Disusun Oleh :
BAB I
PENDAHULUAN
1
Qur’an yang menjadi kitab suci mayoritas masyarakat Indonesia telah memberi pesan-
pesan bagaimana menanggulangi kemiskinan. Peran pemerintah kembali dipertanyakan,
paradoks tentang ayat-ayat normatif Al-Qur’an dengan realitas sehari-hari juga tidak
terhindarkan.
Kemiskinan bukanlah masalah takdir, kemiskinan juga bukan hanya masalah
pribadi yang harus diselesaikan oleh masing-masing individu. Bagaimana pandangan al-
Qur’an tentang kemiskinan serta bagaimana langkah-langkah yang harus dikedepankan
dalam mengentaskan kemiskinan.
Islam berusaha memecahkan masalah kemiskinan ini dan mencari solusinya.
Tujuannya adalah untuk menyelamatkan akidah, akhlak, dan amal perbuatan umat
manusia seperti menjaga kehidupan berumah tangga, melindungi kestabilan dan
kedamaian masyarakat, di samping untuk mewujudkan jiwa persaudaraan antara sesama
kaum Muslimin. Islam menganjurkan agar setiap manusia memperoleh taraf hidup yang
semestinya di kehidupan bermasyarakat.
Sebagaimana kita ketahui Islam adalah agama yang paling sempurna, rahmatan
lil’alamin, dan telah dijadikan pedoman bagi umat manusia dalam menjalani kehidupan.
Islam memberikan petunjuk-petunjuknya melalui dua pedoman dasar, yaitu Al Qur’an
dan Hadits. Melalui Al Qur’an dan Hadist, kita dapat mengetahui bagaimana agama
Islam memandang dan memberikan jalan keluar atas permasalahan kemiskinan tersebut.
Setiap orang wajib berusaha untuk hidup wajar, sesuai dengan keadaannya. Dengan
hidup tenteram, ia dapat melaksanakan perintah-perintah Allah S.W.T, sanggup
menghadapi tantangan hidup, dan mampu melindungi dirinya dari bahaya kefakiran,
kekufuran, kristenisasi, dan lainnya. Bagaimana pandangan Al-Qur’an tentang
kemiskinan dan langkah-langkah dalam mengentaskan kemiskinan menjadi fokus
tulisan yang akan diuraikan penulis.
2
Dari penjelasan di atas, dapat kita rumuskan beberapa masalah, adapun rumusan
masalah dalam pembahasan ini adalah:
Dari rumusan masalah diatas dapat dirumuskan tujuan pembahasan ini. Adapun
tujuannya yakni sebagai berikut:
BAB II
3
PEMBAHASAN
Secara etimologis, kemiskinan berasal dari kata ”miskin” yang artinya tidak
berharta benda dan serba kekurangan. Departemen Sosial dan Biro Pusat Statistik,
mendefinisikan kemiskinan dari perspektif kebutuhan dasar. Kemiskinan sebagai
ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup
layak.3
Kemiskinan adalah ketidakmampuan seorang individu dalam memenuhi
kebutuhan dasar minimal untuk hidup layak. Kemiskinan merupakan sebuah kondisi
yang berada di bawah garis nilai standar kebutuhan minimum, baik untuk makanan dan
non makanan, yang disebut garis kemiskinan (poverty line) atau batas kemiskinan
(poverty threshold).4 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata "miskin" diartikan
sebagai tidak berharta benda; serba kekurangan (berpenghasilan rendah). Sedangkan
fakir diartikan sebagai orang yang sangat kekurangan; atau sangat miskin.
Dari bahasa aslinya (Arab) kata miskin terambil dari kata sakana yang
berarti diam atau tenang, sedang faqir dari kata faqr yang pada mulanya berarti tulang
punggung. Faqir adalah orang yang patah tulang punggungnya, dalam arti bahwa
beban yang dipikulnya sedemikian berat sehingga "mematahkan" tulang punggungnya.
Isim fa'il dari sakana adalah sakinun yang jamaknya adalah sukkanun dapat
berarti yang tenang, yang diam, atau penduduk.5
Kata miskin menurut Al-Raghib al-Ashfahani adalah orang yang tidak
mempunyai apa-apa dan hidupnya lebih baik dari pada fakir.6 Kata miskin jamaknya
adalah masakin, bentuk mashdarnya adalah maskanah.
Pengertian miskin menurut para mufasir antara lain sebagai berikut:
3
Nurhadi, Mengembangkan Jaminan Sosial Mengentaskan Kemiskinan, cetakan pertama, (Yogyakarta:
Media Wacana, 2007), h. 13.
4
http://tugaskuliah15.blogspot.co.id/2015/10/makalah-pandangan-islam-terhadap.html.
5
Munnawir, Ahmad Warson, Kamus Arab Indonesia, (Yogyakarta: Pondok Pesantren Al-Munnawir,
1984), h. 690.
6
Al-Ashfahani, Al-Raghib, Mufradat Alfazh Al-Qur’an, (Beirut: al-Dar al-Syamiyah, 1992), h. 153.
4
1. Al-Maraghi, miskin adalah orang yang tidak mempunyai sesuatu,sehingga
kekurangan makan dan pakaian.7
2. Jalal aI-Din Muhammad bin Ahmad al-Mahalli dan Jalal al-Din 'Abd al-Rahman
bin Abi Bakr al-Suyuthi, miskin adalah orang yang tidak dapat mencukupi
kebutuhannya.8
3. Mahmud bin 'Umar al-Zamarksyari al-Khawarizmi, miskin adalah seorang yang
selalu tidak bisa apa apa terhadap orang lain karena tidak mempunyai sesuatu.9
4. Muhammad Rasyid Ridha, miskin adalah orang yang tidak mampu untuk
memenuhi kebutuhannya.10
Penjelasan dari sebagian para mufasir tersebut pada intinya adalah sama, yaitu
orang miskin adalah orang yang mempunyai kekurangan dalam memenuhi
kebutuhannya untuk keperluan sehari-hari dalam hidupnya. Orang miskin adalah orang
yang mempunyai pekerjaan tetap, namun tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Dalam bahasa Indonesia sering ada sebutan fakir dan miskin. Sedangkan kata
fakir, dari kata faqara, orang yang patah tulang belakangnya," Orang fakir adalah orang
yang tidak mempunyai pekerjaan tetap, untuk kebutuhan sehari-hari tidak mencukupi.
Para pakar Islam berbeda pendapat dalam menetapkan tolak ukur
kemiskinan dan kefakiran. Sebagian mereka berpendapat bahwa fakir adalah orang
yang berpenghasilan kurang dari setengah kebutuhan pokoknya, sedang miskin adalah
yang berpenghasilan di atas itu, namun tidak cukup untuk menutupi kebutuhan
pokoknya. Ada juga yang mendefinisikan sebaliknya, sehingga menurut mereka
keadaan si fakir relatif lebih baik dari si miskin. Namun yang pasti, Al-Quran
menjadikan setiap orang yang memerlukan sesuatu sebagai fakir atau miskin adalah
harus dibantu.11
7
Al-Maraghi, Ahmad Musthafa, Tafsir Al-Maraghi, Juz. X, (Mesir: Musthafa al-Babi al-Halabi wa
Auladuh, 1969), h. 142.
8
Bin Ahmad Al-Mahalli, Jalal Al-Din Muhammad dan Jalal Al-Din ‘Abd Al-Rahman Bin Abi Bakr Al-
Suyuthi, Tafsir Jalalain, (Beirut: Dar Al-Ma’rifah, t.t), h. 230.
9
Bin ‘Umar Al-Zamakhsyari Al-Khawarizmi, Mahmud, Al-Kasyaf, Juz II, (T.p.: Dar Al-Fikr, 1997), h.
330.
10
Ridha, Muhammad Rasyid, Tafsir Al-Qur’an Al-Hakim, Juz I, (Beirut: Dar Al-Ma’rifah, t.t), h. 368.
11
Shihab, M. Quraish, WAWASAN AL-QURAN: Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat, Penerbit
Mizan.
5
Dan telah banyak kajian tentang gejala kemiskinan dari berbagai sudut
pandang, akan tetapi pembahasan ini seolah-olah menegaskan bahwa kemiskinan bagian
dari kodrat Tuhan yang tidak dapat diselesaikan.12
“Seandainya kemiskinan itu berwujud seseorang manusia, maka niscaya
akan aku bunuh kemiskinan tersebut”, Ali bin Abi Thalib. Dari penggalan kata-kata
hikmah tersebut, dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya kemiskinan itu sangat
berbahaya. Kemiskinan itu dapat mengancam iman seseorang.
a. Kemiskinan Ekonomi
b. Kemiskinan Politik
Secara politik, kemiskinan dapat dilihat dari tingkat akses terhadap kekuasaan
(power). Kekuasaan dalam pengertian ini mencakup tatanan sistem politik yang dapat
12
M. Setiadi, Elly, dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan
Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya, (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2010), h. 787.
13
Nurhadi, Mengembangkan Jaminan Sosial Mengentaskan Kemiskinan, cetakan pertama, (Yogyakarta:
Media Wacana, 2007), h. 14.
14
Ibid, h. 15.
6
menentukan kemampuan sekelompok orang dalam menjangkau dan menggunanakan
resources. Ada tiga pertanyaan mendasar yang berkaitan dengan akses terhadap
kekuasaan ini, yaitu: (1) bagaimana orang dapat memanfaatkan sumber daya yang ada
dalam masyarakat, (2) bagaimana orang turut ambil bagian dalam pembuatan keputusan
penggunaan sumberdaya yang tersedia, (3) bagaimana kemampuan untuk berpartisipasi
dalam kegiatan-kegiatan kemasyarakatan.
c. Kemiskinan Sosial-Psikologis
15
Ahmadi, Abu, Ilmu Sosial Dasar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), h. 326.
7
3. Kemiskinan buatan disebut juga kemiskinan struktural, yang ditimbulkan oleh
struktur-struktur ekonomi, sosial, dan kultur serta politik. Kemiskinan ini biasa
disebut kemiskinan nasib atau dianggap sebagai takdir Tuhan.16
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri
akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan
berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu,
dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”
Ayat ini mempunyai kandungan yang dalam sekali, sehingga harus dimaknai
setidaknya mencakup antara lain sebagai berikut:
16
Ibid, h. 328-329.
8
1. Masalah keduniaan, tercakup didalamnya berusaha untuk kaya, mempunyai
bobot yang besar didalam ajaran islam, tidak sekedar suplemen sebagaimana
anggapan umum selama ini
2. Bukan saja memberi pelajaran tentang keseimbangan mengenai keakhiratan dan
keduniaan. Namun sekaligus penuh muatan etika agar didalam memperoleh
harta itu tetap menjaga perbuatan kebaikan terhadap orang atau menjaga hak-
hak asasi orang lain: tidak serakah, tidak dengan merampas hak orang lain ,
tidak zalim, dan tidak merugikan orang lain.
3. Larangan Allah dari perbuatan yang mengakibatkan kerusakan bumi (termasuk
harus menjaga lingkungan).
4. Termasuk fundamental dalam Islam, yakni bahwa segala perbuatan dan prestasi
mempunyai konsekuensi di akhirat, sehingga di dalam pengelolaan dan
pemanfaatannya harus pula mempunyai tujuan akhir berupa akhirat tadi.
5. Perintah Allah untuk berbuat baik kepada orang lain sehingga upaya
memperoleh harta harus pula diiringi dengan niat agar ada manfaat bagi orang
lain.
Jadi, ayat ini bukan penghambat terhadap kemajuan keduniaan dan harta
kekayaan; namun justru sebaliknya yakni mendorong kemajuan keduniaan. Salah stau
faktor kemajuan keduniaan adalah kemajuan harta kekayaan. Disini jelaslah bahwa
semangat utuh ruh ajaran Islam untuk kehidupan di dunia adalah untuk menjadi umat
yang maju, termasuk maju dibidang ekonomi, dan mencakup bidang yang lain yang
mendorong kearah kemajuan ekonomi dan intinya terwujud kesejahteraan umat.
Kekayaan tersebut bukan untuk kemaksiatan, bukan untuk kemudaratan, bukan untuk
kerusakan bumi, namun kemaslahatan dunia, yang berkonsekuensi juga kemaslahatan
akhirat. Ini sebagai nilai tambah dalam ajaran Islam.17
9
berkembang kurang menyentuh 40% dari lapisan terbawah jumlah penduduknya.
Strategi pertumbuhan yang dianut telah mengakibatkan trickle-up dan bukannya trickle-
down, sehingga proses pembangunan terus memperbesar kesenjangan antara golongan
miskin dan kaya.18
Sedangkan menurut Andre Gunder Frank salah satu penyebab kemiskinan
adalah pola hubungan ekonomi-politik antar bangsa yang timpang, yang selanjutnya
dikenal sebagai Teori Ketergantungan (Dependence Theory).19 Pola hubungan antara
negara berkembang dan negara maju berada dalam posisi yang timpang dimana negara-
negara berkembang berada pada posisi tergantung pada negara-negara maju, dan hal ini
membawa akibat yang tidak menguntungkan bagi kepentingan negara berkembang.
Kemudian Oscar Lewis menambahkan bahwa faktor penyebab kemiskinan adalah
faktor kebudayaan. Kemiskinan dapat muncul sebagai akibat dari nilai-nilai dan
kebudayaan yang dianut oleh kaum miskin itu sendiri. Menurutnya, kaum miskin tidak
dapat terintegrasi ke dalam masyarakat luas, bersifat apatis, dan cenderung menyerah
pada nasib. Di samping itu, tingkat pendidikan mereka relatif rendah, tidak memiliki
etos kerja, tidak memiliki daya juang, dan juga tidak mempunyai kemampuan untuk
memikirkan masa depan.20
Robert Cambers dalam teorinya ”Deprivation Trap” (lingkaran setan
kemiskinan/jebakan kemiskinan/perangkap kemiskinan) menjelaskan bahwa
kemiskinan merupakan kondisi deprivasi terhadap sumber-sumber pemenuhan
kebutuhan dasar berupa makanan, pakaian, tempat tinggal maupun kebutuhan
pendidikan dan kesehatan. Perangkap kemiskinan tersebut terdiri dari:
a. Kemiskinan (property proper)
Merupakan faktor yang paling menentukan dibandingkan faktor-faktor
lainnya. Kemiskinan menyebabkan kelemahan jasmani karena kekurangan makan, yang
pada gilirannya menghasilkan ukuran tubuh yang lebih kecil; kekurangan gizi
menyebabkan daya tahan tubuh terhadap infeksi dan penyakit menjadi rendah, padahal
tidak ada uang untuk berobat ke klinik atau dokter; orangpun menjadi tersisih, karena
tidak mampu membiayai sekolah, membeli pesawat radio atau sepeda, menyediakan
ongkos untuk mencari kerja, atau bertempat tinggal di dekat pusat keramaian dan di
18
Nurhadi, Mengembangkan Jaminan Sosial Mengentaskan Kemiskinan, cetakan pertama, (Yogyakarta:
Media Wacana, 2007), h. 25.
19
Ibid, h. 26.
20
Ibid, h. 27.
10
pinggir jalan besar; orang menjadi rentan terhadap keadaan darurat atau kebutuhan
mendesak karena tidak mempunyai kekayaan; dan menjadi tidak berdaya karena
kehilangan kesejahteraan dan mempunyai kedudukan yang rendah; orang miskin tidak
mempunyai suara.
b. Kelemahan Fisik (physical weakness)
Suatu rumah tangga mendorong orang ke arah kemiskinan melalui beberapa
cara: tingkat produktivitas tenaga kerja yang sangat rendah; tidak mampu menggarap
lahan yang luas, atau bekerja lebih lama, melalui upah yang rendah bagi kaum wanita
atau orang-orang yang lemah, serta kelemahan karena sakit. Tubuh yang lemah juga
seringkali membuat orang menjadi tersisih karena tidak bisa mengikuti pertemuan-
pertemuan untuk mengikuti informasi dan pengetahuan baru yang bermanfaat, terutama
bagi kaum wanita yang berkewajiban mengurus anak-anak.
c. Isolasi atau Keterasingan (isolation)
Isolasi disebabkan karena orang tidak dapat mengakses pendidikan, tempat
tinggal yang jauh terpencil, atau berada di luar jangkauan komunikasi. Isolasi akan
semakin menopang kemiskinan, karena pelayanan dan bantuan dari pemerintah tidak
akan dapat menjangkau mereka; orang yang buta huruf tentu saja akan terjauh dari
informasi yang memiliki nilai ekonomi dan yang sebenarnya mereka perlukan.
d. Kerentanan atau Kerawanan (vulnerability to contingencies)
Kerentanan adalah salah satu mata rantai yang paling banyak mempunyai
jalinan. Faktor ini berkaitan erat dengan kemiskinan karena orang terpaksa menjual atau
menggadaikan kekayaan; berkaitan dengan kelemahan jasmani untuk menangani
keadaan darurat. Waktu dan tenaga mereka ditukar dengan uang untuk mengatasi
goncangan
mendadak yang dialami. Mereka terkadang menjadi amat bergantung dengan
majikannya ataupun dengan orang yang dijadikan gantungan hidupnya.
e. Ketidakberdayaan (powerlessnes)
Ketidakberdayaan mendorong proses kemiskinan dalam berbagai bentuk,
antara lain pemerasan oleh kaum yang lebih kuat. Orang yang tidak berdaya seringkali
tidak mempunyai akses terhadap bantuan pemerintah, setidak-tidaknya terhalang untuk
memperoleh bantuan hukum serta membatasi kemampuannya untuk menuntut upah
yang layak ataupun menolak suku bunga yang tinggi. Orang miskin selalu
11
menempatkan dirinya pada pihak yang dirugikan dalam setiap transaksi jual beli, dan
mereka hampir tidak memiliki pengaruh apa-apa dalam pengambilan keputusan oleh
pemerintah, misalnya keputusan tentang bantuan-bantuan yang seharusnya untuk
mereka sendiri.
Menurut Jazairy mengemukakan bahwa ada sepuluh faktor yang berpengaruh
terhadap proses kemiskinan,21 yaitu :
1. Policy induced process, merupakan suatu proses kemiskinan yang disebabkan
oleh kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, dimana kebijakan tersebut
tidak bersifat pro-poor, tidak berpihak pada kepentingan masyarakat miskin.
Banyak contoh kebijakan di bidang pertanian, sumberdaya air, sumberdaya alam
dan lain-lain lebih banyak berpihak pada kepentingan pengusaha/swasta
mengakibatkan kemiskinan masyarakat setempat.
2. Dualism, yaitu adanya dualisme sistem perekonomian, antara perekonomian
modern dan tradisional dimana masyarakat pedesaan yang miskin dan bercorak
ekonomi tradisional tidak mampu menyesuaikan dengan perkembangan sistem
perekonomian modern. Kasus para petani yang kalah dengan agro-industri dapat
menjadi contoh untuk dualisme ini di perkotaan, para pedagang sektor informal
harus tersingkir oleh perkembangan pasar modern (mall, supermarket, dll)
merupakan contoh lain dari dualisme ekonomi yang mengakibatkan kemiskinan.
3. Population growth, pertumbuhan penduduk yang cepat tanpa disertai dengan
peningkatan sumberdaya mengakibatkan proses pemiskinan. Di pedesaan
misalnya, makin bertambahnya jumlah penduduk tanpa disertai penambahan
lahan pertanian mengakibatkan para petani kekurangan lahan sehingga hasil
garapannya tidak mampu mencukupi kebutuhan hidup keluarga.
4. Resources management and the environtment, manajemen sumberdaya dan
lingkungan yang buruk juga akan mengakibatkan kemiskinan. Eksploitasi
sumberdaya hutan, penggalian tambang dengan tidak melihat keberlanjutan
eksistensi mengakibatkan masyarakat tidak mampu lagi menompang hidupnya
dari hutan/tambang yang ada sehingga mereka menjadi miskin.
5. Natural cycles and process, siklus dan proses alamiah. Di pedesaan kekeringan
atau banjir menjadi salah satu sebab timbulnya kelaparan dan kemiskinan pada
21
Ibid, h. 27-29.
12
penduduk. Kemarau panjang menjadikan tanaman puso, sebaliknya banjir yang
datang tiba-tiba juga dapat mengakibatkan gagal panen.
6. The marginal of women, marginalisasi perempuan pada sektor publik
mengakibatkan kemiskinan terutama kemiskinan kaum perempuan. Standar gaji
perempuan yang lebih rendah dari laki-laki menjadikan perempuan dalam
kondisi kemiskinan.
7. Culture and ethnic factor, adanya faktor kultural dan etnik yang tidak kondusif,
misalnya perasaan nrimo, pasrah, atau alon-alon waton kelakon, terkadang
menimbulkan halangan upaya pengentasan kemiskinan.
8. Exploitative intermediation, hal ini ditunjukkan dengan tidak adanya perantara
antara orang miskin dan pemerintah untuk menyampaikan aspirasi. Sebaliknya
orang miskin kadang justru diekploitasi untuk perantara mencapai kekuasaan.
Fenomena politik akhir-akhir ini misalnya, banyak calon legislatif, calon kepala
daerah yang justru ”menjual kemiskinan”.
9. Internal political fragmentation and civil strife, yaitu akibat dari kekacauan
politik dan pertentangan sipil, yang berdampak pada memburuknya kemiskinan.
Masyarakat tidak dapat bekerja dengan layak karena dicekam suasana konflik.
Kasus konflik Poso, Aceh, papua, misalnya, mengakibatkan masyarakat kadang
menghentikan aktifitas perekonomian.
10. International process, yaitu kemiskinan yang diakibatkan oleh dorongan
kekuatan pasar dan non-pasar. Masyarakat golongan lemah tidak mampu
mengakses pasar internasional karena adanya ketergantungan terhadap negara-
negara maju.
Selain itu, kemiskinan banyak dihubungkan dengan beberapa hal berikut ini:
13
4. Penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi
orang lain, termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi.
5. Penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan
merupakan hasil dari struktur sosial.
Menurut Arifin Noor ada beberapa hal yang menyebabkan kemiskinan, antara
lain:22
22
https://febrinter.files.wordpress.com/2016/04/pembahasan.docx diakses pada tanggal 5 Juni
2019 pukul 00:17 WIB.
14
Keterbatasan lapangan kerja membawa konsekuensi kemiskinan bagi
masyarakat secara ideal banyak orang yang mengatakan bahwa
seseorang atau masyarakat harus mampumenciptakan lapangan kerja
baru, tetapi secara factual hal tersebut kecil kemungkinannya, karena
adanya keterbatasan kemampuan baik yang berupa skill atau modal.
5. Keterbatasan Modal
Merupakan kenyataan yang ada di negara-negara yang sedang
berkembang, kenyataan tersebut membawa kemiskinan pada
sebagian besar masyarakat di negara tersebut. 23
Seorang miskin
sebab mereka tidak mempunyai modal untuk melengkapi alat
maupun bahan dalam rangka menerapkan keterampilan yang mereka
miliki dengan suatu tujuan memperoleh penghasilan. Keterbatasan
modal bagi negara-negara berkembang dapat diibaratkan sebagai
suatu lingkaran yang tak berujung pangkal baik dari segi permintaan
akan modal maupun dari segi penawaran akan modal.
6. Beban Keluarga
Semakin banyak anggota keluarga akan semakin banyak atau
meningkat pula tuntutan atau beban kehidupan yang harus dipenuhi.
Seseorang yang mempunyai anggota keluarga banyak apabila tidak
diimbangi dengan usaha peningkatan pendapatan sudah pasti akan
menimbulkan kemiskinan karena mereka memang berangkat dari
kemiskinan yang akan melanda dirinya dan bersifat latent.24
Kemiskinan dalam persfektif islam akarnya adalah kesalahan manusia itu sendiri
dalam perilaku ekonominya, baik dari sisi konsumsi, produksi, maupun distribusi.25
23
Noor, Arifin, ilmu Sosial Dasar, (CV Pustaka Setia, 1997), h. 289.
24
Ibid, h. 290.
25
Machmud, Amir, Ekonomi Islam: Untuk Dunia yang Lebih Baik, (Jakarta: Salemba Empat, 2017), h.222
15
a. Pemberian Makanan
Dasar dari pemberian makanan ini adalah jawaban dari orang-orang yang
berdosa
dalam Q.S. Al-Muddatsir /74: 44
ْ ُك ن
٤٤ َم ْال ِم ْس ِكينOُ ط ِع ُ ََولَ ْم ن
“Dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin.”
ْ َوي
٨ Oُط ِع ُمونَ الطَّ َعا َم َعلَ ٰى ُحبِّ ِه ِم ْس ِكينًا َويَتِي ًما َوأَ ِسي ًرا
“Dan mereka memberi makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan
orang yang ditawan.”
Untuk menggalakkan kebaikan dalam rangka memberi makan kepada orang-
orang miskin, Islam memberikan konsep perlu adanya dorongan dan anjuran untuk
terlaksananya pemberikan makan kepada orang-orang miskin.
b. Infak
Infak termasuk salah satu alternatif untuk menanggulangi kemiskinan.
Dasarnya adalah Q.S. Al-Baqarah 2:177
١٧٧ ... َى َو ْال َم َسا ِكينOٰ َوآتَى ْال َما َل َعلَ ٰى ُحبِّ ِه َذ ِوي ْالقُرْ بَ ٰى َو ْاليَتَا َم...
16
“... dan memberikan harta yang dicintainya kepada kaum kerabatnya dan orang-orang
miskin..."
c. Fidyah
١٨٤ ... َو َعلَى الَّ ِذينَ ي ُِطيقُونَهُ فِ ْديَةٌ طَ َعا ُم ِم ْس ِكي ۖ ٍن...
“... dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankan puasa membayar fidyah, yaitu
memberi makan orang miskin..."
Pemberian makanan kepada seorang miskin ini sebagai ganti bagi orang yang
tidak mampu melaksanakan kewajiban berpuasa dengan memberi makan kepada
seorang miskin karena memang tidak mampu. Yang dimaksud orang yang tidak mampu
26
Bin Faris Bin Zakariya, Ahmad, Mu’jam Maqayis Al-Lughah, Juz V, (T.p.: Dar Al-Fikr, 1970), h. 26.
27
Al-Ashfahani, Al-Raghib, Mufradat Alfazh Al-Qur’an, (Beirut: al-Dar al-Syamiyah, 1992), h. 214.
17
dalam ayat tersebut, menurut Muhammad Rasyid Ridha adalah orang-orang yang
mengalami kesulitan yang tidak dapat diatasi seperti: lanjut usia, kelemahan yang
dibawa sejak lahir, tugas-tugas berat yang berlangsung terus-menerus, penyakit yang
berat yang harapan untuk sembuh sangat sulit diharapkan, dan termasuk dalam kategori
ini adalah wanita hamil dan menyusui. Mereka itu diperkenankan untuk tidak
melaksanakan puasa daIam bulan Ramadhlan dan wajib memberi makan kepada orang
miskin.28
Para fuqaha kebanyakan menetapkan bahwa pemberian makanan itu satu mud
sehari. Satu mud sama dengan enam ons lebih, 29 Al-Maraghi menjelaskan bahwa
makanan yang diberikan adalah sudah mengenyangkan buat satu orang untuk sekali
makan dan harus sesuai dengan makanan yang diberikan kepada keluarganya.30
Tanggung jawab Negara ini pada masa Rasulullah saw. Bias diqiyaskan pada
ghanimah. Dasar bahwa ghanimah atau harta rampasan merupakan alternatif untuk
menanggulangi kemiskinan adalah Q.S. Al-Anfal 8: 41
يل
ِ ِبO الس ِ ى َو ْال َم َسا ِكOٰ ْالقُرْ بَ ٰى َو ْاليَتَا َمOَوا ْعلَ ُموا أَنَّ َما َغنِ ْمتُم ِّمن َش ْي ٍء فَأ َ َّن هَّلِل ِ ُخ ُم َسهُ َولِل َّرسُو ِل َولِ ِذي
َّ ين َوا ْب ِن
٤١ ...
“Ketahuilah bahwasanya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang
maka sesungguhnya seperlima untuk Allah SWT, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak
yatim, orang-orang miskin, dan ibn sabil..."
18
Jadi ghanimah adalah harta rampasan yang diperoleh dari musuh-musuh Islam,
baik dari orang-orang kafir maupun orang-orang musyrik yang dikalahkan oleh serdadu
Islam dalam pertempuran.
Keterangan ayat tersebut di atas menunjukan bahwa hasil dari harta rampasan itu
seperlimanya harus dibagi menjadi lima bagian, yaitu: pertama untuk AIlah swt. dan
Rasul-Nya; kedua untuk kerabat Rasul, ketiga untuk anak-anak yatim, keempat untuk
orang-orang miskin, dan kelima untuk Ibn sabil.
Pernyataan Allah swt. dan Rasul yang dimaksud adalah untuk Rasul, karena
penyebutan Allah swt. dalam ayat ini sebagai penghormatan bagi Rasul yang menjadi
utusan-Nya atau bagian seperlima ada yang harus diikhlaskan di jalan Allah. Bagian
untuk Rasul diserahkan semua kepadanya selama beliau masih hidup. Beliau
memanfaatkan atau diserahkan kepada umatnya terserah pada beliau sendiri. 33 Kerabat
Rasul yang dimaksud adalah anak-anak muslim yang telah ditinggal mati orang tua
mereka dan mereka yang kekurangan. Orang-orang miskin adalah orang-orang muslim
yang membutuhkan bantuan. Ibn sabil adalah orang Islam yang bepergian kehabisan
bekal. Sedang empat perlima dari harta rampasan utuk para serdadu yang mendapatkan
rampasan itu.34
Pembagian tersebut paling banyak diperuntukkan para serdadu muslim yang ikut
pertempuran. Hal ini menunjukkan bahwa dalam Islam sangat menghargai kerja mereka
dan pengorbanan mereka demi untuk kejayaan Islam serta memberikan motivasi kepada
mereka untuk memenangkan dalam setiap pertempuran.
Pembagian harta rampasan ini mempunyai hikmah yang sangat penting bagi
negara yang mengatur segala dana yang masuk untuk kepentingan masyarakat secara
luas. Kepentingan-kepentingan itu meliputi: kepentingan umum, seperti menampak-kan
syiar Islam, untuk membiayai keperluan pimpinan umat dan kepada Negara, yaitu
Rasul, kerabat Rasul yang giat dan ikhlas membela perjuangan dan ketinggian Rasul,
dan untuk membantu orang-orang yang lemah.35
33
Al-Qasimi, Tafsir Al-Qasimi, Jilid VIII, (T.p.: ‘Isa Al-Babi Al-Halabi, t.t.), h. 300.
34
Bin Ahmad Al-Mahalli, Jalal Al-Din Muhammad dan Jalal Al-Din ‘Abd Al-Rahman Bin Abi Bakr Al-
Suyuthi, Tafsir Jalalain, (Beirut: Dar Al-Ma’rifah, t.t), h. 23.
35
Ridha, Muhammad Rasyid, Tafsir Al-Qur’an Al-Hakim, Juz X, (Beirut: Dar Al-Ma’rifah, t.t), h. 8.
19
Keterangan di atas memmjukkan bahwa dalam menanggulangi kemiskinan
termasuk tanggung jawab Negara, sehingga sebagian hasil kekayaan negara harus
diperuntukan orang-orang miskin yang membutuhkan uluran tangan untuk meringankan
beban mereka dan syukur dapat mengentaskan sebagian dari mereka.
Pembagian warisan yang dimaksud di sini adalah jika terjadi pembagian warisan
diantara umat ada orang-orang miskin yang hadir, dianjurkan untuk memberi kepada
mereka sekedarnya. Dasarnya adalah Q.S. An-Nisa'/4: 8
٨ لَهُ ْم قَوْ اًل َّم ْعرُوفًاO ِّم ْنهُ َوقُولُواOض َر ْالقِ ْس َمةَ أُولُو ْالقُرْ بَ ٰى َو ْاليَتَا َم ٰى َو ْال َم َسا ِكينُ فَارْ ُزقُوهُم
َ َوإِ َذا َح
“Dan apabila sewaktu pembagian (warisan) itu hadir kerabat, anak-anak yatim dan
orang-orang miskin, maka berilah mereka harta itu. Dan ucapkanlah kepada mereka
dengan ucapan ma’ruf."
Kerabat yang dimaksud dalam ayat tersebut ada hubungannya family, namun
tidak berhak mendapat warisan. Sedang anak-anak yatim dan orang-orang miskin
berhak diberi harta warisan itu sebelum warisan itu dibagi.36
36
Bin Ahmad Al-Mahalli, Jalal Al-Din Muhammad dan Jalal Al-Din ‘Abd Al-Rahman Bin Abi Bakr Al-
Suyuthi, Tafsir Jalalain, (Beirut: Dar Al-Ma’rifah, t.t), h. 99.
37
Al-Ashfahani, Al-Raghib, Mufradat Alfazh Al-Qur’an, (Beirut: al-Dar al-Syamiyah, 1992), h. 561.
38
Munnawir, Ahmad Warson, Kamus Arab Indonesia, (Yogyakarta: Pondok Pesantren Al-Munnawir,
1984), h. 1161.
20
Keterangan ini semoga menggugah pewaris ada kepedulian untuk memikirkan
sebagian warisan itu untuk diberikan kepada kerabat yang tidak berhak meneriman
warisan, anak-anak yatim dan orang-orang miskin.
f. Fa’i
Yang dimaksud al-fai' adalah harta rampasan yang diperoleh dari musuh tanpa
terjadinya pertempuran.39 Yang termasuk al-fa'i adalah harta yang ditinggalkan oleh
musuh untuk jaminan keselamatan mereka, upeti, pajak bumi dan sejenisnya. 40 Jadi al-
fa'i adalah semua harta rampasan yang diperoleh dari orang-orang kafir atau musyrik
yang telah tunduk terhadap kekuasaan Islam yang diperoleh tanpa melalui peperangan.
“Harta fa’i yang diberikan oleh Allah SWT. kepada Rasul-Nya yang berasal dari
penduduk kota-kota adalah untuk Allah SWT., untuk Rasul, kaum kerabatnya, anak-
anak yatim, orang-orang miskin, dan ibn sabil...."
g. Kifarat
Kata kifarat berasal dari bahasa Arab kaffarah yang berarti menaburi dan
menutupi,41 sedangkan AI-Raghib al-Ashfahani mengartikan dengan perisai atau
39
Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: Yamunu, 1970), h. 916.
40
Ridha, Muhammad Rasyid, Tafsir Al-Qur’an Al-Hakim, Juz XXVIII, (Beirut: Dar Al-Ma’rifah, t.t), h. 10.
41
Bin Faris Bin Zakariya, Ahmad, Mu’jam Maqayis Al-Lughah, Juz V, (T.p.: Dar Al-Fikr, 1970), h. 191.
21
menutupi.42 Kifarat menurut syara' adalah denda atas pelanggaran dari sebagian
perbuatan dosa atau perbuatan yang saIah.43
“Orang-orang yang menzhihar istri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali
apa yang mereka ucapkan, maka wajib memerdekakan hamba sahaya sebelum kedua
suami istri itu berkumpul. Demikianlah yang diajarkan kepada kamu sekalian kerjakan.
Barang siapa yang tidak mendapatkannya, maka wajib berpuasa dua bulan berturut-tumt
sebelum suami istri itu berkumpul Akan tetapi jika ia tidak mampu, maka wajiblah
baginya memberi makan kepada enam puluh orang miskin ...."
42
Al-Ashfahani, Al-Raghib, Mufradat Alfazh Al-Qur’an, (Beirut: al-Dar al-Syamiyah, 1992), h. 714.
43
Abu Zahrah, Muhammad, Ushul Al-Fiqh, (Tt.p.: Dar Al-Fikr Al-Arabi, 1958), h. 94.
44
Ibid, h. 95.
22
Dasar kaffarat sumpah adalah Q.S. Al-Ma’idah 5: 89
ْونَ أَ ْهلِي ُك ْم أَوOOط ِع ُم ْ ُا تOO ِط َمO ا ِكينَ ِم ْن أَوْ َسO َر ِة َم َسOَش َ ا ُم عOOط َع ۖ Oا َعقَّدتُّ ُم اأْل َ ْي َمOO ُذ ُكم بِ َمO يُؤَا ِخ...
ْ ِهُ إO ُانَ فَ َكفَّا َرتO
ْمOۚانَ ُكOOوا أَ ْي َمOOُانِ ُك ْم إِ َذا َحلَ ْفتُ ۚ ْم َواحْ فَظOOارةُ أَ ْي َم َ Oِصيَا ُم ثَاَل ثَ ِة أَي ۚ ٍَّام ٰ َذل
َ َّك َكف ِ َر َرقَبَ ۖ ٍة فَ َمن لَّ ْم يَ ِج ْد فOُ م أَوْ تَحْ ِريOُِْكس َْوتُه
٨٩ َك يُبَيِّنُ هَّللا ُ لَ ُك ْم آيَاتِ ِه لَ َعلَّ ُك ْم تَ ْش ُكرُونَ َِك ٰ َذل
ِّم ۡث ُل َما قَت ََل ِمنَ ٱلنَّ َع ِم يَ ۡح ُك ُمُٞۚم َو َمن قَتَلَ ۥهُ ِمن ُكم ُّمتَ َع ِّم ٗدا فَ َجزَ ٓاءٞ م ُحرOُۡوا ٱلص َّۡي َد َوأَنت
ْ ُوا اَل ت َۡقتُل ْ ُٰيَٓأَيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءا َمن
ٰ
ُ ال أَمۡ ِر ۗ ِهۦ َعفَا ٱهَّلل َ صيَ ٗاما لِّيَ ُذو
َ َق َوب ِ َة طَ َعا ُم َم ٰ َس ِكينَ أَ ۡو ع َۡد ُل ٰ َذلِكٞ بِِۦه َذ َوا ع َۡد ٖل ِّمن ُكمۡ ه َۡد ۢيَا ٰبَلِ َغ ۡٱل َك ۡعبَ ِة أَ ۡو َكفَّ َر
ۚ ۚ ََع َّما َسل
٩٥ يز ُذو ٱنتِقَ ٍام ِ فَ َو َم ۡن عَا َد فَيَنتَقِ ُم ٱهَّلل ُ ِم ۡنهُ َوٱهَّلل ُ ع
ٞ َز
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan, ketika “
kamu sedang ihram. Barangsiapa di antara kamu membunuhnya dengan sengaja, maka
dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang
dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil di antara kamu sebagai had-yad yang
dibawa sampai ke Ka'bah atau (dendanya) membayar kaffarat dengan memberi makan
orang-orang miskin atau berpuasa seimbang dengan makanan yang dikeluarkan itu,
supaya dia merasakan akibat buruk dari perbuatannya. Allah telah memaafkan apa yang
telah lalu. Dan barangsiapa yang kembali mengerjakannya, niscaya Allah akan
”.menyiksanya. Allah Maha Kuasa lagi mempunyai (kekuasaan untuk) menyiksa
Ayat tersebut jelas sekali bahwa pembunuhan yang dimaksud bukan membunuh
manusia, akan tetapi membunuh binatang buruan ketika seseorang sedang menjalankan
ihram, dan dalam ayat tersebut tidak dijelaskan kifarat pembunuhan terhadap orang
23
mukmin ada alternatif pemberian makanan kepada orang-orang miskin. Pendapat ini
mendapat protes dari para ahli fiqh dengan alasan bahwa tidak ada hadist yang
menjelaskannya.45
Kifarat zhihar ada penjelasan tentang jumlah orang miskin yaitu dengan
memberi enam puluh orang miskin, kifarat sumpah juga ada penjelasannya yaitu,
dengan memberi makan sepuluh orang miskin, namun untuk kifarat pembunuhan
terhadap binatang buruan tidak ada penjelasannya.46
h. Zakat
Islam telah menyebutkan bahwa obat atau solusi kemiskinan salah satunya
adalah zakat47. Kata zakat yang berarti tumbuh dan bertambah, dapat juga berarti
membersihkan. Ada sebagian memberikan alasan, dengan zakat diharapkan hartanya
dapat bertambah dan berkembang. Ada sebagian yang lain beralasan, dengan zakat
seseorang dapat membersihkan atau mensucikan harta yang dimilikinya.48
Keterangan di atas menunjukkan bahwa orang yang menunaikan zakat itu untuk
membersihkan dan mensucikan harta yang telah dianugerahkan kepadanya dan tidak
akan menjadikan miskin bagi orang yang menunaikan zakat itu, namun justru hartanya
dapat bertambah dan berkembang atas izin Allah, setidak-tidaknya dengan orang yang
dizakati hubungannya akan bertambah baik dan pahala di akhirat akan bertambah pula.
Hampir semua penyebutan perintah shalat diiringi dengan perintah zakat. hal itu
disebabkan shalat berfungsi sebagai pembersih ruhani dan harta erat hubungannya
dengan ruhani.49
24
“Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya
merugilah orang yang mengotorinya”
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka, dan mendo'alah untuk mereka. Sesungguhnya do'a kamu itu
(menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.”
Dr. Quraish Shihab menjelaskan, kewajiban zakat digambarkan dengan kata 'atu
yang mempunyai berbagai makna, antara lain istiqamah (bersikap jujur dan konsekuen),
cepat, pelaksanaan secara sempurna, memudahkan jalan dan mengantar kepada
seseorang agung lagi bijaksana.55
50
Bin Faris Bin Zakariya, Ahmad, Mu’jam Maqayis Al-Lughah, Juz II, (T.p.: Dar Al-Fikr, 1970), h. 58.
51
Ibid.
52
Al-Ashfahani, Al-Raghib, Mufradat Alfazh Al-Qur’an, (Beirut: al-Dar al-Syamiyah, 1992), h. 480.
53
Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: Yamunu, 1970), h. 297.
54
Ibid.
55
Shihab, Quraish, Lentera Hati, (Bandung: Mizan, 1994), h. 192.
25
Dengan makna-makna itu menuntut agar zakat yang dikeluarkan tidak terjadi
kecurangan dalam perhitungan, pemilihan dan pembagiannya; tidak menunda-nunda
pengeluarannya; mempermudah jalan penerimaannya atau lebih baik mengantarkannya
kepada yang lebih berhak dan terakhir, bagi orang yang melaksanakannya adalah
seorang yang agung.56
Jika hal tersebut dapat dilaksanakan dengan baik, maka harta benda yang
dizakati menjadi mensucikan dan mengembangkan jiwa dan harta benda pelakunya.57
i. Bantuan Rutin
Di dalam masyarakat ada orang miskin yang tidak sanggup bekerja karena sudah
tua, sakit, cacat tubuh ataupun lainnya.
Harta itu diberikan kepada orang miskin secara langsung karena mereka sudah
tidak sanggup lagi bekerja. Ulama berbeda pendapat tentang ukuran yang diberikan
kepada mereka. Ada yang berpendapat diberikan untuk seumur hidup, dan ada pula
56
Ibid.
57
Ibid, h. 193.
58
Q.S. At-Tawbah/9: 60.
59
Macmud, Amir, Ekonomi Islam: Untuk Dunia yang Lebih Baik, (Jakarta:Salemba Empat, 2017). h.227
26
yang berpendapat cukup untuk satu tahun. Diantara yang berpendapat seumur hidup
adalah Imam al-Nawawi dan Imam al-Syafi'i. Sedangkan yang berpendapat cukup untuk
satu tahun adalah Imam Malik dan Imam Ahmad bin Hanbali.
Pemberian rutin kepada orang yang tidak sanggup bekerja itu telah dipraktekkan
oleh Nabi SAW. dimasa beliau masih hidup, sebagaimana Hadits yang berbunyi :
“... dari 'Ubaidah bin 'Adi bin al-Khiyar berkata, ada dua orang laki-laki memberi
tahu kepadaku bahwasanya mereka menghadap Nabi SAW. pada haji wada',
sedangkan Nabi SAW. waktu itu membagi-bagikan sedekah, maka dua orang itu
meminta bagian dari sedekah itu. Lalu Nabi SAW. mengangkat pandangan dan
menurunkannya, maka dua orang itu melihat dua lembar kulit. Kemudian Nabi
SAW. bersabda: "Jika kalian menghendaki aku akan beri dan tidak ada bagian
dalam harta ini bagi orang kaya dan tidak juga bagi orang yang kuat berusaha."60
60
Dawud, Abu, Sunan Abu Dawud, (Malaysia: Shakhr, 1997) No. 1391.
27
BAB III
KESIMPULAN
28
(physical weakness), Isolasi atau Keterasingan (isolation), Kerentanan atau
Kerawanan (vulnerability to contingencies), dan Ketidakberdayaan
(powerlessnes). Menurut Jazairy mengemukakan bahwa ada sepuluh faktor yang
berpengaruh terhadap proses kemiskinan: Policy induced process, Dualism,
Population growth, Resources management and the environment, Natural cycles
and process, The marginal of women, Culture and ethnic factor, Exploitative
intermediation, Internal political fragmentation and civil strife, International
process. Menurut Arifin Noor ada beberapa hal yang menyebabkan kemiskinan,
antara lain pendidikan yang rendah, malas bekerja, keterbatasan sumber alam,
terbatasnya lapangan kerja, keterbatasan modal, dan beban keluarga.
4. Cara menanggulangi kemiskinan adalah dengan memberikan makanan, berbuat
baik, fidyah, bantuan negara, warisan, kifarat, infak, zakat dan bantuan rutin.
DAFTAR PUSTAKA
http://tugaskuliah15.blogspot.co.id/2015/10/makalah-pandangan-islam-terhadap.html.
29
Al-Maraghi, Ahmad Musthafa, Tafsir Al-Maraghi, Juz. II, X, (Mesir: Musthafa al-Babi
al-Halabi wa Auladuh, 1969).
Bin Ahmad Al-Mahalli, Jalal Al-Din Muhammad dan Jalal Al-Din ‘Abd Al-Rahman
Bin Abi Bakr Al-Suyuthi, Tafsir Jalalain, (Beirut: Dar Al-Ma’rifah, t.t).
Bin ‘Umar Al-Zamakhsyari Al-Khawarizmi, Mahmud, Al-Kasyaf, Juz II, (T.p.: Dar Al-
Fikr, 1997).
Ridha, Muhammad Rasyid, Tafsir Al-Qur’an Al-Hakim, Juz I, X, XXVIII, (Beirut: Dar
Al-Ma’rifah, t.t).
Shihab M.A., Prof. Dr. M. Quraish, WAWASAN AL-QURAN: Tafsir Maudhu'i atas
Pelbagai Persoalan Umat, Penerbit Mizan.
M. Setiadi, Elly, dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala
Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya, (Jakarta: Kencana
Prenadamedia Group, 2010).
Machmud, Amir, Ekonomi Islam: Untuk Dunia yang Lebih Baik, (Jakarta: Salemba
Empat, 2017).
Bin Faris Bin Zakariya, Ahmad, Mu’jam Maqayis Al-Lughah, Juz II, III, IV, V, (T.p.:
Dar Al-Fikr, 1970).
Al-Qasimi, Tafsir Al-Qasimi, Jilid VIII, (T.p.: ‘Isa Al-Babi Al-Halabi, t.t.).
Abu Zahrah, Muhammad, Ushul Al-Fiqh, (Tt.p.: Dar Al-Fikr Al-Arabi, 1958).
30
‘Abd Al-Mu’min Al-Jamal, Muhammad, Tafsir Al-Farid li Al-Qur’an Al-Majid, (Kairo:
t.p., t.t.).
Shihab M.A., Prof. Dr. M. Quraish, Lentera Hati, (Bandung: Mizan, 1994).
31