Pendapat para imam madzhab mengenai kadar susuan yang mengharamkan nikah
Ulama Hanafiah dan ulama Malikiyah berpendapat bahwa banyak maupun sedikit
sama saja tentang dapat mengharamkan nikah. Itu adalah pendapat kebanyakan ulama
salaf dan ulama khalaf dan satu riwayat dari Imam Ahmad. Ada golongan ulama
berpendapat bahwa yang mengharamkan itu bila telah memenuhi kadar tertentu.
Namun mereka juga berbeda pendapat mengenai kadarnya. Abu Ubaid, Abu Saur,
Daud az-Zahiri dan Ibnu al-Munzir berpendapat bahwa satu kali atau dua kali
menyusu tidak mengharamkan; yang mengharamkan ialah tiga kali atau lebih. Itu
adalah riwayat kedua dari Imam Ahmad. Kata yang lain bahwa menyusu kurang dari
lima kali berpisah-pisah, tidak mengharamkan. Itu adalah mazhab Syafi’i dan Zahir
riwayat dari Imam Ahmad dan salah satu riwayat dari tiga riwayat dari ‘A’isyah.
Riwayat yang kedua dari ‘A’isyah, tidak haram kalau kurang dari tujuh kali, sedang
riwayat ketiga darinya, tidak haram kalau kurang dari sepuluh kali susuan.
Adapun dasar hukum atas wajibnya zakat beberapa jenis harta benda diatas
adalah sebagai berikut :
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan
Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui”. QS. At-Taubat (9:103)
ْ َ
ِ َوفِي أمْ َوال ِِه ْم َح ٌّق لِلسَّائ ِِل َوال َمحْ ر
)١٩( ُوم
“Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta
dan orang miskin yang tidak mendapat bagian”. QS. Adz-Dzariyat (51: 19)
ْ ِه إِال أَن9 ُت ْم ِبآ ِخذِي9ون َولَ ْس9 َ وا ْال َخ ِب99ض َوال َت َي َّم ُم
َ 9ُ ُه ُت ْن ِفق9يث ِم ْن ِ ْ أَ ْخ َرجْ َنا لَ ُك ْم م َِن األر9ت َما َك َس ْب ُت ْم َو ِم َّما
ِ ِين آ َم ُنوا أَ ْن ِفقُوا مِنْ َط ِّي َبا
َ َيا أَ ُّي َها الَّذ
ٌع9اس هَّللا
ِ ال َو ُ َو9ض ْ ً ُ هَّللا ْ ُ ْ ْ ْ َ هَّللا َ
ْ ُه َو َف9ة ِمن9 ء َو ُ َي ِع ُدك ْم َم ْغف َِر9ِ )الشيْطانُ َي ِع ُدك ُم ال َفق َر َو َيأ ُم ُرك ْم ِبال َفحْ َشا٢٦٧( ُت ْغ ِمضُوا فِي ِه َواعْ لمُوا أنَّ َ غَ نِيٌّ َحمِي ٌد
ُ َّ َ
)٢٦٨( َعلِي ٌم
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari
hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan
dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu
kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau
mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan
ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. Setan menjanjikan
(menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat
kejahatan (kikir); sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan daripada-
Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui”.
QS. Al-Baqarah (2: 267-268).
ً 9َون ُدول9
ة َبي َْن9 َ 9يل َكيْ ال َي ُك
ِ ِب9السَّ ْن 9ِ اك9ا َمى َو ْال َم َس99رْ َبى َو ْال َي َت99ُذِي ْالق9ِول َول
ِ ِين َواب َ 9ُ ِل ْالق9ْولِ ِه مِنْ أَه9َما أَ َفا َء هَّللا ُ َعلَى َر ُس
ِ 9رى َفلِلَّ ِه َولِلرَّ ُس9
)٧( ب ْ هَّللا هَّللا ُ َّ ْ ْ ُ ُ ُ ُ ُ ْ
ِ ء ِمنك ْم َو َما آ َتاك ُم الرَّ سُو ُل َفخذوهُ َو َما َن َهاك ْم َعن ُه َفان َتهُوا َواتقوا َ إِنَّ َ َشدِي ُد ال ِع َقا9ِ األغ ِن َيا ْ
“Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul–Nya
(dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk
Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan
orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di
antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul
kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka
tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat
keras hukumannya”. QS. Al-Hasyr (59: 7)
َ ِين ُه ْم َعلَى
الت ِِه ْم9 ص َ )الَّذ٢٢( ين َ )إِال ْالم٢١( ُر َم ُنوعًا9) َوإِ َذا َم َّس ُه ْال َخ ْي٢٠( )إِ َذا َم َّس ُه ال َّشرُّ َج ُزوعًا١٩( ان ُخلِقَ َهلُوعًا
َ ِّل9 ُص َ إِنَّ اإل ْن َس
ْ ُ َ َّ
)٢٥( ُوم ِ )لِلسَّائ ِِل َوال َمحْ ر٢٤( ِين فِي أمْ َوال ِِه ْم َح ٌّق َمعْ لو ٌم
َ ) َوالذ٢٣( ُون َ دَ ا ِئم
4. Pendapat para pakar hukum Islam (fuqaha’). Mereka berbeda pendapat
tentang definisi “harta benda” menurut tinjauan syari’at Islam. Menurut para
ulama madzhab Hanafi, pengertian “harta benda” adalah segala sesuatu
yang dapat diperoleh, dikuasai dan dimanfaatkan menurut cara yang biasa.
Sementara itu para ulama madzhab Syafi’I, Maliki dan Hambali memberikan
definisi bahwa, “harta benda” adalah segala sesuatu yang mengandung nilai
manfaat (nilai komersial). Sehubungan dengan pendapat para ulama
madzhab Syafi’I, Maliki dan Hambali di atas, maka para pakar hukum positif
(ahli perundang-undangan) memasukkan segala sesuatu yang mengandung
nilai manfaat (nilai komersial) seperti hak cipta, hak paten dan sebagainya
ke dalam pengertian “harta benda”. Dengan demikian, pengertian (harta
benda) menurut para pakar hukum positif lebih luas dibanding pengertian
“harta benda” menurut para pakar hukum Islam. Sungguh pun demikian,
menurut hemat kami (Dr. Mohammad Yusuf al-Qardlawi) definisi “harta
benda” yang dirumuskan oleh para ulama madzhab Hanafi lebih sesuai
dengan definisi yang dirumuskan oleh para pakar Bahasa dan lebih
memungkinkan untuk diaplikasikan pada nash-nash al-Qur’an dan hadits
tenang zakat. Karena harta benda yang kongkretlah yang dapat diambil,
dibagi-bagikan dan diserahkan kepada para mustahiq atau disimpan di Baitul
Mal. Sementara itu, hak-hak yang mengandung nilai komersial seperti hak
cipta dan hak paten tidak dapat diperlakukan seperti itu.[5]
Radha’ah adalah salah satu sebab terjadinya mahram atau hubungan maham karena
radha’ah atau mahram sepersusuan