasal 18 B ayat (2) Undang
hukum dalam kaitan ini adalah
Undang Dasar Negara
hukum pidana adat maka sumber
Republik Indonesia 1945 :
hukum tersebut adalah
masyarakat.

18
a. “Negara mengakui dan untuk menyelenggarakan
menghormati kesatuan- kesatuan susunan, kekuasaan
kesatuan masyarakat dan acara pengadilan sipil. 15
hukum adat beserta hak- 3) UU No. 5 tahun 1960
hak tradisionalnya tentang UUPA Pasal 2
sepanjang masih hidup ayat (4) UUPA mengatur
dan sesuai dengan tentang pelimpahan
perkembangan wewenang kembali
masyarakat dan prinsip kepada masyrakat hukum
Negara Kesatuan adat untuk melaksanakan
Republik Indonesia, yang hak menguasai atas tanah,
diatur dalam undang- sehingga masyrakat
undang”. 13 Hukum Adat merupakan
2) UU Drt. No. 1 tahun 1951 aparat pelaksana dari hak
14
tentang tindakan sementara
Akan tetapi, untuk tindak pidana
adat yang berat ancaman pidana
paling lama 10 tahun , sebagai
13
Dalam pasal ini sudah jelas dituliskan pengganti dari hukuman adat yang
bahwa mayarakat adat diakui dan dihormati tidak dijalani oleh terdakwa.
kesatuan-kesatuannya berserta hak-hak 2. Tindak pidana adat yang
tradisionalnya, karena oleh sebab itu lah bandingannya dalam KUHP maka
perlu adanya hukum adat dan hukum pidana ancaman pidananya sama dengan
adat ancaman pidana yang ada dalam
14
Pasal 5 ayat (3) sub b Undang-Undang KUHP seperti misalnya tindak
Darurat Nomor 1 Tahun 1952 tentang pidana adat Drati Kerama di Bali
Tindakan-Tindakan Sementara Untuk atau Mapangaddi (Bugis) Zina
Menyelenggarakan Kesatuan Susunan (Makassar) yang sebanding dengan
Kekuasaan dan Acara Pengadilan- tindak pidana zinah sebagaimana
Pengadilan Sipil. ketentuan Pasal 284 KUHP.
1. bahwa tindak pidana adat yang 3. Sanksi adat sebagaimana ketentuan
tiada bandingan atau padanan konteks di atas dapat dijadikan
dalam KUHP dimana sifatnya tidak pidana pokok dan atau pidana
berat atau dianggap tindak pidana utama oleh hakim dalam
adat yang ringan ancaman memeriksa, mengadili, dan
pidananya adalah pidana penjara memutus perbuatan yang menurut
dengan ancaman paling lama tiga hukum yang hidup (living law)
bulan dan/atau denda sebanyak dianggap sebagai tindak pidana
lima ratus rupiah (setara dengan yang tiada bandingnya dalam
kejahatan ringan), minimumnya KUHP sedangkan tindak pidana
sebagaimana termaktub dalam yang ada bandingnya dalam KUHP
ketentuan Pasal 12 KUHP yaitu 1 harus dijatuhkan sanksi sesuai
hari untuk pidana penjara dan dengan ketentuan KUHP.
15
pidana denda minimal 25 sen sesuai Lihat juga : Pasal 1 ayat 3 UU Drt. No. 1
dengan ketentuan Pasal 30 KUHP. tahun 1951 hakim desa tetap dipertahankan.

19
menguasai negara atas dibilang sebagai
untuk mengelola tanah operasionalisasi dari TAP
yang ada di wilayahnya. 16 MPR XVII/1998 yang
4) UU No. 4 tahun 2004 yang menegaskan bahwa hak-hak
menggantikan UU No. 14 masyarakat hukum adat
tahun 1970 tentang sebagai bagian dari Hak
Ketentuan-ketentuan Pokok Asazi Manusia. 18
Kekuasaan Kehakiman. 17 6) UU No. 32/2004 tentang
5) Undang-Undang No.39 tahun Pemerintahan Daerah,
1999 tentang HAM ini, boleh lebih tertuju pada
penegasan hak-hak
16
Lihat JUga :
1. Pasal 3 UUPA bahwa pelaksanaan
18
hak ulayat masyarakat Hukum Lihat juga : Pasal 6 UU No.39/1999,
Adat, sepanjang menurut menyebutkan:
kenyataannya harus sedemikian Dalam rangka penegakkan hak asasi
rupa sehingga sesuai dengan manusia, perbedaan dan kebutuhan
kepentingan nasional dan negara, dalam masyarakat hukum adat harus
berdasarkan persatuan bangsa dan diperhatikan dan dilindungi oleh
tidak boleh bertentangan dengan hukum, masyarakat, dan
UU atau peraturan yang lebih pemerintah.Indentitas budaya
tinggi. masyarakat hukum adat, termasuk hak
2. Pasal 5 UUPA menyebutkan bahwa atas tanah ulayat dilindungi, selaras
Hukum Agraria yang berlaku atas dengan perkembangan jaman.
bumi, air, udara dan ruang angkasa
adalah Hukum Adat sepanjang Penjelasan pasal 6 ayat (1) UU ini
(dengan pembatasan) tidak menyatakan bahwa “hak adat” yang
bertentangan dengan kepentingan secara nyata masih berlaku dan
nasional, negara, sosialisme dan dijunjung tinggi di dalam lingkungan
undang-undang. Pasal 22 terjadinya masyarakat hukum adat harus
hak milik berdasarkan ketentuan dihormati dan dilindungi dalam rangka
Hukum Adat akan diatur dengan PP perlindungan dan penegakakan Hak
17
Lihat Juga : Asasi Manusia dalam masyarakat yang
1. Pasal 25 ayat (1) yang isinya segala bersangkutan dengan memperhatikan
putusan pengadilan selain harus hukum dan perundangan-undangan.
memuat dasar-dasar putusan, juga
harus memuat pasal-pasal tertentu Sedangkan penjelasan untuk ayat (2)
dari peraturan yang bersangkutan dinyatakan bahwa dalam rangka
atau sumber hukum tidak tertulis penegakkan hak asasi manusia,
yang dijadikan dasar untuk identitas budaya nasional masyarakat
mengadili. hukum adat, hak-hak adat yang masih
2. Pasal 28 ayat (1) yang isinya secara nyata dipegang teguh oleh
tentang hakim sebagai penegak masyarakat hukum adat setempat tetap
hukum dan keadilan wajib dihormati dan dilindungi sepanjang
menggali mengikuti dan memahami tidak bertentangan dengan asas-asas
nilai-nilai hukum yang hidup dalam hukum negara yang berintikan
masyarakat. keadilan dan kesejahteraan rakyat.

20
masyarakat hukum adat tertulis dan terkodifikasi. 20
untuk mengelola sistem Beberapa daerah mempunyai
politik dan system hukum adat yang sudah di
pemerintahannya sesuai legal formalkan misalnya di
dengan ketentuan- Aceh dan di Sumatera Barat.
ketentuan hukum adat Masalahnya di Sumatera Barat
setempat. 19 kerapatan Adat Nagari (KAN)
dibentuk dan disusun melalui
Keberadaan hukum pidana adat
Perda No. 13 Tahun 1983,
pada masyarakat merupakan
tentang Nagari sebagai Kesatuan
pencerminan kehidupan
Masyarakat Hukum Adat (baik di
masyarakat tersebut dan pada
kabupaten maupun kota) dan
masing-masing daerah memiliki
Perda No. 9 Tahun 2000
hukum pidana adat yang
Tergugat Pemerintahan Nagari
berbeda-beda sesuai dengan adat
(nagari sebagai pengganti desa)
istiadat yang ada di daerah
dan Perda No. 2 Tahun 2007
tersebut dengan ciri khas tidak
tentang Pemerintahan Nagari
(baik di kabupaten termasuk
Mentawai maupun kota), maka
19 sesuai dengan Pasal 1 angka 2
Pasal 203 ayat (3), umpamanya
menyebutkan: UU No.5/1986 Kerapatan Adat
“Pemilihan Kepala Desa dalam kesatuan
masyarakat hukum adat beserta hak Nagari merupakan badan dan
tradisionalnya sepanjang masih hidup dan
yang diakui keberadaannya berlaku Pengurus KAN merupakan
ketentuan hukum adat setempat yang
ditetapkan dalam perda dengan Pejabat Tata Usaha Negara.
berpedoman pada Peraturan Pemerintah”. Keputusan KAN akan merupakan
Pasal ini sekaligus memberi makna bahwa
masyarakat hukum adat sesuai Putusan Tata Usaha Negara,
perkembangannya dapat mengembangkan
bentuk persekutuannya menjadi sehingga jika ada pihak yang
pemerintahan setingkat desa sebagaimana
disebutkan dalam penjelasan Pasal 202 merasa dirugikan oleh keputusan
ayat (1): “Desa yang dimaksud dalam
ketentuan ini termasuk antara lain Nagari KAN itu, yang mempunyai
di Sumatera Barat, Gampong di provinsi
20
NAD, Lembang di Sulawesi Selatan, Chairul Anwar, Hukum Adat Indonesia
Kampung di Kalimantan Selatan dan Menuju Hukum Adat Minangkabau,
Papua, Negeri di Maluku”. Jakarta: Rineka Cipta, 1997, hlm. 11.

21
kompetensi absolut untuk hukum pidana pada
mengadilinya adalah Peradilan hakikatnya merupakan bagian
Tata Usaha Negara, bukan dari upaya perlindungan
Peradilan Pidana.” masyarakat (khususnya upaya
penanggulangan kejahatan).
RUU KUHP sebagai proses
3) Sebagai bagian dari kebijakan
perkembangan hukum yang
penegakan hukum,
sedang berlangsung sampai saat
pembaharuan hukum pidana
ini mempunyai fungsi strategis
pada hakikatnya merupakan
sebagai bagian pembaharuan
bagian dari upaya
hukum nasional dengan tujuan
memperbaharui substansi
Due prosees of law. Dilihat dari
hukum (legal substance)
sudut pendekatan kebijakan maka
dalam rangka lebih
pembaharuan hukum nasional
mengefektifkan penegakan
dapat dilihat :21
hukum.
1) Sebagai bagian dari kebijakan
Dalam RUU KUHP nasional
sosial, pembaharuan hukum
yang sudah dibahas di DPR sejak
pidana pada hakikatnya
lebih dari 30 tahun maka hukum
merupakan bagian dari upaya
adat dan Pidana adat menempati
untuk mengatasi masalah-
posisi strategis dimana pasal 2
masalah sosial (termasuk
RUU KUHP tersebut
masalah kemanusiaan) dalam
menyatakan hakim disamping
rangka mencapai/menunjang
mengambil landasan hukum
tujuan nasional
KUHP tersebut dapat pula
(kesejahteraan masyarakat
mengambil dasar hukum hukum
dan sebagainya).
adat untuk menjatuhkan pidana
2) Sebagai bagian dari kebijakan
pada seseorang. Sehingga
kriminal, pembaharuan
eksistensi Hukum adat di RUU
21
Barda Nawawi Arief, Beberapa Aspek
KUHP tersebut formalnya diakui
Pengembangan Ilmu Hukum Pidana
(Menyongsong Generasi Baru Hukum Negara.
Pidana Indonesia), (Semarang: Universitas
Diponegoro, 2007), hlm. 50.

22
Secara umum pembaharuan legalitas tidak mutlak.Dalam
hukum pidana harus dilakukan RUU juga dimuat sanksi delik
dengan pendekatan kebijakan, adat berupa pemenuhan
karena memang pada hakikatnya kewajiban adat.“Hakim dapat
ia merupakan bagian dari suatu menetapkan kewajiban setempat
langkah kebijakan atau policy yang harus dilakukan terpidana”,
(yaitu bagian dari politik jika keadaan menghendaki untuk
hukum/penegakan hukum, politik memulihkan keseimbangan dan
hukum pidana, politik kriminal, mendatangkan rasa damai dalam
dan politik sosial). Di dalam masyarakat.Tujuan pemidanaan
setiap kebijakan (policy) bukan semata-mata menghukum
terkandung pula pertimbangan pelaku, tetapi juga mendatangkan
nilai.Oleh karena itu, rasa damai dan memulihkan
pembaharuan hukum pidana keseimbangkan dalam
harus pula berorientasi pada masyarakat.
pendekatan nilai. 22
Harkristuti Harkrisnowo23
Misalnya dalam Pasal 1 ayat selaku Direktur Jenderal
(3) RUU KUHP menyebutkan Perlindungan Hak Asasi Manusia
asas legalitas tidak boleh Kementerian Hukum dan HAM,
ditafsirkan sebagai mengurai meminta para penyusun RUU
berlakunya hukum yang hidup KUHP memperhatikan implikasi
yang menentukan bahwa adat masuknya delik adat ke dalam
setempat seseorang patut rancangan.Sebab, masih ada
dipidana bilamana perbuatan itu sejumlah pertanyaan yang harus
tidak ada persamaan dalam dijawab agar perumusan undang-
peraturan perundang- undang itu jelas.“Bagi orang,
undangan.Ini berarti asas
23
Harkristuti menyampaikankritik tersebut
22
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai saat jadi pembicara dalam dialog mengenai
Kebijakan Hukum Pidana (Perkembangan Akses Perempuan Pada Keadilan:
Penyusunan Konsep KUHP Baru), Edisi Mekanisme Penanganan Kasus Kekerasan
Kedua Cetakan ke-3, (Jakarta: Kencana, Terhadap Perempuan Formal dan Non
2011), hlm. 29. Formal, di Jakarta, Rabu (22/12).

23
pidana harus jelas,” alasan sosiologis, hal ini dapat
ujarnya.’Guru Besar Universitas menyangkut yang bersifat
Indonesia itu menyinggung RUU ideologis maupun hal-hal yang
KUHP ketika berbicara tentang berkaitan dengan kondisi
sistem peradilan pidana terpadu manusia, alam dan tradisi
(integrated criminal justice Indonesia sepanjang tetap dalam
system). kerangka bagian budaya bangsa
(subsulture) dan bukan
Pemantauan Komnas
merupakan budaya tandingan
Perempuan di Sumatera Selatan
(counter culture).24
dan Sulawesi Tengah
menunjukkan sebagian Sejalan dengan hal tersebut
perempuan masih menggunakan Sekretaris Jenderal Aliansi
jalur non formal, terutama Masyarakat Adat Nusantara
mekanisme hukum adat, untuk (AMAN), Abdon Nababan,
menyelesaikan kasus.Dalam hal mengatakan Aliansi memang ikut
tertentu, mekanisme hukum adat mendorong agar RUU KUHP
dianggap lebih cepat mengakomodir hukum adat.
menyelesaikan masalah Fokusnya adalah memungkinkan
ketimbang jalur formal penyelesaian kasus melalui
pengadilan.Ternyata, di beberapa hukum adat. "Harus ada
daerah, hukum adat masih penegasan tentang itu,"25
berlaku.“Aturan adat yang tidak
Abdon menuturkan RUU
tertulis justru hidup,” kata
KUHP harus menjamin dengan
komisioner Komnas Perempuan,
menjelaskan bagaimana definis
Sri Nurherwati.
dan sistem peradilan hukum adat.
KUHP Nasional di masa- Jadi, perangkat hukum adat
masa datang dapat menyesuaikan setempat didahulukan dalam
diri dengan perkembangan- 24
Muladi, Proyeksi Hukum Pidana Materil
perkembangan baru. Khusus Indonesia di Masa Datang, Pidato
Pengukuhan Guru Besar, (Semarang, FH
sepanjang yang menyangkut UNDIP, TT), hlm. 3.
25
Hukum online.com

24
penyelesaian perkara pidana yang 3) Membeda-bedakan
terkait langsung dengan adat permasalahan dimana bila
masyarakat setempat.Setelah terjadi peristiwa pelanggaran
perkara diputuskan hukum adat, yang dilihat bukan semata-
dibuatlah semacam berita acara mata perbuatan dan akibatnya
untuk didaftarkan pada tetapi dilihat apa yang
Pengadilan Negeri menjadi latar belakang dan
setempat.Fungsi pengadilan kata siapa pelakunya. Oleh karena
Abdon lebih diutamakan untuk itu, dengan alam pikiran
menjaga agar penegakan hukum demikian maka dalam
adat berjalan. mencari penyelesaian dalam
suatu peristiwa menjadi
4. Sifat sifat hukum pidana adat
berbeda-beda.
1) Menyeluruh dan menyatukan
4) Peradilan dengan permintaan
karena dijiwai oleh sifat
dimana menyelesaikan
kosmis yang saling
pelanggaran adat sebagian
berhubungan sehingga
besar berdasarkan adanya
hukum pidana adat tidak
permintaan atau pengaduan,
membedakan pelanggaran
adanya tuntutan atau gugatan
yang bersifat pidana dan
dari pihak yang dirugikan
perdata.
atau diperlakukan tidak adil.
2) Ketentuan yang terbuka
5) Tindakan reaksi atau koreksi
karena didasarkan atas
tidak hanya dapat dikenakan
ketidakmampuan meramal
pada si pelaku tetapi dapat
apa yang akan terjadi
juga dikenakan pada
sehingga tidak bersifat pasti
kerabatnya atau keluarganya
sehingga ketentuannya selalu
bahkan mungkin juga
terbuka untuk segala
dibebankan kepada
peristiwa atau pebuatan yang
masyarakat bersangkutan
mungkin terjadi.
untuk mengembalikan

25
keseimbangan yang masyarakat, walaupun
terganggu. adakalanya perkaranya sampai
ditangani oleh alat negara, dapat
Hukum adat tidak mengenal
ditempuh dengan cara melalui
sistem “prae-existente regels”,
pribadi dan atau keluarga yang
artinya tidak mengenal sistem
bersangkutan, atau ditangani
pelanggaran hukum yang
kepala kerabat, kepala adat,
ditetapkan terlebih dahulu
kepala desa, ketua perkumpulan
sebagaimana dalam “asas
organisasi dan alat negara 26.
legalitas” yang tertuang dalam
Pasal 1 Kitab Undang-undang Mediasi Pidanadalam Ketentuan
Hukum Pidana. Dalam hal ini I Hukum Pidana Adat
Made Widnyana menyatakan,
Berdasarkan penelitian yang
karena didasarkan atas
dilakukan oleh berbagai kalangan
ketidakmampuan meramal apa
akademisiterhadap penyelesaian
yang akan terjadi sehingga tidak
konflik dalam masyarakat di
bersifat pasti sehingga
Indonesia, pada dasarnya
ketentuannya selalu terbuka
budayauntuk penyelesaian secara
untuk segala peristiwa atau
musyawarah atau konsiliasi
pebuatan yang mungkin terjadi.
merupakan nilai yang
Yang harus kita pahami disini
banyakdianut oleh masyarakat di
ialah Hukum adat ini sendiri
Indonesia. Berbagai suku bangsa
berlainan dengan hukum kriminal
di Indonesia mempunyaibudaya
Barat, hukum Adat tidak
penyelesaian konflik secara
mempunyai sistem pelanggaran
damai, misalnya masyarakat
yang tertutup.
Jawa, Lampung,Bali, Sumatra
5. Cara penyelesaian hukum adat Selatan, Lombok, Papua,
Sulawesi Barat, dan masyarakat
Penyelesaian delik adat yang
Sulawesi Selatan.
berakibat terganggunya
26
keseimbangan keluarga atau Prof. H. Hilman Hadikusuma, SH,
Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, CV
Manda Maju, Bandung, 1992 hlm.242

26
Jenis hukum rakyat ini kepala kerabat, kepala adat,
merupakan sistem norma yang kepala desa, ketua perkumpulan
mengejawantahkan nilai-nilai, organisasi dan alat
asas, struktur, kelembagaan, Negara.Penyelesaian konflik
mekanisme, dan religi yang secara musyawarah itu secepat
tumbuh, berkembang, dan dianut mungkin diadakanproses
mesyarakat lokal, dalam perdamaian berkembang sebagai
fungsinya sebagai instrumen hukum adat. Perkembangan
untuk menjaga keteraturan selanjutnya darihukum adat pada
interaksi antara warga suku bangsa di Indonesia
masyarakat (social order), khususnya terhadap penyelesaian
keteraturan hubungan dengan konflikmelalui musyawarah
sang pencipta dan roh-roh yang memiliki berbagai kesamaan
dipercaya memiliki kekuatan yaitu konflik diarahkan
supranatural (spiritual order), dan padaharmonisasi atau kerukunan
menjaga keteraturan perilaku dalam masyarakat serta tidak
masyarakat dengan alam memperuncing keadaan,dengan
lingkungannya (ecological sedapat mungkin menjaga
27
order). suasana perdamaian.

Penyelesaian delik adat yang Penyelesaian- penyelesaian


berakibat terganggunya konflik yang dilakukan melalui
keseimbangan keluarga atau mekanisme hukumadat baik
masyarakat, yang adakalanya untuk perkara perdata maupun
perkara tersebut sampai harus perkara pidana. Berbeda dengan
ditangani oleh alat Negara (polisi hukumpidana barat, tujuan
dan Jaksa) , sebenarnya dapat hukum pidana adat adalah
ditempuh dengan cara melalui memulihkan keseimbangan
pribadi dan atau keluarga yang hukumyang menjadi tujuan
bersangkutan, atau ditangani segala reaksi atau koreksi adat
sedangkan tujuan
27
Op cit - I Nyoman Nurjaya, hlm. 9.

27
untukmemperbaiki orang yang banyak memperoleh pengaruh
salah, orang yang melanggar dari hukum Islam.
hukum, sebagai salah satudasar
Konflik-konflik dalam
yang terdapat pada sistem hukum
masyarakat banyak dimintakan
pidana barat, tidak terdapat pada
penyelesaiannya kepadatokoh
system hukum adat.
masyarakat, dan umumnya pada
Pada dasarnya hukum pidana daerah-daerah yang pengaruh
adat adalah hukum yang hidup hukumIslamnya kuat, seperti di
dan akan terus hidup, selama ada Aceh, Sumatra Barat, dan Jawa
manusia dan budaya, ia tidak maka para tokoh masyarakatatau
akan dihapus dengan perundang- adat di dalamnya termasuk para
undangan. Andaikata diadakan tokoh-tokoh agama. Penyelesaian
juga undang-undang yang akan konflik yangdiselesaikan oleh
menghapuskannya, maka akan tokoh-tokoh agama Islam
percuma saja, malahan hukum umumnya dilakukan dengan
pidana perundang-undangan akan pendekatan
kehilangan sumber kekayaannya,
D. KESIMPULAN
oleh karena hukum pidana adat
lebih dekat dengan hubungannya Hukum pidana adat adalah
dengan antropologi dan sosiologi perbuatan yang melanggar
daripada hukum perundang- perasaan keadilan dan kepatutan
undangan. 28 yang hidup dalam masyarakat
sehingga menimbulkan adanya
Penyelesaian konflik secara
gangguan ketentraman dan
musyawarah guna mencapai
keseimbangan masyarakat
penyelesaian antarapelaku dan
bersangkutan. Hukum adat secara
korban tindak pidana sebagian
structural dan fungsional masih
besar masyarakat di Indonesia
berlaku dalam hukum nasional
yangumumnya beragama Islam,
dibuktikan dengan adanya

28
praktek hukum ditengah
Hilman Hadikusuma, Hukum Pidana
Adat, (Bandung: Alumni, 1984), hlm. 20.

28
masyarakat yang didukung oleh Indonesia akan mencerminkan
undang undang yang disebutkan nilai-nilai yang hidup di
diatas. Mengenai pidana adat masyarakat dan sesuai dengan
sendiri terdapat praktek kebudayaan bangsa yang berasal
prakteknya di masyarakat adat dari jiwa serta kepribadian
Indonesia dan dalam RUU bangsa. Sebagi sumber hukum
KUHP pidana adat diakui kesadaran masyarakat tentang
sebagai pijakan hukum bagi apa yang dirasakan adil dalam
hakim dalam memutuskan mengatur hidup kemasyarakatan
perkara , dan saat ini RUU yang tertib dan damai tersebut
KUHP tersebut masih dibahas di akan mengalirkan aturan-aturan
DPR. (norma-norma) hidup yang adil
dan sesuai dengan perasaan dan
Dengan demikian maka di dalam
kesadaran hukum (nilai-nilai)
hukum Adat, suatu perbuatan
masyarakat, yang dapat
yang tadinya tidak merupakan
menciptakan suasana damai dan
delik adat, pada suatu waktu
teratur karena selalu
dapat dianggap oleh hakim atau
memperhatikan kepentingan
oleh kepala adat sebagai
masyarakat.
perbuatan yang menentang tata
tertib masyarakat sedemikian Selanjutnya kami sadar makalah
rupa, sehingga dianggap perlu ini masih banyak kekurangan
diambil upaya adat (adatreaksi) baik dalam carapenulisan,
guna memperbaiki hukum. meterinya dan lain sebaginya,
oleh karena itu kami sangat
E. PENUTUP
mengharapkan saran dan kritik
Hukum pidana adat sangat yang membangun, guna
relevan untuk dijadikan bahan pembenahan kedepannya agar
untuk penyusunan Rancangan lebih baik bagi kita semua.
KUHP yang akan berlaku secara
DAFTAR PUSTAKA
efektif. Sehingga KUHP Baru

29
Barda Nawawi Arief, Bunga Hilman Hadikusuma, Hukum
Rampai Kebijakan Pidana Adat, (Bandung:
Hukum Pidana Alumni, 1984).
(Perkembangan
H. Hilman Hadikusuma, SH,
Penyusunan Konsep
Pengantar Ilmu Hukum
KUHP Baru), Edisi
Adat Indonesia, CV
Kedua Cetakan ke-3,
Manda Maju, Bandung,
(Jakarta: Kencana, 2011)
1992
Barda Nawawi Arief, Beberapa
I Nyoman Nurjaya, Menuju
Aspek Pengembangan
Pengakuan Kearifan
Ilmu Hukum Pidana
Lokal dalam Pengelolaan
(Menyongsong Generasi
Sumber Daya Alam:
Baru Hukum Pidana
Perspektif Antropologi
Indonesia), (Semarang:
Hukum, dalam Rachmad
Universitas Diponegoro,
Syafa’at, dkk, Negara,
2007).
Masyarakat Adat dan
B. Ter Haar Bzn, Asas-asas dan Kearifan Lokal, (Malang:
Susunan Hukum Adat, In-Trans Publishing,
PT Pradnya Paramita, 2008)
Jakarta, 2001
Muladi, Proyeksi Hukum Pidana
Chairul Anwar, Hukum Adat Materil Indonesia di
Indonesia Menuju Masa Datang, Pidato
Hukum Adat Pengukuhan Guru Besar,
Minangkabau, (Jakarta: (Semarang, FH UNDIP,
Rineka Cipta, 1997) TT)

D. Schaffmeister, N. Keijzer, dan Surojo Wignjodipuro, Pengantar


E. PH. Sutorius, Hukum Asas-Asas Hukum Adat,
Pidana, Liberty, (Jakarta: Gunung Agung
Yogyakarta, 1995 Anggota IKAPI, 1982)

30
Topo Santoso, Pluralisme
Hukum Pidana
Indonesia, (Jakarta: PT
Ersesco, 1990).

31

Anda mungkin juga menyukai