Abstrak
Dalam Lembaga keuangan syariah sudah pada perkenalkan beberapa
instumen keuangan menjadi pengganti Intrumen bunga. Instrumen tadi merupakan
sebuah instrumen yang lebih mengedepankan prinsip bagi output (profit and loss
sharing). Keuntungan yang diperoleh & kerugian yang diderita ditanggung secara
bersama-sama sang pihak yang melakukan transaksi. Oleh lantaran itu, ke dua
belah pihak, yang melakukan transaksi akan saling memperhatikan kemajuan dan
kemunduran bisnis yang dijalankan. Diantara prinsip bagi output yang paling
menonjol dan adalah mudhârabah. Tujuan penelitian ini, pertama, agar
mengetahui konsep teoritis mengenai prinsip keadilan dan akad mudharabah yang
ke dua, supaya mengetahui bagaimana penerapan prinsip keadilan pada akad
mudharabah pada lembaga keuangan syariah pada provinsi Aceh. Metode
pendekatan yang dipakai pada penelitian ini merupakan yuridis normatif
menggunakan sifat penelitian naratif analisis. Jenis data yang dipakai pada
penelitian ini merupakan jenis data sekunder. Penelitian ini digolongkan pada
jenis penelitian kualitiatif. Hasil penelitian ini, (1) Aristoteles membedakan
keadilan itu sebagai dua macam: yaitu keadilan distributif & keadilan kumulatif.
Mudhârabah merupakan kolaborasi antara pemilik dana atau pengelola, serta
pembagian laba menurut nisbah; (2) prinsip keadilan yang bisa diterapkan pada
akad mudharabah pada lembaga keuangan syariah agar terwujudnya sistem bagi
hasil berupa laba & resiko secara porposionalitas & seimbang. Serta Kendala
dalam implementasi prinsip bagi hasil dan resiko pada pelaksanaannya, seperti
kendala sumber daya manusia, manajemen perbankan syariah, dan lain
sebagainya.
Abstrak
3. Tujuan penelitian
a. Untuk mengetahui konsep teoritis tentang prinsip keadilan dan akad
mudharabah.
b. Untuk mengetahui prinsip keadilan yang di terapkan dalam akad mudharabah
di lembaga keuangan syariah provinsi Aceh.
4. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis
- Bagi para akademisi hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi ataupun manfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan terutama
menyangkut penerapan prinsip keadilan dalam akad mudharabah di lembaga
keuangan syariah provinsi aceh.
- Dapat dijadikan referensi bagi peneliti selanjutnya yang meneliti aspek yang
sama.
b. Manfaat praktis
- Penelitian ini diharapkan menjadi bahan kajian dan evaluasi terhadap
Lembaga keuangan syariah provinsi Aceh untuk terus memperhatikan tingkat
kinerja dan pelayanannya.
- Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi usaha peningkatan
kinerja Lembaga keuangan Syariah kedepannya menjadi lebih baik.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. konsep teoritis tentang prinsip keadilan dan akad mudharabah?
a. Konsep teoritis tentang keadilan
Keadilan merupakan kebijakan tertinggi dan selalu ada dalam segala
manifestasinya yang beranekaragam. Makna keadilan banyak dikemukakan oleh
para ahli, seperti John Stuart Mill dalam Karen Lebacqz berpendapat bahwa
keadilan merupakan upaya atau bentuk perlindungan hakhak masyarakat yang
diperlakukan setara (sama, seimbang), melalui pembentukan aturan-aturan.
Aturan-aturan tersebut dibentuk dengan persyaratan yakni aturan dibuat harus
memberikan kebaikan atau kemanfaatan yang sebesar-besarnya untuk masyarakat
demi menjamin pemenuhan kewajiban-kewajiban tertentu serta melindungi hak-
hak individu.1
Filsafat ilmu hukum memberikan persfektif bahwa keadilan di wujudkan
dalam hukum. Masalah hubungan keadilan dan hukum positif di bahas menurut
plato dan aristoteles yang meletakkan dasar bagi keadilan. Ide plato berupa
keadilan ilham, Aristoteles yang membedakan tiga jenis yaitu distributif, korektif
dan remedial. Lanjutnya, Aristoteles menambahkan Keadilan distributif:
Aristoteles mengatakan bahwa tipe keadilan seperti ini adalah yang paling kuat
untuk mencegah sebuah revolusi terjadi, dan keadilan ini berarti mempercayai
kepantasan dan proporsi yang pas mengenai jabatan di pemerintahan, jasa,
barang-barang sebagiamana yang dibutuhkan untuk para masyarakat di dalam
sebuah negara. Keadilan selalu mengenai keuntungan politik. Aristoteles
mengatakan bahwa seluruh organisasi politik harusnya memiliki keadilan
distributifnya sendiri. Dan Keadilan kumulatif (justitia komulativa) atau keadilan
korektif Keadilan kumulatif (justitia komulativa) ialah suatu keadilan yang
diterima masing-masing anggota tanpa memperdulikan jasa masing- masing
(persamaan). 2
1
Siti nur shoimah dan dyah ochtorina susanti, penerapan asas keadilan pada
transaksi penyimpanan dana nasabah di bank syariah berdasarkan akad
mudhrabah. Dialektika, 5. 1, (Feb). 2020: hal. 27.
2
Igne dwisvimiar, keadilan dalam persfektif ilmu hukum, Dinamika hukum, 11.2 (sep), 2011:
hal 6
b. Konsep teoritis tentang akad mudharabah
Akad mudharabah merupakan suatu akad kerja sama suatu usaha dimana
pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh modal dan pihak kedua
(mudharib) yang bertindak selaku pengelola dana dengan membagi keuntungan
usaha sesuai dengan nisbah yang di sepakati dalam akad, sedangkan kerugian di
tanggung sepenuhnya oleh bank syari’ah, kecuali jika pihak kedua melakukan
kesalahan atau kelalaian yang disengaja, atau melanggar perjanjian yang tertuang
dalam kontrak.3
Bagian isi akad mudharabah memuat hal yang dikehendaki, berupa hak dan
kewajiban termasuk pilihan penyelesaian sengketa yang disebut dengan pasal.
Pasal merupakan bagian dari perjanjian yang terdiri atas kalimat – kelimat yang
berisi tentang situasi dan suatu hal yang disepakati dapat berbentuk tersurat
maupun tersirat. Ada tiga klausul yang tercantum dalam bagian isi akad
mudharabah, yaitu klausul definisi, klausul transaksi, dan konsul spesifik.
Klausul definisi adalah pasal yang mengatur berbagai definisi, interprestasi
maupun kontruksi dalam perjanjian. Klausul transaksi adalah klausul yang berisi
jumlah dana yang disepakati, tujuan kerja sama, dan pembagian keuntungan serta
kerugian dalam akad mudharabah. Kemudan klausul spesifik, yaitu hal-hal yang
terperinci dalam suatu transaksi. Klausul merupakan pengamanan bagi
pelaksanaan akad kerja sama.4
Dalam hal rukun akad mudharabah terdapat beberapa perbedaan pendapat
antara Ulama Hanafiyah dengan Jumhur Ulama. Ulama Hanafiyah berpendapat
bahwa yang menjadi rukun akad mudharabah adalah Ijab dan Qabul. Sedangkan
Jumhur Ulama menyatakan bahwa rukun akad mudharabah adalah terdiri atas
orang yang berakad, modal, keuntungan, kerja dan kad; tidak hanya terbatas pada
rukun sebagaimana yang dikemukakan Ulama Hanafiyah, akan tetapi,Ulama
3
Dyah ayu perwitasari, internalisasi nilai-nilai keadilan dalam praktik pembiayaan mudharabah
dan deposito mudharabah, Jurnal ilmiah akuntansi. Vol,2.no.1,juni 2017 : hal 73.
4
Momon ardiansyah dkk, perwujudan asas keadilan dan keseimbangan dalam pembuatan akta
persekutuan komanditer berdasarkan akad mudharabah, jurnal ilmiah pendidikan pancasilan dan
kewarganegaraan, Vol.4, No.2, (jun), 2019: hal 323-324.
Hanafiyah memasukkan rukun-rukun yang disebutkan Jumhur Ulama itu, selain
Ijab dan Qabul sebagai syarat akad mudharabah.
Dari beberapa pendapat diatas maka rukun dari akad mudharabah terdiri atas:
- Shahibul maal (pemilik dana)
- Mudharib (pengelola dana)
- Amal (usaha/pekerjaan), dan
- Ijab & qabul5
5
Any widayatsari, akad wadiah dan akad mudharabah dalam penghimpunan dana pihak ketiga
bank syariah, jurnal ekonomi dan hukum islam, vol.3, No.1, 2013: hal 12.
keadilan. Sedangkan keadilan dalam pendistribusian ini tercermin dari larangan
dalam al-Qur’an (QS. Al-Hasyr [59]: 7), agar supaya harta kekayaan tidak hanya
beredar di antara orang-orang kaya saja, tetapi diharapkan dapat memberi
kontribusi kepada kesejahteraan masyarakat sebagai suatu keseluruhan. Oleh
karena itu, dalam sistem ekonomi Islam, penumpukan kekayaan oleh sekelompok
orang harus dihindarkan dan langkah-langkah dilakukan secara otomatis untuk
memindahkan aliran kekayaan kepada masyarakat yang lemah.6
Sistem bagi hasil diberlakukan di bank syariah dimana sistem ini adalah
suatu bentuk pembagian keuntungan yang akan diperoleh nasabah sebagai pemilik
modal dengan bank sebagai pengelola modal yang disimpan nasabah. Bank dapat
mengelola dana tersebut dan memperoleh keuntungan atau bisa juga rugi (Shabri,
2015:2).
Bagi hasil yang dimaksud di Bank Syariah Mandiri adalah berapa pun
besar keuntungan bank maka akan dibagihasilkan kepada nasabah.Sementara
presentase bagi hasilnya yaitu pihak bank menggunakan sistem equivalent rate.
Untuk sistem bagi hasilnya berapa persentase pendapatan akan dikalikan dengan
equivalent rate.
Namun, Equivalent rate itu setiap bulannya berbeda-beda. Equivalent rate
merupakan tingkat pengembalian atas investasi yang telah ditanamkan oleh
nasabah, bank memberikan gambaran berapa besar tingkat pengembalian atas
investasi yang telah ditanam oleh nasabah, bedanya dengan bunga diperjanjikan di
awal kontrak sebelum investasi berjalan sedangkan equivalent rate dihitung
sendiri oleh pihak bank pada setiap akhir bulan setiap investasi berjalan dengan
mendapatkan keuntungan. Dengan begitu,nasabah akan melihat berapa
keuntungan bank pada bulan yang lalu dan bulan berjalan. untuk bagi hasil
nasabah, bagi hasil dibagi dengan saldo rata-rata tabungan dan dinyatakan dalam
bentuk presentase.7
6
Anita rahmawaty, distribusi dalam ekonomi islam upaya pemerataan kesejahteraan melalui
keadilan distributif, vol. 1, no.1, (jun), 2013: hal 7-8.
7
Dira Nurzaiyani dan Nurma Sari, implementasi akad mudharabah pada produk tabungan bank
syariah mandiri kantor cabang pembantu darussalam banda aceh, jurnal ilmiah mahasiswa
ekonomi islam, vol.1, No.2, (nov), 2019: hal 187-188.
Nilai keadilan dalam akad Mudharabah dua tingkat terletak pada
keuntungan dan pembagian resiko dari masing-masing yang sedang melakukan
kerjasama sesuai dengan porsi keterlibatannya. Kedua belah pihak akan
menikmati keuntungan secara proporsional, jika kerjasama tersebut mendapatkan
keuntungan. Sebaliknya, masing- masing pihak menerima kerugian secara
proforsional, jika usaha yang digalang bersama tidak mendapatkan hasil. Dari
aspek pemodal resikonya adalah kehilangan uang yang diinvestasikan. Dan dari
pihak mudharib ia menerima resiko berupa kehilangan tenaga dan pikiran dalam
melakukan pengelolaan modal.
Dalam upaya untuk mewujudkan perbankan syariah yang sehat yang dapat
memenuhi kebutuhan masyarakat serta berkontribusi dalam mendorong
terciptanya ketahanan sistem perbankan dan pembangunan nasional, Bank
Indonesia telah melakukan berbagai langkah sesuai dengan fungsi dan perannya
sebagai otoritas perbankan.
Sejak awal pengembangan Perbankan Syariah Nasional sejumlah critical
issue yang perlu menjadi perhatian guna menjamin terciptanya sasaran
pengembangan perbankan syariah telah diidentifikasi, antara lain adalah: i)
Penyempurnaan peraturan dan perundang-undangan. yang sesuai dengan
karakteristik usaha perbankan syariah, ii) Pertumbuhan jaringan kantor yang dapat
memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat terhadap jasa
perbankan syariah, iii) Meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap perbankan
syariah, iv) Tersedianya infra struktur dan lembaga pendukung yang dapat
mendorong perkembangan perbankan syariah, v) Meningkatnya efisiensi operasi,
mutu pelayanan dan daya saing perbankan syariah nasional, vi) Mendorong
perkembangan pembiayaan sistem bagi hasil dalam proporsi yang memadai dalam
portofolio dalam pembiayaan Bank Syariah, dan, vii) Terciptanya Bank Syariah
yang memiliki kompetensi, profesionalisme dan dapat memenuhi standart yang
ditetapkan secara internasional.
Kesenjangan pendapatan dan kekayaan alam yang ada di masyarakat,
berlawanan dengan semangat serta komitmen Islam tehadap persaudaraan dan
keadilan-keadilan sosial ekonomi. Kesenjangan harus diatasi dengan
menggunakan cara yang ditekankan Islam. Konsep keadilan dalam distribusi
pendapatan dan kekayaan serta konsep keadilan ekonomi, menghendaki setiap
individu ekonomi mendapatkan imbalan sesuai dengan amal dan karyanya.
Ketidaksamaan pendapatan dimungkinkan dalam Islam karena kontribusi masing-
masing orang berbeda-beda. Dalam hal ini keadilan sangat di tekankan agar tidak
adanya kesenjangan antara dua belah pihak.8
Dalam hal pembagian hasil di dunia perbankan juga tidak luput dari yang
namanya resiko, namun dalam konteks perbankan resiko merupakan suatu
kejadian potensial, baik yang dapat diperkirakan (anticipated) maupun yang tidak
dapat diperkirakan (unanticipated) yang berdampak negative terhadap pendapatan
dan permodalan bank.17 Resiko - resiko tersebut tidak dapat dihindari akan tetapi
dapat dikelola dan dikendalikan. Oleh karena itu bank syariah memerlukan
serangkaian prosedur dan metodologi yang dapat di gunakan untuk
mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan resiko yang timbul
dari kegiatan usaha atau manajemen resiko. Sasaran manajemen resiko ini adalah
mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan jalannya kegiatan
usaha bank dengan tingkat resiko yang wajar secara terarah, terintegrasi dan
berkesinambungan. Dengan demikian manajemen resiko berfungsi sebagai filter
atau pemberi peringatan dini terhadap kegiatan usaha bank.9
Meskipun ada faktor-faktor yang signifikan serta faktor-faktor pendukung
konsep mudharabah dua tingkat dalam Undang-Undang No. 21 tahun 2008
tentang perbankan syariah, tetapi masih ada kelemahan-kelemahan yang harus
dihadapi oleh perbankan syariah terutama yang berada di provinsi aceh dalam
prakteknya yatu sebagai berikut:
1) Terlalu berprasangka baik terhadap semua nasabah dan berasumsi bahwa
semua orang yang terlibat jujur dan dapat dipercaya, sehingga rawan terhadap
itikad buruk.
8
Indrayani dkk, analisi pendistribusian revenue sharing dalam akuntansi syariah untuk mencapai
prinsip keadilan berdasarkan fatwa DSN NO: 15/DSN-MUI/IX/2000 (Studi kasus bank aceh
syariah), jurnal al mashaadir vol.2, no.1, 2021: hal 20.
9
Malik rizwan, implementasi prinsip bagi hasil dan resiko di perbankan syariah (kajian di banda
aceh, jurnal peradaban islam, vol.1, no. 2, 2019: hal 356.
2) Metode bagi hasil memerlukan perhitungan yang rumit, terutama dalam
menghitung bagian laba nasabah yang kecil-kecil dan nilai simpananya tidak
tetap. Risiko adalah hitung lebih besar daripada di bank konvesional.
3) Produk-produk bank syariah belum mengakomodasi kebutuhan masyarakat
dan kurang kompetitif, kerena manajemen bank syariah cenderung
mengadopsi produk perbankan konfensional yang disyariahkan dengan variasi
produk yang terbatas.
4) Menurut Gubernur Bank Indonesia Halim Alamsyah saat membuka
musyawarah nasional asosiasi perbankan syariah Indonesia di jakarta, rabu 21
maret 2012 menyatakan bahwa ada tiga tantangan yang dihadapi industry
perbankan syariah di Indonesia. Tantangan itu adalah kwantitas dan kualitas
sumber daya manusia, inovasi produk dan layanan manusia, inovasi produk
dan layanan dan kompetitif, serta keberlangsungan program edukasi dan
sosialisasi. Selama ini produk perbankan syariah masih banyak yang belum
terisolasikan kemasyarakat. Akibatnya, peminat produk tersebut masih sangat
minim.
5) Pemahaman masyarakat yang kurang mengerti terhadap kegiatan oerasional
bank syariah.
6) Peraturan perundang-undangan mengenai perbankan belum
sepenuhnya mengakomodir operasional bank syariah.
7) Kepastian hukum tentang mekanisme penyelesaian sengketa Undang-
Undang Perbangkan syariah belum memuat secara pasti mekanisme
penyelesaian sengketa yang dapat terjadi antara nasabah dan syariah terutama
mengenai lembaga peradilan yang bertanggung jawab mengurus tentang
sengketa tersebut.10
10
Popon srisusilawati & nanik eprianti, penerapan prinsip keadilan dalam akad mudharabah di
lembaga keuangan syariah, jurnal law and justice, vol.2, no.1, april, 2017: hal 21.
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian dan pemaparan serta analisis di atas, maka dalam
tulisan ini dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut: (1) Aristoteles
membedakan keadilan itu menjadi 2 macam:,pertama, keadilan distributif; dan
kedua, keadilan kumulatif. Mudhârabah adalah kerja sama antara pemilik dana
atau penanam modal dan pengelola modal untuk melakukan usaha tertentu
dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah; (2) prinsip keadilan yang
dapat diterapkan dalam akad mudharabah pada lembaga keuangan syariah di
provinsi Aceh adalah keadilan distributif.
Kendala dalam implementasi prinsip bagi hasil dan resiko pada lembaga
keuangan syariah di provinsi aceh, seperti kendala sumber daya manusia,
manajemen perbankan syariah, dan lain sebaginya. Maka, Perlu adanya
pengawasan yang inetensif guna terselenggaranya transaksi mudharabah yang
sesuai dengan prinsip hukum Islam dan demi terwujudnya nilai keadilan bagi
kedua belah pihak.
DAFTAR PUSTAKA