Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN

PRAKTIKUM VIII
PENGARUH HORMON TERHADAP PEMANJANGAN JARINGAN

Oleh
Savira Eka Yuli Agustina
17030204049
Pendidikan Biologi Unggulan 2017

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
2019
A. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh berbagai hormon tumbuh terhadap pemanjangan jaringan akar
dan batang ?

B. Tujuan Percobaan
1. Membandingkan pengaruh berbagai hormon tumbuh terhadap pemanjangan
jaringan akar dan batang

C. Hipotesis
Ha : Terdapat pengaruh berbagai hormon tumbuh terhadap pemanjangan jaringan akar
dan batang
H0 : Tidak terdapat pengaruh berbagai hormon tumbuh terhadap pemanjangan jaringan
akar dan batang

D. Kajian Pustaka
Hormon berasal dari kata Hormaein yang berarti menggiatkan, memacu, atau
merangsang. Hormon merupakan senyawa kimia berupa protein yang diproduksi untuk
mengontrol dan mengatur aktivitas sel atau organ tertentu (Sumbono, 2019). Hormon
pertumbuhan tanaman adalah substansi yang dihasilkan tanaman dalam konsentrasi
sangat kecil dan ditrasnpir ke bagian lain dari tanaman, kemudian memberikan respons
(Advinda, 2018).
Hormon pertumbuhan tanaman memiliki karakter yaitu sedikit dan relatif sederhana,
adanya reseptor khusus yang mengikat senyawa, dan mempengaruhi pembentukan atau
tindakan hormon pertumbuhan tanaman lainnya. Beberapa konsep dalam definsi
hormon yaitu pertama, hormon pertumbuhan tanaman merupakan senyawa hasil
sintesis alami di dalam tubuh tanaman tetapi dapat juga disintesis oleh organisme lain.
Kedua, hormon pertumbuhan disintesis di seluruh tempat termasuk meristem apikal dan
jaringan muda. Ketiga, hormon menyebabkan suatu respons. Sel yang berbeda akan
merespon dengan cara yang berbeda untuk suatu hormon tertentu (Advinda, 2018).
Pada dasarnya terdapat lima macam kelompok hormon pertumbuhan yaitu auksin,
giberelin, stiokinin, asam absisat, dan etilen. Pertumbuhan tanaman tidak hanya
dipengaruhi oleh salah satu hormon tetapi merupakan hasil kerjasama antara kelima
kelompok hormon tersebut (Advinda, 2018). Secara umum, hormon mengontrol
pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan dengan cara mempengaruhi pembelahan,
pemanjangan, dan diferensiasi sel. Masing-masing hormon memiliki efek ganda yang
bergantung pada tempat kerja, tahapan perkembangan tumbuhan, dan konsentrasi
hormon. Hormon tumbuhan dihasilkan dalam konsentrasi yang sangat kecil, tetapi
hormon dalam jumlah yang sangat sedikit saja bisa berdampak sangat besar terhadap
pertumbuhan dan perkembangan organ tumbuhan. Suatu hormon dapat bekerja dengan
mengubah ekspresi gen, mempengaruhi aktivitas enzim yang ada, atau dengan
mengubah ciri dan sifat-sifat membran (Campbell, 2003)
Auksin berasal dari bahasa Yunani auxein yang artinya meningkatkan dan pertama
kali digunakan oleh Frits Went, seorang mahasiswa di Belanda pada tahun 1926 yang
menemukan bahwa suatu senyawa yang belum dapat dicirikan mungkin menyebabkan
pembengkokan koleoptil ke arah cahaya. Senyawa yang ditemukan Went didapapati
cukup banyak di ujung koleoptil (Salisbury dan ross, 1995). Istilah auksin sebetulnya
digunakan untuk menjelaskan segala jenis bahan kimia yang membantu proses
pemanjangan koleoptil walaupun auksin memiliki banyak fungsi. Auksin alamiah yang
diekstraksi dari tumbuhan merupakan suatu senyawa yang dinamai asam indolasetat
(Campbell, 2003 ).
Beberapa ahli fisiologi masih menyamakan IAA dengan auksin. Namun, tumbuhan
mengandung tiga senyawa lain yang strukturnya mirip dengan IAA dan menyebabkan
banyak respon yang sama dengan IAA. Ketiga senyawa tersebut dapat dianggap
sebagai hormon auksin (Engvild, 1986). Salah satu fungsi yang paling penting adalah
merangsang pemanjagan sel pada tunas muda yang sedang berkembang (Campbell,
2003 ). Beberapa auksin dihasilkan secara alami oleh tanaman seperti IAA, PAA, 4-
chloro IAA, dan IBA. Beberapa auksin lainnya yaitu auksin sintetik seperti NAA dan
2,4 D. Kedua auksin sintetik ini banyak digunakan dalam sistem pertanian (Advinda,
2018).
Meristem apikal suatu tunas merupakan tempat utama sintesis auksin. Karena auksin
dari apeks tunas bergerak turun ke daerah pemanjangan sel, hormon akan merangsang
pertumbuhan sel-sel tersebut (Campbell, 2003). IAA dihasilkan dari asam amino
triptopan dengan bantuan berbagai macam enzim dan dapat aktif pada konsentrasi yang
sangat kecil. Pembentukan IAA melalui triptopan menghasilkan senyawa antara indol
asetaldehid (Advinda, 2018). Hormon auksin diproduksi pada bagian ujung tunas
ataupun koleoptil karena pada lokasi tersebut dihasilkan enzim-enzim yang diperlukan
untuk perubahan asam amino triptopan menjadi auksin (Salisbury dan ross, 1995)
Auksin berpengaruh pada kisaran konsentrasi tertentu, pada konsentrasi tinggi auksin
bisa menghambat pemanjangan sel. Auksin berpindah hanya dari ujung tunas ke
pangkalnya, bukan dengan arah sebaliknya. Transpor ini disebut transpor polar dan
tidak berkaitan sama sekali dengan gravitasi (Campbell, 2003).
Selain merangsang pemanjangan sel untuk pertumbuhan primer, auksin
mempengaruhi pertumbuhan sekunder dengan cara menginduksi pembelahan sel pada
kambium pembuluh dan dengan mempengaruhi diferensiasi xilem sekunder
(Campbell, 2003)
2,4-D merupakan jenis auksin sintetis yang sering digunakan dalam kultur jaringan.
Hal yang menarik dari senyawa 2,4-D dilihat dari segi aktivitasnya yaitu jika
dibandingkan dengan IAA menunjukan aktivitas yang lebih (Wattimena, 1992). Rantai
yang mempunyai gugus karboksil dipisahkan oleh karbon atau karbon dan oksigen akan
memberikan aktivitas yang optimal (Abidin, 1985). 2,4-D merupakan golongan auksin
sintesis yang mempunyai sifat stabil, karena tidak mudah terurai oleh enzim-enzim
yang dikeluarkan sel atau pemanasan pada proses sterilisasi (Hendaryono dan Wijayani,
1994).
Napthalene Acetic Acid (NAA) termasuk dalam auksin eksogen sehingga dapat
menggantikan hormon IAA (auksin endogen). NAA berfungsi untuk meningkatkan
pertumbuhan perakaran dan mendorong pertumbuhan stek dari tanaman berkayu dan
tanaman berbatang lunak. Penambahan auksin pada konsentrasi yang rendah pada
media akan mendorong pembentukan akar adventif, sedangkan pada konsentrasi tinggi
cenderung membentuk kalus (Ramdan, 2011).

E. Variabel Penelitian
Variabel kontrol : Jenis biji, umur kecambah jagung, ukuran potongan koleoptil,
ukuran potongan akar primer, jumlah potongan koleoptil,
jumlah potongan akar primer, konsentrasi larutan / hormon,
volume larutan, waktu perendaman
Variabel manipulasi : Jenis larutan ( Jenis hormon )
Variabel respon : Perubahan panjang potongan koleoptil dan akar primer

F. Definisi Operasional Variabel


Variabel kontrol pada praktikum pengaruh hormon adalah jenis biji yaitu biji jagung
akan dikecambahkan, umur kecambah jagung yang berumur lima hari, ukuran potongan
koleoptil yaitu sepanjang 5 mm diukur pada jarak 2 mm dari kotiledon, ukuran
potongan akar primer yaitu sepanjang 5 mm diukur pada jarak 2 mm dari kotiledon,
jumlah potongan koleoptil yaaitu sebanyak 5 buah pada tiap wadah, jumlah potongan
akar primer yaaitu sebanyak 5 potongan pada tiap wadah, konsentrasi hormon/ larutan
yang digunakan yaitu sebesar 1 ppm, volume larutan (Jenis hormon) yaitu AIA; 2,4 D;
NAA; dan air suling sebanyak 10 ml pada tiap wadah, waktu perendaman koleoptil dan
akar primer selama 48 jam.
Variabel manipulasi pada praktikum pengaruh hormon yaitu jenis larutan atau jenis
hormon yang digunakan yaitu larutan AIA 1 ppm, larutan 2,4 D 1 ppm, larutan NAA 1
ppm, dan air suling.
Variabel respon pada praktikum pengaruh hormon yaitu perubahan panjang pada
potongan koleoptil dan akar primer yang diukur menggunakan penggaris.

G. Alat dan Bahan


Alat yang diperlukan yaitu cawan petri, silet tajam, penggaris, gelas ukur. Bahan
yang digunakan yaitu kecambah jagung umur 5 hari dan dibuat akar primer dengan
panjang 5 mm diukur pada jarak 2 mm dari kotiledon, larutan AIA 1 ppm, larutan 2,4
D 1 ppm, larutan NAA 1 ppm, dan air suling.
H.

I.
53ti1B0AI-
A
2,;N
bhnjgiuco9)Dsykdl48H7P6Cw
Rancangan Percobaan

Langkah Kerja
pertam
1. Menyiapkan bahan dan alat yang diperlukan
2. Menyediakan potongan koleoptil dan akar primer untuk tiap-tiap perlakuan
sebanyak 5 potongan
3. Mengisi cawan petri dengan larutan AIA 1 ppm sebanyak 10 m, kemudian rendam
ptongan jaringan tersebut (akar dan batang), lakukan hal yang sama untuk larutan
2,4 D; NAA dan air suling. Menutup cawan petri dan biarkan sampai 48 jam.
4. Melakukan pengukuran kembali terhadap potongan-potongan jaringan tersebut.
5. Membuat tabel hasil pengamatan untuk merekan data
6. Mmebuat histogram yang menyatakan hubungan antara macam hormon terhadap
perutmbuhan panjang jaringan akar dan batang

J. Rancangan Tabel Pengamatan


Tabel 1. Hasil pengamatan penambahan berbagai jenis hormon terhadap pertambahan
panjang jaringan batang dan akar
Rata-rata
Panjang Panjang Pertambahan
Pertambahan
Perlakuan Jaringan Awal Akhir Panjang
Panjang
(mm) (mm) (mm)
(mm)
5 6 1
5 6 1
Batang 5 5.5 0.5 0.5
5 5 0
5 5 0
NAA
5 5 0
5 6 1
Akar 5 5 0 0.2
5 5 0
5 5 0
5 5 0
5 6 1
Batang 5 7 2 1
5 5 0
5 7 2
2,4 D
5 5 0
5 6 1
Akar 5 6 1 0.4
5 5 0
5 5 0
5 5 0
5 5 0
Batang 5 5 0 0
5 5 0
5 5 0
Air Suling
5 5 0
5 5 0
Akar 5 5 0 0
5 5 0
5 5 0
AIA Batang 5 5 0 0.6
5 5 0
5 6 1
5 7 2
5 5 0
5 6 1
5 6 1
Akar 5 5 0 0.6
5 5 0
5 6 1

1.2

0.8

0.6 Batang
Akar

0.4

0.2

0
NAA 2,4 D Air Suling AIA

Diagram 1. Hubungan pemberian berbagai jenis hormon auksin terhadap pertambahan jaringan hipokotil dan
epikotil tanaman jagung

K. Rencana Analisis Data


Diskusi
1. Jelaskan bagaimana pengaruh berbagai macam hormon tumbuh terhadap
pemanjangan jaringan akar dan batang. Samakah pengaruhnya ? Kemukakan teori
pendukung yang dapat menjelaskan terjadinya gejala-gejala tersebut.
Jawaban :
Penggunaan berbagai macam hormon tumbuh memilki pengaruh yang sama
pada tumbuhan yaitu pemanjangan jaringan. Hormon tumbuh yang mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan tumbuh adalah hormon IAA dan terdapat senyawa
sintetik lainnya yang serupa dengan senyawa IAA dan mempengaruhi pemanjangan
jaringan yaitu hormon NAA, 2,4 D dan sintetis lainnya. Semua hormon tersebut
mempunyai struktur kimia yang sama dengan auksin yaitu berupa senyawa
berbentuk cincin aromatik tetapi mengandung ikatan lain yang berbeda. Pada 2,4 D
terikat unsur Cl disamping terikat gugus asetat. NAA lebih mirip dengan IAA yaitu
memiliki 2 cincin aromatik sedangkan 2,4 D hanya memiliki satu cincin aromatik.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Engvild, 1986 jika beberapa ahli fisiologi masih
menyamakan IAA dengan auksin. Namun, tumbuhan mengandung tiga senyawa
lain yang strukturnya mirip dengan IAA dan menyebabkan banyak respon yang
sama dengan IAA. Ketiga senyawa tersebut dapat dianggap sebagai hormon auksin.

Dari tabel hasil pengamatan dan diagram batang hasil pengamatan pada berbagai
jenis hormon, sebelum direndam jaringan batang atau koleoptil memiliki panjang 5 mm.
Setelah direndam larutan NAA 1 ppm selama 48 jam, panjang jaringan koleoptil
mengalami pertambahan panjang dengan rata-rata pertambahan panjang 0.5 mm .
Jaringan koleoptil yang direndam air suling tidak mengalami pertambahan panjang.
Jaringan koleoptil yang direndam dengan 2,4 D mengalami pertambahan panjang
dengan rata-rata sebesar 1 mm. Jaringan koleoptil yang direndam dengan AIA
mengalami pertambahan panjang dengan rata-rata sebesar 0.6 mm.
Sebelum direndam, jaringan akar primer memiliki panjang 5 mm. Setelah direndam
larutan NAA 1 ppm selama 48 jam, panjang jaringan akar primer mengalami
pertambahan panjang dengan rata-rata pertambahan panjang 0.2 mm . Jaringan
koleoptil yang direndam air suling tidak mengalami pertambahan panjang. Jaringan
akar primer yang direndam dengan 2,4 D mengalami pertambahan panjang dengan rata-
rata sebesar 0.4 mm. Jaringan akar primer yang direndam dengan AIA mengalami
pertambahan panjang dengan rata-rata sebesar 0.6 mm.

L. Hasil Analisis Data


Berdasarkan analisis data diperoleh bahwa macam hormon dapat mempengaruhi
pemanjangan akar dan batang. Besar kecil pengaruh hormon tersebut dapat dilihat dari
nilai rata-rata pertambahan panjang jaringan pada masing-masing perendaman. Dari
keempat rendaman yang menggunakan NAA, 2,4 D, AIA dan aquades nilai rata-rata
pertambahan panjang untuk akar berturut-turut 0.2 mm, 0.4 mm, 0 mm, dan 0.6 mm.
Sedangkan pertambahan panjang untuk batang rata-rata adalah 0.5 mm, 1 mm, 0 mm,
dan 0.6 mm.
Dari nilai-nilai tersebut dapat diketahui bahwa hormon yang paling besar
pengaruhnya terhadap pertambahan panjang batang yaitu hormon 2,4 D. Sedangkan
hormon yang memiliki pengaruh besar terhadap pertambahan panjang akar yaitu AIA.
Pada akar yang diberi hormon AIA menunjukkan pertumbuhan yang lebih besar karena
AIA adalah hormon auksin alami yang dihasilkan dipucuk dan juga pada batang,
aktivitas auksin, Menurut Koeffli, Thimann dan went (1966), aktivitas AIA ditentukan
oleh adanya struktur cincin yang tidak jenuh, adanya rantai keasaman (acid chain),
pemisahan karboksil grup (-COOH) dari struktur cincin, adanya pengaturan ruangan
antara struktur cincin dengan rantai keasaman. Persyaratan diatas merupakan faktor
yang menentukan terhadap aktivitas AIA.
Pengembangan sel dari hasil studi tentang pengaruh AIA terhadap perkembangan
sel, menunjukan bahwa terdapat indikasi yaitu AIA dapat menaikkan tekanan osmotik,
meningkatkan permeabilitas sel terhadap air, menyebabkan pengurangan tekanan pada
dinding sel, meningkatkan sintesis protein, meningkatkan plastisitas dan pengembangan
dinding sel. Hal inilah yang menyebabkan pertambahan panjang pada akar lebih besar.
Hasil ini sesuai dengan pernyataan Campbell (2003) yang menyatakan jika hormon
auksin berada di ujung dan berpengaruh terhadap pertumbuhan primer.
NAA dan 2,4 D merupakan hormon sintetik yang mampu menyebabkan respon
fisiologis seperti AIA sehingga menyebabkan pertambahan panjang pada akar dan
batang. Kedua hormon tersebut juga memiliki sebuah gugus karboksil yang menempel
pada gugus lain yang mengandung karbon dan akhirnya akan berhubungan dengan
cincin aromatik. NAA lebih mirip dengan IAA yaitu memiliki 2 cincin aromatik
sedangkan 2,4 D hanya memiliki satu cincin aromatik. Hasil percobaan yang dilakukan
tidak sesuai dengan teori, seharusnya pertambahan panjang batang akan lebih besar
pada AIA. Faktor yang mungkin menyebabkan hal tersebut terjadi yaitu adanya cahaya.
Auksin bergerak secara lateral di dalam tumbuhan, cahaya menyebabkan auksin
terdistribusi secara tidak rata tetapi bukan menghancurkannya (Schaum, 2005). Batang
merupakan organ tumbuhan yang lebih intens terpapar cahaya sehingga, diduga pada
objek potongan batang, hormon auksin tidak terdistribusi merata sehingga
menyebabkan pertambahan panjang menjadi tidak sesuai.
Jaringan akar dan batang (koleoptil) yang direndam aquades atau air suling tidak
memiliki pertambahan panjang. Hal itu disebabkan karena aquades bukan merupakan
hormon pertumbuhan yang menyebabkan pengenduran dinding sel sehingga
pertambahan panjang jaringan hanya disebabkan oleh peristiwa osmosis yang akan
berhenti jika dalam keadaan seimbang dan dinding akan menegang sehingga
pertambahan jaringan rendah.

M. Kesimpulan
Terdapat pengaruh berbagai hormon tumbuh terhadap pemanjangan jaringan akar dan
batang. Hormon NAA menambah pemanjangan batang sebesar 0.5 mm dan akar
sebesar 0.2 mm. Hormon 2,4 D menambah pemanjangan batang sebesar 1 mm dan akar
sebesar 0.4 mm. Hormon AIA menambah pemanjangan batang sebesar 0.6 mm dan
akar sebesar 0.6 mm. Batang yang direndam 2,4 D memiliki pertambahan panjang yang
lebih besar dari hormon lain dan akar yang direndam AIA memiliki pertambahan
panjang yang lebih besar dari hormon lain.

N. Daftar Pustaka
Abidin, Z. 1985. Dasar-dasar Pengetahuan tentang Zat Pengatur Tumbuh. Angkasa.
Bandung.
Advinda, Linda. 2018. DASAR – DASAR FISIOLOGI TUMBUHAN. Sleman:
Deepublish
Campbell, N.A., Reece, J.B., & Mitchell, L.G. (2003). Biologi. Jilid 2. Edisi Kelima.
Alih Bahasa: Wasmen. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Engvild. K.C. 1987. Chlorine fcontaining natural compounds in higher


plants.Phytochemistry. 25:781-791

Hendaryono, D.P.S. dan A. Wijayani, 1994. Teknik Kultur jaringan Perbanyakan dan
Petunjuk Perbanyakan Tanaman Secara Vegetatif. Yogyakarta: Kasinus

Ramdan. 2011. Kultur Daun dan Pangkal Batang In Vitro Anggrek Raksasa
(Phalaenopsis gigantea J.J.Smith)Pada Beberapa Media Kultur Jaringan. [Skripsi].
Fakultas Pertanian. IPB.

Salisbury, Frank B., dan Ross C.W. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2 Edisi Keempat
alih bahasa Lukman dan Sumaryono. Bandung: ITB

Schaum. 2005. Schaum’s Outlines Biologi. Jakarta: Erlangga

Sumbono, Aung. 2019. BIOMOLEKUL. Sleman: Deepublish

Wattimena, G.A. 1988. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Pusat Antar Universitas
Bioteknologi-IPB bekerja sama dengan Lembaga Sumberdaya Informasi-IPB. Bogor.
LAMPIRAN

Kecambah jagung Kecambah jagung

Pengukuran dan Perendaman dalam


pemotongan koleoptil larutan AIA, 2,4D,
dan akar primer NAA, dan air suling

Setelah 48 jam Pengukuran kembali


koleoptil dan akar
primer

Anda mungkin juga menyukai