Anda di halaman 1dari 2

Dewasa ini, kebutuhan akan perumahan semakin meningkat karena perkembangan

ekonomi dan pertambahan jumlah penduduk. Salah satu pendekatan untuk sepenuhnya
memanfaatkan lahan yang terbatas adalah dengan membangun bangunan tempat tinggal
bertingkat secara vertikal. Ada banyak perspektif yang perlu dipertimbangkan dalam
membangun sebuah bangunan hunian bertingkat seperti komponen keamanan, efektivitas dan
kelayakan. Keamanan merupakan faktor utama yang harus diperhatikan dalam mengembangkan
perumahan tinggi. Bangunan hunian bertingkat dirancang sedemikian rupa untuk
mempertahankan gaya gravitasi vertikal dan tahan terhadap bencana alam seperti gempa bumi.
Sebagian besar wilayah di Indonesia merupakan wilayah yang memiliki kerawanan yang
tinggi terhadap gempa. Hal ini dapat dilihat pada berbagai kejadian gempa dalam beberapa tahun
terakhir yang melanda beberapa daerah di Indonesia dan menyebabkan kerusakan berbagai
sarana dan prasarana di daerah-daerah yang terkena dampak bencana tersebut. Fenomena alam
ini akan memberikan pembebanan lateral yang mampu merusak struktur dan bahkan
mengakibatkan hilangnya nyawa. Insiden tersebut rumit yang cenderung terjadi secara teratur,
namun tidak dapat diprediksi secara tepat. Kondisi alam ini menyebabkan perlunya pemenuhan
terhadap kaidah-kaidah perencanaan/pelaksanaan sistem struktur tahan gempa pada setiap
struktur bangunan yang akan didirikan di wilayah Indonesia, khususnya di wilayah dengan
kerawanan (risiko) gempa menengah hingga tinggi.
Untuk mengantisipasi kegagalan struktur akibat adanya pengaruh gempa, maka Badan
Standarisasi Nasional telah menetapkan SNI-1726-2019 sebagai tata cara perencanaan ketahanan
gempa untuk struktur bangunan gedung dan non gedung. Peraturan SNI-1726-2019
menggunakan filosofi desain Strong column weak beam (SCWB) di mana deformasi plastis
secara dominan diperbolehkan terjadi pada balok sementara kolom pada dasarnya tetap elastis
yang umumnya diadopsi dalam kode desain seismik untuk rangka pemikul momen. Maka dari
itu, struktur kolom memiliki peranan yang mendasar saat perencanaan sebuah gedung. Dimensi
(ukuran), material penyusunnya dan pembebanan merupakan kunci dari perencanaan.
Menganalisis struktur tahan gempa umumnya dilakukan dengan cara analisa struktur
elastis beban terfaktor untuk memeroleh kondisi ultimate (batas). Faktanya, perilaku keruntuhan
saat gempa terjadi adalah plastis (Dewobroto, 2006). Struktur yang direncanakan harus
dievaluasi untuk memperkirakan kondisinya saat kondisi plastis. Untuk mencapai kondisi
tersebut, metode analisis yang dapat digunakan adalah metode analisis statik nonlinear atau
dengan nama lain metode analisis pushover. Analisis pushover adalah metode analisis perilaku
keruntuhan struktur dengan cara memberikan beban statik pada tiap-tiap lantai struktur
bangunan. Besaran beban ini terus ditingkatkan hingga mencapai kondisi plastis atau tercapai
besaran simpangan tertentu. Dengan metode ini dapat diperoleh titik kinerja (performance point),
titik ini akan menunjukkan kondisi struktur saat gempa yang direncanakan terjadi. Analisis
pushover merupakan bagian dari konsep desain seismik berbasis performa. Struktur bangunan
dengan konsep ini dapat didesain untuk mengalami kerusakan pada kondisi tertentu sesuai
kondisi gempa yang direncanakan.
Penentuan kinerja bangunan didasarkan pada tujuan dan kegunaan suatu bangunan, dan
berhubungan dengan faktor ekonomis untuk perbaikan setelah terjadi gempa tanpa mengabaikan
keselamatan pengguna bangunan. Struktur bangunan harus dirancang untuk dapat memberikan
kinerja minimal kondisi life safety saat kondisi beban gempa rencana (design bases earthquake)
dan kondisi collapse prevention saat kondisi beban gempa maximum (maximum considered
earthquake) (Lesmana, 2019). Dengan kondisi tersebut diharapkan saat gempa terjadi, tidak
terdapat korban jiwa.

Serangkaian peristiwa gempa bumi pernah terjadi di Indonesia, seperti tumbukan


lempeng Sumatera-Andaman tahun 1797 dengan kekuatan 8,9 SR. Pada tahun 2004, gempa
bumi besar terjadi di Pulau Simeulue, Banda Aceh, dengan kekuatan 9,1 SR dan disusul dengan
tsunami dahsyat. Terjadi gempa bumi berkekuatan 8,5 di pulau Mentawai pada bulan September
2007, dan gempa bumi berkekuatan 7,6 melanda Padang pada tahun 2009 karena lempeng
subduksi dan menyebabkan kerusakan yang cukup besar pada kota. Kembali di pulau Mentawai,
gempa berkekuatan 7,8 terjadi pada tahun 2010,

Anda mungkin juga menyukai