1
HALAMAN PENGESAHAN
PROPOSAL PENELITIAN
Diusulkan Oleh:
YUWINDA AYU LESTARI
08082622125008
Telah disetujui
Pada tanggal
Pembimbing I
Marieska Verawaty, S. Si., M. Si., Ph. D
Pembimbing II
Prof. Dr. Ir. Siti Herlinda, M.Si
i
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR GAMBAR iii
DAFTAR TABEL iv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 4
1.3 Tujuan 4
1.4 Hipotesis 4
DAFTAR PUSTAKA 21
ii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
iii
DAFTAR TABEL
Halaman
iv
BAB 1
PENDAHULUAN
1
(Trisyono et al., 2019). Siklus hidup S. frugiferda berkisar antara 32 – 46 hari,
serangga betina Spodoptera frugiperda mampu menghasilkan 900 – 1200 telur
(Sharanabasappa et al., 2018).
Pengendalian hayati yang banyak digunakan sebagai agen pengendali hama
di lapangan adalah jamur entomopatogen (Reddy et al., 2016). Jamur
entomopatogen merupakan jamur yang hidup sebagai parasit pada serangga
(Permadi et al., 2019). Jamur entomopatogen yang telah banyak digunakan
sebagai pengendali hama S. frugiperda ialah Beauveria bassiana (Mwamburi,
2021) dan Metharhizium sp. (Herlinda et al., 2020). Jamur entomopatogen
merupakan agen pengendali biologis pada hama dengan menyebabkan sakit pada
serangga melalui kontak langsung sehingga mekanisme untuk masuk ke dalam
inang dilakukan secara kontak (Mondal et al., 2016; Shylesha et al., 2018).
Sehingga berdasarkan hal tersebut sulit dilakukan pengendalian secara kontak
Dihubungkan dengan karena larva S. frugiperda hanya keluar di pagi hari untuk mencari makan dan
pengetahuan saat ini,
dibuat penelitian
selebihnya bersembunyi ke dalam gulungan daun muda jagung. Oleh karena itu,
sebelumnya apa saja pada penelitian ini digunakan jamur entomopatogen yang bersifat endofit.
ynag sudah dibuat atau
dikerjakan Jamur entomopatogen endofit ialah jamur yang hidup pada jaringan
tanaman yang tidak merusak tanaman serta dapat bersifat parasit dan membunuh
serangga (Branine et al., 2019). Isolat jamur entomopatogen endofit pada
penelitian ini adalah Beauveria bassiana dan Metarhizium anisopliae asal jagung
dan cabai dengan kode isolat JgSPK (jagung simpang karet), JgCrJr (jagung curup
jare), dan CaTpPga (cabai tanjung agung Pagaralam) di mana JgSPK dan JgCrJr
termasuk Beauveria bassiana sedangkan CaTpPga termasuk isolat jamur
Metarhizium anisopliae.
Studi literatur menunjukkan bahwa kemampuan endofit dari Beauveria
bassiana dan Metarhizium brunneum untuk mengontrol Spodoptera littoralis pada
tomat, melon, dan gandum (Resquin-Romero et al., 2016; Sanchez-Rodriguez et
al., 2018). Kemudian Beauveria bassiana melawan Spodoptera exigua pada tomat
(Shrivastava et al., 2015). Selain itu dilaporkan juga bahwa Beauveria bassiana
dapat megendalikan hama Tuta absolut (cacing kremi) pada tanaman tomat sekitar
90% kematian selama 10 hari ketika konidia telah diinokulasikan pada permukaan
daun (Silva et al., 2020). Dan menurut hasil penelitian Safitri, Herlinda and
2
Setiawan (2018), menunjukkan bahwa Beauveria bassiana dan Metarhizium
anisopliae mampu menyebabkan kematian pada larva Spodoptera frugiperda
hingga 78,67% - 81,2%.
Penentuan metode inokulasi terhadap kemampuan jamur entomopatogen
penting dilakukan agar kemampuan jamur entomopatogen yang bekerja secara
endofit lebih efektif masuk ke dalam tanaman sehingga dapat menghambat
pertumbuhan serangga hama dan mampu meningkatkan produktivitas tanaman.
Memperkenalkan apa Menurut (Vega, 2018), kolonisasi oleh jamur entomopatogen dapat dilakukan
yang akan dikerjakan
dengan menggunakan teknik inokulasi yang berbeda seperti semprotan daun,
perendaman tanah, dan perendaman benih, dan injeksi. Pada penelitian ini
dilakukan uji pengaruh isolat jamur dengan metode inokulasi yang berbeda
terhadap kemampuan jamur entomopatogen bersifat endofit yang masuk ke
jaringan yang berbeda yakni benih, daun, dan akar. Oleh karena itu, dilakukan
penelitian mengenai Jamur Entomopatogen Bersifat Endofit untuk Meningkatkan
Pertumbuhan Jagung (Zea mays) dan Menghambat Pertumbuhan Serangga
Spodoptera frugiperda.
1.3 Tujuan
1. Untuk mengamati pengaruh isolat jamur entomopatogen yang bersifat
endofit terhadap pertumbuhan bibit jagung.
2. Untuk mengamati pengaruh isolat jamur entomopatogen yang bersifat
endofit terhadap pertumbuhan dan perkembangan Spodoptera frugipera
1.4 Hipotesis
1. Diduga terdapat pengaruh dari isolat jamur entomopatogen yang bersifat
endofit terhadap pertumbuhan bibit jagung
3
2. Diduga terdapat pengaruh dari isolat jamur entomopatogen yang bersifat
endofit terhadap pertumbuhan dan perkembangan Spodoptera frugipera
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
5
2.2 Morfologi Jagung (Zea mays)
Jagung memiliki morfologi dengan sistem perakaran serbut. Terdapat 3
macam akar pada jagung yakni akar seminal, akar adventif, dan akar udara. Akar
adventif berperan dalam pengambilan air dan unsur hara, dimana pertumbuhan
akar ini melambat setelah plumula muncul ke permukaan tanah. Akar yang
muncul pada dua tiga buku diatas permukaan tanah disebut akar udara yang mana
akar ini berfungsi sebagai penyangga supaya tanaman jagung tidak mudah roboh
(Riwandi et al., 2014).
Jagung memiliki batang tunggal yang terdiri atas buku dan ruas, batang
jagung terdiri dari tiga lapisan yakni epidermis, bundles vaskuler, dan pith
(Goldberg, 2017). Jagung memiliki tinggi batang berkisar antara 150 -250 cm
yang terbungkus atas pelepah daun berselang-seling pada setiap buku. Ruas
bagian atas berbentuk silindris dan bagaian bawah bulat pipih. Jagung memiliki
daun berwarna hijau, jumlah daun bervariasi antara 8 sampai 15 helai. Daun
jagung terdiri dari kelopak daun, ligula (lidah daun), dan helai daun berbentuk
seperti pita dengan ujung meruncing. Bunga jantan dan betina terdapat dalam satu
tanaman tetapi letaknya terpisah sehingga disebut tanaman berumah satu. Bunga
jantan dalam bentuk malai terletak di pucuk tanaman sedangkan bunga betina
pada tongkol yang terletak pada pertengahan tinggi batang (Riwandi et al., 2014).
2.3 Syarat Tumbuh Tanaman Jagung
Tanaman jagung menyukai cahaya dan temppat terbuka. Ketinggian tempat
yang cocok untuk tanaman jagung yaitu 0 – 1300 m diatas permukaan laut, 23 –
27oC merupakan temperatur yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman
jagung. pH tanah yang optimal untuk pertumbuhan jagung berkisar antara 5,6 –
6,2. Curah hujan yang ideal untuk tanaman jagung umumnya antara 200 samapi
300 mm per bulan atau yang memiliki curah hujan tahunan antara 800 samapai
1200 mm (Riwandi et al., 2014).
2.4 Spodoptera frugiperda
Spodoptera frugiperda atau dikenal dengan ulat tentara musim gugur
(FAW) diakui sebagai salah satu hama ngengat terpenting di Amerika. Larva
Spodoptera frugiperda menyerang sejumlah besar spesies tanaman budidaya,
tetapi kerusakan terbesar yang diamati yaitu pada tanaman jagung dan sorgum.
6
Spodoptera frugiperda berpotensi menyebabkan kehilangan hasil jagung sebesar
8,3 sampai 20,6 ton per tahun, nilai kerugian diperkirakan antara US 2,48 miliyar
hingga US 6,19 miliar (Montezano et al., 2018).
Spodoptera frugiperda merupakan hama asal Amerika Serikat kemudian
menyebar ke Argentina. Pada tahun 2016 dilaporkan bahwa hama ini pertama
kalinya masuk ke Afrika Barat dan Tengah. Setelah itu pada tahun 2018 hama ini
mulai masuk ke Asia dan telah menginfeksi pertanaman jagung di India,
Myanmar, dan Thailand (Nonci et al., 2019).
Hama Spodoptera frugiperda dapat merusak tanaman jagung dengan cara
menggerek daun. Mula-mula larva instar 1 akan memakan jaringan daun dan
meninggalkan lapisan epidermis yang transparan lalu larva instar 2 dan 3 akan
membuat lubang gerekan pada daun kemudian memakannya dari tepi hingga ke
dalam bagian daun. Sedangkan larva instar akhir dapat memakan daun dan
menyisakan tulang daun dari tanaman jagung. Siklus hidup hama dan bagian
tanaman yang dirusak dapat diliaht pada gambar di bawah ini (Nonci et al., 2019).
7
Gambar 3. Gejala Kerusakan daun akibat S. frugiperda. A). Daun dengan
bekas gigitan transparan dan lubang-lubang akibat S. frugiperda;
B).Kehilangan daun akibat S.frugiperda; dan C). S.frugiperda menyebabkan
lubang di bagian daun muda yang masih menggulung.
(Sumber: Nonci et al., 2019)
2. Larva
Setelah telur menetas maka terbentuk larva instar 1 atau yang
disebut dengan neonatus (Gambar. 6 ). Larva S. frugiperda terdiri dari 6
instar stadia. Larva muda berwarna putih kemudian menjadi cokelat
8
hingga hijau muda dan berubah menjadi lebih gelap pada tahap akhir
perkembangan (Gambar. 7). Lama perkembangan larva 12 hingga 20 hari.
3. Pupa
Larva instar 6 yang berwarna cokelat tua selanjutnya akan
membentuk pupa (Gambar). Lama perkembangan pupa dapat
berlangsung selama 12 – 14 hari.
9
4. Imago
Imago memiliki lebar bentangan sayap antara 3 – 4 cm yang mana
sayap bagian depan berwarna cokelat gelap sedangkan sayap belakang
berwarna putih keabuan (Gambar 9.). Imago hidup selama 2 – 3 minggu
sebelum mati.
a b
10
Kingdom : Fungi
Phylum : Ascomycota
Order : Hypocreales
Family : Clavicipitaceae
Genus : Metharizhium
Species : Metharizhium anisopliae
a b
Gambar 9. a). Spora jamur Metarhizium anisopliae; b). Gejala serangan
jamur pada larva S.frugiperda
2. Beauveria bassiana
Beauveria bassiana merupakan filum ascomycota dan termasuk
ordo hypocreales. Beauveria bassiana adalah jamur entomopatogen yang
dapat bersifat endofit pada tumbuhan tanpa menimbulkan gejala pada
tanaman (Russo et al., 2015). Beauveria bassiana dapat diklasifikasikan
sebagai berikut (Imoulan et al., 2017).
Kingdom : Fungi
Phylum : Ascomycota
Class : Sordariomycetes
Order : Hypocreales
Family : Cordycipitaceae
Genus : Beauveria
Species : Beauveria bassiana
Morfologi dari Beauveria bassiana berwarna putih kemudian spora
berbentuk oval agak bulat sampai dengan bulat telur dan struktur dari
jamur ini seperti buah anggur (Gargita et al., 2017).
11
a b
Gambar 10. a). Koloni jamur Beauveria bassiana pada media PDA; b).
Spora Beauveria bassiana
12
bantuan enzim hidrolitik (seperti protease, kitinase, dan lipase) hingga mencapai
lingkungan yang kaya nutrisi (hemolimf). Setelah mencapai lingkungan hemolimf
jamur akan berkolonisasi dan menyebar ke jaringan internal. Selama tahap infeksi
jamur juga mengeluarkan racun metabolit yang membantu penekanan kekebalan
tubuh untuk mendukung keberhasilan kolonisasi Beauveria sp. Akibatnya
menyebabkan kematian pada serangga (Mascarin dan Jaronski, 2016).
Pada fase saprofit berlangsung di tanah (Gambar 13) di mana konidia
membentuk miselium. Setelah itu B. bassiana menginfeksi serangga tanah
kemudian hifa berpindah ke tanaman melalui akar. Jika B. bassiana memiliki
kemampuan endofit maka akan menyebar dari bawah keatas jaringan tanaman
termasuk daun, batang, dan biji. Serangga yang terinfeki oleh spora menyebabkan
serangga tersebut mengalami kematian
13
BAB 3
PELAKSANAAN PENELITIAN
14
3.5 Prosedur Kerja
3.5.1 Sterilisasi Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang akan digunakan pada penelitian ini dilakukan
Prosedur kerja
sterilisasi. Metode sterilisiasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah metode
dijelaskan secara rinci fisik dan sterilisasi permukaan. Untuk sterilisasi dengan metode fisik dilakukan
dengan cara yaitu alat yang berbahan kaca seperti cawan petri, tabung reaksi,
erlenmeyer, bos gabus, dan spatula direndam dengan larutan hipoklorit selama 30
menit lalu dibilas dengan sabun dan dikeringkan. Setelah kering dibungkus semua
alat dan dimasukkan ke plastik. Setelah itu disterilisasi di dalam autoclave suhu
121oC tekanan 1 atm selama 15 menit (Tille, 2013). Sedangkan untuk sterilisasi
permukaan dilakukan untuk benih jagung dengan cara disiapkan benih jagung lalu
benih jagung tersebut direndam dengan etanol 70% selama 2 menit kemudian
direndam dengan natrium hipoklorit 1% selama 2 menit. Setelah itu dibilas
dengan air steril sebanyak 3 kali (Russo et al., 2021).
15
3.5.4 Persiapan Serangga Uji
Serangga uji yang digunakan pada penelitian ini adalah Spodoptera
frugiperda. Telur Spodoptera frugiperda diambil dari lahan jagung petani.
Kemudian telur tersebut dibawa ke laboratorium entomologi dan diletakkan di
dalam toples plastik hingga menetas yang diberi makan kangkung. Setelah
menetas menjadi larva instar 2 dipindahkan ke wadah cup untuk mencegah
terjadinya kanibalisme. Lalu diberi makan daun jagung dan diganti pakannya
setiap hari. Ketika larva berubah menjadi pupa, maka pupa tersebut dipindahkan
ke dalam sungkup dimana di dalam sungkup terseut telah terdapat daun jagung
yang digunakan sebagai media imago betina untuk meletakkan telur. Setelah itu
telur yang dihasilkan kemudian diambil dan dipindahkan ke dalam toples yang
berisi daun kangkung sebagai pakan larva instar pertama, untuk larva instar dua
dan selanjutnya diberi pakan duan jagung yang dipelihara dalam cup plastik
secara individual. Pemeliharaan Spodoptera frugiperda dilakukan hingga
didapatkan generasi ke dua dan seterusnya (Herlinda et al., 2020). Adapun untuk
serangga Spodoptera frugiperda yang digunakan untuk aplikasi dimulai dari telur,
setelah telur menetas menjadi larva maka diberi perlakuan percobaan.
16
Keterangan:
A : Jumlah konidia dalam kotak
B : Total kotak yang diamati
C : Faktor pengenceran
17
pukul 9.00. Dan untuk perlakuan kontrol, permukaan daun disemprot dengan
aquades steril sebanyak 3 ml.
3. Akar
Perlakuan pada akar dilakukan dilakukan dengan cara yaitu pertama
dilakukan seleksi benih kemudian benih disterilisasi permukaan dengan benih
direndam dengan etanol 70% selama 2 menit lalu dilanjutkan dengan natrium
hipoklorit 1% selama 2 menit dan dibilas dengan air steril sebanyak 3 kali. Setelah
itu benih jagung dikecambahkan di dalam botol steril selama 2 hari lalu dihitung
daya kecambah benih. Selanjutnya pada hari ke tiga, benih yang berkecambah
dipindahkan ke rockwool sebanyak 3 benih per botol steril setiap perlakuan dan
volume per botol steril berisi 200 ml per perlakuan dengan konsentrasi 500 ppm.
Ketika bibit berumur 7 hari dikeluarkan dari rockwool dan dibilas dengan aquades
steril sebanyak 3 kali. Lalu akar tersebut direndam ke dalam 2 ml suspensi konidia
selama 24 jam. Dan untuk perlakuan kontrol akar direndam dengan 2 ml aquades
selama 24 jam. Setelah itu bibit ditanam kembali pada media hidroponik di
rockwool masing-masing.
18
3.5 Perameter Pengamatan
3.5.1 Agronomi
Peubah agronomi dilakukan pengamatan pada umur tanaman 35 hari.
Pengamatan dilakukan dengan mengukur panjang akar, panjang dan lebar daun,
jumlah daun, dan berat kering.
3.5.2 Larva
Uji pengaruh kolonisasi Endofit pada jagung terhadap perkembangan
Spodoptera frugiperda dilakukan yaitu sebanyak sepuluh kelompok telur
Spodoptera frugiperda yang diperoleh dari pengembangbiakan masal diamati
setiap hari hingga menetas. Kemudian 25 larva neonatus instar pertama (menetas
dalam waktu 24 jam) ditempatkan ke dalam cawan petri setiap per perlakuan.
Selanjutnya larva tersebut diberi pakan berupa daun jagung yang telah diberi
perlakuan berumur 10 hari. Lalu larva dibiarkan memakan daun jagung hingga
habis. Setelah larva memasuki instar 2 kemudian larva tersebut dipindahkan
secara individual ke dalam cup plastik dan diberi pakan daun jagung biasa yang
berukuran 2 x 5 cm, pemberian pakan dilakuan setiap hari pada masing-masing
larva(Russo et al., 2021). Pengamatan dimulai dari telur hingga imago meletakkan
telur. Parameter pengamatan sebagai berikut:
1. Larva
a. Panjang dan lebar larva, pengukuran panjang dan lebar larva
dilakukan dengan cara larva diletakkan di kertas milimeter kemudian
diamati dan didokumentasikan, satu kotak besar berukuran 1 cm dan
satu kotak kecil berukuran 1 mm.
b. Berat larva (mg/ekor), berat larva instar satu yang digunakan
ditimbang sebelum dilakukan aplikasi dan setiap hari sampai larva
berubah menjadi pupa. Seluruh berat larva di rata-rata kemudian
dibagi jumlah larva sehingga diketahui berat per larva.
c. Berat kotoran larva (mg/ekor/hari), berat kotoran larva ditimbang
setiap hari. Seluruh kotoran larva dihitung dan di rata-rata untuk
mengetahui kotoran larva per ekor.
19
d. Luas Daun yang Dimakan, perhitungan luas daun yang dimakan
menggunakan aplikasi bioleaf. Persentase daun yang dimakan dapat
dilihat dari nilai defoliasi yang muncul pada aplikasi tersebut.
LDK = D × ILD
Keterangan:
LDK : Luas daun yang dimakan
D : Defolisasi
ILD : Indeks luas daun (2 x 5 cm2)
e. Mortalitas larva
f. Persentase larva menjadi pupa
2. Pupa
a. Berat pupa
b. Panjang pupa
c. Pupa yang menjadi imago
3. Imago
a. Jumlah imago jantan yang muncul
b. Jumlah imago betina yang muncul
c. Rentang sayap imago
d. Umur imago
4. Telur
a. Jumlah telur
b. Persentase Telur Menetas
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑢𝑛𝑐𝑢𝑙
𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟 𝑚𝑒𝑛𝑒𝑡𝑎𝑠 = × 100 %
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟
20
DAFTAR PUSTAKA
Brévault, T., Ndiaye, A., Badiane, D., Bal, A.B., Sembène, M., Silvie, P., and
Haran, J. (2018) 'First Records of the Fall Armyworm, Spodoptera
frugiperda (Lepidoptera: Noctuidae), in Senegal' Journal Entomologia
Generalis 37(2): 129-142. DOI: 10.1127/entomologia/2018/0553.
Goergen, G. , Kumar, P. L., Sangkung, S. B., Togola, A., and Tamo, M. (2016)
‘First report of outbreaks of the fall armyworm Spodoptera frugiperda (J E
Smith) (Lepidoptera, Noctuidae), a new alien invasive pest in West and
Central Africa’, PLoS ONE, 11(10). doi: 10.1371/journal.pone.0165632.
Gustianingtyas, M., Herlinda, S., and Suwandi, S. (2021) 'The endophytic fungi
from South Sumatra (Indonesia) and their pathogenecity against the new
invasive fall armyworm, Spodoptera frugiperda' , Biodiversitas, 22(2) pp.
1051-1062. DOI: 10.13057/biodiv/d220262.
Imoulan, A., Hussain, M., Kirk, P. M., Meziane, A., and Yao, Y. J. (2017)
'Entomopathogenic Fugus Beauveria: Host specificity, ecology and
significance of Morpho-molecular Characterization in Accurate
Taxonomic Classification' J. Asia. Pac. Entomol, 20(4) pp. 1204 – 1212.
21
Kuate, A. F. , Hanna, R., Armand, R. P., Fotio, D., Abang, A. F., Nanga, S. N.,
Ngatat, S., Tindo, M., Masso, C., Ndemah, R., Suh, C., and Fiaboe, K. K.
M. (2019) ‘Spodoptera frugiperda Smith (Lepidoptera: Noctuidae) in
Cameroon: Case study on its distribution, damage, pesticide use, genetic
differentiation and host plants’, PLoS ONE, 14(4). doi:
10.1371/journal.pone.0215749.
Maharani, Y. , Dewi, V. K., Puspasari, L. T., Rizkie, L., Hidayat, Y., and Dono,
D. (2019) ‘Cases of Fall Army Worm Spodoptera frugiperda’, Jurnal
Cropsaver, 2019(1), pp. 38–46.
Mondal, S. Baksi, S., Koris, S., and Vatai, G. (2016) ‘Journey of enzymes in
entomopathogenic fungi’, Pacific Science Review A: Natural Science and
Engineering, 18(2), pp. 85–99. doi: 10.1016/j.psra.2016.10.001.
22
Nonci, N. , Kalgutny., Hary, S., Mirsam, H., Muis, A., Azrai, M., and Aqil,M.
(2019) Pengenalan Fall Armyworm (Spodoptera frugiperda J.E. Smith)
Hama Baru pada Tanaman Jagung di Indonesia, Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian Balai Penelitian Tanaman Serealia.
Russo, M. L. ,Jaber, L. R., Scorsetti, A. C., Vianna, F., Cabello, M. N., and
Pelizza, S. A (2021) ‘Effect of entomopathogenic fungi introduced as corn
endophytes on the development, reproduction, and food preference of the
invasive fall armyworm Spodoptera frugiperda’, Journal of Pest Science,
94(3), pp. 859–870. doi: 10.1007/s10340-020-01302-x.
Salmah, M. and Ngah, N. (2019) ‘Survey on pest and disease of corn (Zea mays
23
linn) grown at bris soil area’, Journal of Agrobiotechnology, 10(101), pp.
75–87.
Shrivastava G, Ownley BH, Augé RM, Toler H, Dee M, Vu A, Köllner TG, Chen
F. (2015) 'Colonization by arbuscular mycorrhizal and endophytic fungi
enhanced terpene production in tomato plants and their defense against an
herbivorous insect. Symbiosis 65:65–74
Shylesha, A. N., Jalali, S. K., Gupta, A., & Varshney, R., Venkatesan, T., Shetty,
P., Ojha, R., Ganiger, P. C., Navik, O., Subaharan, K., Bakthavatsalam,
N., and Ballal, C. R. (2018) ‘Studies on new invasive pest Spodoptera
frugiperda (J. E. Smith) (Lepidoptera: Noctuidae) and its natural enemies’,
Journal of Biological Control, 32(3), pp. 145–151. doi:
10.18311/jbc/2018/21707.
Silva, A. C. L., Silva, G. A., Abib, P. H. N., Carolino, A. T., and Samuels, R. I.
(2020) ‘Endophytic colonization of tomato plants by the
entomopathogenic fungus Beauveria bassiana for controlling the South
American tomato pinworm, Tuta absoluta’, CABI Agriculture and
Bioscience, 1(1), pp. 1–9. doi: 10.1186/s43170-020-00002-x.
Sun, X. X., Hu, C. X., Jiang, H. R., Wu, Q. L., Shen, X. J., Zhao, S. Y., Jiang, Y.
Y, Wu, K. M. (2021) ‘Case study on the first immigration of fall
armyworm, Spodoptera frugiperda invading into China’, Journal of
Integrative Agriculture, 20(3), pp. 664–672. doi: 10.1016/S2095-
3119(19)62839-X.
24
Suryadi, Y. , Priyanto, T. P., Samudra, I. M., Susilowati, D. N., Lawati, N., and
Kustaman, E. (2013) Pemurnian Parsial dan Karakterisasi Kitinase Asal
Jamur Entomopatogen Beauveria bassiana Isolat BB200109.
25