Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK


MENINGITIS

Oleh :

FITRIANI
2014901066

CI Ruangan Pembimbing Akademik

(Ns. Susi Dewi Yanti, S. Kep) (Ns. Rina Mariyana, M. Kep)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS FORT DE KOCK
TAHUN 2021
LAPORAN PENDAHULUAN
MENINGITIS

A. Konsep Dasar Meningitis


1. Pengertian
Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan
serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada
sistem saraf pusat (Suriadi & Yuliani, 2010).
Infeksi meningeal biasanya muncul melalui aliran darah akibat
infeksi lain (selulitis) atau melalui perluasan langsung (setelah cedera
traumatik pada tulang wajah). Meningitis bakterial atau meningokokal
juga muncul sebagai infeksi oportunis pada pasien AIDS dan sebagai
komplikasi dari penyakit limfe (Ngastiyah, 2012).
Meningitis adalah inflamasi pada meningen atau membrane
(selaput) yang mengelilingi otak dan medulla spinalis. Penyebab
meningitis meliputi bakteri, virus, dan organisme jamur (Muttaqin,2008).

2. Klasifikasi
Meningitis di klasifikasikan sesuai dengan faktor penyebabnya
antara lain terdiri dari meningitis asepsis, sepsis dan tuberkulosa.
a. Asepsis
Meningitis asepsis mengacu pada salah satu meningitis
virus.Meningitis ini biasanya di sebabkan berbagai jenis penyakit
yang di sebabkan virus seperti gondongan, herpes simpleks dan herpes
zooster. Eksudat yang biasanya terjadi pada meningitis bakteri tidak
terjadi pada meningitis virus dan tidak di temukan organisme pada
kultur cairan otak. Peradangan terjadi pada seluruh korteks serebri dan
lapisan otak. Mekanisme atau respons dari jaringan otak terhadap
virus bervariasi tergantung pada jenis sel yang terlibat.

1
b. Sepsis/ Meningitis Purulenta
Meningitis sepsis merupakan meningitis yang di sebabkan
oleh organisme bakteri. Penyebab meningitis bakteri akut yaitu
Neisseria meningitidis (meningitis meningokokus), streptococus
pneumoniae (pada dewasa), dan haemophilus influenzae(pada anak-
anak dan dewasa muda).
c. Tuberkulosa
Meningitis tuberculosa di sebabkan oleh basilus
tuberkel.Menurut Rich & McCoredck, Meningitis tuberkulosa terjadi
akibat komplikasi penyebaran tuberkulosis primer, biasanya dari paru.
Meningitis terjadi bukan karena terinfeksinya selaput otak
langsung oleh penyebaran hematogen, tetapi biasanya sekunder
melalui pembentukan tuberkel pada permukaan otak, sumsum tulang
belakang atau vertebra yang kemudian pecah kedalam rongga
arachnoid. Kadang dapat juga terjadi perkontinuitatum dari
mastoiditis atau spondilitis. Pada pemeriksaan histologis, meningitis
tuberkulosa ternyata merupakan meningoensefalitis. (Ngastiyah,
2012).

3. Etiologi
Meningitis merupakan akibat dari komplikasi penyakit lain atau
kuman secara hematogen sampai ke selaput otak, misalnya pada penyakit
faringotonsilitis, pneumonia, bronkopneumonia, endokarditis dan dapat
pula sebagai perluasan kontinuitatum dari peradangan organ/jaringan di
dekat selaput otak, misalnya abses otak, otitis media, mastoiditis,
trombosis sinus kavernosus dan lain-lain (Ngastiyah, 2012).
Penyebab meningitis adalah sebagai berikut :
a. Bakteri
Sebagian besar kasus meningitis pada neonatus disebabkan
oleh flora dalam saluran genitalia ibu. Streptokokkus grup B dan
Escherichia collimerupakan patogen yang sangat penting bagi
kelompok usia ini. Pada anak berusia 6 bulan atau lebih haemophilus

2
influenzae dan streptococcus pneumoniae merupakan penyebab
tersering. Selain itu meningitis juga di sebabkan mycobacterium
tuberculosa yang berawal dari penyakit TBC.
b. Virus: echovirus, coxsackie virus, virus gondongan dan virus
imunodefisiensi manusia (HIV).
c. Faktor maternal: ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu
terakhir kehamilan.
d. Faktor imunologi: defesiensi mekanisme imun, defesiensi
imunoglobin dan anak yang mendapat obat-obatan imunosupresi.
e. Anak dengan kelainan sistem saraf pusat , pembedahan atau injury
yang berhubungan dengan sistem persarafan (Suriadi & Yuliani,
2010).

4. Manifestasi Klinis
Menurut Wong, dkk (2010), manifestasi klinis meningitis antara
lain:
a. Meningitis bakteri
1) Neonatus: tanda-tanda Spesifik
a) Sangat sulit menegakkan diagnosis
b) Manifestasi penyakit samar dan tidak spesifik
c) Pada saat lahir terlihat sehat tetapi dalam beberapa hari mulai
terlihat dan menunjukkan perilaku yang buruk
d) Menolak pemberian susu/makan
e) Kemampuan menghisap buruk
f) Diare
g) Tonus otot buruk
h) Penurunan gerakan
i) Fontanela yang penuh, tegang dan menonjol dapat terlihat
pada akhir perjalanan penyakit
j) Leher biasanya lemas (supel)
2) Neonatus: tanda-tanda non spesifik
a) Hipotermia atau demam (tergantung maturitas bayi)

3
b) Ikterus
c) Iritabilitas
d) Mengantuk
e) Kejang
f) Pernapasan ireguler atau apnea
g) Sianosis
h) Penurunan berat badan
3) Bayi dan anak yang masih kecil
a) Demam
b) Pemberian makan buruk
c) Vomitus
d) Iritabilitas yang nyata
e) Serangan kejang ( sering di sertai dengan tangisan bernada
tinggi)
f) Fontanela menonjol
g) Kaku kuduk dapat terjadi atau tidak terjadi
h) Tanda brudzinski dan kernig tidak membantu dalam
penegakan diagnosis
4) Anak-anak dan remaja
a) Demam
b) Menggigil
c) Sakit kepala
d) Vomitus
e) Perubahan sensorik
f) Kejang
g) Iritabilitas
h) Agitasi
i) Dapat terjadi fotofobia, delirium, halusinasi, perilaku agresif,
mengantuk, stupor, koma dan kaku kuduk
j) Dapat berlanjut menjadi opistotonus
k) Tanda kernig dan brudzinski positif

4
l) Ruam ptikie atau purpurik (infeksi meningokokus), khusus
nya jika disertai dengan keadaan mirip syok
m) Telinga mengeluarkan sekret yang kronis (meningitis
pneumokokus).
b. Meningitis non bakteri (Aseptik)
Awitan meningitis aseptik bisa bersifat mendadak atau bertahap.
Manifestasi awal adalah sakit kepala, demam, malaise, gejala
gastrointestinal, dan tanda-tanda iritasi meningen yang timbul satu
atau dua hari setelah awitan penyakit. Nyeri abdomen, mual dan
muntah merupakan gejala yang sering ditemukan; nyeri punggung dan
tungkai, tukak tenggorokan serta nyeri dada kadang-kadang di jumpai
dan dapat terjadi ruam mukulopapular. Biasanya semua gejala ini
menghilang secara spontan dan cepat. Anak akan sembuh dalam
waktu 3 sampai 10 hari tanpa dampak yang tersisa.
Gambaran klinis pada meningitis tuberkulosa :
Gejala awal biasanya di dahului oleh stadium prodromal berupa
iritasi selaput otak. Meningitis biasanya mulai perlahan –lahan tanpa panas
atau terdapat kenaikan suhu yang ringan saja. Sering di jumpai anak mudah
terangsang atau menjadi apatis dantidur nya sering terganggu. Anak besar
dapat mengeluh nyeri kepala, anoreksia, obstipasi dan muntah juga sering
di jumpai.
Stadium transisi gejala lebih berat dan gejala ransangan meningeal
mulai nyata, kaku kuduk, seluruh tubuh menjadi kaku dan timbul
opistotonus.
Refleks tendon menjadi lebih tinggi, ubun-ubun menonjol dan
umumnya juga terdapat kelumpuhan urat saraf mata sehingga timbul
gejala strabismus dan mistagismus. Suhu tubuh menjadi lebih tinggi dan
kesadaran lebih menurun hingga timbul stupor.Stadium terminal berupa
kelumpuhan, koma menjadi lebih dalam, pupil melebar dan tidak bereaksi
sama sekali. Nadi dan pernapasan menjadi tidak teratur, sering terjadi
pernapasan cheyne Stokes. Hiperpireksia timbul dan anak meninggal tanpa
kesadarannya pulih kembali. Tiga stadium tersebut biasanya tidak

5
mempunyai batas yang jelas antara satu dengan stadium lainya, namun jika
tidak di obati umumnya berlangung 3 minggu sebelum anak meninggal
(Ngastiyah, 2012)

5. Patofisiologi
Efek peradangan akan menyebabkan peningkatan cairan cerebro
spinalis yang dapat menyebabkan obstruksi, selanjutnya terjadi
hidrosefalus dan peningkatan tekanan intra kranial. Efek patologi dari
peradangan tersebut adalah hiperemi pada meningen, edema dan eksudasi
yang menyebabkan peningkatan intrakranial. Organisme masuk melalui
sel darah merah pada blood brain barrier. Masuknya organisme dapat
melalui trauma, penetrasi prosedur pembedahan, pecahnya abses serebral
atau kelainan sistem saraf pusat. Otorrhea atau rhinorhea akibat fraktur
dasar tengkorak dapat menimbulkan meningitis, dimana terjadi hubungan
antara Cerebral spinal fluid (CSF) dan dunia luar.Masuknya
mikroorganisme kesusunan saraf pusat melalui ruang sub arachnoid dan
menimbulkan respon peradangan pada via, arachnoid, CSF dan ventrikel,
dari reaksi radang muncul eksudat dan perkembangan infeksi pada
ventrikel, edema dan skar jaringan sekeliling ventrikel menyebabkan
obstruksi pada CSF dan menimbulkan Hidrosefalus.
Meningitis bakteri; netrofil,monosit, limfosit dan yang lainnya
merupakan sel respon radang. Eksudet terdiri dari bakteri fibrin dan
leukosit yang di bentuk di ruang sub arachnoid. Penumpukan pada CSF
akan bertambah dan mengganggu aliran CSF di sekitar otak dan medula
spinalis. Terjadi vasodilatasi yang cepat dari pembuluh darah dapat
menimbulkan ruptur atau trombosis dinding pembuluh darah dan jaringan
otak yang berakibat menjadi infarctCSF (Suriadi & Yuliani, 2010).

6
6. WOC

7
7. Respon Tubuh Terhadap Perubahan Fisiologis
a. Sistem Pernapasan
Pada anak dengan meningitis laju metabolisme akan meningkat,
sebagai kompensasi tubuh pernapasan akan mengalami peningkatan
pula sehingga anak tampak pucat sampai kebiruan terutama pada
jaringan perifer. Pasien meningitis sering terjadi peningkatan TIK
yang dapat menyebabkan terjadinya koma. Pasien koma
pernapasannya sering cheyne-Stokes sehingga terdapat gangguan
kebutuhan O2 (Brunner & Suddart, 2013).
b. Sistem Thermogulasi
Masuknya Exogenus dan virogenus ke selaput otak akan
menstimulasi sel host inflamasi.hipotalamus akan menghasilkan “set
poin”. Demam terjadi karena adanya gangguan pada “set poin”.
Mekanisme tubuh secara fisiologis pada anak dengan meningitis
mengalami vasokontriksi perifer sehingga suhu tubuh meningkat.
(Suriadi & Yuliani, 2010).
c. Sistem Neurologis
Kurangnya suplai oksigen ke otak akan menyebabkam iskemik
jaringan otak, bila tidak diatasi segera akan menyebabkan hipertrofi
pada jaringan otak yang beresiko pada abses serebri. Keluhan yang
muncul pada anak meningitis adalah kejang atau bahkan penurunan
kesadaran serta positifnya pemeriksaan ransangan meningeal pada
anak (Muttaqin, 2008).

8. Pemeriksaan Penunjang
a. Pungsi lumbal dan kultur CSS
1) Hitung sel darah putih
2) Pewarnaan gram CSS
3) Kadar glukosa cairan otak
4) Protein

8
b. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan Hemoglobin (Hb), Hematokrit (Ht), Leukosit dan
trombosit, protombin dan tromboplastin parsial.
2) Pemeriksaan glukosa darah.
c. Pemeriksaan cairan dan elektrolit
1) Kadar elektrolit serum
2) Osmolaritas urine
d. Pemeriksaan kultur
1) Kultur darah
2) Kultur urien/urinalisis
3) Kultur nasofaring
e. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan rontgenografi (Betz & Sowden, 2009).

9. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
1) Meningitis purulenta
a) Pemberian cairan secara intravena untuk menghindari
kekurangan cairan/elektrolit akibat muntah-muntah atau
diare.
b) Bila pasien masuk dalam keadaan status konvulsivus,
diberikan diazepam 0,5 mg/kg BB/ kali intravena, dan dapat
di ulang dengan dosis yang sama 15 menit kemudian. Bila
kejang belum berhenti, ulangan pemberian diazepam
berikutnya (yang ketiga kali) dengan dosis yang sama
diberikan secara intramuskular.
c) Setelah kejang dapat di atasi, diberikan fenobarbital dosis
awal untuk neonatus 30 mg, anak kurang dari 1 tahun 50 mg
dan di atas 1 tahun 75 mg. Selanjutnya untuk pengobatan
rumat diberikan fenobarbital dengan dosis 8-9 mg/kg
BB/hari di bagi dalam 2 dosis, diberikan selama 2 hari.

9
d) Berikan ampisisilin intravena sebanyak 400 mg/kg BB/ hari
di bagi dalam 6 dosis di tambah kloramfenikol 100 mg/ Kg
BB/hari intravena dibagi dalam 4 dosis . Pada hari ke-10
pengobatan di lakukan pungsi lumbal ulangan dan bila
ternyata menunjukkan hasil yang normal pengobatan
tersebut di lanjutkan 2 hari lagi. Tetapi jika masih belum
normal pengobatan di lanjutkan dengan obat yang sama
seperti di atas atau di ganti dengan obat yang sesuai dengan
hasil biakan dan uji resisten kuman.

2) Dasar pengobatan meningitis tuberkulosa ialah pemberian


kombinasi obat antituberkulosis dan di tambahkan dengan
kortikosteroid, pengobatan sitomatik bila terdapat kejang,
koreksi dehidrasi akibat masukan makanan yang kurang atau
muntah dan fisioterapi. Umumnya di pakai kombinasi
streptomisin, PAS dan INH. Bila ada resisten terhadap salah satu
obat tersebut maka dapat digantikan dengan reserve drugs.
Streptomisin di berikan dengan dosis 30-50 mg/kg BB/hari
selama 3 bulan atau jika perlu di teruskan 2 kali seminggu
selama 2-3 bulan lagi sampai likuor serebrospinalis menjadi
normal. PAS dan INH di teruskan paling sedikit sampai 2 tahun.
Kortikostreoid biasanya di berikan berupa prednison dengan
dosis 2-3 mg/kg BB/hari (dosis minimum 20 mg/ hari) dibagi 3
dosis selama 2-4 minggu, kemudian di turunkan 1 mg/kg
BB/hari setiap 1-2 minggu. Pemberian kortikosteroid
seluruhnya selama 3 bulan dan dihentikan bertahap untuk
menghindarkan terjadinya rebound phenomenon.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
Masalah yang perlu diperhatikan pada pasien dengan meningitis
adalah gangguan kesadaran, resiko terjadi komplikasi, gangguan
rasa aman dan nyaman serta kurangnya pengetahuan orang tua
mengenai penyakit.

10
1) Gangguan kesadaran
Pasien meningitis yang mengalami koma memerlukan
pengawasan tanda-tanda vital secara cermat karena
pernapasannya sering cheyne-Stokes sehingg terdapat gangguan
O2. Untuk membantu pemasukan O2perlu diberikan oksigen
yaitu 1-2 liter/ menit. Selain itu pasien koma juga mengalami
inkontinensia urine maka perlu di pasang penampung urine.
Kebersihan kulit perlu di perhatiakn terutama sekitar genitalia
dan bagian tubuh yang tertekan. Oleh karena itu jika akan
memasang kateter urine harus konsultasi dahulu dengan dokter.
Buat catatan khusus jika belum ada catatan perawatan untuk
mencatat hasil observasi pasien.
2) Resiko terjadi komplikasi
Dehidrasi asidosis dapat terjadi pada pasien, oleh sebab itu
untuk memenuhi kebutuhan pasien perlu dilakukan pemasangan
sonde tetapi untuk kebutuhan elektroloit tidak akan cukup. Bila
terjadi dehidrasi cairan yang di berikan biasanya glukosa 10 %
dan NACl 0,9% dalam perbandingan 3:1. Pengawasan tetesan
perlu dilakukan secara cermat dan setiap mengganti cairan harus
dicatat pada pukul berapa agar mudah diketahui untuk
memperhitungkan kecukupan cairan atau tidak.
Pengaturan posisi pada pasien juga perlu di perhatikan, teutama
pada pasien dengan penurunan kesadaran. Ubahlah sikap
berbaringnya setiap tiga jam, sekali-sekali lakukan gerakan pada
sendi-sendi dengan menekuk/meluruskan kaki –tangan tetapi
usahakan agar kepala tidak ikut terangkat (bergerak).
3) Gangguan rasa aman dan nyaman
Gangguan aman dan nyaman perlu diperhatikan dengan selalu
bersikap lembut (jangan berpikir bahwa pasien koma tidak akan
tahu). Salah satu kesalahan yang sering terjadi ialah
membaringkan pasien tersebut menghadap cahaya matahari,
sedangkan pasien koma matanya selalu terbuka. Untuk

11
menghindarkan silau yang terus menerus jangan baringkan
pasien kearah jendela. Untuk pasien yang akan melakukan
tindakan, ajak lah pasien berbicara sewaktu melakukan tindakan
tersebut walaupun pasien tidak sadar (Ngastiyah, 2012).
4) Penatalaksanaan kejang
a) Airway
(1) Baringkan pasien ditempat yang rata, kepala
dimiringkan dan pasangkan sudip lidah yang telah
dibungkus kasa atau bila ada guedel lebih baik.
(2) Singkirkan benda-benda yang ada disekitar pasien,
lepaskan pakaian yang mengganggu pernapasan
(3) berikan O2 boleh sampai 4 L/ mnt.
b) Breathing
(1) Isap lendir sampai bersih
c) Circulation
(1) Bila suhu tinggi lakukan kompres hangat secara
intensif.
(2) Setelah pasien bangun dan sadar berikan minum hangat
( berbeda dengan pasien tetanus yang jika kejang tetap
sadar).

B. Asuhan Keperawatan Teoritis


1. Pengkajian
Pengkajian pada pasien dengan kasus meningitis meliputi :
a. Identitas Pasien
Identitas pasien yang perlu dikaji meliputi; nama, tempat tanggal
lahir/umur,jenis kelamin, beratbadan lahir, serta apakah bayi lahir
cukup bulan atau tidak, anak ke, jumlah saudara dan identitas orang
tua.
b. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama

12
Alasan anak di bawa ke rumah sakit karena mengalami demam
tinggi, sakit kepala berat, kejang dan penurunan kesadaran.
b. Riwayat penyakit saat ini
Biasanya pasien meningitis keluhan gejala awal berupa sakit
kepala dan demam.Keluhan kejang perlu mendapat perhatian
untuk dilakukan pengkajian lebih mendalam, bagaimana sifat
timbulnya kejang, stimulus apa yang sering menimbulkan kejang
dan tindakan apa yang telah diberikan dalam upaya menurunkan
keluhan kejang tersebut. Terkadang pada sebagian anak
mengalami penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran,
Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi, sesuai dengan
perkembangan penyakit dapat terjadi letargi, tidak responsif dan
koma.
c. Riwayat penyakit dahulu
Pasien meningitis biasanya pernah memiliki riwayat penyakit
yang meliputi; infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media,
mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, tindakan
bedah saraf, riwayat trauma kepala dan adanya pengaruh
imunologis pada masa sebelumya. Meningitis tuberkulosis perlu
dikaji tentang riwayat sakit TB. Riwayat imunisasi juga perlu di
ketahui seperti pemberian imunisasi BCG dan DPT Hib pada
anak. Selain itu pengkajian tentang riwayat kehamilan pada ibu
diperlukan untuk melihat apakah ibu pernah mengalami penyakit
infeksi pada saat hamil (Muttaqin, 2008).
d. Pengkajian pertumbuhan dan perkembangan anak
Pada pasien dengan meningitis organ yang mengalami gangguan
adalah organ yang berdekatan dengan fungsi memori, fungsi
pengaturan motorik dan sensorik, maka kemungkinan besar anak
mengalami masalah ancaman pertumbuhan dan perkembangan
seperti retardasi mental, gangguan kelemahan atau
ketidakmampuan menggerakkan tangan maupun kaki (paralisis).

13
Akibat gangguan tersebut anak dapat mengalami keterlambatan
dalam mencapai kemampuan sesuai dengan tahapan usia.
c. Pemeriksaan Fisik
a. Tingkat Keadaran
kesadaran anak menurun apatis sampai dengan koma. Nilai GCS
yang berkisar antara 3 sampai dengan 9 (GCS normal 15) (Riyadi
& Sukarmin, 2009).

b. Tanda-tanda vital
Pada pasien dengan meningitis biasanya di dapatkan peningkatan
suhu tubuh lebih dari normal. penurunan denyut nadi terjadi
berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK, pernapasan
meningkat > 30 x/menit dan tekanan darah biasanya normal atau
meningkat karena tanda-tanda peningktan TIK.(suhu normal
36,5-37,40 C, pernapasan normal : untuk anak 2 bulan -< 12 bulan
< 50 x/menit, 12 bulan-<5 tahun < 40x/menit) (Muttaqin, 2008).
c. Kepala
Pada neonatus di temukan ubun-ubun menonjol, sedangkan pada
anak yang lebih besar jarang di temukan kelainan. Pada
pemeriksaan meningeal pada anak dengan meningitis akan
ditemukan kuduk kaku. Terkadang perlu dilakukan pemeriksaan
lingkar kepala untuk mengetahui apakah ada pembesaran kepala
pada anak (Wong, dkk, 2009).
d. Mata
Pada pasien dengan kesadaran yang masih baik fungsi dan reaksi
pupil biasanya tidak ada kelainan, sedangkan pada pasien dengan
penurunan kesadaran tanda-tanda perubahan dari fungsi dan
reaksi pupil mungkin akan di temukan,dengan alasan yang tidak
di ketahui pasien meningitis mengeluh mengalami fotofobia atau
sensitif yang berlebihan terhadap cahaya.

14
e. Hidung
Biasanya tidak ditemukan kelainan.
f. Mulut
Mukosa bibir kering akibat kehilangan cairan melalui proses
evaporasi.
g. Telinga
Terkadang di temukan keluarnya cairan dari telinga pada anak
dengan meningitis pneumokokus dan sinus dermal kongenital
terutama di sebabkan oleh infeksi E.colli.

h. Dada
1) Thoraks
(1) Inspeksi, akan nampak penggunaan otot bantu
penapasan.
(2) Palpasi, pada pasien dengan meningitis jarang dilakukan
dan biasanya tidak ditemukan kelainan.
(3) Auskultasi, ditemukannya bunyi nafas tambahan seperti
ronkhi pada pasien dengan meningitis tuberkulosa
dengan penyebaran primer dari paru.
2) Jantung
penurunan kesadaran pada anak akan di ikuti dengan denyut
jantung yang terkesan lemah < 100x/menit. (normal 100-
140x/i).
i. Kulit
Pada kulit saat inspeksi akan ditemukan ruam petekia dengan lesi
purpura sampai ekimosis pada daerah luas. Selain itu turgor kulit
mengalami penurunan akibat peningkatan kehilangan cairan.
j. Ekstremitas
Kekuatan otot menurun dan mengalami opistotonus. Pada tahap
lanjut anak mengalami gangguan koordinasi dan keseimbangan
pada alat gerak.
k. Genitalia, jarang di temukan kelainan.

15
l. Pemeriksaan saraf kranial
1) Saraf I, biasanya pada pasien dengan meningitis fungsi
penciuman tidak ada kelainan.
2) Saraf II, tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal.
Pemeriksaan papiledema mungkin didapatkan terutama pada
meningitis supuratif disertai abses serebri dan efusi subdural
yang menyebabkan terjadinya peningkatan TIK berlangsung
lama.
d) Saraf III, IV dan VI, pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil
pada pasien dengan meningitis yang tidak disertai penurunan
kesadaran biasanya tanpa kelainan. Pada tahap lanjut
meningitis yang telah mengganggu kesadaran, tanda-tanda
perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akan di dapatkan.
Dengan alasan yang tidak di ketahui pasien meningitis
mengeluh mengalami fotofobia atau sensitif yang berlebihan
terhadap cahaya.
e) Saraf V, pada pasien dengan meningitis biasanya tidak di
dapatkan paralis pada otot wajah dan refleks kornea biasanya
tidak ada kelainan.
f) Saraf VII, persepsi pengecapan dalam batas normal dan
wajah sismetris.
g) Saraf VIII, tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi.
h) Saraf IX dan X, kemampuan menelan baik.
i) Saraf XI, tidak ada atrofi otot strenokleidomastoideus dan
trapezius. Adanya usaha dari pasien untuk melakukan fleksi
leher dan kaku kuduk.
j) Saraf XII, lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan
tidak ada fasikulasi serta indra pengecap normal.
m. Sistem motorik
Kekuatan otot menurun, mengalami gangguan koordinasi pada
alat gerak, anak bisa mengalami hemiplegi dan/atau hemiparise.

16
n. Pemeriksaan ransangan meningeal
1) Kaku kuduk
Kaku kuduk adalah tanda awal. Adanya upaya untuk fleksi
kepala mengalami kesukaran karena adanya spasme otot-otot
leher. Fleksi paksaan menyebabkan nyeri berat.
2) Tanda kernig positif
Ketika pasien di baringkan dengan paha dalam keadaan fleksi
kearah abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna.

3) Tanda brudzinski
Tanda ini di dapatkan apabila leher pasien di fleksikan, maka
di hasilnya fleksi lutut dan pinggul, bila di lakukan fleksi
pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi, maka
gerakan yang sama terlihat pada sisi ekstremitas yang
berlawanan (Muttaqin, 2008).
d. Pemeriksaan Penunjang
a. Pungsi lumbal dan kultur CSS dengan hasil sebagai berikut :
1) Hitung sel darah putih, biasanya meningkat sampai lebih dari
100/mm3(normal : < 6/μL).
2) Pewarnaan gram CSS
3) Kadar glukosa cairan otak menurun pada meningitis bakterial
dan pada meningitis dengan penyebab virus kadar glukosa
biasanya normal. (normal kadar glukosa cairan otak 2/3 dari
nilai serum glukosa).
4) Protein, tinggi (bakterial, tuberkular, infeksi kongenital) dan
pada meningtis virus protein sedikit meningkat.
Tabel 2.1 karakteristik Cairan Serebro Spinal pada bayi dan anak
Karakteristik cairan serebrospinal (LCS) pada bayi dan anak
Normal Meningitis viral Meningitis
bakterial
Penampakan Jernih Jernih atau agak Berkabut atau
keruh purulen

Sel (mm3) 0-4 20-100 500-5000

17
Tipe Limfosit Limfosit Neutrofil
Protein g/L 0,2-0,4 ↑ ↑↑

Glukosa 3-6 3-6 ↓


mmol/L
b. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan Hemoglobin (Hb), Hematokrit (Ht), Leukosit
dan trombosit, protombin dan tromboplastin parsial.
Pemeriksaan leukosit diperlukan untuk menentukan
kemungkinan adanya infeksi bakteri berat dan leukopenia
mungkin merupakan tanda prognosis yang buruk terutama
pada penyakit akibat meningokokus dan pneumokokus.
Sama halnya dengan memanjangnya waktu protombin dan
tromboplastin parsial yang di sertai trombositopenia
menunjukkan koagulasi intravaskuler deseminata. (leukosit
normal : 5000-10000/mm3, trombosit normal : 150.000-
400.000/mm3, Hb normal pada perempuan: 12-14gr/dl, pada
laki-laki : 14-18gr/dl).
2) Pemeriksaan glukosa darah. (Glukosa darah normal < 200
gr/dl).
c. Pemeriksaan cairan dan elektrolit
1) Kadar elektrolit serum, meningkat jika anak dehidrasi,
natrium serum (Na+) naik, kalium serum (K+)turun. (Na+
normal : 136- 145mmol/L, K+ normal : 3,5-5,1 mmol/L).
2) Osmolaritas urine meningkat dengan peningkatan sekresi
ADH.
d. Pemeriksaan kultur
1) Kultur darah berguna untuk mengidentifikasi organisme
penyebab.
2) Kultur urien/urinalisis, untuk mengidentifikasi organisme
penyebab.
3) Kultur nasofaring, untuk mengidentifikasi organisme
penyebab.
e. Pemeriksaan diagnostik

18
Pemeriksaan rontgenografi jarang diperlukan dalam
mendiagnosis meningitis namun pemeriksaan tersebut bisa
berguna dalam mengenali faktor resiko. CT scan dilakukan untuk
menentukan adanya edema serebri atau penyakit saraf lainya
(Betz & Sowden, 2009).

2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b/d proses inflamasi,
edema pada otak.
b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi
sekret, penurunan kesadaran
c. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan depresi pusat
pernapasan di otak, perubahan tingkat kesadaran.
d. Resiko infeksi b.d penyakit kronis.
e. Resiko cedera berhubungan dengan kejang berulang, fiksasi kurang
optimal.
f. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
aktif.
g. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme,
proses inflamasi.

3. Intervensi
No. Diagnosa SLKI SIKI
Keperawatan
1. Resiko Tujuan : Observasi :
ketidakefektifan Setelah dilakukan - Identifikasi penyebab peningkatan TIK
perfusi jaringan intervensi keperawatan (mis.lesi menempati ruang, gangguan
serebral b/d proses selama 3 jam maka metabolism, edema serebral,
inflamasi, edema ekspetasi membaik peningkatan tekanan vena, obstruksi
pada otak dengan kriteria hasil : cairan serebrospinalis, hipertensi
- Tingkat kesadaran intrakranial idiopatik.
meningkat - Monitor peningkatan tekanan darah
- Kognitif meningkat - Monitor pelebaran tekanan nadi(selisih
- Tekanan intra cranial TDS dan TDD)
menurun - Monitor penurunan frekuensi jantung
- Sakit kepala - Monitor ireguleritas irama nafas
menurun - Monitor penurunan tingkat kesadaran
- Gelisah menurun - Monitor perlambatan atau kesimetrisan
- Agitasi menurun respon pupil
- Demam menurun

19
- Tekanan darah - Monitor kadar CO2 dan pertahankan
membaik dalam rentang yang diindikasikan
- Reflek saraf - Monitor tekanan perfusi serebral
membaik - Monitor jumlah, kecepatan dan
karakteristik dranase cairan
serebrospinalis
- Monitor efek stimulus lingkungan
terhadap TIK
- Monitor MAP (Mean Arterial Pressure)
- Monitor CVP (Central Venous Pressure)
- Monitor PAWP, jika perlu
- Monitor PAP, jika perlu
- Monitor ICP (Intra Cranial Pressure),
jika tersedia
- Monitor CPP (Cerebral Perfusion
Pressure)
- Monitor gelombang ICP
- Monitor status pernafasan
- Monitor intake dan output cairan
- Monitor cairan serebrospinalis

Terapeutik :
- Ambil sampel drainase cairan
serebrospinalis
- Kalibrasi transduser
- Pertahankan sterilitas sistem pemantauan
- Pertahankan posisi kepala dan leher
netral
- Bila sistem pemantauan, jika perlu
- Atur interval pemantauan sesuai kondisi
pasien
- Dokumentasi hasil pemantauan
- Minimalkan stimulus dengan
menyediakan lingkungan yang tenang
- Berikan posisi semi fowler
- Hindari maneuver Valsava
- Cegah terjadinya kejang
- Hindari penggunaan PEEP
- Hindari menggunakan cairan IV
hipotonik
- Atur ventilator agar PaCO2 optimal
- Pertahankan suhu tubuh

Edukasi :
- Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu .

Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian sedasi dan anti
konvulsan
- Kolaborasi pemberian diuretic osmosis
- Kolaborasi pemberian pelunak tinja

2. Bersihan jalan nafas Tujuan : Observasi :


tidak efektif Setelah dilakukan - Monitor frekuensi, irama, kedalaman
berhubungan intervensi keperawatan dan upaya nafas

20
dengan sekresi yang selama 3 jam maka - Monitor pola nafas(seperti bradipnea,
tertahan dibuktikan ekspetasi membaik takipnea, hiperventilasi, kassmaul,
dengan batuk tidak dengan kriteria hasil : cheyne-stokes, blot, ataksik)
efektif, ronchi - Batuk efektif - Monitor kemampuan batuk efektif
meningkat - Monitor adanya produksi sputum
- Produksi sputum - Monitor adanya sumbatan jalan nafas
menurun - Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
- Mengi menurun - Monitor saturasi oksigen
- Wheezing menurun - Auskultasi bunyi nafas
- Dispnea menurun - Monitor nilai AGD
- Ortopnea menurun - Monitor pola nafas (frekuensi,
- Sulit bicara menurun kedalaman, usaha nafas)
- Ronchi menurun - Monitor bunyi nafas tambahan
- Sianosis menurun - Monitor sputum
- Gelisah menurun - Identifikasi kemampuan batuk
- Frekuensi nafas - Monitor adanya retensi sputum
membaik - Monitor tanda dan gejala infeksi saluran
- Pola nafas membaik nafas
- Monitor input dan output cairan

Terapeutik :
- Atur interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi klien
- Dokumentasi pemantauan
- Pertahankan kepatenan jalan nafas
dengan head-tilt dan chin-lift
- Posisikan semi fowler atau fowler
- Berikan minum hangat
- Lakukan fisioterapi dada
- Lakukan penghisapan lendir kurang dari
15 detik
- Lakukan hipokoksigenasi sebelum
penghisapan endotrakeal
- Keluarkan sumbatan benda padat dengan
forsep McGill
- Berikan oksigen, jika perlu
- Pasang perlak dan bengkok dipangkuan
pasien
- Buang sekret pada tempat sputum

Edukasi :
- Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan.
- Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari,
jika tidak kontraindikasi
- Ajarkan teknik batuk efektif
- Jelaskan tujuan dan prosedur batuk
efektif
- Anjurkan tarik nafas dalam melalui
hidung selama 4 detik, ditahan selama 2
detik, kemudian keluarkan dari mulut
dengan bibir mencucu (dibulatkan)
selama 8 detik
- Anjurkan mengulangi tarik nafas dalam
hingga 3 kali
- Anjurkan batuk dengan kuat langsung
setela tarik nafas dalam yang ke-3

21
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian br
3. Pola nafas tidak Tujuan : Observasi :
efektif b.d Setelah dilakukan - Monitor pola nafas (frekuensi,
hambatan upaya intervensi keperawatan kedalaman, usaha nafas)
nafas dibuktikan selama 3 jam maka - Monitor bunyi nafas tambahan (mis.
dengan pola nafas ekspetasi membaik gurgling, mengi, wheezing, ronchi)
abnormal dengan kriteria hasil : - Monitor sputum
- Ventilasi semenit - Monitor pola nafas
meningkat - Monitor kemampuan batuk efektif
- Kapasitas vital - Monitor adanya produksi sputum
mambaik - Monitor adanya sumbatan jalan nafas
- Tekanan ekspirasi - Palpasi kesimetrisan ekpansi paru
membaik - Auskultasi bunyi nafas
- Dispnea menurun - Monitor saturasi oksigen
- Penggunaan otot - Monitor nilai AGD
bantu menurun - Monitor hasil x-ray thoraks
- Ortopnea menurun
- Pernafasan cuping Terapeutik :
hidung menurun - Pertahankan kepatenan jalan nafas
- Frekuensi nafas dengan head tilt dan chin-lift
membaik - Posisikan semi fowlwr atau fowler
- Kedalaman nafas - Berikan minuman hangat
membaik - Lakukan fisioterapi dada
- Lakukan penghisapan lendir kurang dari
15 detik
- Lakukan hipokoksigenasi sebelum
penghisapan endotrakeal
- Keluarkan sumbatan benda padat dengan
forsep McGill
- Berikan oksigen, jika perlu
- Atur interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
- Dokumentasi hasil pemantauan

Edukasi :
- Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari
- Ajarkan teknik batuk efektif
- Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
- Infformasikan hasil pemantauan, jika
perlu

Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian bronkadilator,
ekspektoran, mokolitik, jika perlu
4. Resiko infeksi b.d Tujuan : Observasi :
penyakit kronis Setelah dilakukan - Monitor tanda dan gejala infeksi local
intervensi keperawatan dan sistemik
selama 3 jam maka
ekspetasi membaik Terapeutik :
dengan kriteria hasil : - Batasi jumlah pengunjung
- Kebersihan tangan - Berikan perawatan kulit pada area edema
meningkat - Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
- Kebersihan badan dengan pasien dan lingkungan pasien
meningkat - Pertahankan teknik aseptic pada pasien
beresiko tinggi

22
- Nafsu makan
meningkat Edukasi :
- Demam menurun - Jelaskan tanda dan gejala infeksi
- Kemerahan menurun - Ajarkan cara mencuci tangan yang benar
- Nyeri menurun - Ajarkan etika batuk
- Bengkak menurun - Ajarkan cara memeriksa kondisi luka
- Vesikel menurun atau luka operasi
- Cairan berbau busuk - Ajarkan meningkatkan asupan nutrisi
menurun - Ajarkan meningkatkan asupat cairan
- Sputum berwarna
hijau menurun Kolaborasi :
- Drainase purulen - Kolaborasi pemberian imunisasi, jika
menurun perlu
- Gangguan kognitif
menurun
- Kadar sel darah putih
membaik

5. Resiko cidera b.d Tujuan : Observasi :


perubahan fungsi Setelah dilakukan - Identifikasi area lingkungan yang
kognitif intervensi keperawatan berpotensimenyebabkan cidera
selama 1x24jam maka - Identifikasi obat yang berpotensi
ekspetasi membaik menyebabkan cidera
dengan kriteria hasil : - Identifikasi kesesuaian alas kaki atau
- Toleransi aktivitas stoking elastic pada ekstremitas bawah
menurun - Identifikasi kebutuhan keselamatan
- Nafsu makan (mis.kondisi fisik, fungsi kognitif dan
meningkat riwayat perilaku)
- Toleransi makanan - Monitor perubahan status kesehatan
menurun lingkungan
- Kejadian cidera
menurun Terapeutik :
- Luka lecet menurun - Sediakan pencahayaan yang memadai
- Ketegangan otot - Gunakan lampu tidur selama jam tidur
menurun - Sosialisasikan pasien dan keluarga
- Fraktur menurun dengan lingkungan rawat inap
- Gangguan mobilitas - Gunakan alas lantai jika beresiko
menurun mengalami cidera serius
- Gangguan kognitif - Sediakan alas kaki antislip
menurun - Sediakan pipot atau urinal untuk
- Tekanan darah eliminasi ditempat tidur
membaik - Pastikan bel panggilan atau telepon
- Frekuensi nadi mudah dijangkau
membaik - Pertahankan posisi tempat tidur diposisi
- Frekuensi nafas terendah saat digunakan
membaik - Pastikan roda tempat tidur dalam
keadaan terkunci
- Gunakan pengaman tempat tidur sesuai
dengan kebijakan fasilitas pelayanan
kesehatan
- Pertimbangan penggunaan alarm
elektronik pribadi
- Diskusikan mengenai latihan dan terapi
fisik yang diperlukan
- Diskusikan mengenai alat bantu
mobilitas yang sesuai

23
- Diskusikan bersama anganggota
keluarga yang dapat mendampingi
pasien
- Tingkatkan frekuensi observasi dan
pengawasan pasien
- Hilangkan bahaya keselamatan
lingkungan
- Modifikasi lingkungan untuk
meminimalkan bahaya dan resiko
- Sediakan alat bantu keamanan
lingkungan (mis. commode chair dan
pegangan tangan)
- Gunakan perangkat pelindung (mis.
pengekangan fisik, rel samping, pintu
terkunci, pagar)
- Hubungi pihak berwenang sesuai
masalah komunitas
- Fasilitasi relokasi lingkungan yang aman
- Lakukan program skrining bahaya
lingkungan

Edukasi :
- Jelaskan alasan intervensi pencegahan
jatuh ke pasien dan keluarga
- Anjurkan berganti posisi secara perlahan
dan duduk selama beberapa menit
sebelum berdiri
- Ajarkan individu dan keluarga atau
kelompok resiko tinggi bahaya
lingkungan
6. Resiko Tujuan : Observasi :
ketidakseimbangan Setelah dilakukan - Monitor status hidrasi (mis. frekuensi
cairan b.d intervensi keperawatan nadi, kekuatan nadi, akral, pengisian
trauma/perdarahan selama 1x24jam maka kapiler, kelembaban mukosa, turgor
ekspetasi membaik kulit, tekanan darah)
dengan kriteria hasil : - Monitor berat badan
- Asupan cairan - Monitor berat badan sebelum dan
meningkat sesudah dialysis
- Haluan urin - Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
meningkat - Monitor status himodinamik
- Kelembaban - Monitor frekuensi nadi
membrane mukosa - Monitor frekuensi nafas
meningkat - Monitor tekanan darah
- Asupan makanan - Monitor berat badan
meningkat - Monitor jumlah, warna dan berat urine
- Edema menurun - Monitor kadar albumin dan protein total
- Dehidrasi menurun - Monitor hasil pemeriksaan serum
- Asites menurun - Identifikasi tanda hipovolemia (mis.
- Tekanan darah frekuansi nadi meningkat, nadi teraba
membaik lemah)
- Denyut nadi - Identifikasi tanda hipervolemia (mis.
membaik dispnea, edema perifer, edema anasarka)
- Turgor kulit - Identifikasi faktor resiko
membaik ketidakseimbangan cairan (mis. prosedur
pembedahan mayor, trauma atau
pendarahan

Terapeutik :

24
- Catat intake output dan hitung balance
cairan 24 jam
- Berikan asupan cairan sesuai kebutuhan
- Berikan cairan intravena
- Atur interval waktu pemberian sesuai
kondisi pasien
- Dokumentasi hasil pamantauan

Edukasi :
- Jelaskan tujuan dan proedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan

Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian diuretic, jika perlu
7. Hipertermi b.d Tujuan : Observasi :
proses penyakit Setelah dilakukan - Identifikasi penyebab hipertermia (mis.
dibuktikan dengan intervensi keperawatan dehidrasi, terpapar lingkungan panas,
suhu tubuh diatas selama 1x24jam maka penggunaan incubator)
normal. ekspetasi membaik - Monitor suhu tubuh
dengan kriteria hasil : - Monitor kadar elektrolit
- Menggigil - Monitor haluan urine
menurun - Monitor komplikasi akibat hipertermia
- Kulit merah - Monitor suhu bayi sampai stabil
menurun - Monitor suhu tubuh anak setiap dua jam.
- Kejang menurun jika perlu
- Akrosianosis - Monitor tekanan darah, frekuensi nafas
menurun dan nadi
- Pucat menurun - Monitor warna dan suhu kulit
- Takikardi menurun - Monitor tanda dan gejala hipotermia dan
- Takipnea menurun hipertermia
- Suhu tubuh
membaik Terapeutik :
- Suhu kulit - Berikan asupan cairan oral
membaik - Konsultasi dengan medis jika tanda dan
- Kadar gukosa gejala hiperglikemia tetap ada atau
darah membaik memburuk
- Pengisian kapiler - Fasilitasi ambulasi jika ada hipotensi
membaik ortostatik
- Ventilasi membaik - Pasangkan alat pemantau suhu kontinu,
- Tekanan darah jika perlu
membaik - Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi
yang adekuat
- Pertahankan kelembaban incubator 50%
atau lebih untuk mengurangi kehilangan
panas karena proses evaporasi
- Gunakan matras penghangat, selimut
hangat dan penghangat ruangan
- Sesuaikan suhu lingkungan dengan
kebutuhan pasien

Edukasi :
- Anjurkan menghindari olahraga saat
kadar glukosa darah lebih dari 250
mg/dL
- Anjrkan monitor kadar glukosa darah
secera mandiri
- Anjurkan kepatuhan terhadap diet dan
olahraga

25
- Ajarkan indikasi dan pentingnya
pengujian keton urine
- Ajarkan pengelolaan diabetes (mis.
penggunan insulit, obat oral, monitor
asupan cairan)
- Jelaskan cara pencegahan heat
exhaustion dan heat stroke
- Jelaskan cara pencegahan hipotermi
karena terpapar udara dingin
- Demonstrasikan teknik kangguru

Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian cairan dan
elektrolit intravena, jika perlu
- Kolaborasi pemberian antipiretik, jika
perlu

4. Implementasi
Implementasi adalah pengolahan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Tindakan
keperawatan perawat berfokus pada keseimbangan fisiologis dengan
membantu pasien dalam keadaan sehat maupun sakit sehingga dapat
menigkatkan kualitas hidup pasien. Jenis tindakan yang telah disusun pada
tahap perencanaan. Pada implementasi ini terdiri dari tindakan mandiri,
saling ketergantungan atau kolaborasi dan tindakan rujukan/
ketergantungan. Implementasi tindakan keperawatan disesuaikan dengan
rencana tindakan keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan yang
sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan singkat apakah
rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan pasien sesuai dengan
kondisi saat ini (Desmawati, 2019).

5. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap terakhir dari proses keperawatan yang
bertujuan untuk menilai hasil akhir dari seluruh tindakan keperawatan
yang telah dilakukan (Bararah & Jauhar, 2013).

26
DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily Lynn & Sowden, Linda A. 2009. Buku Saku keperawatan Pediatri:
Edisi 5. Jakarta: EGC
Brunner & Suddart. 2013, Keperawatan Medikal Bedah: Edisi 12. Jakarta: EGC.
Muttaqin, Arif. 2008, Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
persarafan. Jakarta: Salemba Medika
Ngastiyah. 2012, Perawatan Anak Sakit: Edisi 2. Jakarta: EGC
Riyadi, Sujono & Sukarmin. 2009. Asuhan Keperawatan Pada anak/ Sujono Riyadi
& Sukarmin – Edisi Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu
Suariadi & Yuliani, Rita. 2010, Asuhan Keperawatan Pada Anak: Edisi 2. Jakarta:
CV Sagung Seto.

27

Anda mungkin juga menyukai