Anak dalam perspektif yuridis tentunya tidak lepas dari UU No. 17 tahun 2016 Tentang
Perlindungan Anak, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun termasuk anak yang
masih berada di dalam kandungan. Dalam konteks tersebut, UU tersebut menjelaskan tingkatan
usia dimana anak berhak mendapatkan perlindungan fisik dan psikis dari orang tua maupun
manusia dewasa lain. Dasar-dasar perlindungan tersebut karena anak merupakan makhluk yang
tidak berdosa, rentan dan juga membutuhkan manusia dewasa untuk menjaga mereka. Kita
sebagai orang dewasa bertanggung jawab penuh terhadap masa depan anak.
Dalam UU 39 Tahun 1999 Tentang HAM mendifinisikan bahwa anak adalah manusia di
bawah 18 tahun dan belum menikah. Ini berarti manusia berusia 18 tahun yang telah menikah
sudah tidak layak dikatakan sebagai anak Bukan berarti pemerintah melarang manusia untuk
menikah di bawah umur 18 tahun, tetapi hal ini ada untuk menjaga semua manusia agar tidak ada
anak yang terlantar atau kurang kasih sayang karena orang tua mereka masih anak-anak.. Jika
dihubungkan pada kajian psikologi, secara logika anak-anak menikah merupakan hal yang sulit
untuk didefinisikan. Bagaimana bisa seorang anak yang bahkan belum dapat mengerti bagaimana
cara mendidik dan membimbing anak dengan baik dapat memiliki seorang anak. Itulah mengapa
banyak peraturan pemerintah yang secara gamblang menyarankan pernikahan di atas usia 18-19
tahun.