1. Pendahuluan
Manusia sebagai mahluk yang berakal dan berbudi, menyadari akan keberadaannya serta serba
ketidaktahuannya tentang hakekat hidupnya maupun gejala alam sekitarnya. Filsafat adalah perenungan
yang paling dalam tentang hakekat segala sesuatu sedangkan ilmu filsafat tak lain ialah sistematisasi
pemahaman tentang filsafat dan cabang ilmu filsafat yang membahas tentang pengetahuan disebut
epistemologi.
Pada dasarnya manusia memperoleh pengetahuan melalui dua jalur, yakni pertama melalui
pengamatan atau penginderaan atas fakta-fakta dan kedua melalui proses penalaran logis-rasional dari
fakta-fakta empiri yaitu yang teramati. Adapun penalaran tak lain adalah kegiatan mensistemasi dan
menghubung-hubungkan gejala-gejala berdasarkan pengalaman empiri atau pengamatan menurutkan
kaidah sebab-akibat serta keruntutan logika.
4. Epistemologi
Epistemologi selaku filsafat tentang pengetahuan, mencoba memberi jawaban atas pertanyaan-
pertanyaan tentang asal mula pengetahuan, perihal mengetahui, mengenai cara mengetahui atau
memperoleh pengetahuan, bagaimana membedakan pengetahuan dari pendapat, tentang wujud atau
bentuk pengetahuan, dan bagaimana meyakinkan kebenaran pengetahuan.
Pengetahuan adalah informasi atau pun ide, yang telah diterima sebagai kebenaran, di mana ide
itu diperoleh melalui penginderaan atau kegiatan empirik secara langsung, atau melalui penalaran
secara rasionalistis terhadap ide-ide yang telah ada di alam pikiran. Yang menekankan kegiatan empirik
dikatakan menganut paham atau aliran empirisme, sedangkan yang mengandalkan penalaran
rasionalistis dikatakan penganut rasionalisme.
Pengetahuan yang diperoleh langsung dari kegiatan empiri disebut sebagai kegiatan obyektif
atau induktif, sedangkan yang diperoleh dari penalaran rasionalistis disebut sebagai pengetahuan
subyektif atau deduktif. Pengetahuan deduktif itu antara lain berdasarkan kaidah hubungan atau korelasi
antara ide-ide, yang dapat berupa koherensi, korespondensi, interaksi, atau pun berdasarkan kaidah
sebab akibat (cause and effect).
Kecuali itu, pengetahuan dapat juga diperoleh berdasarkan intuisi yaitu dengan serta merta
tanpa penalaran logis, berdasrkan pengalaman atau fakta-fakta empiri. Sudah tentu pengetahuan intuitif
demikian bersifat a priori dan kurang meyakinkan, namun sangat berguna dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan karena intuisi inilah yang memandu dan membimbing proses pemikiran dan penelitian.
Makin banyak pengalaman empiri, makin tajam intuisinya dan makin cerdas berpikirnya dan makin
cepat mengembangkan ilmu pengetahuannya.
Adapun pendapat adalah kesimpulan yang ditarik dari fakta-fakta empiri maupun dari penalaran
logis, namun tidak berarti bahwa pendapat itu adalah pengetahuan, dan pendapat baru akan menjadi
pengetahuan kalau mendasari pengembangan ilmu pengetahuan lebih lanjut atau membuka wacana baru
dalam berilmu pengetahuan.
Dalam nuansa filsafat modern, ilmu pengetahuan dikembangkan berlandaskan apa yang dikenal
sebagai metode ilmiah yang merupakan runtutan kegiatan empiri-induksi-pengajuan hipotese-verifikasi
empirik pernyataan teori-deduksi raasional analitik – pengajuan hipotese- verifikasi empirik, dan
seterusnya melingkar-lingkar terus.
Dalam pengembangan ilmu pengetahuan, dirumuskan teori-teori yang merupakan kristalisasi
pengetahuan serta menjadi tumpuan pengembangan ilmu pengetahuan lebih lanjut. Kerap kali teori lahir
dari hipotese yang telah teruji kebenarannya baik secara empirik maupun secara rasional analitik
berdasarkan koherensi atau pun korespondensi yakni dengan mencocokkan dengan teori atau hasil
deduksi teori lain yang telah mapan dan mantap. Teori dapat diandalkan kebenarannya bilamana mampu
menerangkan fakta-fakta empiri yang terkait dan sebaliknya teori dinyatakan runtuh tidak berlaku lagi
apabila ternyata bertentangan atau tidak cocok dengan fakta empiri atau pun bertentangan dengan teori
lain yang semacam yang telah teruji kebenarannya secara meyakinkan. Di samping itu dari teori harus
dapat dijabarkan atau diturunkan hipotese-hipotese yang akan harus diverifikasi kebenarannya secara
empirik. Perlu dicatat bahwa tidak semua hipotese yang telah teruji kebenarannya dengan sendirinya
menjelma menjadi teori, sebab suatu teori harus memenuhi kriteria seperti yang disebut di atas, di
antaranya dapat menjadi landasan pengembangan ilmu pengetahuan lebih lanjut, seperti dikatakan di
atas.
Adapun fakta-fakta empiri yakni yang lazim disebut “observable” , akan bermakna dalam
membentuk ide atau konsep kalau bersifat unik yakni terpastikan, yang misalnya kalau fakta-fakta itu
berupa besaran fisis yang terdistribusi secara statistik, maka yang bermakna adalah rata-ratanya.
5. Ontologi
Pengetahuan tentang hakekat keberadaan segala sesuatu adalah yang paling hakiki dan paling
awal, dan dikenal sebagai ontologi. Thales (624-546 S.M.) adalah filsuf Yunani yang paling awal dan
yang mula-mula mengupas maslah ontologi ini. Menurutnya semua benda itu berasal dari air yang
kenyataannya terdapat di mana-mana dan air dikatakan sebagai substansi yang paling hakiki yang
menyusun semua benda alam. Istilah ontologi selaku cabang metafisika, di samping kosmologi
digulirkan oleh Christian von Wolff (1679-1754).
Pengetahuan yang paling awal adalah mengetahui suatu keberadaan. Sesuatu dikatakan ada atau
ber-keberadaan bilamana memiliki sifat-sfat atau ciri-ciri tertentu yang secara pasti dapat langsung
diketahui. Berdasarkan pengertian ini, elektron tidak ber-keberadaan secara ontologis. Namun ini tidak
harus berarti bahwa elektron itu tidak ada. Keberadaan elektron dapat diterangkan dengan atau dipakai
untuk menerangkan gejala fisis seperti misalnya kenyataan terkuantisasinya muatan listrik serta dalam
teori atoom dan teori nuklir. Maka dikatakan bahwa elektron itu ber-keberadaan secara epistemologis,
pragmatis, metodologis.
Adapun keberadaan Tuhan, bagi yang taat beragama, diyakini secara mutlak, tanpa memerlukan
verifikasi ilmiah, yakni tidak bersifat ontologis maupun epistemologis, melainkan bersifat imaniah,
yakni diyakini berdasarkan iman kepercayaan.
6. Kosmologi
Kalau ontologi membahas keberadaan segala sesuatu di dunia kehidupan manusia, maka
kosmologi membicarakan hakekat keberadaan segala sesuatu di alam raya secara umum.
Pada hakekatnya substansi dasr pengetahuan alami adalah materi atau kebendaan, ruang dan
waktu. Kalau ontologi lebih ditekankan pada esensi materi, maka kosmologi lebih berkaitan dengan
hakekat ruang dan waktu.
Pemikiran perihal alam semesta sebenarnya sudah timbul dalam filsafat Yunani kuno dengan
filsuf-filsuf yang terkenal seperti Thales (624-546 S.M.), Anaximander (610-545 S.M.), Plato (429-
347 S.M.) dan Aristoteles (384-322 S.M.). Mereka terskesan akan keteraturan, ketertiban dan
keabadian gerakan-gerakan benda angkasa, sehingga meyakini akan adanya sesuatu yang bersifat kekal
yang mengendalikan semua gerakan dan perubahan di alam semesta ini, yang kira-kira seperti yang
sekarang kita kenal sebagai Tuhan.
Dalam pandangan pemikir-pemikir di masa Renaissance , seperti misalnya Copernicus (1473-
1543), Kepler (1571-1630), Galileo (1564-1641) dan Newton (1642-1727), proses alami itu bersifat
mekanistik dan deterministik yakni terpastikan. Filsuf-filsuf di jaman modern yang membahas maslah
kosmologi secara lebih mendalam, antara lain adalah Arthur Eddington (1882-1944) dan Bertrand
Russell (1872-1970).
Kalau materi itu terkuantisasi, maka ruang dan waktu bersifat kontinyu. Kalau ruang itu dapat
dibalik, maka waktu tidak dapat dibalik, artinya proses berlangsung dari dahulu ke sekarang ke waktu
sesudahnya dan seterusnya.
Dari sudut dinamika, hingga kini hanya dikenal 3 macam gaya yang menggerakkan materi,
yaitu gaya gravitasi, gaya elektrodinamika, dan gaya nuklir. Kalau gaya gravitasi dan gaya
elektrodinamika itu telah dikuasai tuntas, maka gaya nuklir masih diliputi misteri atau kerahasiaan
antara lain disebabkan satu-satunya alat andalan fisika modern, tidak memberikan penjelasan proses
mekanistik-deterministik, sedangkan gaya bersangkutan dengan proses dinamika yang mekanistik-
deterministik.
1. Pendahuluan
Manusia adalah mahluk yang berakal dan berbudi, sehingga beradab serta berilmu
pengetahuan. Peradaban manusia boleh dikatakan dimulai atau berawal di Mesir pada sekitar 4000
tahun sebelum Masehi dan di Babilonia pada kira-kira 3000 tahun sebelum Masehi.
Peradaban Mesir kuno melahirkan astronomi, seni lukis, ilmu ukur, ilmu hitung, ilmu teknik,
ilmu obat-obatan dan anatomi tubuh manusia, dalam rangka pemujaan kepada raja dewa bangsa Mesir,
dengan mendirikan piramida-piramida kuburan serta pengawetan jasad menjadi apa yang disebut
mummi. Seperti halnya bangsa Mesir, bangsa Babilonia mengembangkan astronomi, khususnya yang
berkaitan dengan astrologi berdasarkan kepercayaan bahwa kehidupan di dunia ini serta nasib manusia,
amat dipengaruhi bahkan ditentukan oleh konstelasi benda-benda angkasa yakni bumi, bulan, matahari
dan bintang-bintang yaitu kedudukan masing-masing satu terhadap yang lain, dan berkaitan dengan itu,
bangsa Babilonia menemukan apa yang disebut saros, sebagai periode terulangnya kembali konstelasi
benda-benda angkasa, yang ternyata selama 18 tahun 11 hari yang sudah tentu juga merupakan periode
terjadinya gerhana atau eclipse.
Ilmu pengetahuan di jaman peradaaban Mesir kuno dan Babilonia kuno itu bersifat terapan
yakni tumbuh dan berkembang demi memenuhi kebutuhan manusia. Ilmu pengetahuan yang murni
yang berkembang atas dasar kegairahan ingin tahu, baru lahir dan berkembang dalam peradaban bangsa
Yunani kuno yang mencapai puncak kejayaannya di sekitar 600 tahun sebelum Masehi. Adalah bangsa
Yunani yang melahirkan daan meletakkan dasar-dasar ilmu filsafat yang melandasi peradaaban umat
manusia sampai sekarang. Ilmu pengetahuan di jaman Yunani itu bersifat murni, rasional, analitik dan
filsafati. Di samping itu bangsa Yunani kuno juga mengembangkan kesenian dan kesusasteraan, serta
ilmu ukur analitik. Adapun tokoh-tokoh ilmu pengetahuan di jaman Yunani kuno itu antara lain
Aristoteles (384-322 SM) yang melahirkan ilmu biologi serta klasifikasi mahluk hidup, Archimedes
(287-212 SM) yang menemukan banyak azas-azas dalam ilmu fisika, Ptolemy yang mengembangkan
astronomi lebih lanjut di tahun 140. Sedangkan perintis-perintis ilmu filsafat bangsa Yunani ialah
Thales (624-546 SM), Anaximander (610-545 SM) yang lalu dikembangkan oleh Socrates (469-399
SM), Plato (429-347 SM), Aristoteles (384-322 SM), Epicurus (341-270 SM).
Keunggulan bangsa Yunani kuno kemudian digeser oleh keunggulan bangsa Romawi, yang
menciptakan ilmu hukum dan ketatanegaraan yang melandasi ilmu hukum dan tata negara sampai kini.
Tetapi di bawah kekuasaan bangsa Romawi, ilmu pengetahuan mengalami kelambatan
pengembangannya. Beberapa abad kemudian bangsa bar-bar yang ganas itu merajalela menguasai
sebagian besar daratan Eropa dan ilmu pengetahuan bahkan peradaban pada umumnya mengalami masa
gelap antara tahun 450 sampai sekitar 750. Dalam waktu yang bersamaan, bangsa Arab yang memang
tidak terjamah oleh bangsa bar-bar itu, justru mengalami kejayaan dengan ajaran Islamnya. Dalam
masa kejayaannya bangsa Arab tidak hanya menyimpan dan memelihara filsafat dan ilmu pengetahuan
warisan bangsa Yunani dan bangsa Romawi, tetapi juga menemukan ilmu kimia dan ilmu aljabar, dan
pada sekitar abad 13 bangsa Arab menterjemahkan karya tulis ilmiah mereka dari bahasa Arab serta
memasukannya ke Spanyol yang lalu menyebar ke daratan Eropa, dan ilmu pengetahuan pun mulai
bangkit kembali sedikit demi sedikit. Namun demikian kemajuan ilmu pengetahuan baru berati setelah
runtuhnya kekuasaan bangsa bar-bar di awal abad pertengahan.
Menjelang abad pertengahan, pengembangan ilmu filsafat lebih didominasi bangsa Arab dan
bangsa Yahudi, dan di abad pertengahan, dengan filsafat kontemporairnya atau filsafat modernnya,
bangsa Eropa barat sangat mewarnai dunia ilmu filsafat, yang pelopor-pelopornya antara lain ialah
Francis Bacon (1561-1626), dan Rene Descartes (1596-1650) yang dikenal sebagai bapak ilmu filsafat
modern.
Filsafat modern yang lahir di abad pertengahan itu lebih berorientasi pada epistemologi ilmiah
(scientific epistemology) yang lalu melahirkan metode ilmiah yang melandasi perkembangan ilmu
pengetahuan modern yang menumbuhkan peradaban modern di abad 20 ini. Secara epistemologis,
filsafat modern dapat dibagi menjadi 3 tahap, yaitu fase empirisme dan rasionalisme, fase metode ilmiah
dan fase abstraksi transendental.
ILMU
PENGETAHUAN
ILMU PENGETAHUAN
ALAMIAH SOSIAL
MURNI TERAPAN MURNI TERAPAN
Fisika Kedokteran Antropologi Ekonomi
Kimia Teknik Sejarah Politik
Biologi Farmasi Sosiologi Sosiatri
Astronomi Pertanian Linguistik Jurnalistik
Geologi Pertambangan Psikologi Psikiatri
dll dll
Dalam perkembangannya, tidak hanya sukar membuat batas yang jelas melainkan bahkan terjadi
tumpang tindih tidak hanya antara yang murni dengan yang terapan, tetapi juga antara masing-masing
cabang ilmu pengetahuan sehingga misalnya timbul geofisika, kimia fisika, biokimia, astrofisika dan
lain sebagainya.
Metodologi penelitian yaitu operasionalisasi metode ilmiah, dalam fisika modern mengubah visi
kejadian alam dari deterministik yang berlandaskan sebab-akibat (cause and effect) ke ketidakpastian
(uncertainty), dari proses mekanistik ke transisi keadaan, dari kemutlakan ke kenisbian.
III. METODOLOGI PENELITIAN
1. Pendahuluan
Penelitian ilmiah tak lain ialah kegiatan ilmiah yang bermotifkan kegairahan ingin tahu dengan
menerapkan metode ilmiah yaitu runtutan kegiatan deduktif analitik-empiri verifikatif-induksi empirik,
dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan secara inovatif dan kreatif.
Sedangkan metodologi penelitian yang dimaksud adalah fungsionalisasi dan operasionalisasi
metode ilmiah secara optimal.
a. Eksploratif
Penelitian yang dilaksanakan tanpa perencanaan yang sistematik, tanpa arah dan tujuan yang
jelas, atau boleh dikatakan bersifat petualangan, yang semata-mata dimotivasi oleh kegairahan ingin
tahu. Tetapi kemudian dalam rangka menarik kesimpulan secara induktif, maupun dalam rangka
verifikasi hipotese, tidak jarang petualangan ilmiah itu menjadi semakin tersistematisasi dan terarah.
Kerapkali penelitian yang bercorak eksploratif ini, yang karena kebebasannya dari beban
tujuan, menghasilkan banyak penemuan baru sertamembuka cakrawala baru dalam ilmu pengetahuan.
b. Verifikatif
Penelitian yang bertujuan meng-kaji/menguji kebenaran hipotese/teori, sehingga dengan
demikian tentunya terprogram, terarah serta tidak ada banyak peluang akan penemuan baru, meskipun
kadang-kadang dapat ditemui tantangan yang mendorong pengembangan/penemuan baru.
c. Objective Oriented
Penelitian yang karena berorientasi pada tujuan yang kongkrit, maka akan terarah, terprogram
secara sistematik, sehingga kurang sekali memberi peluang petualangan ilmiah.
Penelitian semacam ini banyak dilakukan di industri-industri dan lembaga-lembaga penelitian
yang praktis/teknis.
Ketiga corak penelitian di atas tidaklah terpilah-pilahkan sama lain secara tegas. Penelitian
eksploratif dapay juga berkembang atau mungkin dilengkapi dengan penelitian verifikatif maupun
objective oriented dan sebaliknya.
c. Pendidikan
Yang dilaksanakan dalam rangka pelatihan, pemahaman dan penghayatan metode
ilmiah kepada mahasiswa di semua jenjang pendidikan termasuk program doktor. Dalam
hal ini, bagi jenjang S1, sebaiknya bercorak verifikatif dan lebih mengutamakan
pergumulan ilmiah dan tidak perlu mementingkan obyektif/tujuan maupun hasil
penelitiannya, sedangkan bagi jenjang S2 hendaknya sudah lebih objective oriented
dengan hasil penelitian yang terandalkan. Ada pun bagi jenjang S3, sudah dituntut
diperolehnya penemuan baru yang fundamental yang bukan semata-mata inovasi teknis,
sehingga corak penelitiannya lebih eksploratif dan verifikatif daripada objective oriented
, namun tidak berarti tanpa arah dan tujuan yang jelas.
4. Usulan Penelitian
Kiranya dapat dibedakan 2 jenis usulan penelitian berdasarkan kepada siapa penelitian
diusulkan dan apa motifnya.
a. Penelitian Proyek
Di sini penelitian merupakan kegiatan proyek yang bercorak objective oriented sepenuhnya
dengan alokasi dana yang tertentu.
Usulan peneltian untuk penelitian proyek harus memberi kesan dijamin tercapainya tujuan,
terandalnya pelaku peneliti dan efisien dan efektifnya pengelolaan dana yang tersedia. Dengan
demikian dalam usulan harus tercantum tujuan dan hipotese yang kongkrit, program/tahapan waktu
yang realistis, serta perincian anggaran belanja yang rasional.
b. Penelitian Murni
Peneltian murni yaitu yang semata-mata dalam rangka pengembangan ilmu serta diharapkan
adanya penemuan-penemuan baru seperti misalnya dalam rangka program doktor. Untuk itu usulan
penelitiannya harus mencerminkan kesiapan ilmiah dengan pembahasan studi pustaka serta peng-kajian
landasan teori secara meluas dan mendalam dengan mengemukakan hipotese-hipotese yang diharapkan
membuka cakrawala baru. Usulan penelitian untuk ini tidak memerlukan perincian anggaran,
sedangkan program/tahapan waktunya, meskipun perlu diberikan, tidak perlu ketat dan begitu pula
metodologinya harus fleksibel sehingga memungkinkan pengembangan secara kreatif-inovatif.
Baik bagi yang penelitian proyek maupun bagi yang peneltitian murni, format usulannya
setidak-tidaknya mengandung urut-urutan: Pendahuluan, Studi Pustaka, Metodologi, Tahapan
Penelitian, dan perincian anggaran belanja bagi penelitian proyek.
Di samping itu untuk menilai kredibilitaas peneliti, seringkali diperlukan lampiran curriculum
vitae peneliti.
5. Tahapan Proses Penelitian
a. Persiapan
1. Identifikasi
Identifikasi tujuan, masalah, motif dan kendalanya kalau ada. Suatu contoh misalnya tujuan
peneplitiannya adalah menyelidiki faktor meteorologis yang mempengaruhi pengemdapan denu udara.
Yang menjadi masalah misalnya menentukan dan memilih faktor meteorologis yang kiranya akan
berpengaruh terhadap pengendapan debu, serta perbedaan pengaruh itu terhadap berbagai ukran
besarnya debu, sedangkan motifnya ialah dalam rangka memantau penyebaran polusi udara dan
kendalanya adalah penelitian itu tidak dapat dilakukan di musim hujan.
2. Studi Pustaka
Di samping untuk menghimpun teori-teori yang melandasi penelitian, studi pustaka baik dari
buku-buku maupun dari majalah-majalah ilmiah harus terlebih dahulu dilakukan untuk menelusuri
seberapa jauh penelitian semacam sudah dilakukan orang maupun dalam rangka menentukan
metodologinya. Studi pustaka memang tidak hanya dilakukan pada tahap persiapan, melainkan dari
waktu ke waktu menurut kebutuhan, antara lain untuk pembandingan dan uji silang hasilnya dengan
hasil yang telah diperoleh orang sebelumnya. Termasuk dalam tahap studi pustaka ialah
pengajuan/penyusunan hipotese secara deduktif analitik dari pembahasan teori-teori yang sudah andal.
3. Perencanaan Metodologi
Setelah ada ketegasan tujuan, masalah, motif, serta cukup dibekali informasi teori dan metode
yang berkaitan dengan penelitian, direncanakanlah metode dan langkah-langkah taktis sistematis dalam
pelaksanaan eksperimennya.
4. Penyiapan Fasilitas
Sudah tentu sebelum pelaksanaan teknis penelitian dilakukan, alat-alat pokok maupun alat-
alat penunjang disiapkan terlebih dahulu dan agar demi kelancaran eksperimen, kecuali alat-alatnya
telah diuji kerjanya, juga sebaiknya disediakan alat-alat untuk cadangan ataupun pengganti kalau terjadi
kerusakan mendadak.
c. Pengumpulan Data
Data pengukuran biasanya berupa variasi besaran-besaran tertentu terhadap variasi variabel-
variabel yang terkait atau dipilih yang seyogyanya ditulis dalam bentuk tabel-tabel.
Di samping data hasil-hasil ukur harus dicatat pula segala sesuatu yang mungkin perlu
dipertimbangkan ataupun diperhitungkan sewaktu dilakukan analisa data dan pembahasan.
Demi meyakinkan ke-terpercayaan-nya dan konsistensinya atau reprodusibilitas data,
pengumpulan data perlu dilakukan berulang, tidak hanya sekali saja.
d. Analisa Data
Di samping perhitungan besaran dengan menerapkan metode statistik, analisa data mencakup
juga visualisasi data variasi suatu besaran terhadap variabel-variabel terkait dalam bentuk grafik.
Kecuali itu, di samping perhitungan taksiran ke-tidakpasti-an atau ke-tidakteliti-an pengukuran
harus diidentifikasi pula faktor-faktor yang mempengaruhi ke-tepat-an atau ke-cermat-an hasil ukur.
e. Pembahasan
Pembahasan boleh dikatakan merupakan bagian yang sentral dari keseluruhan proses
penelitian, sebab berhasil tidaknya penelitian serta kualitas ilmiah dan keterandalan penelitian akan
tercermin pada pembahasannya. Pembahasan bukan hanya menarik kesimpulan secara induktif dan
hanya berupa presentasi hasilnya beserta beserta keterandalan pengukurannya, melainkan juga
mencakup ulasan ilmiah yang mendalam serta mengisyaratkan prospek pengembangan dan kelanjutan
penelitian, di samping saran-saran lain.
f. Penyusunan Laporan
Laporan penelitian adalah suatu karya tulis ilmiah, sehingga harus memenuhi syarat-syarat
ringkas, padat, jelas, komprehensif dan analitik serta tidak mengandung basa-basi maupun ungkapan-
ungkapan emosional/sentimental yang non ilmiah itu, namun tidak meninggalkan etika ilmiah yaitu
misalnya dengan menyebut nara sumber dan referensi serta ucapan terima kasih kepada semua yang
terlibat dan menentukan keberhasilan penelitiannya.
Kecuali itu, demi etika, sebutan “saya” hendaknya diganti dengan sebutan “kita”, mengingat
penelitian itu selalu melibatkan sejumlah orang secara kooperatif.
Laporan penelitian harus disusun secara runtut atau sistematis menurutkan kelaziman
meskipun tidak harus terikat oleh kaidah-kaidah tertentu. Dalam hal ini hendaknya dibedakan berbagai-
bagai format karya tulis yaitu internal/technical report, makalah untuk diterbitkan di majalah ilmiah,
makalah untuk seminar/konferensi ilmiah, tesis/disertasi dan lain sebagainya.
Meskipun demikian secara umum dapat dikatakan ada pola umum urutan bab-babnya yakni
dimulai dengan bab Pendahuluan yang memuat tujuan, motif, kronologi penelitian yang telah
mendahuluinya, yang pada dasarnya merupakan introduksi atau perkenalan akan seluk-beluk
penelitiannya. Setelah bab ini, bab berikutnya adalah bab teori, mengemukakan latar belakang teori
yang diikuti dengan pengajuan hipotese secara deduktif-analitik, yang disusul oleh bab metodologi yang
menguraikan metodenya, jenis alat-alatnya, cara analisanya, yang lalu diteruskan dengan bab
eksperimen yang memuat data lengkap beserta analisanya, serta bab pembahasan. Adapun sebagai
penutupnya ialah ucapan terima kasih dan daftar pustaka yang disusun secara alfabetis.
Untuk makalah yang hendak diterbitkan di majalah ilmiah ataupun disajikan dalam
seminar/simposium/konferensi, sebelum bab pendahuluan, tepat di bawah judul, dituliskan abstrak atau
intisari yang secara amat singkat memuat garis besar tujuan dan metodologi serta hasil penelitian,
dengan kalimat-kalimat yang dibuat pasif.
Untuk tesis dan disertasi, di samping abstrak, kerapkali dibutuhkan ikhtisar atau ringkasan
yang dibukukan terpisah yang secara mudah memberikan gambaran menyeluruh dan komprehensif dari
isi tesis atau disertasi, yang nantinya dipakai oleh dewan penguji atau penilai.
Penelitian khusus yang melengkapi ataupun merupakan bagian dari keseluruhan penelitian
terprogram, dilaporkan sebagai “internal report” atau “technical report” yang tidak dipublikasi resmi,
dengan format yang tidak formal, singkat, lebih spesifik dan lebih detail, yang meskipun tidak
mengandung uraian teoretis dan pembahasan yang komprehensif, pembahasannya harus detail dan
mendalam.
Resume
Penelitian Ilmiah tak lain adalah kegiatan ilmiah yang bermotifkan kegairahan ingin tahu
dengan menerapkan metode ilmiah yaitu runtutan kegiatan deduktif analitik - empiri verifikatif –
induksi empirik, dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan secara inovatif dan kreatif.
Sedangkan metodologi penelitian yang dimaksud adalah fungsionalisasi dan operasionalisasi
metdoe ilmiah secara optimal.
1. Motivasi
Ada pun yang mendorong atau menyemangati diadakannya pertemuan ilmiah adalah kesadaran
bahwa ilmuwan tidak akan dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dalam kesendiriannya dan
memerlukan komunikasi dengan ilmuwan lain dalam rangka:
a. Saling tukar informasi dalam semangat asah-asih-asuh, yakni saling belajar membelajarkan.
2. Jenis-jenis Forum
Pelaksanaan pertemuan ilmiah pada umumnya dikendalikan dan didasari presentasi atau
penyajian makalah, dan forum pertemuan ilmiah itu dapat dibeda-bedakan sebagai:
c. Seminar
Di dalam seminar ada tema, arah, tujuan, dan diskusi di samping tanya jawab
d. Simposium
Simposium berbeda dengan seminar hanya dalam hal lebih bebasnya kandungan materi, yakni
tanpa tema, tanpa arah dan tujuan, sedangkan suasana diskusi dan tanya jawabnya sama dengan yang
ada dalam seminar.
e. Konperensi
Konperensi berbeda dengan seminar maupun simposium dalam hal sifat ke-lokakaryaan-nya,
di mana ada kesimpulan dan rangkuman dari diskusi dan tanya jawab. Seperti halnya seminar,
konperensi juga bersifat tematis, memiliki arah dan tujuan, serta menghasilkan penyelesaian masalah
atau pun kesepakatan ilmiah, sejalan dengan tujuannya dan direncanakan dengan cermat.
f. Konggres
Konggres tak lain adalah konperensi yang diperluas forumnya maupun cakupan materinya.
Klau konperensi itu lebih mirip seminar, maka konggres lebih mirip simposium dalam hal kelonggaran
temanya di samping keluasan cakupan materinya, dan seperti halnya konperensi, dalam konggres
dihasilkan berbagai penyelesaian masalah dan diambil kesepakatan ilmiah serta kesimpulan kongklusif-
komprehensif.
3. Karya Tulis Ilmiah
Kita bedakan karya tulis ilmiah sebgai:
g. Makalah
Makalah dibeda-bedakan sebgai: makalah untuk dipresentasikan di berbagai pertemuan ilmiah,
makalah untuk dimuat dalam jurnal yakni majalah ilmiah, dan makalah untuk komunikasi di kalangan
terbatas seperti misalnya sebagai progres report dan technical report di lembaga penelitian.
h. Laporan Penelitian
Laporan penelitian berupa uraian dan pembahasan hasil penelitian sebagai pertanggungjawaban
ilmiah kepada pemberi tugas atau yang mensponsori atau memprakarsai atau membiayai, dan tidak
memuat hal-hal yang bersifst administratif dan keuangan sama-sekali.
i. Skripsi/Thesis/Disertasi
Skripsi, thesis, disertasi hanya dilaksanakan oleh mahasiswa, yang merupakan uraian dan
pembahasan dari hasil penelitian seperti halnya dalam laporan penelitian, tetapi berbeda sedikit dari
laporan penelitian dalam hal lebih ditekankannya kegiatan deduktif analitik dan induktif verifikatif
yakni penghayatan dan pendalaman metode ilmiah, dan bukan hasilnya yang diutamakan.
Skripsi adlah yang paling singkat di antara yang lain, dan kerapkali hanya merupakan
rangkuman atau singkatan dari studi pustaka, namun pembahasannya memang harus memiliki bobot
ilmiah yaitu analitik, meskipun tidak harus merupakan hasil penelitian. Sedangkan tesis harus diangkat
dari penelitian dan sepenuhnya mencerminkan penerapan dan pendalaman metode ilmiah. Skripsi dan
tesis umumnya merupakan salah satu syarat kelulusan bagi mahasiswa S 1 dan S2, di mana yang
mahasiswa S2 harus lebih berbobot ilmiah antara lain harus ada inovasi atau bahkan penemuan baru.
Di lain pihak, disertasi adalah karya tulis untuk program doktor yang di samping mencerminkan
penguasaan metode ilmiah juga harus ekstensif yakni mencakup wawasan keilmuan yang luas, dan
intensif yaitu dengan pembahasan yang mendalam. Kecuali itu, harus memperlihatkan karya ilmiah
yang orisinil atau asli, serta ada penemuan baru yang fundamental, bukan sekedar inovasi teknis.
Berbeda dengan karya tulis lainnya, karya tulis ilmiah harus ringkas, padat tetapi utuh,
sistematik, tidak berbasa-basi, langsung pada esensinya, tidak puitis melainkan jelas dan tegas
maknanya dan mudah dipahami, meskipun mendasar dan mendalam uraiannya.
Format redaksional karya tulis memang tergantung jenisnya, namun pada dasarnya, secara
umum dapat dibagi atasbagian pembukaan, bagian utama dan bagian penutup.
Termasuk bagian pembukaan ialah, abstrak, pengantar, pendahuluan, studi pustaka atau
pelacakan pustaka, dan perumusan masalah.
Bagian inti atau pokok atau utama akan memuat tujuan, metodologi, presentasi dan analisa data,
dan pembahasan induktif. Sudah tentu tidak semua jenis karya tulis harus memuat semuanya itu.
Bagian penutup atau bagian akhir karya tulis akan berisi kesimpulan, usul dan saran, serta
perumusan hasil menyeluruh, ucapan terimakasih dan ungkapan penghargaan kepada semua yang
terlibat dan atas jasa pribadi yang langsung maupun tak langung ikut menentukan prestasi, daftar
pustaka, dan lampiran-lampiran seperlunya.
Format redaksional di atas hanyalah pada garis besarnya dan itupun tidak sepenuhnya harus
berlaku untuk semua jenis karya tulis. Detail redaksionalnya sudah tentu amat ditentukan oleh jenisnya.
Yang untuk makalah yang hendak diterbitkan di majalah ilmiah, format redaksionalnya harus mengikuti
ketentuan dari penerbit majalahnya.
Sebagai etika normatif penulisan karya ilmiah, sebutan saya, apalagi aku, bahkan kami, tidak
dipakai dan diganti kita, mengingat setiap karya ilmiah itudihasilkan dengan melibatkan hasil karya
banyak orang.
Sebenarnya materi karya tulis itu diawali dengan Pendahuluan, sehingga kerapkali Pendahuluan
itu merupakan Bab I, apalagi kalau bagian Pengantar-nya ditiadakan atau dipadukan dengan bagian
Pendahuluan-nya. Kalau bagian Pengantar diadakan, maka Pengantar dibedakan dari Pendahuluan
dalam hala Pengantar itu mengantarkan pembaca memasuki materi pokok sehingga antara lain
mengemukakan alasan penulisan, tujuan, dan sistematika atau kerangka penulisan, dan kadang-kadang
memuat memuat ucapan terima kasih, tetapi lazimnya ucapan terimakasih disampaikan di bab akhir. Di
lainpihak, Pendahuluan menyiapkan pembaca untuk memahami esensi materi pokok. Dengan kata lain,
Pengantar lebih menyangkut aspek redaksional, sedangkan Pendahuluan lebih menyangkut aspek
ilmiah.
Sebelum Pengantar , lazim disajikan Abstrak atau intisari yang berisi garis besar esensi materi
pokok secara amat singkat. Dalam Abstrak kata kerjanya selalu pasif, yakni diawali dengan “ di- “
bukannya aktif yakni yang diawali dengan “ me-“.
Untuk skripsi, tesis, disertasi dan kadang-kadang juga untuk makalah, disajikan pula Daftar Isi
setelah Pengantar sebelum Pendahuluan. Pengantar dituliskan setelah Abstrak dan nomor halam 1 utnuk
bagian Pendahuluan, sedangkan nomor-nomor halaman sebelumnya yaitu yang memuat Judul, Abstrak,
Pengantar, Daftar Isi dituliskan dengan huruf Romawi kecil: i, ii, iii, iv,….
Untuk makalah yang hendak diterbitkan di majalah ilmiah maupun yang hendak
dipresentasikan di seminar, Daftar Isi tidak perlu ada dan angka huruf Romawi tidak dipakai sehingga
urutannya adalah langsung: Judul, Penulis, Abstrak, Pengantar, Pendahuluan atau tanpa Pengantar,
materi pokok, Penutup, dengan nomor halaman seluruhnya dengan angka hruf Arab 1,2,3…
Adapun isi bagian materi pokoknya, amat bervariasi, kecuali bergantung jenis karya tulisnya
juga tergantung esensi materinya. Namun bagaimanapun tentu memuat penyajian fakta/data, serta
pembahasan yang diikuti penarikan kesimpulan secara induktif.
Bagian penutup akan diawali dengan penarikan kesimpulan secara komprehensif atau
menyeluruh sebagai kelanjutan yang dipaparkan di bagian materi pokok, dan diakhiri dengan ucapan
terima kasih serta Daftar Pustaka. Daftar Pustaka akan merupakan bab tersendiri dan terakhir. Kerap
kali ucapan terima kasih juga merupakan bab tersendiri sebelum bab Daftar Pustaka.
Adapun gambar dan tabel kerap kali terintegrasikan ke dalam materi pokok, namun kadang-
kadang dipandang sebaiknya sebagai lampiran saja, yang disajikan di bagian akhir dari bagian Penutup.
Kalau pemberian nomor gambar dibubuhkan di bawah gambar dengan angka huruf Arab, maka
pemberian nomor tabel dibubuhkan di atas tabel dengan angka huruf Romawi besar. Di bawah nomor
gambar dibubuhkan keterangan gambar dan begitu pula di bawah nomor tabel dituliskan keterangan
tabel.
V. LAMPIRAN
4. Lampiran 1
6. Lampiran 2
7. PROSES BERPENGETAHUAN
j. Motivasi
k. Jenis-jenis Forum