Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kehamilan merupakan sesuatu yang wajar terjadi pada wanita usia
produktif, tetapi kurangnya pengetahuan berkaitan dengan reproduksi dapat
menimbulkan kecemasan tersendiri (Handayani, 2017). Dalam kehamilan mual
muntah adalah gejala yang normal dan sering terjadi pada trimester pertama
(Setyawati et al, 2014). Namun, apabila berlebihan dapat mengganggu pekerjaan
sehari-hari dan keadaan umum menjadi buruk sehingga ibu kekurangan energi dan
juga zat gizi yang disebut hiperemesis (Rofi’ah et al, 2019).
Hiperemesis Gravidarum terjadi di seluruh dunia dengan angka kejadian
beragam mulai dari 0,3% di Swedia, 0,5% di California, 0,8% di Canada, 10,8% di
China, 0,9% di Norwegia, 2,2% di Pakistan dan 1,9% di Turki dan 0,5%-2% di
Amerika Serikat (Oktavia, 2016). Sedangkan di Indonseia menurut Survey
Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) komplikasi kehamilan dengan hiperemesis
gravidarum terjadi sekitar 3% (SDKI, 2017). Diseluruh dunia diperkirakan setiap
tahun terjadi 210 juta kehamilan.
Dari jumlah ini 20 juta wanita mengalami kesakitan sebagai akibat
kehamilan. Sekitar 8 juta mengalami komplikasi yang mengancam jiwa, dan lebih
dari 500.000 meninggal, insidensi terjadinya kasus hiperemesis gravidarum sebesar
0,8 sampai 3,2% dari seluruh kehamilan atau sekitar 8 sampai 32 kasus per 1.000
kehamilan di dunia, hampir 50% terjadi di negara-negara Asia Selatan dan
Tenggara, termasuk Indonesia (Sumarni, 2017). Masalah terbesar yang terjadi di
Indonesia adalah angka kematian dankesakitan pada wanita hamil. Diperkirakan
15% kehamilan dapat mengalami resiko tinggi dan komplikasi obstetri apabila tidak
segera ditangani maka dapat membahayakan ibu maupun janinnya (Kemenkes RI,
2014). Penyebab kematian dan kesakitan wanita hamil diantaranya adalah infeksi,
aborsi tidak aman, kehamilan ektopik, mola hidatidosa dan anemia (Sumarni, 2017).
Hiperemesis gravidarum dapat mempengaruhi status kesehatan ibu serta
tumbuh kembang janin, pada kehamilan 16 minggu pertama 70-80% wanita
mengalami mual dan muntah, 60% wanita mengalami muntah, sementara 33%
wanita hanya mengalami mual. Apabila semua makanan yang dimakan
dimuntahkan pada ibu hamil, maka berat badan akan menurun, turgor kulit
berkurang dan timbul asetonuria. Hiperemesis juga berdampak negatif, seperti
anemia. Sedangkan anemia sendiri dapat mengakibatkan syok disebabkan
kekurangan asupan gizi yang dimakan dan diminum dimuntahkan semua (Morgan
et al, 2010).
Penyebab hiperemesis gravidarum masih belum diketahui secara pasti,
meskipun peningkatan kadar Human Chorionic Gonadotropin (HCG) tampaknya
berperan besar. Penyebab lain adalah peningkatan kadar hormone progesteron serta
peningkatan hormon estrogen. Faktor psikologis juga berperan terhadap terjadinya
hiperemesis gravidarum seperti tekanan pekerjaan, rumah tangga yang retak dan
dapat menyebabkan konflik mental sehingga memperparah mual dan muntah
(Runiari, 2010).
Dampak yang terjadi pada hiperemesis gravidarum yaitu dehidrasi yang
menimbulkan konsumsi O2 menurun, gangguan fungsi liver dan terjadi ikterus,
terjadi perdarahan pada parenkim liver sehingga menyebabkan gangguan fungsi
umum pada alat vital sampai dapat menimbulkan kematian (Manuaba, 2010).
Hiperemesis gravidarum juga berdampak pada peningkatan risiko untuk berat bayi
lahir rendah, kelahiran premature, kecil untuk usia kehamilan, dan kematian
perinatal (Vikanes et al, 2013). Penanganan ibu hamil dengan hiperemesis
gravidarum perlu menjalani perawatan di rumah sakit untuk melakukan proses
pengobatan. Pengobatan dilakukan dengan tujuan untuk menghentikan mual dan
muntah, mengganti cairan dan elektrolit yang hilang akibat muntah berlebihan, serta
menambah asupan nutrisi dalam tubuh. Jika tidak dilakukan pengobatan, maka
kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan ibu hamil tidak terpenuhi sehingga dapat
mengganggu kesehatan, aktifitas ibu hamil dan berpengaruh pada pertumbuhan
janin. Pengobatan dilakukan dengan memberikan asuhan kebidanan.
Peran bidan dengan memberikan asuhan kebidanan pada pasien hiperemesis
gravidarum bertujuan untuk meningkatkan kemampuan klien dalam merawat
dirinya sendiri dan tidak menempatkan klien pada posisi ketergantungan.,
memberikan informasi dan meningkatkan pengetahuan klien tentang
penatalaksanaan yang diberikan sehingga klien diharapkan dapat mematuhi terapi
yang diberikan.

B. Tujuan
1. Ghjgjh
BAB II
ISI

A. Kehamilan
Kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan
ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Bila dihitung dari saat fertilisasi
hingga lahirnya bayi, kehamilan normal akan berlangsung dalam waktu 40 minggu atau
10 bulan atau 9 bulan menurut kalender internasional. Kehamilan terbagi dalam 3
trimester, dimana trimester kesatu berlangsung dalam 12 minggu, trimester kedua 15
minggu (minggu ke-13 hingga ke-27), dan trimester ketiga 13 minggu (minggu ke-28
hingga ke-40) (Prawirohardjo, 2015).
Periode antepartum adalah periode kehamilan yang dihitung sejak hari pertama
haid terakhir (HPHT) hingga dimulainya persalinan sejati, yang menandai awal periode
antepartum. Sebaliknya periode prenatal adalah kurun waktu terhitung sejak hari
pertama haid terakhir hingga kelahiran bayi yang menandai awal periode pascanatal
(Varney, Kriebs, dan Gegor, 2017).
Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya hamil
normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari hari pertama haid
terakhir. Kehamilan dibagi dalam 3 triwulan yaitu triwulan pertama dimulai dari
konsepsi sampai 3 bulan, triwulan kedua dari bulan keempat sampai 6 bulan, triwulan
ketiga dari bulan ketujuh sampai 9 bulan (Prawirohardjo, 2015).
Kehamilan adalah masa mulai dari ovulasi sampai partus kira-kira 280 hari (40
minggu) dan tidak lebih dari 300 hari (43 minggu). Kehamilan 40 minggu disebut
sebagai kehamilan matur (cukup bulan), dan bila lebih dari 43 minggu disebut sebagai
kehamilan post matur. Kehamilan antara 28 sampai 36 minggu disebut kehamilan
premature. Ditinjau dari tuanya kehamilan, kehamilan dibagi 3 bagian, masingmasing:
kehamilan triwulan pertama (antara 0 sampai 12 minggu), kehamilan triwulan kedua
(antara 12 sampai 28 minggu), dan kehamilan triwulan terakhir (antara 28 sampai 40
minggu). Janin yang dilahirkan dalam trimester terakhir telah viable (dapat hidup)
(Wiknjosastro, 2014).
Kehamilan normal adalah dimana ibu sehat tidak ada riwayat obstetrik buruk dan
ukuran uterus sama / sesuai usia kehamilan. Trimester I (sebelum 14 minggu), trimester
II (antara minggu 14- 28), dan trimester ketiga (antara minggu 28-36 dan sesudah
minggu ke 36) (Saifuddin, 2014).
B. Hiperemesis Gravidarum
1. Pengertian
Wiknjosastro (2015) mengatakan bahwa hiperemesis gravidarum adalah
mual dan muntah yang berlebihan pada ibu hamil, seorang ibu menderita hiperemesis
gravidarum jika seorang ibu memuntahkan segala macam yang dimakan dan
diminumnya hingga berat badan ibu sangat turun, turgor kulit kurang diurese kurang
dan timbul aseton dalam air kencing.
Hiperemesis gravidarum adalah muntah yang terjadi sampai umur kehamilan
20 minggu, muntah begitu hebat dimana segala apa yang dimakan dan diminum
dimuntahkan sehingga mempengaruhi keadaan umum dan pekerjaan sehari-hari, berat
badan menurun, dehidrasi, dan terdapat aseton dalam urin bukan karena penyakit
seperti appendicitis, pielititis, dan sebagainya (Joseph, 2010).
Sedangkan berdasarkan Manuaba (2014) menyebutkan bahwa Hiperemesis
gravidarum adalah emesis gravidarum yang berlebihan sehingga menimbukan gejala
klinis serta menggangu kehidupan sehari-hari.
2. Etiologi
Manuaba (2014), penyebab hiperemesis gravidarum belum diketahui secara
pasti. Tidak ada bukti bahwa penyakit ini belum diketahui secara pasti.
a. Sering terjadi pada:
1) Primigravida
Dikarenakan faktor adaptasi dan hormonal yang menyebakan
primigravida beresiko terhadap hiperenesis gravidarum. Karena sebagian kecil
primigravda belum mampu beradaptasi terhadap hormon estrogen dan
gonadrotopin korionik.
2) Molahidatidosa
Pada mola jumlah hormon yang dikeluarkan terlalu tinggi sehingga
menyebabkan hiperemesis gravidarum.
3) Kehamilan kembar
Ini merupakan gejala kehamilan yang berebihan. Biasanya jika ada
janin kembar maka ibu akan mengalami mual di pagi hari yang dapat berlipat
ganda. Akan tetapi semua ini juga bisa terjadi pada kehamilan janin tunggal.
a) Faktor organik, karena masuknya vili khoriales dalam sirkulasi maternal dan
perubahan metabolik.
b) Faktor psikologis, keretakan rumah tangga, kehilangan pekerjaan, rasa takut
terhadap kehamilan dan persalinan, takut memikul tanggung jawab dan
sebagainya.
c) Faktor endokrin lainnya yaitu
4) Diabetes
Gejala mual muntah juga disebakan oleh gangguan traktus digestivus
seperti pada penderita diebetes melitus (gastroparesis diabeticorm). Hal ini
disebabkan oleh gangguan mortilitas usus pada penderita atau pada setelah
operasi vagotomi.
5) Grastitis
Vomitus yang terjadi pada saat makan atau segera sesudahnya dapat
menunjukkan vomitus psikogenetik atau ulkus peptik dengan pilorospasme.
Muntah yang terjadi 4-6 jam atau lebih setelah makan dan mengenai eliminasi
jumlah besar makanan yang tidak ditelan sering menunjukan retensi lambung
atau gangguan esofagus tertentu. Vomitus yang bersifat proyektif atau tanpa
didahului nausea menunjukan kemungkinan lesi pada sistem saraf pusat.
3. Patofisiologis
Ada yang menyatakan bahwa perasaan mual adalah akibat dari meningkatnya
kadar esterogen, oleh karena keluhan ini terjadi pada trisemester pertama. Pengaruh
fisiologik hormon estrogen ini tidak jelas, mungkin berasal dai sistem saraf pusat
akibat berkurangnya pengosongan lambung. Penyesuaian terjadi pada kebanyakan
wanita hamil, meskipun demikian mual dan muntah dapat berlangsung berbulan-
bulan (Wiknjosastro, 2015).
Hiperemesis gravidarum yang merupakan komplikasi mual dan muntah pada
hamil muda, bila terjadi terus menerus dapat menyebabkan dehidrasi dan tidak
imbangnya elektrolit dengan alkolosis hipokloremik. Belum jelas mengapa gejala-
gejala ini hanya terjadi pada sebagian wanita, tetapi factor psikologik merupakan
factor utama. Hiperemesis gravidarum ini dapat mengakibatkan cadangan karbohidrat
dan lemak habis terpakai untuk keperluan energi. Karena pengaruh hormonal. Yang
jelas, wanita yang sebelum kehamilan sudah oksidasi lemak yang tidak sempurna,
terjadilah ketosis dengan menderita lambung spastik dengan gejala tidak suka makan
dan mual, akan mengalami emesis gravidarum yang lebih berat (Wiknjosastro, 2015).
4. Tanda Dan Gejala
Batas antara mual dan muntah dalam kehamilan yang masih fisiologik dengan
hiperemesis gravidarum tidak jelas, akan tetapi muntah menimbulkan gangguan
kehidupan sehari-hari dan dehidrasi memberikan petunjuk bahwa wanita hamil telah
memerlukan perawatan yang intensif (Fraser dan Cooper, 2019) tipe dehidrasi secara
klinik, kulit kering, lidah kering. Dehidrasi di bagi menjadi 3 tingkatan yaitu:
a. Dehidrasi isotonic (ringan)
Pada dehidrasi istonik (isonatremia), terjadi kehilangan air dan natrium
secara proporsional. Ditandai dengan:
1) Kesan dan kondisi umum: haus, sadar, gelisah
2) nadi: kecepatan dan tekanan normal
3) Tekanan darah sistolik
4) Elastisitas kulit: cubitan segera kembali
5) Mata: normal
6) Air mata : ada
7) Keluaran kencing: normal
8) Perkiraan defisit cairan: 30-50 mL/kg
b. Dehidrasi hipotonik (sedang)
Pada dehidrasi hipotonik (hiponatremia), natrium yang hilang lebih banyak
dibanding airnya. Ditandai dengan:
1) Kehilangan BB 6-9%
2) Kesan dan kondisi umum: haus, gelisah atau letragis tetap
3) Iritabel bila dipegang, mengantuk
4) Nadi: cepat dan lemah
5) Elastisitas kulit: cubitan kembali perlahan
6) Mata: cekung
7) Air mata : tidak ada/berkurang
8) Keluaran kencing: jumlah berkurang dan pekat
9) Perkiraan defisit cairan: 60-90 mL/kg
c. Dehidrasi hipertonik (berat)
Pada dehidrasi hipertonik (hipernatremia), terdapat kehilangan cairan dan
natrium yang tidak proporsional. Ditandai dengan:
1) Kehilangan BB 10% atau lebih
2) Kesan dan kondisi umum: mengantuk, ekstremitas dingin,
3) Sianotik, lembab, bias koma
4) Nadi: cepat, sangat lemah, kadang tidak teraba
5) Tekanan darah sistolik: rendah, mungkin tidak teratur
6) Elastisitas kulit: cubitan tidak segera kembali
7) Mata: sangat cekung
8) Air mata : tidak ada
9) Keluaran kencing: anuria/oliguria berat
Manuaba (2014), hyperemesis gravidarum berdasarkan berat ringannya gejala
dapat dibagi kedalam 3 tingkatan.
a. Tingkatan I
1) Muntah berlebihan
2) Dehidras ringan
3) Nyeri pada epigastrium
4) Berat badan menurun
5) Tekanan darah sistolik menurun
6) Tugor kulit menurun
7) Lidah mongering
8) Tampak lemah dan lemas
b. Tingkat II, sedang
1) Tampak lemah dan pusing
2) Dehidrasi sedang
3) Tugor kulit turun
4) Lidah mongering
5) Tampak icterus
6) Nadi meningkat, temperatur naik, tekanan darah turun
7) Hemokonsentrasi disertai oliguria
8) Badan keton dalam keringat dan air kencing
c. Tingkat III, berat
1) Kesadaran somnolen sampai koma
2) Ikterus yang semakin nyata
3) Komplikasi yang mungkin tampak
a) Nistagmus
b) Diplopia
c) Perubahan mental
d) Muntah disertai darah

C. Pendokumentasian Asuhan Kebidanan (SOAP)


Pendokumentasian dalam bentuk SOAP yaitu:
1. Subjektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien dan
keluarga melalui anamnesa sebagai langkah l Varney.
2. Objektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien, hasil
laboratorium dan diagnostik lain yang dirumuskan dalam data fokus untuk
mendukung asuhan sebagai langkah l Varney.
3. Analisa data
Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan interpretasi data
subjektif dan objektif dalam suatu identifikasi: diagnosa/masalah, antisipasi
diagnosa /masalah potensial perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter,
konsultan / kolaborasi dan atau rujukan sebagai langkah 2, 3 dan 4 Varney.
4. Penatalaksanaan
Menggambarkan pendokumentasian dari perencanaaan, tindakan
implementasi dan evaluasi berdasarkan assesmen sebagai langkah 5, 6, 7 Varney
(Muslihatun, 2010).
BAB III
KASUS

A.

Anda mungkin juga menyukai