LP Dan Askep Stemi Bombom Prayoga Stase Igd
LP Dan Askep Stemi Bombom Prayoga Stase Igd
Disusun Oleh:
NIM : 2018.C.10a.0928
Penyusun
DAFTAR ISI
TINJAUAN PUSTAKA
Korelasi ini mempunyai pengaruh klinis yang cukup berarti. Misalnya, lesi
arteria koronaria kanan dapat diduga memiliki hubungan dengan gangguan
penghantaran nodus AV yang paling hebat sedangkan lesi pada arteria desendens
anterior akan mengganggu fungsi pompa ventrikel kiri. Anastomosis antara
cabang arteria juga ditemukan pada sirkulasi koroner. Anastomosis ini tidak
berfungsi pada keadaan normal akan tetapi mempunyai arti yang sangat penting
padabagi sirkulasi kolateral maupun sirkulasi alternative untuk fungsi nutrisi
daerah miokardium yang tidak mendapatkan aliran darah akibat lesi obstruktif
pada jalur koroner yang normal (Aspiani, R. Y. 2015).
1.1.3 Etiologi
Terdapat dua faktor risiko yang dapat menyebabkan penyakit arteri koroner
yaitu faktor risiko yang dapat dimodifikasi (modifiable) dan faktor risiko yang
tidak dapat dimodifikasi (nonmodifiable). Faktor risiko modifiable dapat dikontrol
dengan mengubah gaya hidup dan kebiasaan pribadi, sedangkan faktor risiko yang
nonmodifiable merupakan konsekuensi genetic yang tidak dapat dikontrol
(smeltzer, 2002). Menurut (Muttaqin 2009) ada lima faktor risiko yang dapat
diubah (modifiable) yaitu merokok, tekanan darah tinggi, hiperglikemia,
kolesterol darah tinggi, dan pola tingkah laku.
a. Merokok
Merokok dapat memperparah dari penyakit koroner diantaranya
karbondioksida yang terdapat pada asap rokok akan lebih mudah mengikat
hemoglobin dari pada oksigen, sehingga oksigen yang disuplai ke jantung
menjadi berkurang. Asam nikotinat pada tembakau memicu pelepasan
katekolamin yang menyebabkan konstriksi arteri dan membuat aliran darah
dan oksigen jaringan menjadi terganggu. Merokok dapat meningkatkan
adhesi trombosit yang akan dapat mengakibatkan kemungkinan peningkatan
pembentukan thrombus.
b. Tekanan darah tinggi
Tekanan darah tinggi merupakan juga faktor risiko yang dapat
menyebabkan penyakit arteri koroner. Tekanan darah yang tinggi akan
dapat meningkatkan gradien tekanan yang harus dilawan ileoh ventrikel kiri
saat memompa darah. Tekanan tinggi yang terus menerus menyebabkan
suplai kebutuhan oksigen jantung meningkat.
c. Kolesterol darah tinggi
Tingginya kolesterol dengan kejadian penyakit arteri koroner memiliki
hubungan yang erat. Lemak yang tidak larut dalam air terikat dengan
lipoprotein yang larut dengan air yang memungkinkannya dapat diangkut
dalam system peredaran darah. Tiga komponen metabolisme lemak,
kolesterol total, lipoprotein densitas rendah (low density lipoprotein) dan
lipoprotein densitas tinggi (high density lipoprotein). Peningkatan kolestreol
low density lipoprotein (LDL) dihubungkan dengan meningkatnya risiko
koronaria dan mempercepat proses arterosklerosis. Sedangkan kadar
kolesterol high density lipoprotein (HDL) yang tinggi berperan sebagai
faktor pelindung terhadap penyakit arteri koronaria dengan cara
mengangkut LDL ke hati, mengalami biodegradasi dan kemudian diekskresi
d. Hiperglikemia
Pada penderita diabetes mellitus cenderung memiliki prevalensi
aterosklerosis yang lebih tinggi, hiperglikemia menyebabkan peningkatan
agregasi trombosit yang dapat menyebabkan pembentukan thrombus.
e. Pola perilaku
Pola hidup yang kurang aktivitas serta stressor psikososial juga ikut
berperan dalam menimbulkan masalah pada jantung. Rosenman dan
Friedman telah mempopulerkan hubungan antara apa yang dikenal sebagai
pola tingkah laku tipe A dengan cepatnya proses aterogenesis. Hal yang
termasuk dalam kepribadian tipe A adalah mereka yang memperlihatkan
persaingan yang kuat, ambisius, agresif, dan merasa diburu waktu. Stres
menyebabkan pelepasan katekolamin, tetapi masih dipertanyakan apakah
stres memang bersifat aterogenik atau hanya mempercepat serangan.
1.1.4 Klasifikasi
Infark Miokard Akut diklasifikasikan berdasar EKG 12 sandapan menjadi :
1. Infark miokard akut ST-elevasi (STEMI) : oklusi total dari arteri koroner
yang menyebabkan area infark yang lebih luas meliputi seluruh ketebalan
miokardium, yang ditandai dengan adanya elevasi segmen ST pada EKG.
2. Infark miokard akut non ST-elevasi (NSTEMI) : oklusi sebagian dari arteri
koroner tanpa melibatkan seluruh ketebalan miokardium, sehingga tidak ada
elevasi segmen ST pada EKG.
1.1.5 Patofisiologi
Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) umumnya terjadi jika
aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak
arterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang
berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya
banyak kolateral sepanjang waktu. Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika
plak arterosklerosis mengalami fisur, ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal
atau sistemik memicu trombogenesis
WOC
Unmidify
Modify
Congenital
Merokok, Alkohol,
Hipertensi, Akumulasi lipid
Blok pada arteri koroner
jantung
B1 B2 B3 B4 B5 B6
Aliran darah ke Edema dan bengkak Metabolisme Aliran darah ke Nyeri Gangguan fungsi
paru terganggu sekitar miokard anaerob ginjal menurun ventrikel
Mual/muntah
Suplai O2 tidak Jalur hantaran Asam laktat Retensi Na dan Air
listrik terganggu meningkat Penurunan aliran
seimbang dengan
Eksresi kalium jantung
kebutuhan tubuh
meningkat
Kebutuhan O2 Pompa jantung tidak Menyentuh ujung Resiko Anoreksia Curah jantung
meningkat terkoordinasi saraf reseptor ketidakseimbangan menurun
cairan
Takipneu Nyeri dada Resiko Defisit
Vol. Sekuncup Nutrisi Suplai O2
menurun kejaringan
Nyeri akut menurun
Polanafas tidak
efektif Penurunan Kelemahan
curah jantung
Intoleransi
akrtifitas
1.1.6 Manifestasi Klinis
Gambaran klinis infark miokard umumnya berupa nyeri dada substernum
yang terasa berat, menekan, seperti diremas-remas dan terkadang dijalarkan ke
leher, rahang, epigastrium, bahu, atau lengan kiri, atau hanya rasa tidak enak di
dada. IMA sering didahului oleh serangan angina pektoris pada sekitar 50%
pasien. Namun, nyeri pada IMA biasanya berlangsung beberapa jam sampai hari,
jarang ada hubungannya dengan aktivitas fisik dan biasanya tidak banyak
berkurang dengan pemberian nitrogliserin, nadi biasanya cepat dan lemah, pasien
juga sering mengalami diaforesis. Pada sebagian kecil pasien (20% sampai 30%)
IMA tidak menimbulkan nyeri dada. Silent AMI ini terutama terjadi pada pasien
dengan diabetes mellitus dan hipertensi serta pada pasien berusia lanjut.
Walaupun sebagian individu tidak memperlihatkan tanpa infark miokard
yang nyata (suatu serangan jantung tersamar), biasanya timbul manifestasi klinis
yang bermakna (Elizabeth J Corwin, 2012) :
1. Nyeri dengan permulaan yang (biasanya) mendadak, sering digambarkan
memiliki sifat meremukkan dan parah. Nyeri dapat menyebar ke bagian atas
tubuh mana saja, tetapi sebagian besar menyebar ke lengan kiri, leher atau
rahang. Nitrat dan istirahat dapat menghilangkan iskemia diluar zona
nekrotik dengan menurunkan beban jantung.
1) Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-menerus tidak
mereda, biasanya diatas region sternal bawah dan abdomen bagian
atas, ini merupakan gejala utama.
2) Keparahan nyeri dapat meningkat secaara menetap sampai nyeri tidak
tertahankan lagi.
3) Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat menjalar
ke bahu dan terus ke bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri).
4) Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau
gangguan emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan
tidak hilang dengan bantuan istirahat atau nitrogliserin (NTG).
5) Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
6) Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis
berat, pening atau kepala terasa melayang dan mual muntah.
7) Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang
hebat karena neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu
neuroreseptor (mengumpulkan pengalaman nyeri).
2. Terjadi mual dan muntah yang mungkin berkaitan dengan nyeri hebat.
3. Perasaan lemas yang berkaitan dengan penurunan aliran darah ke otot
rangka.
4. Kulit yang dingin akibat vasokontriksi simpatis.
5. Pengeluaran urin berkurang karena penurunan aliran darah ginjal serta
peningkatan aldosteron/ADH.
1.1.7 Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada penyakit Infark miokard akut antara lain
(Rendi dan Margareth, 2012) :
a. Gagal jantung kongesti
b. Syok kardiogenik
c. Disfungsi otot papilaris
d. Defek sektum ventrikel
e. Ruptura jantung
f. Aneurisma ventrikel
g. Tromboembolisme
h. Perikarditis
i. Aritmia
2. Pengkajian Sekunder
a. Pengkajian fisik
1. Aktifitas:
Gejala: Kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, pola hidup
menetap, jadwal olahraga tidak teratur. Tanda: Takikardi, Dispnea
pada istirahat atau aktifitas
2. Sirkulasi
Gejala: Riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah
tekanan darah, diabetes melitus, Tanda:
a) Tekanan darah, dapat normal/naik/turun, Perubahan postural
dicatat dari tidur sampai duduk atau berdiri
b) Nadi: Dapat normal, penuh atau tidak kuat atau lemah/ kuat
kualitasnya dengan pengisisan kapiler lambat, tidak seratus
(disritmia)
c) Bunyi jantung: Bunyi jantung ekstra: S3 atau S4 mungkin
menunjukan gagal jantung atau penurunan kontraktilis atau
komplain ventrikel
d) Murmur:Bila ada menunjukan gagal katup atau difungsi otot
jantung.
e) Friksi: dicurigai perikarditis
f) Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur
g) Edema
h) Distensi vena jagularis, edema dependent, perifer, edema umum,
krekles mungkin ada dengan gagal jantung atau ventrikel
i) Warna: Pucat atau sianosis, kaku datar, pada membran mukosa
atau bibir.
3. Integritas Ego
Tanda: Menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah,
marah, perilaku menyerang fokus pada diri sendiri, koma nyeri.
Gejala: Menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati,
perasaan ajal sudah dekat, marah pada penyakit atau perawatan,
khawatir tentang keuangan, kerja, keluarga.
4. Eliminasi
Tanda: Normal, bunyi usus menurun
5. Makanan atau cairan
Tanda: Penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, muntah,
perubahan berat badan. Gejala: Mual, anoreksia, bersendawa, nyeri
uluh hati atau terbakar
6. Hygine
Gejala atau tanda: Kesulitan melakukan tugas perawatan
7. Neurosensori
Tanda: Perubahan mental, kelemahan
Gejala: Pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau
Istirahat)
8. Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala:
a) Nyeri dada yang timbul mendadak (dapat atau tidak
berhubungan dengan aktifitas), tidak hilang dengan istirahat atau
nitrogliserin (meskipun kebanyakan nyeri dalam dan viseral)
b) Lokasi: tipikal pada dada anterior, subternal, prekordinal, dapat
menyebar ke tangan, rahang, wajah, tidak tertentu lokasinya
seperti epigastrium, siku, rahang, abdomen, punggung, leher.
c) Kualitas: “Crushing”, menyempit, berat, menetap, tertekan,
seperti dapat dilihat.
d) Intensitas: Biasanya 10 (pada skala1-10), mungkin pengalaman
nyeri paling buruk yang pernah dialami.
e) Catatan: Nyeri mungkin tidak ada pada pasien pasca operasi,
diabetes melitus, hipertensi, lansia.
9. Pernafasan:
Tanda:
a) Peningkatan fekuensi pernafasan
b) nafas sesak/ kuat
c) pucat, sianosis
d) bunyi nafas (bersih, krekles, mengi) sputum
10. Interkasi sosial
tanda:
a) Kesulitan istirahat dengan tenang
b) Respon terlalu emosi (marah terus-menerus, takut)
c) Menarik dari gejala: Kesulitan koping dengan stresor yang ada
misal: penyakit, perawat di RS
3. Nyeri akut berhubungan Tingkat nyeri SLKI (L.08066 hal. 145) Manajemen nyeri SIKI (I.08238 hal. 201)
dengan metabolisme anaerob Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Observasi
1x7 jam diharapkan nyeri berkurang dengan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
(D.0077 hal. 172) kriteria hasil: frekuensi, kualitas, intensitasi nyeri
1. Keluhan nyeri menurun skor 5 2. Identifikasi skala nyeri
2. Meringis menurun skor 5 3. Identifikasi respon nyeri non verbal
3. Gelisah menurun skor 5 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan
4. Frekuensi nadi membaik skor 5 memperingan nyeri
5. Pola napas membaik skor 5 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang
nyeri
6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon
nyeri
7. Identifikasi pengaruh nyeri terhadap kualitas
hidup
8. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang
sudah diberikan
9. Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis,
akupresur, terapi music, biofeedback, terapi,
pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin, terapi bermain)
2. Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri
(mis. suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4. Anjurkan mengguanakan analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
4. Resiko ketidakseimbangan Keseimbangan cairan SLKI (L.05020 hal. 41) Manajemen Cairan SIKI (I.03098 hal. 159)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Observasi
cairan berhubungan dengan 1x7 jam diharapkan Hipervolemia berkurang, 1. Monitor status hidrsi
aliran darah ke ginjal menurun dengan kriteria hasil: 2. Monitor berat bada harian
1. Haluaran urine meningkat dengan nilai 5 3. Monitor berat badan sebelum dan sesudah dialisis
(D.0036 hal. 87) 2. Edema menurun dengan nilai 5 4. Monitor hasil pemeriksaan labolatorium
3. Dehidrasi menurun dengan nilai 5 5. Monitor status hemodinamik
4. Asites menurun dengan nilai 5 Terapeutik
5. Tekanan darah membaik dengan nilai 5 1. Catat intake-output dan hitung balance cairan 24
6. Dennyut nadi radial membaik dengan nilai 5 jam
2. Berikan asupan cairan, sesuai kebutuhan
3. Berikan cairan intravena, jika perlu.
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian diuretic, jika pelu
5. Resiko defisit nutrisi Status nutrisi SLKI (L.03030 hal. 121) Manajemen nutrisi SIKI (I.03119 hal. 200)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Observasi
berhubungan dengan anoreksia 1x7 jam diharapkan nutrisi klien terpenuhi dengan 1. Identifikasi status nutrisi
(D.0032 hal. 81) kriteria hasil: 2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
1. Porsi makanan yang dihabiskan meningkat skor 3. Identifikasi makanan yang disukai
5 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
2. Perasaan cepat kenyang menurun skor 5 5. Identifikasi perlunya penggunaan selang
3. Nyeri abdomen menurun skor 5 nasogastric
4. Frekuensi makan membaik skor 5 6. Monitor asupan makanan
5. Nafsu makan membaik skor 5 7. Monitor berat badan
6. Membrane mukosa membaik skor 5 8. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik
1. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
2. Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis.
piramida makanan)
3. Sajikana makanan secara menarik dan suhu yang
sesuai
4. Berikan makanan tinggi serat untuk menegah
konstipasi
5. Berikan makanan tinggi kalori tinggi protein
6. Berikan suplemen makanan, jika perlu
7. Hentikan pemberian makanan melalui selang
nasogastric jika asupan peroral dapat sitoleransi
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
2. Anjurkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan
(mis. pereda nyeri, antiemetic), jika perlu
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis nutrient yang
dibutuhkan, jika perlu
6. Intoleransi aktivitas Toleransi aktivitas SLKI (L.05047 hal. 149) Dukungan ambulasi SIKI (I.06171 hal. 22)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Observasi
berhubungan dengan gangguan 1x7 jam klien menunjukan toleransi aktivitas 1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik
fungsi ventrikel (D.0056 hal. dengan kriteria hasil: lainnya
1. Frekuensi nadi meningkat skor 5 2. Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
128) 2. Keluhan lelah menurun skor 5 3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah
3. Dyspnea saat aktivitas menurun skor 5 sebelum memulai ambulasi
4. Dyspnea setelah aktivitas menurun skor 5 4. Monitor kondisi umum selama melakukan
5. Perasaan lemah menurun skor 5 ambulasi
Terapeutik
1. Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu
(mis. tongkat, kruk)
2. Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jika perlu
3. Libatkan keluarga untuk membantu pasien
dalam meningkatkan ambulasi
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
2. Anjurkan melakukan ambualasi dini
3. Ajarkan ambulasi sederhana yang harus
dilakukan (mis. berjalan dari tempat tidur ke
kursi roda, berjalan dari tempat tidur ke kamar
mandi, berjalan seusai toleransi
2.2.4 Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai
dengan rencana yang telah ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat bersifat
mandiri dan kolaboratif. Selama melaksanakan kegiatan perlu diawasi dan
dimonitor kemajuan klien.
Penderita/ Rujukan
( ) Datang sendiri, diantar oleh :
( ) Dikirim dari puskesmas/ RB/RS Betang Pambelum Dengan pengantar dari paramedis / bidan/ perawat/ dokter
( ) Dikirim oleh polisi :………………………………………………………… Dengan/ tidak disertai permintaan visum Et Repertum
B. Kesehatan Umum
Keluhan saat MRS / mekanisme kejadian :Klien diantar oleh perawat rumah sakit betang pembelum pada
tanggal 1 November 2021 dengan keluhan nyeri uluh hati tembus ke
belakang seperti tertimpa benda berat, menjalar ke lengan kanan awal Riwayat Alergi : Riwayat Alergi: () tidak
vas 10 lalu 5-6 mual-muntah ( -) keringat dingin (+ ) rnd (-)doe (-)
demam (-) batuk (-)
( ) Ya: jenis alergi: ______________________
( ) Obat, jelaskan _______________________
Riwayat Penyakit / Pengobatan : Riwayat merokok (+ ), Riwayat Hipertensi (+), Obat minum (-) ( ) Makanan, jelaskan ____________________
( ) lain-lain, jelaskan
_____________________
C. Data Khusus
Prioritas Triage: Biru Merah Kuning Hijau Putih Hitam
(Prioritas 1) (Prioritas 2) (Prioritas 3) (Prioritas 4) (Prioritas 5) (Prioritas 0)
JALAN NAPAS PERNAPASAN SIRKULASI KETIDAKMAMPUAN KETERPAPARAN
(AIRWAY) (BREATHING) (CIRCULATION) (DISABILITY) (EXPOSURE)
SURVEYD. PRIMARY
- Thorax
Thorak vesikuler kanan kiri, Rhonci (-) kanan kiri, whezing (-) kanan kiri, bunyi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
jantung S1 S2 reguler, mur-mur (-), galop (-)
- Abdomen Soepel , Bising usus (+) , nyeri tekan (-) Hasil Laboratorium :
Hasil baca :
WBC 16,59 + (10^3/uL)
HBG 15,3 (g/dL)
HCT 45,1 (%)
PLT 302 (10^3/uL)
Hasil baca :
Irama regular
ST-Elevasi pada sadapan V1-V6
Hasil CT Scan :
Konsultasi Spesialis :
NRS
DIAGNOSA MEDIS : STEMI-HHD
WBS
Resep Obat/ tindakan medis :
NS 0,9% 0 : Tidak Nyeri 5-6 : Nyeri Sedang
Advise dr. Yusup 1-4 : Nyeri Ringan 7-10 : Nyeri Berat
Aspilet 1x80 mg Nyeri : ( ) Tidak () Ya, Skala : NRS/WBS 7
KONDISI PSIKOLOGI
Masalah perkawinan : tidak ada □ ada : Cerai / istri baru / simpanan / lain-lain : ........................................................................
Mengalami kekerasan fisik : tidak ada □ ada Mencederai diri / orang lain : □ pernah tidak pernah
Trauma dalam kehidupan : tidak ada □ ada Jelaskan : .......................................................................................................................
Gangguan tidur : tidak ada □ ada
Konsultasi dengan
: tidak ada □ ada
psikologi/psikiater
SKOR TOTAL : ( ) Mandiri (20), ( ) Ketergantungan ringan (12-19), ( ) Ketergantungan sedang (9-11), ( ) Ketergantungan berat (5-8),
( ) Ketergantungan total (0-4)
Berpindah dengan
Kurang 3 Apatis 3 3 Ada keterbatasan 3 Hilang timbul 3
bantuan
Nilai : ( ) Resiko sangat tinggi (< 10) ( ) Resiko tinggi (10-14) ( ) Resiko sedang (15-18) ( ) Resiko rendah (>18)
Berat Badan (BB) sekarang : ______ kg 2. Apakah nafsu makan Anda berkurang?
IMT : ______ □ Tidak 0
BB Biasanya : ______ kg □ Ya 1
Tinggi Badan (TB) : ______ cm
1. Apakah Berat Badan (BB) Anda menurun
Total Skor
akhir-akhir ini tanpa direncanakan?
□ Tidak 0 Nilai MST : □ Resiko Rendah (MST = 0-1)
□ Ya, bila ya berapa penurunan berat badan Anda? □ Resiko Sedang (MST = 2-3)
□ 1 – 5 kg 1 □ Resiko Tinggi (MST = 4-5)
□ 6 – 10 kg 2 Catatan :
□ 11 – 15 kg 3 * Bila pasien beresiko tinggi (MST 4-5) dengan penyakit DM, batu ginjal,
□ > 15 kg 4 batu ginjal/jantung, kanker, stroke, hati, HIV, TB, gangguan saluran
□ Tidak yakin 2 cerna, geriatric dan pediatric dirujuk ke ahli gizi
F. DIAGNOSA KEPERAWATAN GAWAT DARURAT G. RENCANA KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
1. Keefektifan bersihan jalan napas b.d. obstruksi trakeobronkial, adanya □ Lakukan manuver jaw trust, head thilt dan chin lift.
benda asing pada jalan napas, sekret tertahan di saluran napas. □ Keluarkan benda asing, lakukan suction, needle cricothyroidectomy.
2. Resiko aspirasi b.d. trauma wajah, mulut atau leher, penurunan tingkat □ Pasang OPA, NPA, ETT, stabilisasi cervical (collar brace).
kesadaran, peningkatan tekanan intragastrik. □ Berikan bantuan napas buatan, ventilasi mekanik, ventilasi dengan
3. Ketidakefektifan pola napas b.d. nyeri, cedera pada spinal, kelelahan ventilator.
otot pernapasan, kerusakan otot rangka. Berikan O2 sesuai kebutuhan melalui nasal canula, masker.
4. Gangguan pertukaran gas b.d. perubahan kapasitas darah membawa Monitor SaO2.
oksigen, ketidakseimbangan membran pertukaran kapiler dan alveolus. Monitor tanda-tanda vital secara periodik.
5. Penurunan curah jantung b.d. perubahan kekuatan jantung dalam Monitor tingkat kesadaran secara periodik.
melawan kontraksi otot jantung, menurunnya keluaran jantung, Monitor EKG.
penurunan isi sekuncup yang disebabkan oleh masalah elektrofisiologis. Pasang infus, sampel darah, cek AGD.
6. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan (cerebral, cardiopulmonar, renal, □ Hentikan perdarahan, KIE banyak minum.
gastrointestinal, periferal) b.d. penurunan pertukaran sel, hipovolemia, □ Berikan posisi semiflower.
penurunan aliran darah arteri. □ Berikan posisi head up 30º
7. Kekurangan / resiko kekurangan volume cairan b.d. kehilangan volume □ Pasang dower cateter untuk monitor cairan keluar.
cairan aktif, kerusakan mekanisme regulasi. □ Berikan cairan intravena, cairan koloid, darah atau produk darah,
8. Kelebihan volume cairan b.d. mekanisme regulasi yang terganggu. ekspander plasma.
9. Diare b.d. penyalahgunaan laxatif, proses infeksi, malabsorpsi. □ Kaji turgor kulit dan membran mukosa mulut.
10. Retensi urin b.d. obstruksi traktus urinarius, gangguan neurovaskular, Awasi tetesan cairan, berikan cairan sesuai kebutuhan.
trauma, hipertofi blader prostat. □ Pasang NGT
11. Nyeri akut, kronis b.d. spasme otot dan jaringan, trauma jaringan, □ Kumbah Lambung
ketidakmampuan fisik kronik. Atasi nyeri, delegatif pemberian analgetika, teknik distraksi, relaksasi.
12. Hipertermia b.d. dehidrasi, peningkatan kecepatan metabolisme, □ Lakukan perawatan luka dengan teknik septik aseptik.
trauma, proses perjalanan penyakit. □ Berikan kompres hangat.
13. Kerusakan mobilitas fisik b.d. kerusakan muskuloskletal dan Berikan posisi semiflower bila tidak ada kontraindikasi.
neuromuskular, kehilangan integritas struktur tulang, penurunan □ Delegatif pemberian antipiretik.
kekuatan dan ketahanan tubuh. □ Monitor intake dan output cairan.
14. Pk Anemia. □ Pasang spalk, lakukan imobilisasi.
15. Konstipasi b.d. diet, asupan cairan, tingkat aktivitas, kebiasaan defekasi. □ Kaji tanda-tanda kompartemen pada daerah distal dari fraktur.
16. Resiko jatuh b.d. penyakit, gangguan keseimbangan, penurunan status □ Pastikan pengaman terpasang dan rem tempat tidur terkunci dengan baik.
mental, penggunaan obat, penggunaan alkohol. □ Pasang gelang kuning pada pasien sebagai penanda pasien perlu
17. Resiko mencederai diri dan orang lain berhubungan dengan agresif. pengawasan.
18. Gaduh gelisah b.d. penyakitnya. □ Lakukan pengikatan pasien, kolaborasi obat penenang.
................................................................................................................... □ ...................................................................................................................
................................................................................................................... □ ...................................................................................................................
................................................................................................................... □ ...................................................................................................................
................................................................................................................... □ ...................................................................................................................
ANALISIS DATA
DATA SUBYEKTIF DAN KEMUNGKINAN
MASALAH
DATA OBYEKTIF PENYEBAB
DS : klien mengatakan Metabolisme anaerob Nyeri akut
nyeri pada bagian uluh
hati menjalar kebelakang
nyeri seperti ditimpa Asam laktat meningkat
benda berat, skala nyeri
7, nyeri hilang timbul
nyeri muncul setiap 20 Menyentuh ujung saraf
menit .
reseptor
DO :
Klien tampak Nyeri dada
meringis
Klien tampak lemas
Skala nyeri 7 Nyeri akut
Nyeri seperti di
timpa benda berat
Klien tampak
memegang dada
TTV:
TD : 136/111 mmHg
N : 118 x/menit
S : 36, ◦C
RR : 26 x/menit
ANALISIS DATA
DATA SUBYEKTIF DAN KEMUNGKINAN
MASALAH
DATA OBYEKTIF PENYEBAB
DS : Klien mengatakan Edema dan bengkak sekitar Penurunan
mengeluh nyeri pada uluh curah jatung
miokard
hati tembus ke belakang
Senin -25-10-2021 1. Memonitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha S: Klien mengatakan masih terasa sesak
napas)
2. Memonitor bunyi napas tambahan (mis. gurgling, O:
mengi, wheezing, ronkhi kering) SPO2 97 %
3. Memonitor sputum (jumlah, warna, aroma)
4. Mempertahankan kepatenan jalan napas dengan Klien tampak sesak
head-tilt (jaw-thrust jika curiga trauma servikal) Tidak ada bunyi nafas tambahan
5. Memposisikan semi-Fowler atau Fowler Vesiskuler (-)
6. Memberikan minum hangat Klien diposisikan semi fowler
7. Memberikan oksigen, jika perlu TTV:
TD : 136/111 mmHg
Diagnosa
S : 36 ˚C
keperawatan 3 RR : 26 x/menit
N : 118 x/ menit
( ..................................................................... ) ( ..................................................................... )
OBSERVASI KOMPREHENSIF
Tanggal
Jam
Nadi
Tensi Suhu 40
200 39
150 38
100 37
50 36
Respirasi
E
V
GCS
M
Total
R. Pupil Ka/ki
Nama / Tanda tangan
OBSERVASI CAIRAN
MASUK KELUAR
Tanggal Jam Jenis Cairan No. Botol IV Oral/NGT Drain NGT Urine BAB
DAFTAR PUSTAKA
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
3 Edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2010.
Irmalita, Juzar DA, Andrianto, dkk. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut
Edisi III. Jakarta: PERKI, 2015.
Klabunde RE. (2015). Thrombolytic Drug. Cardiovascular Pharmacology
Concept. Marian University College of Osteopathic Medicine Indianapolis, Indiana
Antman EM, Braundwald E. Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th ed.
New South Wales : McGraw Hill; 2010. Chapter 239, ST-Segment Elevation
Myocardial Infarction; p.1532-41
Black joyce. M & Jane Hokanse Hawks, (2014). Medical Surgical Nursing vol
2. Jakarta: Salemba Medika
Rendy, M Clevo dan Margareth TH. 2012.Asuhan Keperawatan Medikal Bedah
Penyakit Dalam.Yogyakarta : Nuha Medika
Bararah, T., & Jauhar, M. (2013). Asuhan Keperawatan. (S. P. Umi Athelia
Kurniati, Ed.) (2nd ed.). Jakarta: Prestasi Pusaka.
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil K
eperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI