Anda di halaman 1dari 26

PENGENALAN PADA

KEKERASAN BERBASIS GENDER


PADA SITUASI KRISIS KESEHATAN
Disampailan pada Orientasi Teknis Kesehatan Keluarga
Rabu, 10 April 2019
Tujuan Pembelajaran
• Pada akhir sesi, peserta dapat:
• Menjelaskan tentang akar penyebab, faktor risiko, dan konsekuensi
dari KBG
• Memahami bahwa pencegahan dan penanganan terhadap KBG
membutuhkan pendekatan multi-sektoral yang terkoordinasi
SETUJU/TIDAK SETUJU/RAGU-RAGU?

Hanya perempuan tertentu


(yang cantik, berpakaian minim,
genit) yang mengalami
Kekerasan/Pelecehan Seksual
Faktanya…
• Menurut data BPS Indonesia yang diterbitkan di tahun 2017, 1 dari 4 perempuan di
Indonesia pernah mengalami kekerasan seksual dari orang yang bukan pasangannya,
dan 2 dari 11 perempuan mengalami kekerasan seksual dari pasangannya.
• Data Komnas Perempuan : 35 perempuan Indonesia menjadi korban kekerasan
seksual per hari.
• Korban kekerasan seksual berasal dari berbagai usia, latar belakang, agama, maupun
orientasi seksual.
• Cara berpakaian korban beragam ketika mengalami pelecehan/kekerasan seksual.
Banyak kasus kekerasan seksual yang dilaporkan dimana korban mengenakan
pakaian yang tertutup.
• Jadi, siapa saja bisa menjadi korban
SETUJU/TIDAK SETUJU/RAGU-RAGU?

Tidak ada perkosaan atau


pemaksaan hubungan seksual
dalam hubungan pernikahan
Faktanya
• Pemaksaan hubungan seksual banyak dialami perempuan dalam relasi intim
• Kekerasan seksual adalah segala tindakan yang dilakukan untuk menguasai,
atau memanipulasi orang serta membuatnya terlibat dalam aktifitas seksual
yang tidak dikehendaki.
• Ada banyak jenis tindak kekerasan seksual yang dialami perempuan .
• Komnas Perempuan telah mengkaji dan menemukan 15 bentuk kekerasan
seksual yang dialami perempuan.
• Ingat aspek penting dari kekerasan seksual adalah : adanya pemaksaan,
tidak ada persetujuan/consent dari korban), atau tidak mampu memberi
persetujuan karena keterbatasan individu.
SETUJU/TIDAK SETUJU/RAGU-RAGU?

Korban kekerasan atau


pelecehan seksual seharusnya
bisa menolak dengan bilang
’Tidak’ atau berteriak
Faktanya
• Pada kasus kekerasan seksual korban dapat mengalami ’kebekuan’
sebagai respon stress. Hal ini disebut ‘Tonic Immobility’ dimana
korban tidak dapat berontak/teriak karena respon ’survival’.
• Korban mungkin saja sudah menolak dan berteriak, namun tidak
terdengar/kehilangan tenaga/dibekap/dsb.
• Relasi tidak setara seperti dalam relasi berpasangan yang timpang,
atasan-bawahan, murid-guru, menyebabkan korban terpaksa ‘harus’
menurut keinginan pelaku.
SETUJU/TIDAK SETUJU/RAGU-RAGU?

Korban kekerasan seksual yang


baru melaporkan kekerasan setelah
waktu yang lama kesaksiannya
tidak bisa dipercaya
Faktanya…
• Korban mengalami banyak hambatan/halangan untuk melapor.
• Banyak korban yang melaporkan beberapa hari atau bahkan bertahun-tahun setelah
kekerasan seksual terjadi.
• Dampak psikis yang dialami oleh korban menyulitkan mereka untuk mengambil tindakan
sendiri.
• Ada rasa takut terhadap pelaku, penilaian masyarakat, serta minimnya pengetahuan
tentang cara melaporkan kekerasan seksual.
• Budaya patriakal yang keliru dimana perilaku pelecehan dianggap ‘kenakalan laki2 biasa’,
perempuan korban kekerasan seksual cenderung di re-viktimisasi dan dinilai sebagai
penggoda, tidak dipercaya, dan malah dicemooh.
• Korban yang disalahkan atas perkosaan yang terjadi, bukan pelaku.
• Banyak korban akhirnya diam dan tidak melaporkan kekerasan yang dialami.
Pohon KBG: Apa akar penyebab? Faktor
resiko? Bentuk KBG?

CONTOH KEKERASAN BERBASIS GENDER

FAKTOR YANG MEMPERKUAT

AKAR MASALAH
GBV Tree Verbal abuse

Domestic
Examples Isolation FGM
violence
of GBV
Sexual Forced
Dowry abuse Rape
abuse marriage

• Sexual
Contributing Poverty Alcohol and
• Physical drug abuse
factors Lack of • Emotional
education • Economic Lack of police
• Harmful protection
Conflict
practices

Root causes Disrespect for


Abuse of human rights Gender
power inequality
Konsep Gender
Gender adalah:
• bentukan,
Sifat • konstruksi atau
• interpretasi masyarakat
Atas perbedaan kondisi
biologis laki-laki dan
Nilai
Apa itu
Peran
perempuan.
Gender?

Gender bukan bukan sesuatu


yang dibawa dan ditetapkan
sejak lahir, melainkan dibentuk,
Posisi
dikembangkan dan dimantapkan
sendiri oleh masyarakat
Bentuk Ketidaksetaraan Gender
Beban
Stereotipe
majemuk

Marginalisasi

Sub-
ordinasi Kekerasan

Kondisi ketidaksetaraan ini menjadi lebih buruk dalam situasi bencana.


Akses perempuan dan anak untuk memperoleh informasi, penggunaan sumber
daya, fasilitas umum dan layanan semakin terbatas.
Dampak Kekerasan Berbasis
Gender
SOCIAL
Menjadi korban yang
Psycho-Social disalahkan
Health Kehilangan peranan
di lingkungan sosial
Stigma sosial
EMOTIONAL & Ditolak oleh
FATAL: PSYCHOLOGICAL masyarakat
NON FATAL
OUTCOMES: Bunuh dir Trauma - Stres Feminisation of
Kematian Ibu poverty
Kelainan fisik Depresi
(Akut/Kronik) Kematian bayi Ketakutan berkelebihan Meningkatkan
Kejiwaan/Mental AIDS ketidaksetaraan
Malu, insecure, benci dan
health menyalahkan diri sendiri
Keinginan untuk bunuh diri

Meningkatnya rasa takut


Rasa tidak aman Legal/Justice
Cidera Safety/Security
Kematian

Lambat untuk ditangani Response yang tidak tepat


Further violation of rights
Enforcement of injustice
Kelompok Berisiko Mengalami Kekerasan
Seksual pada Krisis Kesehatan

1. Perempuan yang kehilangan anggota keluarga


2. Perempuan sebagai kepala keluarga
3. Anak laki-laki/perempuan yang kehilangan
anggota keluarga
4. Laki-laki/perempuan yang berkebutuhan
khusus (penyandang disabilitas)
Data KBG = Fenomena Gunung Es
Kasus yang dilaporkan berasal dari:
• Media, informasi yang bisa diakses
publik
• Pengadilan, Kejaksaan
• Kepolisian, RS
• Rumah aman, organisasi layanan
• Dokter, psikolog, konselor
• Orang-orang terdekat
• Korban dan pelaku
Bencana dan KBG
• Lokasi Indonesia terletak diantara 3 lempeng dunia : Eurasian, Indo-Australia
dan Pasifik, dan berada di “Pacific Ring of Fire”
• Lebih dari 97% penduduk Indonesia tinggal di daerah rawan bencana
• Dalam situasi bencana seperti itu, baik laki-laki maupun perempuan serta
anak laki-laki dan anak perempuan sama-sama memiliki kerentanan untuk
menjadi korban
• Pada setiap bencana, korban perempuan empat kali jauh lebih besar dari
pada korban laki-laki
• Dalam situasi normal, 1 dari antara 3 perempuan di Indonesia berusia 15-64
mengalami kekerasan fisik dan seksual oleh pasangan dan bukan pasangannya
selama umur hidupnya (Survey Nasional : Pengalaman Hidup Perempuan,
2016)
• Dalam situasi bencaba resiko kekerasan, eksploitasi, dan pemerkosaan
semakin meningkat, khususnya terhadap perempuan dan anak perempuan
(IASC, 2015; UNFPA, 2006; NCVAW, 2002 & 2010
Pencegahan dan
Penanganan Kekerasan
Seksual pada Situasi
Krisis Kesehatan
Pencegahan dan Respon pada Kekerasan Seksual

Mengapa fokus pada KEKERASAN SEKSUAL?


• Kekerasan seksual mengancam jiwa secara segera dan memiliki
dampak panjang
• Kekerasan seksual memiliki konsekuensi negatif yang serius
pada semua tingkat
• Respon efektif pada kekerasan seksual dapat mencegah
kekerasan lebih jauh
• Situasi bencana sistem keamanan menjadi lemah dan terbatas,
kasus yang paling banyak terjadi.
• Pencegahan dan respon pada kekerasan seksual adalah bagian
dari standar minimum bidang kemanusiaan/kegawatdaruratan
(SPHERE dan PPAM).
Komponen Kegiatan Pencegahan dan
Penanganan Kekerasan Seksual
1. Melakukan perlindungan bagi penduduk yang terkena
dampak terutama pada perempuan dan anak-anak (1x24
jam pasca bencana, khususnya bencana akibat konflik sosial)
2. Menyediakan pelayanan medis bagi korban termasuk
pemberian profilaksis pasca pajanan dan kontrasepsi
darurat (dalam 72 jam) dan dukungan psikologis awal bagi
penyintas perkosaan
3. Memastikan masyarakat mengetahui informasi tersedianya
pelayanan medis, dukungan psikologis awal, rujukan
perlindungan dan bantuan hukum (dalam 48 jam)
4. Memastikan adanya jejaring untuk pencegahan dan
penanganan kekerasan seksual (dalam 72 jam)
Langkah-langkah Pencegahan dan
Penanganan Kekerasan Seksual
1. Advokasi kepada BPBD dan Dinas 4. Memastikan tersedianya pelayanan
Sosial melalui Koordinator Klaster kesehatan dan petugas yang kompeten
Kesehatan dan Klaster PP untuk untuk penanganan kasus kekerasan
dukungan mencegah terjadinya kekerasan seksual.
seksual melalui manajemen tenda atau
5. Menginformasikan adanya pelayanan bagi
penampungan sementara yang aman.
penyintas perkosaan dengan nomor
2. Melibatkan perempuan di pengungsian telepon yang bisa dihubungi 24 jam.
dan lembaga/organisasi yang bergerak di Informasi dapat diberikan melalui media
bidang pemberdayaan perempuan dalam yang bermanfaat seperti poster, spanduk,
pencegahan dan penanganan kekerasan dll.
seksual. 6. Berkoordinasi dengan lintas sektor terkait
3. Berkoordinasi dengan BPPD dan Dinas untuk memastikan adanya mekanisme
Sosial untuk penyediaan fasilitas untuk rujukan untuk dukungan psikososial,
melanjutkan kehidupan seksual yang bantuan hukum, perlindungan penyintas
sehat di lokasi pengungsian bagi dan layanan lainnya.
pasangan suami istri yang sah, sesuai 7. Advokasi kepada BPBD dan Dinas sosial
dengan budaya setempat atau kearifan melalui mekanisme koordinasi klaster untuk
lokal. menyediakan ruang aman perempuan
dan remaja
MULTI-SECTORAL MODEL

PSYCHO-
HEALTH SOCIAL*

SURVIVOR
centered

LEGAL/ SAFETY/
JUSTICE SECURITY
*Includes social reintegration
and livelihood initiatives
Pesan Penting
• Kekerasan Berbasis Gender termasuk Kekerasan seksual merupakan
pelanggaran HAM.
• Diskriminasi dan ketidaksetaraan gender adalah akar masalah dari kekerasan
seksual berbasis gender.
• Pedoman prinsip dalam penanganan medis korban perkosaan: keamanan,
kerahasiaan, menghormati dan non-diskriminasi .
• Menyediakan layanan 24/7, layanan rahasia yang mencakup setidaknya:
• Pencegahan kehamilan, IMS dan penularan HIV
• Dokumentasi lengkap
• Rujukan untuk intervensi krisis lebih lanjut
• Menyediakan ruang aman perempuan
• Pendekatan multi sektoral dan pendekatan terkoordinasi untuk kekerasan
seksual adalah penting untuk mencegah dan merespon konsekuensi dari
kekerasan seksual sehingga harus diidentifikasi adanya jejaring.
• Pentingnya kepempimpinan yang aktif dan kuat dari sub klaster KBG –
Kekerasan berbasis Gender dan sub klaster kesehatan reproduksi dibawah
koordinasi Klaster Nasional terkait
COORDINATION IS THE KEY!!!
GBV TOOLS and RESOURCES
Minimum Standards for Prevention and Response to GBV in Emergencies
(UNFPA): -focus on programming and coordination of GBV prevention and
response (also address mainstreaming ) in emergencies. Primarily for UNFPA
staff and partners.
Guidelines to Integrate GBV Interventions in Humanitarian Action (IASC):-
contain guidance for all humanitarian staff to mainstream interventions across
sectors. Primarily for non-GBV specialists.
Essential Services Package for Women and Girls Subject to Violence (UNFPA,
UN Women, UNDP, WHO, UNODC) :- aims to improve the quality of/access to
essential services for women and girls who have experienced violence in the
areas of health, police/justice, social services and coordination & governance
(development context).

Anda mungkin juga menyukai