Anda di halaman 1dari 49

QANUN ACEH

NOMOR 12 TAHUN 2017


TENTANG
IRIGASI

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM
DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG

ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

GUBERNUR ACEH,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Nota Kesepahaman antara
Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka
(Memorandum of Understanding Between The Government of
Republic of Indonesia And The Free Aceh Movement, Helsinki 15
Agustus 2005), Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan
Aceh Merdeka menegaskan komitmen mereka untuk
menyelesaikan konflik Aceh secara damai, menyeluruh,
berkelanjutan dan bermartabat bagi semua, dan para pihak
bertekad untuk menciptakan kondisi sehingga Pemerintahan
Rakyat Aceh dapat diwujudkan melalui suatu proses yang
demokratis dan adil dalam Negara Republik Indonesia;
b. bahwa berdasarkan Pasal 156 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, Pemerintah Aceh dan
Pemerintah Kabupaten/Kota mengelola sumber daya alam di
Aceh baik di darat maupun di laut wilayah Aceh sesuai dengan
kewenangannya;
c. bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 85/PUU-XI/2013
tanggal 18 Februari 2015 menyatakan Undang-Undang Nomor 7
Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, yang menjadi salah satu
landasan yuridis pembentukan Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2011
tentang Irigasi, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki
kekuatan hukum mengikat;
d. bahwa Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2011 tentang Irigasi telah
dibatalkan oleh Pemerintah Pusat melalui Keputusan Menteri
Dalam Negeri Nomor 188.34-9173 Tahun 2016 tentang
Pembatalan Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2011 tentang Irigasi,
sehingga perlu diganti;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a sampai dengan huruf d, perlu membentuk Qanun Aceh
tentang Irigasi;
Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) dan Pasal 18B Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang Pembentukan
Daerah Otonom Propinsi Atjeh dan Perubahan Peraturan Propinsi
Sumatera Utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1956 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 1103);
3. Undang-Undang...
-2-

3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 65,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3046);
4. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 172, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3893);
5. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan
Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor
62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4633);
6. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
7. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan
Lahan Pangan yang berkelanjutan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 149, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5068);
8. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua
Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5679);
9. Qanun Aceh Nomor 19 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Aceh Tahun 2013-2023 (Lembaran Aceh Tahun 2014
Nomor 1, Tambahan Lembaran Aceh Nomor 62) ;

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT ACEH

dan

GUBERNUR ACEH

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : QANUN ACEH TENTANG IRIGASI.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Qanun ini yang dimaksud dengan:

1. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang


memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik
Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan Menteri
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Aceh...
-3-

2. Aceh adalah daerah provinsi yang merupakan kesatuan


masyarakat hukum yang bersifat istimewa dan diberi
kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan
dalam sistem dan prinsip Negara Republik Indonesia
berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, yang dipimpin oleh seorang
Gubernur.
3. Kabupaten/Kota adalah bagian dari daerah provinsi sebagai
suatu kesatuan masyarakat hukum yang diberi
kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan
dalam sistem dan prinsip Negara Republik Indonesia
berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, yang dipimpin oleh seorang
Bupati/Walikota.
4. Pemerintah Aceh adalah unsur penyelenggara
Pemerintahan Aceh yang terdiri atas Gubernur dan
Perangkat Aceh.
5. Pemerintah Kabupaten/Kota adalah unsur penyelenggara
pemerintahan daerah kabupaten/kota yang terdiri atas
Bupati/Walikota dan Perangkat Kabupaten/Kota sebagai
badan eksekutifkabupaten/kota.
6. Gubernur adalah kepala Pemerintah Aceh yang dipilih
melalui suatu proses demokratis yang dilakukan
berdasarkan azas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur,
dan adil.
7. Bupati/Walikota adalah kepala Pemerintah
Kabupaten/Kota yang dipilih melalui suatu proses
demokratis yang dilakukan berdasarkan azas langsung,
umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
8. Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air selanjutnya
disingkat TKPSDA adalah lembaga koordinasi pengelolaan
sumber daya air dalam wilayah sungai yang anggotanya
terdiri dari unsur pemerintah dan non pemerintah terkait.
9. Komisi Irigasi Aceh adalah lembaga koordinasi dan
komunikasi antara wakil Pemerintah Aceh, wakil Keujruen
Blang pada tingkat Daerah Irigasi, wakil pengguna jaringan
irigasi lainnya pada tingkat Daerah Irigasi dan wakil Komisi
Irigasi Kabupaten/Kota.
10. Komisi Irigasi Kabupaten/Kota adalah lembaga koordinasi
dan komunikasi antara wakil pemerintah kabupaten/kota,
wakil Keujruen Blang di tingkat Daerah Irigasi, dan wakil
pengguna jaringan irigasi lainnya pada Daerah Irigasi
kewenangan kabupaten/kota.
11. Satuan Kerja Perangkat Aceh yang selanjutnya disingkat
SKPA adalah Perangkat Pemerintah Aceh.
12. Satuan Kerja Perangkat Kabupaten/Kota yang selanjutnya
disingkat SKPK adalah Perangkat Pemerintah
Kabupaten/Kota.

13. Air...
-4-

13. Air adalah semua air yang terdapat pada, di atas, ataupun
di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini
air permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang
berada di darat.
14. Sumber Air adalah tempat atau wadah air alami dan/atau
buatan yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah
permukaan tanah.
15. Irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan
pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian yang
jenisnya meliputi Irigasi Permukaan, Irigasi Rawa, Irigasi
Air Bawah Tanah, Irigasi Pompa, dan Irigasi Tambak.
16. Sistem Irigasi meliputi Prasarana Irigasi, Air Irigasi,
Manajemen Irigasi, Kelembagaan Pengelolaan Irigasi, dan
Sumber Daya Manusia.
17. Kinerja Sistem Irigasi adalah capaian berdasarkan standar
terukur kondisi Sistem Irigasi pada suatu Daerah Irigasi.
18. Penyediaan Air Irigasi adalah penentuan volume air
persatuan waktu yang dialokasikan dari suatu Sumber Air
untuk suatu Daerah Irigasi yang didasarkan waktu, jumlah,
dan mutu sesuai dengan kebutuhan untuk menunjang
pertanian dan keperluan lainnya.
19. Pengaturan Air Irigasi adalah kegiatan yang meliputi
pembagian, pemberian, dan penggunaan air irigasi.
20. Pembagian Air Irigasi adalah kegiatan membagi air di
bangunan bagi dalam jaringan primer dan/atau jaringan
sekunder.
21. Pemberian Air Irigasi adalah kegiatan menyalurkan air
dengan jumlah tertentu dari jaringan primer atau jaringan
sekunder ke petak tersier.
22. Penggunaan Air Irigasi adalah kegiatan memanfaatkan air
dari petak tersier untuk mengairi lahan pertanian pada saat
diperlukan.
23. Drainase adalah pengaliran kelebihan air yang sudah tidak
dipergunakan lagi pada suatu Daerah Irigasi tertentu.
24. Daerah Irigasi adalah kesatuan lahan yang mendapat air
dari satu jaringan Irigasi.
25. Daerah Irigasi Lintas Kabupaten/Kota adalah Daerah Irigasi
yang mendapatkan air irigasi dari jaringan irigasi yang
bangunan dan saluran serta luasannya berada pada lebih
dari satu wilayah kabupaten/kota, tetapi masih berada
dalam wilayah Aceh.
26. Jaringan Irigasi adalah saluran, bangunan, dan bangunan
pelengkapnya yang merupakan satu kesatuan yang
diperlukan untuk penyediaan, pembagian, pemberian,
penggunaan, dan pembuangan air irigasi.
27. Jaringan Irigasi Primer adalah bagian dari jaringan irigasi
yang terdiri dari bangunan utama, saluran induk/primer,
saluran pembuangannya, bangunan bagi, bangunan bagi-
sadap, bangunan sadap dan bangunan pelengkapnya.

28. Jaringan...
-5-

28. Jaringan Irigasi Sekunder adalah bagian dari jaringan


irigasi yang terdiri dari saluran sekunder, saluran
pembuangannya, bangunan bagi, bangunan bagi-sadap,
bangunan sadap dan bangunan pelengkapnya.
29. Jaringan Irigasi Tersier adalah jaringan irigasi yang
berfungsi sebagai prasarana pelayanan air irigasi dalam
petak tersier yang terdiri dari saluran tersier, saluran
kuarter dan saluran pembuang, boks tersier, boks kuarter,
serta bangunan pelengkapnya.
30. Bendung adalah bangunan pelimpah melintang sungai yang
memberikan tinggi muka air minimum kepada bangunan
pengambilan (intake) untuk keperluan irigasi.
31. Bangunan Sadap adalah bangunan yang terdapat baik pada
saluran atau bangunan bagi yang berfungsi untuk memberi
air pada jaringan tersier.
32. Petak Tersier adalah kumpulan petak sawah yang
merupakan satu kesatuan yang menerima air dari pintu
sadap dan mendapatkan pelayanan dari jaringan tersier.
33. Waduk adalah tempat/wadah penampungan air di
sungai/alur agar dapat digunakan untuk irigasi ataupun
keperluan lainnya.
34. Dana Pengelolaan Irigasi adalah dana yang dipergunakan
untuk kegiatan Operasi,Pemeliharaan dan Rehabilitasi
Jaringan Irigasi yang ketersediaannya lebih diutamakan.
35. Alih Fungsi Lahan Beririgasi adalah beralihnya fungsi lahan
sawah beririgasi untuk keperluan non pertanian.
36. Wilayah Sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan
sumber daya air dalam satu atau lebih daerah aliran sungai
dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau
sama dengan 2.000 km2.
37. Pengembangan Jaringan Irigasi adalah Pembangunan
Jaringan Irigasi Baru dan/atau Peningkatan Jaringan
Irigasi yang sudah ada.
38. Pembangunan Jaringan Irigasi adalah seluruh kegiatan
penyediaan jaringan irigasi di wilayah tertentu yang belum
ada jaringan irigasinya.
39. Peningkatan Jaringan Irigasi adalah kegiatan meningkatkan
fungsi dan kondisi jaringan irigasi yang sudah ada/atau
kegiatan menambah luas areal pelayanan pada jaringan
Irigasi yang sudah ada dengan mempertimbangkan
perubahan kondisi lingkungan Daerah Irigasi.
40. Pengelolaan Jaringan Irigasi adalah kegiatan meliputi
operasi, pemeliharaan, dan rehabilitasi jaringan irigasi di
Daerah Irigasi.
41. Operasi Jaringan Irigasi adalah upaya pengaturan air
irigasidan pembuangannya, termasuk kegiatan membuka,
menutup pintu bangunan irigasi, menyusun rencana tata
tanam, menyusun sistem golongan, menyusun rencana
pembagian air, melaksanakan kalibrasi pintu/bangunan,
mengumpulkan data, memantau, dan mengevaluasi.

42. Pemeliharaan...
-6-

42. Pemeliharaan Jaringan Irigasi adalah upaya menjaga dan


mengamankan jaringan irigasi agar selalu dapat berfungsi
dengan baik guna memperlancarkan pelaksanaan operasi
dan mempertahankan kelestariannya.
43. Rehabilitasi Jaringan Irigasi adalah kegiatan perbaikan
jaringan irigasi guna mengembalikan fungsi dan pelayanan
irigasi seperti semula.
44. Pengelolaan Aset Irigasi adalah proses manajemen yang
terstruktur untuk perencanaan pemeliharaan dan
pendanaan Sistem Irigasi guna mencapai tingkat pelayanan
yang ditetapkan dan berkelanjutan bagi pemakai air irigasi
dan pengguna jaringan irigasi dengan pembiayaan
Pengelolaan Aset Irigasi seefisien dan seefektif mungkin.
45. Forum Koordinasi Daerah Irigasi adalah sarana konsultasi
dan komunikasi antara Keujruen Blang atau nama lain,
Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota, dan
penggunajaringan Irigasi lainnya dalam rangka pengelolaan
Irigasi yang jaringannya berfungsi multiguna pada suatu
Daerah Irigasi.
46. Forum Koordinasi Keujruen Blang atau nama lain adalah
sarana konsultasi dan komunikasi antar Keujruen Blang
yang berada pada tingkat wilayah administrasi (kecamatan,
kabupaten/kota dan provinsi) yang dibentuk oleh Keujruen
Blang secara demokratis.
47. Keujruen Blang atau nama lain adalah lembaga adat
pengelolaan kawasan persawahan yang menjadi wadah
petani dalam suatu Daerah Irigasi dan tidak beririgasi yang
dibentuk oleh petani secara demokrasi, yang terdiri dari
Keujruen Chik dan Keujruen Muda.
48. Keujruen Chik atau nama lain adalah Keujruen Blang yang
mengelola persawahan dalam wilayah mukim.
49. Keujruen Muda atau nama lain adalah Keujruen Blang yang
mengelola kawasan persawahan dalam wilayah gampong.
50. Garis Sempadan Irigasi adalah batas pengamanan bagi
saluran dan/atau bangunan irigasi dengan jarak tertentu
sepanjang saluran dan sekeliling bangunan.
51. Daerah Sempadan Irigasi adalah kawasan sepanjang
saluran dan sekeliling bangunan Irigasi diluar jaringan
irigasi yang dibatasi oleh Garis Sempadan Irigasi untuk
mengamankan jaringan irigasi.
52. Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia,
Pejabat atau Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas dan
wewenang khusus oleh peraturan perundang-undangan
untuk melakukan penyidikan dibidang Irigasi.

Pasal 2...
-7-

Pasal 2
Penyelenggaraan Irigasi berasaskan:
a. keislaman;
b. kemanfaatan;
c. kebersamaan;
d. keterpaduan;
e. keadilan;
f. keberlanjutan;
g. berwawasan lingkungan;
h. keterbukaan;
i. akuntabilitas;
j. kearifan lokal;
k. berdayaguna; dan
l. berhasilguna.

Pasal 3

Penyelenggaraan Irigasi bertujuan mengoptimalkan


pemanfaatan Air Irigasi guna kepentingan di bidang pertanian
dalam rangka mewujudkan kedaulatan pangan serta
kesejahteraan masyarakat petani dan untuk kepentingan
lainnya sesuai peraturan perundang-undangan.

Pasal 4
Penyelenggaraan Irigasi berfungsi mendukung produktivitas
lahan pertanian dan peningkatan produksi hasil pertanian
melalui kegiatan pengembangan dan pengelolaan sehingga
menjamin pemberian Air secara optimal dan merata, baik pada
musim kemarau maupun pada musim hujan.

Pasal 5

Ruang lingkup Qanun ini meliputi:


a. kewenangan;
b. prinsip Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi;
c. kelembagaan Pengembangan dan Pengelolaan Irigasi serta
Forum Koordinasi;
d. Pengembangan Jaringan Irigasi;
e. Pengelolaan Jaringan Irigasi;
f. modernisasi Irigasi;
g. pengelolaan Air Irigasi;
h. partisipasi masyarakat petani dalam Pengembangan dan
Pengelolaan Sistem Irigasi;
i. kerjasama dan pemberdayaan;
j. Pengelolaan Aset Irigasi;

k. Kinerja...
-8-

k. Kinerja Sistem Irigasi;


l. pembiayaan;
m. Alih Fungsi Lahan Beririgasi;
n. koordinasi Pengelolaan Sistem Irigasi;
o. pengawasan;
p. larangan;
q. ketentuan penyelidikan dan penyidikan;
r. penyelesaian sengketa/perselisihan di bidang Irigasi;
s. ketentuan pidana; dan
t. ketentuan peralihan.

BAB II
KEWENANGAN
Pasal 6

(1) Pemerintah Pusat berwenang melakukan Pengembangan


dan Pengelolaan Daerah Irigasi yang luasnya lebih besar
dari 3.000 (tiga ribu) hektar dan Daerah Irigasi yang
bersifat lintas provinsi.
(2) Pemerintah Aceh berwenang melakukan Pengembangan
dan Pengelolaan Daerah Irigasi yang luasnya 1.000
(seribu) hektar sampai dengan 3.000 (tiga ribu) hektar dan
Daerah Irigasi yang bersifat lintas Kabupaten/Kota.
(3) Pemerintah Kabupaten/Kota berwenang melakukan
Pengembangan dan Pengelolaan Daerah Irigasi yang
luasnya lebih kecil dari 1.000 (seribu) hektar.

BAB III
PRINSIP PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN
SISTEM IRIGASI
Pasal 7
(1) Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi
dilaksanakan dengan pendayagunaan sumber daya air
yang didasarkan pada keterkaitan antara air hujan, air
permukaan dan air tanah secara terpadu dengan
mengutamakan pendayagunaan air permukaan.
(2) Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan
prinsip Satu Sistem Irigasi, satu kesatuan pengembangan
dan pengelolaan, dengan memperhatikan kepentingan
pemakai Air Irigasi dan pengguna Jaringan Irigasi di
bagian hulu, tengah dan hilir secara selaras.

Pasal 8
(1) Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi
dilaksanakan di seluruh Daerah Irigasi yang menjadi
kewenangan Pemerintah Aceh.

(2) Pengembangan...
-9-

(2) Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi yang


dilaksanakan oleh Pemerintah Aceh melibatkan semua
pihak yang berkepentingan dengan mengutamakan peran
serta masyarakat petani.

Pasal 9

(1) Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi dilakukan


untuk mewujudkan Keberlanjutan Sistem Irigasi dengan
memperhatikan keterpaduan dan faktor pembatas.
(2) Keberlanjutan Sistem Irigasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditentukan oleh:
a. keandalan prasarana Irigasi;
b. keandalan Air Irigasi;
c. berjalannya manajemen Irigasi;
d. keandalan kelembagaan pengelolaan Irigasi;
e. keandalan sumber daya manusia; dan
f. peningkatan pendapatan masyarakat petani dari usaha
tani.
(3) Keberlanjutan Sistem Irigasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diwujudkan melalui:
a. keandalan prasarana irigasi dilakukan melalui
kegiatan peningkatan dan pengelolaan jaringan;
b. keandalan air irigasi dilakukan melalui kegiatan
pembangunan waduk/bendungan, bendung, pompa,
jaringan drainase, pengendalian mutu air,
pemanfaatan kembali air drainase, dan konservasi;
c. berjalannya manajemen irigasi dilakukan melalui
implementasi manual operasi dan prosedur pada
masing-masing Daerah Irigasi;
d. keandalan kelembagaan pengelolaan irigasi dilakukan
melalui penguatan SKPA dan SKPK yang membidangi
irigasi, organisasi Keujreun Blang di seluruh gampong
dan mukim yang terlibat dalam irigasi, dan komisi
irigasi;
e. keandalan sumber daya manusia dilakukan melalui
tersedianya tenaga pengelola Irigasi yang profesional
dan sesuai dengan kebutuhan;
f. peningkatan pendapatan masyarakat petani dari usaha
tani dilakukan melalui pengembangan dan pengelolaan
Sistem Irigasi untuk mendorong keterpaduan dengan
kegiatan pembangunan pertanian dan modernisasi
usaha tani.

BAB IV...
- 10 -

BAB IV
KELEMBAGAAN PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN IRIGASI
SERTA FORUM KOORDINASI
Bagian Kesatu
Kelembagaan Pengembangan dan Pengelolaan Irigasi
Pasal 10
(1) Kelembagaan Pengembangan dan Pengelolaan irigasi
dibentuk untuk mewujudkan tertib Pengembangan dan
Pengelolaan Jaringan Irigasi.
(2) Kelembagaan Pengembangan dan Pengelolaan Irigasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan SKPA
dan lembaga keistimewaan Aceh yang membidangi Irigasi,
Keujruen Blang atau nama lain, Forum Koordinasi
Keujruen Blang, Komisi Irigasi dan Forum Koordinasi
Daerah Irigasi.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai hubungan kelembagaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur
dalam Peraturan Gubernur.

Bagian Kedua
Satuan Kerja Perangkat Aceh dan Lembaga Keistimewaan Aceh
Pasal 11
(1) SKPA dan lembaga keistimewaan Aceh sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) meliputi Dinas, Badan
dan Biro Sekretariat Daerah serta lembaga keistimewaan
Aceh yang berkaitan dengan penyelenggaraan Irigasi.
(2) Pengelolaan Irigasi di lapangan dilaksanakan oleh
Pengamat Irigasi, Juru Irigasi, Petugas Pintu Air dan
Petugas Operasional Bendung.
(3) Pengamat Irigasi, Juru Irigasi, Petugas Pintu Air dan
Petugas Operasional Bendung sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) ditetapkan oleh Gubernur.

Bagian Ketiga
Keujruen Blang atau Nama Lain
Pasal 12
(1) Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota
mendorong dan memfasilitasi pembentukan Keujruen
Blang atau nama lain.
(2) Keujruen Blang atau nama lain dibentuk oleh petani sawah
tingkat Gampong dan Mukim secara demokratis.
(3) Keujruen Blang atau nama lain sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) terdiri dari Keujruen Chik atau nama lain dan
Keujruen Muda atau nama lain.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Susunan Organisasi Dan
Tata Kerja Keujruen Blang atau nama lain diatur dengan
Peraturan Gubernur.

Bagian Keempat...
- 11 -

Bagian Keempat
Forum Koordinasi Keujruen Blang atau Nama Lain
Pasal 13
(1) Untuk melakukan musyawarah dan memediasi antar
Keujruen Blang atau nama lain dapat dibentuk Forum
Koordinasi Keujruen Blang atau nama lain.
(2) Forum Koordinasi Keujruen Blang atau nama lain
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
a. Forum Koordinasi Keujruen Blang Daerah Irigasi atau
nama lain;
b. Forum Koordinasi Keujruen Blang Kecamatan atau
nama lain;
c. Forum Koordinasi Keujruen Blang Kabupaten atau
nama lain; dan
d. Forum Koordinasi Keujruen Blang Provinsi atau nama
lain.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan organisasi dan
tata kerja Forum Koordinasi Keujruen Blang atau nama
lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2)diatur dalam
Peraturan Gubernur.

Bagian Kelima
Komisi Irigasi
Pasal 14
(1) Komisi Irigasi dibentuk untuk mewujudkan keterpaduan
dalam Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi di
Aceh.
(2) Komisi Irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
dari Komisi Irigasi Aceh dan Komisi Irigasi
Kabupaten/Kota.
(3) Komisi Irigasi Aceh ditetapkan oleh Gubernur dan Komisi
Irigasi Kabupaten/Kota ditetapkan oleh Bupati/Walikota.
(4) Komisi Irigasi Aceh sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
beranggotakan:
a. SKPA dan biro terkait;
b. Wakil Keujruen Blang yang dipilih dalam Satu Daerah
Irigasi kewenangan Pemerintah Pusat dan kewenangan
Pemerintah Aceh;
c. wakil Komisi Irigasi Kabupaten/Kota yang
diwilayahnya terdapat jaringan irigasi yang menjadi
kewenangan Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah
Aceh.
d. wakil pengguna jaringan irigasi lainnya pada Daerah
Irigasi yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat
dan/atau Pemerintah Aceh.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan organisasi dan
tata kerja Komisi Irigasi Aceh sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) diatur dengan Peraturan Gubernur.

Bagian Keenam...
- 12 -

Bagian Keenam
Forum Koordinasi Daerah Irigasi
Pasal15
(1) Forum Koordinasi Daerah Irigasi dapat dibentuk di Daerah
Irigasi yang memiliki Sistem Irigasi yang multiguna.
(2) Pembentukan Forum Koordinasi Daerah Irigasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh para
pemangku kepentingan.
(3) Forum Koordinasi Daerah Irigasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) merupakan forum musyawarah yang diikuti
oleh para pemangku kepentingan untuk mediasi
pemanfaatan air dan jaringan irigasi.
(4) Hasil musyawarah Forum Koordinasi Daerah Irigasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada
Komisi Irigasi.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan organisasi dan
tata kerja Forum Koordinasi Daerah Irigasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan
Peraturan Gubernur.

BAB V
PENGEMBANGAN JARINGAN IRIGASI
Bagian Kesatu
Pembangunan Jaringan Irigasi
Pasal 16
(1) Pembangunan Jaringan Irigasi dilaksanakan berdasarkan
rencana induk pengelolaan sumber daya air di wilayah
sungai dengan memperhatikan Rencana Tata Ruang
Wilayah Aceh dan Rencana Pembangunan Pertanian serta
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota.
(2) Pembangunan Jaringan Irigasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus mendapat izin dan persetujuan desain
dari Pemerintah Aceh.
(3) Izin dan persetujuan desain dari Pemerintah Aceh
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaporkan secara
tertulis kepada DPRA.

Pasal 17
(1) Pemerintah Aceh bertanggung jawab dalam Pembangunan
Jaringan Irigasi Primer dan Jaringan Irigasi Sekunder pada
Daerah Irigasi yang luasnya 1.000 (seribu) hektar sampai
dengan 3.000 (tiga ribu) hektar dan Daerah Irigasi bersifat
lintas Kabupaten/Kota.
(2) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Kabupaten/Kota dapat
melaksanakan Pembangunan Jaringan Irigasi Primer dan
Sekunder pada Daerah Irigasi yang menjadi kewenangan
Pemerintah Aceh.

(3) Pelaksanaan...
- 13 -

(3) Pelaksanaan Pembangunan Jaringan Irigasi sebagaimana


dimaksud pada ayat (2) setelah melakukan koordinasi
dengan Pemerintah Aceh.

Pasal 18
Dalam hal Pemerintah Kabupaten/Kota tidak dapat
melaksanakan Pembangunan Jaringan Irigasi Primer dan
Jaringan Irigasi Sekunder pada Daerah Irigasi yang menjadi
kewenangannya, Pemerintah Aceh dapat membantu
berdasarkan permintaan Pemerintah Kabupaten/Kota.

Pasal 19
(1) Pembangunan Jaringan Irigasi Tersier pada Daerah Irigasi
yang merupakan kewenangan Pemerintah Aceh dan
kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota menjadi hak dan
tanggung jawab Keujruen Blang atau nama lain.
(2) Dalam hal Keujruen Blang atau nama lain tidak mampu
melaksanakan Pembangunan Jaringan Irigasi Tersier yang
menjadi hak dan tanggung jawabnya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Aceh atau Pemerintah
Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangannya dapat
membantu Pembangunan Jaringan Irigasi Tersier
berdasarkan permintaan dari Keujruen Blang atau nama
lain dengan memperhatikan prinsip kemandirian.

Pasal 20
Pemerintah Aceh dalam melakukan pembangunan Irigasi dapat
menggali dan mengembangkan Sistem Irigasi melalui
penerapan teknologi sesuai dengan potensi sumber daya air
dan budaya lokal petani setempat.

Bagian Kedua
Peningkatan Jaringan Irigasi
Pasal 21
(1) Peningkatan Jaringan Irigasi dilaksanakan berdasarkan
Desain Pembangunan Jaringan Irigasi.
(2) Peningkatan Jaringan Irigasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) didasarkan pada kemampuan pelayanan air pada
bangunan pengambilan air irigasi, luas lahan yang
tersedia, kondisi sosial masyarakat petani dan rencana
pembangunan pertanian.
(3) Peningkatan Jaringan Irigasi harus memenuhi aspek
teknis sesuai dengan norma, standar, pedoman, dan
manual yang ditetapkan.

Pasal 22
(1) Pemerintah Aceh bertanggung jawab dalam Peningkatan
Jaringan Irigasi Primer dan Jaringan Irigasi Sekunder
pada Daerah Irigasi yang luasnya 1.000 (seribu) hektar
sampai dengan 3.000 (tiga ribu) hektar dan Daerah Irigasi
lintas Kabupaten/Kota.

(2) Pemerintah...
- 14 -

(2) Pemerintah Aceh dalam hal tertentu dapat melaksanakan


Peningkatan Jaringan Irigasi Primer dan Jaringan Irigasi
Sekunder pada Daerah Irigasi yang menjadi kewenangan
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Kabupaten/Kota.
(3) Pelaksanaan Peningkatan Jaringan Irigasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) setelah melakukan koordinasi
dengan Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Kabupaten/Kota.
(4) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Kabupaten/Kota dapat
melaksanakan Peningkatan Jaringan Irigasi Primer dan
Jaringan Irigasi Sekunder pada Daerah Irigasi yang
menjadi kewenangan Pemerintah Aceh.
(5) Pelaksanaan Peningkatan Jaringan Irigasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) setelah melakukan koordinasi
dengan Pemerintah Aceh.
(6) Pemerintah Gampong atau nama lain dan/atau Keujruen
Blang nama lain dalam atau hal tertentu dapat
melaksanakan Peningkatan Jaringan Irigasi Primer dan
Jaringan Irigasi Sekunder pada Daerah Irigasi yang
menjadi kewenangan Pemerintah Aceh.
(7) Pelaksanaan Peningkatan Jaringan Irigasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (6) setelah melakukan koordinasi
dengan Pemerintah Aceh.

Pasal 23
(1) Peningkatan Jaringan Irigasi Tersier pada Daerah Irigasi
yang merupakan kewenangan Pemerintah Aceh dan
kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota menjadi hak dan
tanggung jawab Keujruen Blang atau nama lain.
(2) Dalam hal Keujruen Blang atau nama lain tidak mampu
melaksanakan Peningkatan Jaringan Irigasi Tersier yang
menjadi hak dan tanggung jawabnya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Aceh dan/atau
Pemerintah Kabupaten/Kota dapat membantu Peningkatan
Jaringan Irigasi Tersier.
(3) Pemerintah Aceh dan/atau Pemerintah Kabupaten/Kota
dapat membantu Peningkatan Jaringan Irigasi Tersier
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berdasarkan
permintaan dari Keujruen Blang atau nama lain dengan
memperhatikan prinsip kemandirian.

Pasal 24
(1) Perubahan dan/atau pembongkaran Jaringan Irigasi
Primer dan Jaringan Irigasi Sekunder yang mengakibatkan
perubahan bentuk dan fungsi Jaringan Irigasi Primer dan
Jaringan Irigasi Sekunder harus mendapat izin tertulis dari
Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai dengan
kewenangannya.
(2) Perubahan dan/atau pembongkaran jaringan Irigasi
Tersier harus mendapat persetujuan dari Keujruen Blang
atau nama lain.

Pasal 25...
- 15 -

Pasal 25
(1) Pembangunan dan/atau Peningkatan Jaringan Irigasi
dilakukan bersamaan dengan kegiatan pengembangan
lahan pertanian.
(2) Pembangunan dan/atau Peningkatan Jaringan Irigasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai
dengan rencana dan program pengembangan pertanian
dengan mempertimbangkan potensi dan kesiapan petani
setempat.

Pasal 26
(1) Pengeringan yang diperlukan untuk kegiatan
Pembangunan dan/atau Peningkatan Jaringan Irigasi
harus dijadwalkan dalam rencana tata tanam.
(2) Pengeringan yang diperlukan untuk kegiatan
Pembangunan dan/atau Peningkatan Jaringan Irigasi yang
direncanakan hanya dapat dilakukan paling lama 6 (enam)
bulan.
(3) Pengeringan untuk kegiatan Pembangunan dan/atau
Peningkatan Jaringan Irigasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan (2) yang memerlukan waktu lebih dari 6
(enam) bulan harus mendapatkan izin dari Gubernur.

BAB VI
PENGELOLAAN JARINGAN IRIGASI
Bagian Kesatu
Operasi Jaringan Irigasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi
Pasal 27
(1) Pemerintah Aceh bertanggung jawab dalam Operasi
Jaringan Irigasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi Primer
dan Jaringan Irigasi Sekunder pada Daerah Irigasi yang
luasnya 1.000 (seribu) hektar sampai dengan 3.000 (tiga
ribu) hektar dan Daerah Irigasi lintas Kabupaten/Kota.
(2) Pemerintah Kabupaten/Kota dapat melaksanakan Operasi
Jaringan Irigasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi Primer
dan Jaringan Irigasi Sekunder pada Daerah Irigasi yang
menjadi kewenangan Pemerintah Aceh.
(3) Pelaksanaan Operasi Jaringan Irigasi dan Pemeliharaan
Jaringan Irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
setelah melakukan koordinasi dengan Pemerintah Aceh.
(4) Keujruen Blang atau nama lain dapat berperan serta dalam
Operasi Jaringan Irigasi dan melaksanakanPemeliharaan
Jaringan Irigasi Primer dan Jaringan Irigasi Sekunder yang
menjadi kewenangan Pemerintah Aceh sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuannya.

(5) Peran...
- 16 -

(5) Peran serta Keujruen Blang atau nama lain dalam Operasi
Jaringan Irigasi dan melaksanakan Pemeliharaan Jaringan
Irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan
setelah memperoleh izin tertulis dari Pemerintah Aceh.
(6) Keujruen Blang atau nama lain dapat melakukan
pengawasan atas pelaksanaan Operasi Jaringan Irigasi dan
Pemeliharaan Jaringan Irigasi Primer dan Jaringan Irigasi
Sekunder yang menjadi kewenangan Pemerintah Aceh.
(7) Operasi Jaringan Irigasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi
Primer dan Jaringan Irigasi Sekunder dilaksanakan atas
dasar rencana tahunan operasi dan pemeliharaan yang
disepakati bersama secara tertulis antara Pemerintah
Aceh, Keujruen Blang atau nama lain dan pengguna
jaringan irigasi lainnya di setiap Daerah Irigasi.

Pasal 28
(1) Operasi Jaringan Irigasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi
PTersier pada Daerah Irigasi yang merupakan kewenangan
Pemerintah Aceh menjadi hak dan tanggung jawab
Keujruen Blang nama lain.
(2) Dalam hal Keujruen Blang atau nama lain tidak mampu
melaksanakan Operasi Jaringan Irigasi dan Pemeliharaan
Jaringan Irigasi Tersier yang menjadi hak dan tanggung
jawabnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Pemerintah Aceh dapat membantu Operasi Jaringan Irigasi
dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi Tersier.
(3) Pemerintah Aceh dapat membantu Operasi Jaringan Irigasi
dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi Tersier sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) berdasarkan permintaan tertulis
dari Keujruen Blang atau nama lain dengan
memperhatikan prinsip kemandirian.

Pasal 29
(1) Pemerintah Aceh menetapkan waktu pengeringan seluruh
atau sebahagian jaringan irigasi yang harus dikeringkan
setelah bermusyawarah dan bermufakat dengan Keujruen
Blang atau nama lain dan pengguna jaringan irigasi
lainnya.
(2) Pengeringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan untuk keperluan pemeriksaan atau
pemeliharaan jaringan irigasi.

Pasal 30
Ketentuan lebih lanjut mengenai Operasi Jaringan Irigasi dan
Pemeliharaan Jaringan Irigasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 sampai dengan Pasal 29 diatur dengan Peraturan
Gubernur.

Bagian Kedua...
- 17 -

Bagian Kedua
Rehabilitasi Jaringan Irigasi
Pasal 31
(1) Rehabilitasi Jaringan Irigasi dilaksanakan berdasarkan
urutan prioritas kebutuhan perbaikan irigasi dengan
memperhatikan pertimbangan Komisi Irigasi.
(2) Rehabilitasi Jaringan Irigasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan sesuai dengan kondisi dan/atau fungsi
jaringan irigasi semula.
(3) Rehabilitasi Jaringan Irigasi yang mengakibatkan
perubahan kondisi dan/atau fungsi Jaringan Irigasi Primer
dan Jaringan Irigasi Sekunder harus mendapatkan izin
dari Gubernur.
(4) Rehabilitasi Jaringan Irigasi Tersier yang mengakibatkan
perubahan kondisi dan atau fungsinya harus mendapat
persetujuan Keujreun Blang.

Pasal 32
(1) Pemerintah Aceh bertanggung jawab dalam Rehabilitasi
Jaringan Irigasi Primer dan Jaringan Irigasi Sekunder
pada Daerah Irigasi yang luasnya 1.000 (seribu) hektar
sampai dengan 3.000 (tiga ribu) hektar dan Daerah Irigasi
lintas Kabupaten/Kota.
(2) Pemerintah Aceh dalam hal tertentu dapat melaksanakan
rehabilitasi Jaringan Irigasi Primer dan Jaringan Irigasi
Sekunder pada Daerah Irigasi yang menjadi kewenangan
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Kabupaten/Kota.
(3) Pelaksanaan Rehabilitasi Jaringan Irigasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) setelah melakukan koordinasi
dengan Pemerintah Pusatdan Pemerintah Kabupaten/Kota.
(4) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Kabupaten/Kota dapat
melaksanakan Rehabilitasi Jaringan Irigasi Primer dan
Jaringan Irigasi Sekunder pada Daerah Irigasi yang
menjadi kewenangan Pemerintah Aceh.
(5) Pelaksanaan Rehabilitasi Jaringan Irigasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) setelah melakukan koordinasi
dengan Pemerintah Aceh.
(6) Rehabilitasi Jaringan Irigasi Primer dan Jaringan Irigasi
Sekunder pada Daerah Irigasi yang menjadi kewenangan
Pemerintah Aceh sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dilakukan oleh Keujruen Blang atau nama lain
sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.
(7) Rehabilitasi Jaringan Irigasi Primer dan Jaringan Irigasi
Sekunder pada Daerah Irigasi yang menjadi kewenangan
Pemerintah Aceh sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
setelah memperoleh izin tertulis dari Pemerintah Aceh.

Pasal 33...
- 18 -

Pasal 33
(1) Pemerintah Kabupaten/Kota bertanggung jawab dalam
Rehabilitasi Jaringan Irigasi Primer dan Jaringan Irigasi
Sekunder pada Daerah Irigasi yang luasnya kurang dari
1.000 (seribu) hektar.
(2) Dalam hal Pemerintah Kabupaten/Kota tidak mampu
melaksanakan Rehabilitasi Jaringan Irigasi Primer dan
Jaringan Irigasi Sekunder pada Daerah Irigasi yang
luasnya kurang dari 1.000 (seribu) hektar, Pemerintah
Aceh dapat membantu berdasarkan permintaan tertulis
dari Pemerintah Kabupaten/Kota.

Pasal 34
(1) Rehabilitasi Jaringan Irigasi Tersier pada Daerah Irigasi
yang merupakan kewenangan Pemerintah Aceh menjadi
hak dan tanggung jawab Keujruen Blang nama lain.
(2) Dalam hal Keujruen Blang atau nama lain tidak mampu
melaksanakan Rehabilitasi Jaringan Irigasi Tersier yang
menjadi hak dan tanggung jawabnya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Aceh dapat membantu
Rehabilitasi Jaringan Irigasi Tersier.
(3) Pemerintah Aceh dapat membantu Rehabilitasi Jaringan
Irigasi Tersier sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
berdasarkan permintaan tertulis dari Keujruen Blang atau
nama lain dengan memperhatikan prinsip kemandirian.

Pasal 35
(1) Pengeringan yang diperlukan untuk kegiatan Rehabilitasi
Jaringan Irigasi harus dijadwalkan dalam rencana tata
tanam.
(2) Pengeringan yang diperlukan untuk kegiatan rehabilitasi
yang direncanakan dan rehabilitasi akibat keadaan darurat
Jaringan Irigasi hanya dapat dilakukan paling lama 6
(enam) bulan.
(3) Pengeringan untuk kegiatan Rehabilitasi sebagaimana di
maksud pada ayat (1) dan (2) yang memerlukan waktu
lebih dari 6 (enam) bulan harus mendapatkan izin tertulis
dari Gubernur.

Bagian Ketiga
Pengamanan Jaringan Irigasi
Pasal 36
(1) Pengamanan Jaringan Irigasi bertujuan untuk menjaga
keberlangsungan fungsi Jaringan Irigasi dan mencegah
kerusakan Jaringan Irigasi.
(2) Pengamanan Jaringan Irigasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah Aceh, Keujruen Blang
nama lain, dan pihak lain sesuai dengan tanggung jawab
masing-masing.

Pasal 37...
- 19 -

Pasal 37
(1) Pemerintah Aceh sesuai dengan kewenangannya harus
menetapkan Garis Sempadan Irigasi dan Daerah
Sempadan Irigasi pada jaringan irigasi untuk masing-
masing Daerah Irigasi.
(2) Penetapan Garis Sempadan Irigasi dan Daerah Sempadan
Irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan
untuk menjaga fungsi jaringan irigasi dan mengamankan
kepemilikan lahan Pemerintah Aceh.

Pasal 38
Ketentuan lebih lanjut mengenai mengenai pengamanan
Jaringan Irigasi, penetapan Garis Sempadan Irigasi dan
Daerah Sempadan Irigasi diatur dengan Peraturan Gubernur.

BAB VII
MODERNISASI IRIGASI
Pasal 39
(1) Dalam rangka optimalisasi pemenuhan tingkat layanan
irigasi secara efektif, efesien dan berkelanjutan dapat
dilakukan modernisasi Irigasi.
(2) Modernisasi Irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilakukan dengan meningkatkan keandalan penyediaan
air, prasarana, manajemen Irigasi, lembaga pengelola,
sumber daya manusia dan penetapan jenis irigasi
berdasarkan segmen penggunaan air.
(3) Modernisasi Irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan sesuai dengan tahapan pembangunan irigasi
yaitu: sosialisasi dan konsultasi publik, survei, investigasi,
desain, pengadaan tanah, pelaksanaan konstruksi,
pelaksanaan operasi dan pemeliharaan.
(4) Ketentuan lebih lanjut modernisasi Irigasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Gubernur.

BAB VIII
PENGELOLAAN AIR IRIGASI
Bagian Kesatu
Pengakuan Atas Hak Ulayat
Pasal 40
(1) Pemerintah Aceh sesuai dengan kewenangannya mengakui
Hak Ulayat masyarakat Hukum Adat setempat yang
berkaitan dengan Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumber
Air untuk Irigasi.
(2) Pengakuan Hak Ulayat sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) sepanjang dalam kenyataannya masih ada dan tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Bagian Kedua...
- 20 -

Bagian Kedua
Penyediaan Air Irigasi
Pasal 41
(1) Penyediaan Air Irigasi ditujukan untuk mendukung
produktivitas lahan dalam rangka meningkatkan produksi
pertanian yang maksimal.
(2) Penyediaan Air Irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
direncanakan berdasarkan pada prakiraan ketersediaan air
pada sumbernya dan digunakan sebagai dasar
penyusunan rencana tata tanam.
(3) Dalam Penyediaan Air Irigasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Pemerintah Aceh sesuai dengan kewenangannya
mengupayakan:
a. optimalisasi pemanfaatan air irigasi pada Daerah
Irigasi atau antar Daerah Irigasi; dan
b. keandalan ketersediaan air irigasi serta pengendalian
dan perbaikan mutu air irigasi dalam rangka
penyediaan Air Irigasi.
(4) Dalam hal tertentu, Penyediaan Air Irigasi dapat diberikan
dalam batas tertentu untuk pemenuhan kebutuhan
lainnya.

Pasal 42
(1) Penyusunan rencana tata tanam sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 41 ayat (2) dilaksanakan oleh SKPA terkait
berdasarkan usulan Keujruen Blang atau nama lain.
(2) Hasil penyusunan rencana tata tanam sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dibahas dan disepakati dalam
sidang Komisi Irigasi Aceh serta ditetapkan oleh Gubernur.

Pasal 43
(1) Penyediaan Air Irigasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
41 disusun dalam rencana tahunan Penyediaan Air Irigasi
pada setiap Daerah Irigasi.
(2) Rancangan rencana tahunan Penyediaan Air Irigasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh SKPA
yang menyelenggarakan sub urusan pemerintahan bidang
pengairan dan pertanian, berdasarkan usulan Keujruen
Blang atau nama lain yang didasarkan pada rancangan
rencana tata tanam.
(3) Rancangan rencana tahunan Penyediaan Air Irigasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibahas dan
disepakati dalam sidang Komisi Irigasi Aceh sesuai wilayah
kerjanya untuk masing-masing Daerah Irigasi.
(4) Rancangan rencana tahunan Penyediaan Air Irigasi yang
telah dibahas dan disepakati sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) disampaikan oleh pimpinan Komisi Irigasi Aceh
dalam sidang TKPSDA pada wilayah sungai bersangkutan
guna mendapatkan alokasi Air untuk Irigasi.

(5) Rancangan...
- 21 -

(5) Rancangan rencana tahunan Penyediaan Air Irigasi


sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh
Gubernur.
(6) Dalam hal ketersediaan Air dari Sumber Air tidak
mencukupi, Keujruen Blang atau nama lain menyesuaikan
kembali rancangan rencana tata tanam di Daerah Irigasi
yang bersangkutan.

Pasal 44
Dalam hal terjadi kekeringan pada Sumber Air, Pemerintah
Aceh dapat mengupayakan tambahan pasokan air irigasi dari
Sumber Air lainnya atau melakukan Penyesuaian, Penyediaan
dan Pengaturan Air Irigasi setelah memperhatikan masukan
dari Komisi Irigasi Aceh.

Bagian Ketiga
Pengaturan Air Irigasi
Pasal 45
(1) Pelaksanaan Pengaturan Air Irigasi didasarkan atas
Rencana Tahunan Pengaturan Air Irigasi yang memuat
rencana tahunan pembagian dan pemberian Air Irigasi.
(2) Rancangan rencana tahunan pembagian dan pemberian
airirigasi disusun oleh SKPA terkait berdasarkan Rencana
TahunanPenyediaan Air Irigasi dan usulan Keujruen Blang
atau nama lain mengenai kebutuhan air dan rencana tata
tanam.
(3) Rancangan rencana tahunan pembagian dan pemberian
airirigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibahas dan
disepakati dalam sidang Komisi Irigasi Aceh sesuai wilayah
kerjanya dengan memperhatikan kebutuhan air untuk
irigasi yang disepakati Keujruen Blang di masing-masing
Daerah Irigasi.
(4) Rancangan rencana tahunan pembagian dan pemberian air
irigasi yang telah dibahas dan disepakati sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) disampaikan oleh pimpinan Komisi
Irigasi Aceh dalam sidang TKPSDA pada wilayah sungai
bersangkutan guna mendapatkan alokasi air untuk irigasi.
(5) Rancangan Rencana Tahunan Pembagian dan Pemberian
Air Irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan
oleh Gubernur.
(6) Pembagian dan Pemberian Air Irigasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) dimulai dari jaringan primer,
sekunder sampai dengan tersier dilakukan oleh Pengelola
Irigasi Pemerintah Aceh sesuai dengan kebutuhan masing-
masing petak.

Pasal 46
(1) Pembagian Air Irigasi dalam Jaringan Primer dan/atau
Jaringan Sekunder dilakukan melalui Bangunan Bagi atau
Bangunan Bagi-Sadap yang telah ditentukan.

(5) Pemberian...
- 22 -

(2) Pemberian Air Irigasi ke petak tersier harus dilakukan


melalui Bangunan Sadap atau Bangunan Bagi-Sadap yang
telah ditentukan.

Pasal 47
(1) Penggunaan Air Irigasi pada jaringan primer, sekunder
dan tersier diluar untuk kepentingan pertanian harus
mendapatkan izin tertulis dari Pemerintah Aceh dengan
memperhatikan ketersediaan air dan efisiensi penggunaan
air.
(2) Penggunaan Air Irigasi dipetak tersier menjadi hak dan
tanggung jawab Keujruen Blang atau nama lain.
(3) Penggunaan Air Irigasi pada jaringan tersier dilakukan
pada tempat pengambilan yang telah ditetapkan oleh
Keujruen Blang atau nama lain.

Pasal 48
Dalam hal Penggunaan Air Irigasi tidak mencukupi, Pengaturan
Air Irigasi dilakukan secara bergilir yang ditetapkan oleh
Pemerintah Aceh setelah melakukan musyawarah dan mufakat
dengan Keujruen Blang atau nama lain.

Bagian Keempat
Drainase
Pasal 49
(1) Setiap Pembangunan Jaringan Irigasi dilengkapi dengan
pembangunan jaringan drainase yang merupakan satu
kesatuan dengan jaringan irigasi yang bersangkutan.
(2) Jaringan drainase sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berfungsi untuk mengalirkan kelebihan air agar tidak
mengganggu produktivitas lahan.
(3) Kelebihan Air Irigasi yang dialirkan melalui jaringan
drainase harus dijaga mutunya sesuai peraturan
perundang-undangan.
(4) Pemerintah Aceh, Keujruen Blang atau nama lain dan
masyarakat berkewajiban menjaga kelangsungan fungsi
jaringan drainase.
(5) Setiap orang dilarang melakukan tindakan yang dapat
mengganggu fungsi jaringan drainase.

BAB IX
PARTISIPASI MASYARAKAT PETANI DALAM
PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAANSISTEM IRIGASI
Pasal 50
(1) Partisipasi masyarakat petani dalam Pengembangan dan
Pengelolaan Sistem Irigasi diwujudkan mulai dari
perencanaan, pengambilan keputusan dan pelaksanaan
kegiatan dalam pembangunan, peningkatan, operasi,
pemeliharaan dan rehabilitasi.

(5) Partisipasi...
- 23 -

(2) Partisipasi masyarakat petani sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) dapat diwujudkan dalam bentuk sumbangan
pemikiran, waktu, tenaga, material, peralatan dan dana.
(3) Partisipasi masyarakat petani sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) didasarkan atas kemauan, kerelaan dan
kemampuan masyarakat petani serta semangat kemitraan
dan kemandirian.
(4) Partisipasi masyarakat petani sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat dilakukan dan disalurkan secara
perseorangan atau melalui Keujruen Blang atau nama lain
di wilayah kerjanya.

Pasal 51
Pemerintah Aceh mendorong partisipasi masyarakat petani
dalam Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi untuk
meningkatkan rasa memiliki dan rasa tanggung jawab akan
keberlanjutan Sistem Irigasi.

BAB X
KERJASAMA DAN PEMBERDAYAAN
Bagian Kesatu
Kerjasama
Pasal 52
(1) Pemerintah Aceh dapat mengembangkan pola kerjasama
dalam rangka penyelenggaraan Irigasi.
(2) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat
dilakukan dengan daerah lain, pihak ketiga dan/atau
lembaga/pemerintah daerah di luar negeri sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kerjasama sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam
Peraturan Gubernur.

Bagian Kedua
Pemberdayaan
Pasal 53
(1) Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota
berkewajiban melakukan pemberdayaan Keujruen Blang
atau nama lain pada Daerah Irigasi.
(2) Pemerintah Aceh dapat memberikan bantuan teknis
kepada Pemerintah Kabupaten/Kota melalui SKPK atau
instansi terkait di bidang Irigasi.
(3) Bantuan Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diberikan berdasarkan kebutuhan SKPK atau instansi
terkait di bidang pengairan dan Irigasi.
(4) Pemerintah Aceh dapat memberikan bantuan teknis dan
pendanaan kepada Keujruen Blang atau nama lain dalam
pelaksanaan pemberdayaan.

(5) Ketentuan...
- 24 -

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberdayaan


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat
(4) diatur dalam Peraturan Gubernur.

Pasal 54
Dalam hal Pemberdayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
53 Pemerintah Aceh dapat:
a. melakukan pelatihan, penyuluhan dan penyebarluasan
informasi dan teknologi, hasil penelitian dan
pengembangan bidang irigasi dan pertanian kepada
Keujruen Blang atau nama lain;
b. mendorong Keujruen Blang atau nama lain untuk
menerapkan teknologi tepat guna dan tepat sasaran sesuai
dengan kebutuhan, sumber daya dan kearifan lokal; dan
c. memfasilitasi dan meningkatkan pelaksanaan penelitian
dan pengembangan teknologi di bidang Irigasi.

BAB XI
PENGELOLAAN ASET IRIGASI
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 55
Pengelolaan Aset Irigasi meliputi:
a. inventarisasi;
b. perencanaan;
c. pelaksanaan;
d. evaluasi;
e. pemutakhiran hasil inventarisasi aset irigasi; dan
f. penyerahan aset Irigasi.

Bagian Kedua
Inventarisasi Aset Irigasi
Pasal 56
(1) Aset Irigasi terdiri dari jaringan irigasi dan pendukung
pengelolaan irigasi.
(2) Pemerintah Aceh, Pemerintah Kabupaten/Kota dan
Keujruen Blang melaksanakan Inventarisasi Aset Irigasi
dalam Pengelolaan Sistem Irigasi sesuai dengan
kewenangannya masing-masing.
(3) Inventarisasi jaringan irigasi bertujuan untuk
mendapatkan data jumlah, dimensi, jenis, kondisi dan
fungsi seluruh aset Irigasi serta data ketersediaan air, nilai
aset, dan areal pelayanan pada setiap Daerah Irigasi.
(4) Inventarisasi pendukung pengelolaan irigasi bertujuan
untuk mendapatkan data jumlah, spesifikasi, kondisi dan
fungsi pendukung pengelolaan Irigasi.

(5) Pemerintah...
- 25 -

(5) Pemerintah Aceh melakukan kompilasi atas hasil


inventarisasi aset Irigasi yang dilakukan oleh Pemerintah
Kabupaten/Kota, Pemerintah Aceh dan Pemerintah Pusat.

Pasal 57

(1) Inventarisasi Jaringan Irigasi sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 56 ayat (2) dilaksanakan 1 (satu) tahun sekali
pada setiap Daerah Irigasi.
(2) Inventarisasi Pendukung Pengelolaan Irigasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 56 ayat (4) dilaksanakan 5 (lima)
tahun sekali pada setiap Daerah Irigasi.

Pasal 58

(1) Pemerintah Aceh mengembangkan sistem informasi Irigasi


yang didasarkan atas dokumen inventarisasi aset Irigasi.
(2) Sistem informasi Irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) merupakan sub sistem informasi sumber daya Air.

Bagian Ketiga
Perencanaan Pengelolaan Aset Irigasi
Pasal 59
(1) Perencanaan Pengelolaan Aset Irigasi meliputi kegiatan
analisis data hasil inventarisasi aset irigasi dan perumusan
rencana tindak lanjut untuk mengoptimalkan pemanfaatan
aset Irigasi pada setiap Daerah Irigasi.
(2) Perencanaan Pengelolaan Aset Irigasi dimanfaatkan untuk
perencanaan kegiatan operasi Jaringan Irigasi.
(3) Pemerintah Aceh menyusun dan menetapkan Rencana
Pengelolaan Aset Irigasi 5 (lima) tahun sekali.
(4) Penyusunan Rencana Pengelolaan Aset Irigasi dilakukan
secara terpadu, transparan, dan akuntabel dengan
melibatkan semua Keujruen Blang atau nama lain dan
pengguna Jaringan Irigasi lainnya.
(5) Keujruen Blang atau nama lain menyusun rencana
Pengelolaan Aset Irigasi yang menjadi tanggung jawabnya
secara berkelanjutan.

Bagian Keempat
Pelaksanaan Pengelolaan Aset Irigasi
Pasal 60
(1) SKPA yang membidangi Irigasi melaksanakan Pengelolaan
Aset Irigasi secara berkelanjutan berdasarkan rencana
Pengelolaan Aset Irigasi yang telah ditetapkan.
(2) Keujruen Blang melaksanakan Pengelolaan Aset Irigasi
yang menjadi tanggung jawabnya secara berkelanjutan
berdasarkan rencana Pengelolaan Aset Irigasi yang telah
ditetapkan.

Bagian Kelima...
- 26 -

Bagian Kelima
Evaluasi Pelaksanaan Pengelolaan Aset Irigasi
Pasal 61
(1) Gubernur mengevaluasi pelaksanaan Pengelolaan Aset
Irigasi setiap tahun.
(2) Evaluasi Pelaksanaan Pengelolaan Aset Irigasi dilakukan
berdasarkan hasil pemutakhiran data Jaringan Irigasi dan
aset irigasi lainnya serta analisis perkembangan data
terhadap rencana pengelolaan aset yang telah ditetapkan.
(3) Koordinator Keujruen Blang atau nama lain Daerah Irigasi
membantu Gubernur dalam melakukan evaluasi
pelaksanaan Pengelolaan Aset Irigasi yang menjadi
tanggung jawabnya secara berkelanjutan.
(4) Evaluasi pelaksanaan Pengelolaan Aset Irigasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk
mengkaji ulang kesesuaian antara rencana dan
pelaksanaan Pengelolaan Aset Irigasi.

Bagian Keenam
Pemutakhiran Hasil Inventarisasi Aset Irigasi
Pasal 62
Pemutakhiran hasil inventarisasi aset Irigasi dilaksanakan oleh
Pemerintah Aceh.

Bagian Ketujuh
Penyerahan Aset Irigasi
Pasal 63
(1) Dalam hal Pemerintah Aceh melakukan pembangunan dan
peningkatan Jaringan Irigasi Primer dan Jaringan Irigasi
Sekunder pada Daerah Irigasi yang menjadi kewenangan
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Kabupaten/Kota, Aset
Irigasi diserahkan kepada Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Kabupaten/Kota sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Dalam hal Pemerintah Aceh melakukan pembangunan dan
peningkatan Jaringan Irigasi Tersier yang menjadi
kewenangan Keujruen Blang Aset Irigasi diserahkan
kepada Keujruen Blang sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 64
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Pengelolaan Aset
Irigasi diatur dalam Peraturan Gubernur.

BAB XII...
- 27 -

BAB XII
KINERJA SISTEM IRIGASI
Pasal 65
(1) Pengukuran Kinerja Sistem Irigasi bertujuan untuk
mengetahui kondisi Jaringan Irigasi, Air Irigasi,
manejemen Irigasi, kelembagaan Irigasi dan sumber daya
manusia yang terlibat dalam pengelolaan Irigasi serta
untuk mengetahui tingkat layanan Jaringan Irigasi yang
bersangkutan.
(2) Pengukuran Kinerja Sistem Irigasi dilaksanakan 1 (satu)
tahun sekali untuk masing-masing Daerah Irigasi.
(3) Hasil pengukuran Kinerja Sistem Irigasi dapat digunakan
sebagai salah satu bahan untuk usulan kegiatan.
(4) Pemerintah Aceh sesuai dengan kewenangannya
melaksanakan pengukuran Kinerja Sistem Irigasi.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai Kinerja Sistem Irigasi
diatur dalam Peraturan Gubernur.

BAB XIII
PEMBIAYAAN
Bagian Kesatu
Pembiayaan Pengembangan Jaringan Irigasi
Pasal 66
(1) Pembiayaan Pengembangan Jaringan Irigasi meliputi biaya
perencanaan dan biaya pelaksanaan konstruksi Jaringan
Irigasi.
(2) Pembiayaan Pengembangan Jaringan Irigasi Primer dan
Jaringan Irigasi Sekunder sampai dengan box tersier dari
bangunan sadap menjadi tanggung jawab Pemerintah Aceh
sesuai dengan kewenangannya.
(3) Pembiayaan Pengembangan Jaringan Irigasi Tersier
menjadi tanggung jawab Keujruen Blang atau nama lain.
(4) Dalam hal Keujruen Blang atau nama lain tidak mampu
membiayai Pengembangan Jaringan Irigasi Tersier yang
menjadi tanggung jawabnya, Pemerintah Aceh dapat
membantu pembiayaan Pengembangan Jaringan Irigasi
Tersier berdasarkan permintaan tertulis Keujruen Blang
atau nama lain dengan memperhatikan prinsip
kemandirian.

Bagian Kedua
Pembiayaan Pengelolaan Jaringan lrigasi
Pasal 67
(1) Pembiayaan Pengelolaan Jaringan Irigasi Primer dan
Jaringan Irigasi Sekunder menjadi tanggung jawab
Pemerintah Aceh sesuai dengan kewenangannya.
(2) Pembiayaan Pengelolaan Jaringan Irigasi Primer dan
Jaringan Irigasi Sekunder didasarkan atas angka
kebutuhan nyata pengelolaan irigasi pada setiap Daerah
Irigasi.

(3) Perhitungan...
- 28 -

(3) Perhitungan angka kebutuhan nyata pengelolaan Irigasi


pada setiap Daerah Irigasi dilakukan Pemerintah Aceh
bersama dengan Keujruen Blang atau nama lain
berdasarkan penelusuran jaringan dengan memperhatikan
kontribusi Keujruen Blang atau nama lain.
(4) Prioritas penggunaan biaya pengelolaan Jaringan Irigasi
pada setiap Daerah Irigasi disepakati Pemerintah Aceh
bersama dengan Keujruen Blang atau nama lain.

Pasal 68
(1) Pembiayaan pengelolaan Jaringan Irigasi Primer dan
Jaringan Irigasi Sekunder sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 67 merupakan dana Pengelolaan Irigasi yang
pengelolaannya menjadi tanggung jawab Pemerintah Aceh.
(2) Penggunaan dana Pengelolaan Irigasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai dana pengelolaan Irigasi
yang pengelolaannya menjadi tanggung jawab Pemerintah
Aceh diatur dalam Peraturan Gubernur.

Pasal 69
(1) Pembiayaan Pengelolaan Jaringan Irigasi Tersier menjadi
tanggung jawab Keujruen Blang atau nama lain di wilayah
kerjanya.
(2) Dalam hal Keujruen Blang atau nama lain tidak mampu
membiayai Pengelolaan Jaringan Irigasi Tersier yang
menjadi tanggung jawabnya, Pemerintah Aceh dapat
membantu pembiayaan pengelolaan Jaringan Irigasi
tersebut, berdasarkan permintaan Keujreun Blang atau
nama lain dengan memperhatikan prinsip kemandirian.
(3) Pengguna Jaringan Irigasi lainnya wajib ikut serta dalam
pembiayaan pengelolaan jaringan irigasi yang dibangun
oleh Pemerintah Aceh.

Pasal 70
Pembiayaan operasional Komisi Irigasi Aceh dan Forum
Koordinasi Daerah Irigasi menjadi tanggung jawab Pemerintah
Aceh.

Bagian Ketiga
Keterpaduan Pembiayaan Pengelolaan
Jaringan Irigasi
Pasal 71
Komisi Irigasi Aceh mengkoordinasikan dan memadukan
perencanaan pembiayaan pengelolaan Jaringan Irigasi
berdasarkan skala prioritas yang menjadi tanggung jawab
Pemerintah Aceh.

Pasal 72...
- 29 -

Pasal 72
Pembiayaan pengembangan dan pengelolaan Jaringan Irigasi
dapat bersumber dari:
a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh;
c. Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten/Kota;
d. sumber lainnya yang sah sesuai peraturan perundang-
undangan.

BAB XIV
ALIH FUNGSI LAHAN BERIRIGASI
Pasal 73
(1) Gubernur mengupayakan ketersediaan lahan beririgasi
dan/atau mengendalikan Alih Fungsi Lahan Beririgasi
untuk menjamin kelestarian fungsi dan manfaat Jaringan
Irigasi.
(2) Gubernur menetapkan wilayah potensial Irigasi dan
pengembangannya sesuai dengan Rencana Tata Ruang
Wilayah Aceh.
(3) SKPA yang membidangi Irigasi berperan mengendalikan
terjadinya Alih Fungsi Lahan Beririgasi.

Pasal 74
(1) Alih Fungsi Lahan Beririgasi tidak dapat dilakukan, kecuali
terdapat:
a. perubahan Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh; atau
b. bencana alam yang mengakibatkan hilangnya fungsi
lahan dan Jaringan Irigasi.
(2) Selain pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Alih Fungsi Lahan Beririgasi dapat dilakukan karena
kepentingan strategis Aceh dan strategis nasional setelah
mendapatkan persetujuan DPRA.
(3) Pemerintah Aceh harus mengupayakan penggantian lahan
beririgasi beserta jaringannya yang diakibatkan oleh
perubahan Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh, bencana
alam dan rencana strategis Aceh dan strategis nasional
sesuai potensi wilayah tersebut.
(4) Pemerintah Aceh bertanggung jawab melakukan Penataan
Ulang Sistem Irigasi dalam hal:
a. sebagian Jaringan Irigasi beralih fungsi; atau
b. sebagian lahan beririgasi beralih fungsi.
(5) Badan usaha, badan sosial dan perseorangan yang
melakukan Alih Fungsi Lahan Beririgasi wajib mengganti
lahan beririgasi beserta jaringannya.

Pasal 75...
- 30 -

Pasal 75
(1) Penyediaan lahan pengganti terhadap lahan beririgasi yang
dialihfungsikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74
ayat (1) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. sawah beririgasi teknis diganti seluas 3 (tiga) kali dari
luas lahan yang dialihfungsikan dengan kualitas dan
produktivitas yang setara.
b. sawah beririgasi semi teknis diganti seluas 2 (dua) kali
dari luas lahan yang dialihfungsikan dengan kualitas
dan produktivitas yang setara.
c. sawah beririgasi sederhana diganti seluas 1 (satu) kali
dari luas lahan yang dialihfungsikan dengan kualitas
dan produktivitas yang setara.
(2) Selain penyediaan lahan pengganti sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) pihak yang mengalihfungsikan wajib
mengganti nilai infrastruktur.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai lahan pengganti beserta
jaringannya diatur dalam Peraturan Gubernur.

Pasal 76

(1) Dalam pelaksanaan pengendalian Alih Fungsi Lahan


Beririgasi agar pemanfaatan sawah beririgasi sesuai
dengan fungsinya, Pemerintah Aceh dapat memberikan
insentif atau disinsentif.
(2) Insentif sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1)
diberikan kepada petani/pemegang hak atas lahan
beririgasi yang memanfaatkan lahan sesuai dengan
fungsinya, berupa:
a. keringanan pajak;
b. kemudahan dalam pengurusan perizinan yang
berkenaan dengan pemanfaatan sawah beririgasi;
c. penyediaan sarana dan prasarana pertanian;
d. kemudahan akses teknologi;
e. kemudahan akses kredit pertanian;
f. fasilitasi penelitian dan pengembangan benih dan
varietas unggul;
g. pengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi;
dan/atau
h. pemberian penghargaan.
(3) Disinsentif sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1)
diberikan kepada petani/pemegang hak atas lahan
beririgasi yang memanfaatkan lahan tidak sesuai dengan
fungsinya, berupa:
e. pembatasan penyediaan infrastruktur;
f. pembatasan pengembangan kawasan;
g. pengenaan kompensasi; dan/atau
h. pemberian sanksi.

(4) Masyarakat...
- 31 -

(4) Masyarakat dapat berperan aktif dalam pengendalian Alih


Fungsi Lahan Beririgasi dengan memberi informasi
terhadap upaya Alih Fungsi Lahan Beririgasi kepada pihak
terkait.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai Alih Fungsi Lahan
Beririgasi diatur dalam Peraturan Gubernur.

BAB XV
KOORDINASI PENGELOLAAN SISTEM IRIGASI
Pasal 77
(1) Koordinasi pengelolaan Sistem Irigasi dilakukan melalui
dan antar Komisi Irigasi Kabupaten/Kota, Komisi Irigasi
Aceh, dan/atau Forum Koordinasi Daerah Irigasi.
(2) Dalam melaksanakan koordinasi pengelolaan sistem
Irigasi, Komisi Irigasi Aceh, Komisi Irigasi Kabupaten/Kota
dan Forum Koordinasi Daerah Irigasi dapat mengundang
pihak lain yang berkepentingan guna menghadiri sidang-
sidang komisi untuk memperoleh informasi yang
diperlukan.
(3) Hubungan kerja antar Komisi Irigasi Aceh, Komisi Irigasi
Kabupaten/Kota dan Forum Koordinasi Daerah Irigasi
bersifat konsultatif dan koordinatif.
(4) Komisi Irigasi Aceh melakukan koordinasi pengelolaan
Sistem Irigasi dengan seluruh Komisi Irigasi
Kabupaten/Kota.
(5) Koordinasi pengelolaan Sistem Irigasi yang jaringannya
berfungsi multiguna pada satu Daerah Irigasi dapat
dilaksanakan melalui Forum Koordinasi Daerah Irigasi.

BAB XVI
PENGAWASAN
Pasal 78
(1) Dalam Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi pada
setiap Daerah Irigasi dilaksanakan pengawasan yang
dilakukan oleh Pemerintah Aceh dengan melibatkan
Pemerintah Kabupaten/Kota dan peranserta masyarakat.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
kegiatan:
a. pemantauan dan evaluasi agar sesuai dengan norma,
standar, pedoman, dan manual;
b. pelaporan;
c. pemberian rekomendasi; dan
d. penertiban.
(3) Peran masyarakat dalam pengawasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menyampaikan
laporan dan/atau pengaduan kepada SKPA dan pihak yang
berwenang.

(4) Keujruen...
- 32 -

(4) Keujruen Blang atau nama lain menyampaikan laporan


Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi yang
menjadi tanggung jawabnya kepada Pemerintah Aceh
sesuai dengan kewenangannya.
(5) Dalam rangka pengawasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Pemerintah Aceh menyediakan informasi
Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi secara
terbuka untuk umum.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman pengawasan
Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi diatur
dalam Peraturan Gubernur.

BAB XVII
LARANGAN
Pasal 79
(1) Setiap orang dilarang tanpa izin pihak yang berwenang
melakukan perbuatan:
a. mengambil tanah, pasir, kerikil dan/atau batu dari
jaringan Irigasi;
b. mengubah dan/atau membongkar saluran, bangunan,
dan/atau perlengkapannya dalam jaringan irigasi;
c. mengubah dan/atau membongkar bangunan dan/atau
perlengkapannya, yang melintasi saluran irigasi pada
Daerah Sempadan Irigasi.
d. mendirikan, bangunan dan/atau perlengkapannya,
yang berada di atas saluran Irigasi pada Daerah
Sempadan Irigasi.
(2) Dalam rangka menjaga kelestarian Jaringan Irigasi beserta
bangunan pelengkapnya setiap orang dilarang melakukan
perbuatan:
a. membuat galian dan/atau membuat selokan di
sepanjang saluran dan/atau bangunan Irigasi yang
dapat mengakibatkan terjadinya kebocoran dan/atau
mengganggu stabilitas saluran dan/atau bangunan
serta perlengkapannya;
b. merusak dan/atau mencabut rumput dan/atau
tanaman sejenisnya yang ditanam pada tanggul
saluran dan/atau bangunan serta perlengkapannya;
c. menanam tanaman pada tanggul dan/atau tanah
turutan bangunan; dan/atau
d. menghalangi dan/atau merintangi kelancaran aliran
Air pada Jaringan Irigasi tanpa izin pihak yang
berwenang.
(3) Untuk menghindari kerusakan Jaringan Irigasi beserta
bangunan pelengkapnya dilarang melakukan perbuatan:
a. mengembalakan, memandikan dan/atau
menambatkan ternak atau hewan di atas maupun di
saluran Irigasi;

c. membuang...
- 33 -

b. membuang benda padat yang dapat berakibat


menghambat aliran, mengubah sifat air serta merusak
bangunan jaringan irigasi beserta tanah turutannya;
c. membuang benda cair dan/atau mencuci kendaraan
bermotor yang dapat berakibat terlampauinya baku
mutu Air Irigasi sesuai ketentuan.
(4) Setiap orang dilarang menyadap Air dari saluran pembawa,
kecuali pada tempat yang sudah ditentukan.
(5) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
sesuai pertimbangan dan kaidah teknis Irigasi berdasarkan
peraturan perundang-undangan.
(6) Setiap perbuatan yang bertentangan dengan ayat (1)
sampai dengan ayat (4) merupakan pelanggaran.

BAB XVIII
KETENTUAN PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN
Pasal 80
(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah
Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota diberi wewenang
untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap
pelanggaran ketentuan dalam Qanun ini.
(2) Kewenangan Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai
peraturan perundang-undangan.

BAB XIX
PENYELESAIAN SENGKETA/PERSELISIHAN
DI BIDANG IRIGASI
Pasal 81
(1) Penyelesaian sengketa/perselisihan dibidang Irigasi
diselesaikan terlebih dahulu secara Hukum Adat.
(2) Apabila sengketa/perselisihan dibidang Irigasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat
diselesaikan, maka penyelesaiannya dilakukan sesuai
peraturan perundang-undangan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelesaian
sengketa/perselisihan dibidang Irigasi secara Hukum Adat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur
dalam Peraturan Gubernur.

BAB XX
KETENTUAN PIDANA
Pasal 82
(1) Setiap orang dengan sengaja melakukan pelanggaran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (1), diancam
dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau
denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah) serta wajib menggantikan nilai infrastruktur yang
rusak.

(2) Setiap...
- 34 -

(2) Setiap orang dengan sengaja melakukan pelanggaran


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (2), diancam
dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan
ataudenda paling banyak sepertiga dari denda
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Setiap orang dengan sengaja atau karena kelalaiannya
mengakibatkan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 79 ayat (3), diancam dengan pidana kurungan paling
lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak
Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
(4) Setiap orang dengan sengaja melakukan pelanggaran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (4), diancam
dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau
denda paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).
(5) Selain ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) sampai dengan ayat (4), setiap orang dapat juga
diancam pidana sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

BAB XXI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 83
Semua izin yang berkaitan dengan Pengembangan dan
Pengelolaan Sistem Irigasi yang telah ada sebelum ditetapkan
Qanun ini, masih tetap berlaku sampai dengan berakhirnya
izin yang bersangkutan.

Pasal 84
Dalam hal ditetapkannya Undang-Undang tentang Sumber
Daya Air yang baru, dan jika norma dalam Qanun ini ada yang
bertentangan dengan Undang-Undang tersebut, maka akan
dilakukan perubahan terhadap Qanun ini.

BAB XXII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 85
Peraturan Gubernur yang berkenaan pelaksanaan Qanun ini
harus diselesaikan oleh Pemerintah Aceh paling lambat 2 (dua)
tahun setelah Qanun ini ditetapkan.

Pasal 86
Pada saat Qanun ini mulai berlaku, Qanun Aceh Nomor 4
Tahun 2011 tentang Irigasi (Lembaran Daerah Aceh Tahun
2011 Nomor 9, Tambahan Lembaran Daerah Aceh Nomor 37)
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 87...
- 35 -

Pasal 87
Pada saat Qanun ini mulai berlaku, semua Peraturan Gubernur
dan Peraturan Bupati/Walikota yang merupakan Pelaksanaan
Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2011 tentang Irigasi (Lembaran
Daerah Aceh Tahun 2011 Nomor 9, Tambahan Lembaran
Daerah Aceh Nomor 37) dinyatakan masih tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan
Qanun ini.

Pasal 88
Qanun ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan


pengundangan Qanun ini dengan penempatannya dalam
Lembaran Aceh.

Ditetapkan di Banda Aceh


pada tanggal 29 Desember 2017 M
10 Rabiul Akhir 1439 H

GUBERNUR ACEH,

IRWANDI YUSUF
Diundangkan di Banda Aceh
pada tanggal 15 Januari 2018 M
27 Rabiul Akhir 1439 H

SEKRETARIS DAERAH ACEH,

DERMAWAN

LEMBARAN ACEH TAHUN 2018 NOMOR 1


LEMBARAN ACEH TAHUN 2014 NOMOR
.....

\\\

NAMA

NOMOR REGISTER QANUN ACEH: (1,1/2018)


PENJELASAN
ATAS
QANUN ACEH NOMOR 12 TAHUN 2017
TENTANG
IRIGASI

I. UMUM
Bila diamati bahwa peran sektor pertanian sangat strategis dalam
perekonomian nasional dan kegiatan pertanian tidak dapat terlepas dari air. Oleh
karena itu, Irigasi sebagai salah satu komponen pendukung keberhasilan
pembangunan pertanian mempunyai peran yang sangat penting. Adanya
perubahan tujuan pembangunan pertanian dari meningkatkan produksi untuk
swasembada beras menjadi melestarikan ketahanan pangan, meningkatkan
pendapatan petani, meningkatkan kesempatan kerja di daerah dan perbaikan gizi
keluarga, serta sejalan dengan semangat demokrasi, desentralisasi dan
keterbukaan dalam tanaman kehidupan bermasyarakat perlu menetapkan
kebijakan pengembangan dan pengelolaan Sistem Irigasi.

Berdasarkan hakekatnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang


Pengairan, memberikan landasan hukum yang tegas, jelas, lengkap serta
menyeluruh guna menjamin adanya kepastian hukum bagi kepentingan rakyat
dan negara. Undang-Undang tersebut juga mengamanatkan bahwa penguasaan
sumber daya air oleh Negara diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah
Provinsi dan/atau Pemerintah Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangan
masing-masing dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran
rakyat. Dalam menyelenggarakan pengelolaan sumber daya air, Pemerintah
Daerah bertanggung jawab menyediakan air untuk semua kebutuhan dengan
memberikan prioritas utama kepada kebutuhan pokok sehari-hari dan pertanian
rakyat yang sudah ada diatas semua kebutuhan.

Secara khusus bagi Aceh, sesuai ketentuan dalam Pasal 156 ayat (1), ayat (2)
dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh,
ditegaskan bahwa Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota mengelola
sumber daya alam di Aceh baik di darat maupun di laut wilayah Aceh sesuai
dengan kewenangannya. Pengelolaan tersebut meliputi perencanaan,
pelaksanaan, pemanfaatan dan pengawasan kegiatan usaha yang dapat berupa
eksplorasi, eksploitasi, dan budidaya. Sumber daya alam meliputi bidang
pertambangan yang terdiri atas pertambangan mineral, batu bara, panas bumi,

bidang...
-2 -

bidang kehutanan, pertanian, perikanan, dan kelautan yang dilaksanakan


dengan menerapkan prinsip transparansi dan pembangunan berkelanjutan.

Penyelenggaraan pengurusan dan pengaturan Air Irigasi dan Jaringan Irigasi


beserta bangunan pelengkapnya di dalam Daerah Tingkat I diserahkan kepada
Pemerintah Daerah yang bersangkutan guna meningkatkan kemanfaatannya bagi
kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Hal ini sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974
tentang Pengairan. Namun demikian dengan Peraturan Pemerintah,
penyelenggaraan pengurusan Irigasi dapat dikecualikan tidak dilakukan oleh
Pemerintah Daerah, tetapi oleh sesuatu badan hukum tertentu.

Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi dilaksanakan dengan


melibatkan semua pihak yang berkepentingan dengan mengutamakan
kepentingan dan peran serta masyarakat petani dalam keseluruhan proses dalam
pengambilan keputusan serta pelaksanaan pengembangan dan pengelolaan
sistem irigasi.

Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi tersebut dilaksanakan dengan


prinsip satu sistem irigasi satu kesatuan pengembangan dan pengelolaan dengan
memperhatikan kepentingan pemakai air irigasi dan pengguna jaringan irigasi di
bagian hulu, tengah dan hilir secara selaras. Pengembangan dan Pengelolaan
Sistem Irigasi dilaksanakan oleh kelembagaan pengelolaan Irigasi.

Pengaturan hak guna air diwujudkan melalui hak guna air untuk irigasi yang
terdiri atas hak guna pakai air dan hak guna usaha untuk irigasi. Hak guna
usaha Air untuk Irigasi diberikan untuk keperluan pengusahaan dibidang
pertanian dan diperoleh berdasarkan permohonan izin pengusahaan air untuk
irigasi.

Pemerintah Aceh sesuai dengan kewenangannya melaksanakan pengendalian


dan pengawasan terhadap pengembangan dan pengelolaan Sistem Irigasi. Dalam
rangka pengawasan, Pemerintah Aceh sesuai dengan kewenangannya
menyediakan informasi pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi secara
terbuka untuk umum. Masyarakat berperan dalam pengawasan pengembangan
dan pengelolaan Sistem Irigasi dengan cara menyampaikan laporan dan/atau
pengaduan kepada pihak yang berwenang.

II. PASAL DEMI PASAL


Pasal 1
Cukup jelas.

Pasal 2...
-3 -

Pasal 2
Yang dimaksud dengan “keislaman” adalah pengembangan dan pengelolaan
sistem irigasi di Aceh harus sesuai dengan dengan tuntunan Agama Islam.
Yang dimaksud dengan “kemanfaatan” adalahpengembangan dan
pengelolaan sistem irigasi di Aceh harus bermanfaat untuk kepentingan
masyarakat banyak.
Yang dimaksud dengan “kebersamaan” adalah pengembangan dan
pengelolaan sistem irigasi di Aceh yang berbasis peran serta masyarakat
petani.
Yang dimaksud dengan “keterpaduan” adalah pengembangan dan
pengelolaan sistem irigasi yang dilakukan dengan mengintegrasikan
kepentingan antarsektor terkait.
Yang dimaksud dengan “keadilan” adalah pengembangan dan pengelolaan
sistem irigasi dilakukan secara proporsional sesuai dengan kebutuhan
masyarakat pemakai air irigasi.
Yang dimaksud dengan “keberlanjutan” adalah pengembangan dan
pengelolaan sistem irigasi dilakukan untuk mempertahankan fungsi irigasi.
Yang dimaksud dengan “berwawasan lingkungan” adalah pengembangan
dan pengelolaan sistem irigasi memperhatikan keseimbangan ekosistem
dan daya dukung lingkungan.
Yang dimaksud dengan “keterbukaan” adalah pengembangan dan
pengelolaan sistem irigasi yang dilakukan secara terbuka dan transparan.
Yang dimaksud dengan “akuntabilitas” adalah pengembangan dan
pengelolaan sistem irigasi yang dilakukan dapat dipertanggungjawabkan.
Yang dimaksud dengan “kearifan lokal” adalah pengembangan dan
pengelolaan sistem irigasi di Aceh dilakukan sesuai dengan budaya lokal
petani setempat.
Yang dimaksud dengan “berdayaguna” adalah pengembangan dan
pengelolaan sistem irigasi mampu menjalankan fungsinya sebagaimana
mestinya.
Yang dimaksud dengan “berhasilguna” adalah pengembangan dan
pengelolaan sistem irigasi dilakukan agar fungsi irigasi dapat berhasil
sebagaimana mestinya.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup Jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)...
-4 -

Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “prinsip satu sistem irigasi satu kesatuan
pengembangan dan pengelolaan” adalah bahwa dalam satu Daerah
Irigasi yang mendapat pelayanan irigasi dan satu sistem Irigasi yang
terdiri atas jaringan primer, jaringan sekunder, dan jaringan tersier
diterapkan satu sistem perencanaan, pelaksanaan, monitoring, dan
evaluasi.
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “pihak yang berkepentingan” antara lain
adalah masyarakat petani, penerima manfaat air irigasi, atau
pengguna jaringan irigasi lainnya.
Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “Keandalan Prasarana Irigasi” adalah
kondisi dan fungsi prasarana jaringan irigasi yang dapat
memberikan pelayanan irigasi secara optimal.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “Keandalan Air Irigasi” adalah
kondisi/keadaan air irigasi yang dapat tersedia dalam jumlah,
waktu, tempat, dan mutu sesuai dengan kebutuhan tanaman
untuk mendukung produktivitas usaha tani secara maksimal.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “berjalannya manajemen irigasi” adalah
suatu bentuk implementasi pengelolaan ekploitasi dan
pemeliharaan irigasi sesuai dengan ketentuan manual O dan P.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “keandalan kelembagaan pengelolaan
irigasi” adalah kemampuan kelembagaan pengelolaan irigasi
dalam menjalankan fungsinya.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “keandalan sumber daya manusia”
adalah tersedianya tenaga pengelola irigasi yang professional
dan sesuai dengan kebutuhan.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “peningkatan pendapatan masyarakat
petani dari usaha tani” adalah meningkatnya pendapatan
masyarakat petani dari usaha tani.

Ayat (3)...
-5 -

Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “Waduk/Bendungan” adalah setiap
bangunan penahan air buatan, jenis urugan atau jenis lainnya
termasuk fondasi, bukit/tebing tumpu serta bangunan pelengkap
dan peralatannya yang fungsinya untuk menahan air.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup Jelas.
Pasal 16
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “Pembangunan Jaringan Irigasi” dalam
ketentuan ini adalah pembangunan baru pada lahan yang belum ada
jaringan irigasinya yang mencakup Pembangunan Jaringan Irigasi
Air Permukaan dan Jaringan Irigasi Air Tanah.
Ayat (2)
Izin Pembangunan Jaringan Irigasi merupakan satu kesatuan dengan
izin penggunaan air dan sumber air. Desain Pembangunan Jaringan
Irigasi harus mencakup pedoman operasi dan pemeliharaan jaringan
irigasi.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.

Pasal 23...
-6 -

Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Ayat (1)
Perubahan dan/atau pembongkaran jaringan irigasi disebabkan, baik
oleh Peningkatan Jaringan Irigasi maupun sebagai dampak dari
kegiatan lain, misalnya pembangunan jaringan pipa air minum,
pembangunan jaringan pipa gas, atau pembangunan jembatan yang
melintasi jaringan irigasi primer dan sekunder.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 25
Ayat (1)
Yang dimaksud “dilakukan bersamaan” adalah agar pelaksanaan
pembangunan dan/atau Peningkatan Jaringan Irigasi disesuaikan
dengan rencana dan program pengembangan pertanian.
Yang dimaksud dengan “pengembangan lahan pertanian”, antara lain
pencetakan sawah beririgasi, tambak, lahan hortikultura,
perkebunan, dan/atau peternakan.
Ayat (2)
Yang dimaksud “kesiapan petani setempat” adalah penyelesaian
pembangunan dan/atau Peningkatan Jaringan Irigasi agar
bertepatan dengan saat petani membutuhkan air dan siap
melakukan budi daya dan pengolahan hasil komoditi pertanian.
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Yang dimaksud dengan “melakukan pengawasan” adalah apabila
pelaksanaan operasi dan pemeliharaan tidak sesuai dengan yang
telah disepakati dalam Komisi Irigasi, perkumpulan petani pemakai
air dapat menyampaikan laporan dan/atau pengaduan kepada
pejabat/petugas yang berwenang.

Ayat (7)...
-7 -

Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “Masyarakat Hukum Adat” adalah
masyarakat yang kenyataannya masih ada dan keberadaannya
dikukuhkan dengan peraturan daerah setempat.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 41
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Rencana tata tanam memuat jenis tanaman, lokasi penanaman,
jadwal tanam, dan luas tanam.

Ayat (3)...
-8 -

Ayat (3)
Huruf a
Optimalisasi Pemanfaatan Air Irigasi pada satu Daerah Irigasi
dapat dilakukan, antara lain dengan membagi satu Daerah
Irigasi dalam beberapa golongan kelompok petak sawah
berdasarkan pola dan tata tanam. Optimalisasi pemanfaatan
air irigasi antar Daerah Irigasi dapat dilakukan dengan
pengaturan waktu mulai tanam antara Daerah Irigasi bagian
hulu dengan Daerah Irigasi bagian hilir yang mendapat air dari
sumber yang sama.
Huruf b.
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “dalam hal tertentu” adalah misalnya
kekeringan, kebakaran.
Yang dimaksud dengan “kebutuhan lainnya” adalah:
1. kebutuhan pokok minimal sehari-hari;
2. kebutuhan untuk penanggulangan kekurangan air baku untuk air
minum rumah tangga;
3. kebutuhan air untuk pemadaman kebakaran;
4. kebutuhan untuk penanggulangan akibat pencemaran air.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Ayat (1)
Bangunan bagi adalah bangunan yang berfungsi untuk membagi air.
Bangunan Bagi-Sadap adalah bangunan yang berfungsi untuk
membagi air dan sekaligus mengalirkannya ke petak tersier.
Ayat (2)
Bangunan sadap adalah bangunan yang berfungsi untuk
mengalirkan air ke petak tersier yang letaknya ditentukan
berdasarkan kesepakatan masyarakat petani dan dituangkan dalam
rencana teknis yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Tidak tercukupinya Penyediaan Air Irigasi dapat disebabkan oleh
kekurangan air pada sumbernya sehingga rencana tahunan Penyediaan Air
Irigasi tidak dapat terpenuhi.

Pasal 49...
-9 -

Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Partisipasi masyarakat petani secara perseorangan dalam pengembangan
dan pengelolaan Sistem Irigasi terbatas pada hal-hal yang tidak mempunyai
dampak secara kolektif, misalnya dalam penyusunan rencana tata tanam,
penyusunan pembagian Air. Yang dimaksud dengan perseorangan adalah
subjek non badan usaha yang memerlukan Air untuk usaha pertanian.
Partisipasi masyarakat dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan
kemampuannya, yang meliputi kemampuan kelembagaan, teknis, dan
pembiayaan. Kemampuan kelembagaan dapat diindikasikan antara lain
dari status hukum organisasi, kemampuan manajerial, keaktifan pengurus,
dan jumlah anggota organisasi yang aktif. Kemampuan teknis dapat
diindikasikan antara lain dari jumlah tenaga pelaksana teknis (pembagi air)
yang mampu membagi air secara adil dan merata, jaringan irigasi
terpelihara dengan baik, dan meningkatnya usaha tani. Kemampuan
pembiayaan diindikasikan antara lain dari kemampuan membiayai
pengelolaan sistem irigasi dan kemampuan mengelolanya.

Pasal 52
Cukup jelas.

Pasal 53
Ayat (1)
Pemberdayaan Keujruen Blang atau nama lain bertujuan untuk
memperkuat dan meningkatkan kemandirian Keujruen Blang atau
nama lain dalam kegiatan pembangunan, peningkatan, operasi,
pemeliharaan, dan rehabilitasi jaringan Irigasi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
Pasal 55
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas. Huruf c...
-10 -

Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Pemutakhiran hasil inventarisasi aset Irigasi berupa perubahan
catatan aset Jaringan Irigasi dan/atau pendukung Pengelolaan
Irigasi. Pemutakhiran dimaksudkan untuk menghitung kembali
alokasi angka kebutuhan nyata operasi dan pemeliharaan sistem
irigasi dan untuk mengetahui nilai barang milik/kekayaan negara.
Pemutakhiran hasil inventarisasi aset irigasi yang berupa pencatatan
jaringanirigasi yang sudah tidak berfungsi dapat dilakukan
berdasarkan usulan yang telah dibahas dengan melibatkan pihak-
pihak terkait dan dilengkapi kajian dan analisis yang menyeluruh,
menyangkut hal-hal teknis, ekonomis dan sosial. sebagai tindak
lanjut dari pemutakhiran hasil inventarisasi tersebut, perlu
dilakukan penataan kembali keberadaan pendukung pengelolaan
Irigasi.
Huruf f
Cukup jelas.
Pasal 56
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “Pendukung Pengelolaan Irigasi”, antara lain
kelembagaan Pengelolaan Irigasi, sumber daya manusia, dan fasilitas
pendukung seperti bangunan kantor, telepon, rumah jaga, gudang
peralatan, lahan, dan kendaraan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 57
Cukup jelas.
Pasal 58
Cukup jelas.
Pasal 59
Cukup jelas.
Pasal 60
Cukup jelas.

Pasal 61...
-11 -

Pasal 61
Cukup jelas.
Pasal 62
Cukup jelas.
Pasal 63
Cukup jelas.
Pasal 64
Cukup jelas.
Pasal 65
Cukup Jelas.
Pasal 66
Ayat (1)
Cukup Jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Bantuan pembiayaan Pengembangan Jaringan Irigasi Tersier dari
Pemerintah Pusat, Pemerintah Aceh dikoordinasikan sehingga dapat
dihindari bantuan pembiayaan ganda. Yang dimaksud dengan
“prinsip kemandirian” adalah mencakup kemandirian dalam
pembiayaan, kemampuan teknis, dan kelembagaan.
Pasal 67
Cukup jelas.
Pasal 68
Cukup jelas.
Pasal 69
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Bantuan pembiayaan pengelolaan Jaringan Irigasi Tersier dari
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Aceh dikoordinasikan sehingga
dapat dihindari bantuan pembiayaan ganda.
Yang dimaksud dengan “prinsip kemandirian” mencakup
kemandirian dalam pembiayaan, kamampuan teknis, dan
kelembagaan.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “pengguna jaringan irigasi lainnya” antara
lain adalah penggunaan air selain untuk pertanian.
Pasal 70
Cukup jelas.

Pasal 71...
-12 -

Pasal 71
Yang dimaksud dengan“mengoordinasikan dan memadukan perencanaan”
adalah untuk mencegah terjadinya tumpang tindih atau kesenjangan
dalam pembiayaan antar Daerah Irigasi. Dalam pelaksanaan koordinasi
dan keterpaduan perencanaan pembiayaan pengelolaan jaringan irigasi,
Komisi Irigasi Aceh dapat melibatkan Pemerintah Pusat, dan pihak lain
yang terkait dalam pelaksanaan pembiayaan pengelolaan Jaringan Irigasi.
Pasal 72
Cukup jelas.
Pasal 73
Cukup jelas.
Pasal 74
Cukup jelas.
Pasal 75
Ayat (1)
Huruf a
Sawah beririgasi teknis adalah sawah yang mendapatkan Air
dari Jaringan Irigasi yang bangunannya dibuat dengan
konstruksi permanen, dilengkapi dengan alat ukur dan alat
pengatur debit, sehingga Air Irigasi yang dialirkan dapat
diukur dan dikendalikan dengan baik.
Huruf b
Sawah beririgasi semi teknis adalah sawah yang mendapatkan
air dari Jaringan Irigasi yang bangunannya dibuat dengan
konstruksi permanen atau semi permanen, dilengkapi dengan
alat pengatur debit, alat pengukur debit (salah satu saja),
sehingga umumnya debit Air dapat diatur, tetapi tidak dapat
diukur atau sebaliknya dapat diukur, tetapi tidak dapat
diatur.
Huruf c
Saluran beririgasi sederhana adalah sawah yang
mendapatkan Air dari Jaringan Irigasi yang bangunannya
dibuat dengan konstruksi semi permanen atau darurat dan
tidak dilengkapi dengan alat pengukur maupun pengatur
debit air, sehingga hasil yang dicapai berupa asal Air
mengalir.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 76
Cukup jelas.
Pasal 77
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)...
-13 -

Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “bersifat konsultatif dan koordinatif” adalah
hubungan yang bersifat setara.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 78
Ayat (1)
Pengawasan dalam ketentuan ini meliputi pengawasan terhadap
Sistem Irigasi milik pemerintah dan Sistem Irigasi yang dibangun
oleh masyarakat.
Ayat (2)
Huruf d
Yang dimaksud dengan ”penertiban” adalah kegiatan pengamanan
dan perbaikan Jaringan Irigasi agar kondisi dan fungsinya tetap
terjaga, serta mencegah terjadinya penyimpangan dalam
pengembangan dan pengelolaan Sistem Irigasi.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Informasi mengenai pengembangan dan pengelolaan Sistem Irigasi
yang disediakan meliputi Sistem Irigasi yang dibangun oleh
Pemerintah Pusat, Pemerintah Aceh, Keujruen Blang atau nama lain,
badan usaha, badan sosial, dan perseorangan.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 79
Cukup jelas.
Pasal 80
Cukup jelas.
Pasal 81
Cukup jelas.
Pasal 82
Cukup jelas.
Pasal 83
Cukup jelas.
Pasal 84
Cukup jelas.

Pasal 85...
-14 -

Pasal 85
Cukup jelas.
Pasal 86
Cukup jelas.
Pasal 87
Cukup jelas.
Pasal 88
Cukup jelas

LEMBARAN ACEH TAHUN 2018 NOMOR 96

Anda mungkin juga menyukai