Anda di halaman 1dari 94

Pengalaman Anak Usia Sekolah dengan Leukemia yang Dirawat

di Rumah Sakit Kota Medan

SKRIPSI

oleh

Masita Ruth Irene Lumbantoruan

121101128

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2016

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Segala pujian dan syukur kepada Allah Yang Maha Tinggi atas segala
berkat dan kasih karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
skripsi dengan judul “Pengalaman Anak Usia Sekolah dengan Leukemia yang
Dirawat di Rumah Sakit Kota Medan” dengan baik.
Selama penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan,
bimbingan, keterangan dan dukungan baik secara tulis maupun secara lisan, maka
pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Setiawan, S.Kp., MNS., Ph.D selaku Dekan Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara, Sri Eka Wahyuni, S.Kep, Ns, M.Kep selaku
Wakil Dekan I, Cholina Trisa Siregar, S.Kep., M.Kep., Sp.KMB selaku
Wakil Dekan II, dan Dr. Siti Saidah Nasution, S.Kp, M.Kep, Sp.Mat. selaku
Wakil Dekan III.
2. Dewi Elizadiani Suza S.Kp, MNS, Ph.D selaku dosen pembimbing yang
selalu menyediakan waktu untuk membimbing peneliti, selalu memberikan
arahan dan masukan serta motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
3. Asrizal, S.Kep, Ns, M.Kep, WOC (ET) N sebagai dosen Pembimbing
Akademik (PA) yang telah memberikan nasehat dan semangat selama
menjalani kuliah di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
4. Roymond H. Simamora, S.Kep, Ns, M.Kep dan Sri Eka Wahyuni, S.Kep, Ns,
M.Kep sebagai dosen penguji yang telah memberikan saran dan arahan dalam
penyelesaian skripsi ini.
5. Seluruh dosen & Staf Administrasi di Fakultas Keperawatan USU yang telah
menyumbangkan ilmu dan memberikan bantuan dalam kelancaran selama
proses penyusunan skripsi ini berlangsung.
6. Ketua Yayasan Onkologi Anak Medan dan staf pengurus rumah singgah,
yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di Rumah Singgah
Bersama YOAM
7. Orangtua dan adik-adik partisipan yang saya kasihi, yang telah rela berbagi
pengalaman lewat penelitian ini. Semoga lekas sembuh dan selalu bahagia.

Universitas Sumatera Utara


8. Teristimewa kepada orangtua penulis, Ir. Bernard Lumbantoruan dan Helena
Sianturi,AmKep, serta seluruh keluarga yang selalu mendukung dan
mendoakan serta memberikan dukungan moril dan materil sehingga skripsi
ini terselesaikan dengan baik.
9. Kelompok Tumbuh Bersama Kerubim-Serafim (Kak Fajaria, Anita, Ines,
Yemima, Masrek) dan WWJD (Lerista, Dessi, Mauren, Predi) serta teman-
teman koordinasi pelayanan UKM KMK USU yang mendukung dalam doa
dan semangat untuk menjadi perawat yang profesional dan berintegritas.
10. Sahabat terkasih Abdurrahman Jundi, Resi Ayu, Vitri Rohima yang
senantiasa mendukung dalam segala keadaan untuk tetap semangat dan
menjadi teman bertukar pikiran sepanjang penyusunan skripsi ini.
11. Rekan seperjuangan bimbingan yang saling membantu dan menyemangati,
Ella, Ayu, Dhian, serta seluruh teman-teman stambuk 2012, kakak kelas dan
adik kelas di Fakultas Keperawatan USU yang selalu memberikan motivasi
dalam penyelesaian skripsi ini.

Skripsi ini masih memerlukan perbaikan sehingga penulis mengharapkan


saran dan kritik untuk semakin baik dalam isi maupun penyusunannya. Semoga
penelitian ini dapat bermanfaat bagi peningkatan dan pengembangan profesi
keperawatan selanjutnya.

Medan, Agustus 2016


Penulis,

(Masita R.I Lumbantoruan)


121101128

Universitas Sumatera Utara


Judul : Pengalaman Anak Usia Sekolah dengan Leukemia yang
Dirawat di Rumah Sakit Kota Medan
Nama Mahasiswa : Masita Ruth Irene Lumbantoruan
NIM : 121101128
Jurusan : S1 Ilmu Keperawatan USU
Tahun Akademik : 2016

ABSTRAK
Salah satu jenis kanker yang paling banyak didiagnosa pada anak dan remaja
adalah leukemia dimana pengobatannya membutuhkan waktu yang lama dan
berulang di rumah sakit. Penderita leukemia semasa anak-anak banyak
terdiagnosa pada usia 0-14 tahun yang diantaranya adalah anak usia sekolah yaitu
6-12 tahun. Tujuan penelitian ini adalah untuk menggali pengalaman anak usia
sekolah dengan leukemia yang dirawat di rumah sakit kota Medan. Penelitian ini
menggunakan metode kualitatif fenomenologi dengan wawancara mendalam
kepada anak usia sekolah. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah
purposive sampling dengan jumlah partisipan sebanyak tujuh orang partisipan
yang memiliki kriteria inklusi sebagai berikut: 1) anak usia sekolah 7-12 tahun, 2)
dirawat di rumah sakit dengan diagnosa leukemia yang sedang menjalani minimal
3 hari perawatan, 3) komunikatif, 4) bersedia menjadi partisipan yang dinyatakan
secara verbal atau dengan menandatangani surat perjanjian penelitian. Hasil
wawancara dianalisis dengan metode Giorgi dan memunculkan lima tema yaitu:
1) anak mengalami penderitaan fisik, 2) anak mengalami penderitaan psikis, 3)
anak kehilangan waktu aktivitas, 4) anak mengalami perubahan lingkungan sosial,
5) anak mendapatkan dukungan keluarga. Hasil penelitian ini memperlihatkan
bahwa seluruh partisipan yang merupakan anak usia sekolah dengan leukemia
yang dirawat di rumah sakit kota Medan mengalami stresor hospitalisasi yang
disebabkan oleh tindakan pengobatan, kondisi penyakit, serta perawatan yang
membutuhkan waktu lama dan berulang. Diharapkan bagi pelayanan rumah sakit
agar memperhatikan tahap tumbuh kembang anak selama masa perawatan,
khususnya dalam menciptakan lingkungan yang nyaman, pemberian terapi
psikologis dan nutrisi yang sesuai dengan kebutuhan anak.

Kata Kunci : hospitalisasi, leukemia, pengalaman, usia sekolah

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
Halaman Judul............................................................................................................i
Halaman Persetujuan..................................................................................................ii
Prakata ........................................................................................................................iii
Daftar Isi.....................................................................................................................v
Daftar Tabel ...............................................................................................................vii
Abstrak .......................................................................................................................viii

BAB 1. PENDAHULUAN................................................................................ .......1


1.1 Latar Belakang......................................................................... ..............1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................. ....................5
1.3 Tujuan Penelitian............................................................................. ......6
1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................... ...... ...6
1.4.1 Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan ............................. .........6
1.4.2 Bagi Rumah Sakit ........................................................................6
1.4.3 Bagi Penelitian Keperawatan .......................................................6

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... ...7


2.1 Leukemia........................................................................................7
2.1.1 Defenisi Leukemia .......................................................................8
2.1.2 FaktorRisiko.................................................................................8
2.1.3 Patofisiologi .................................................................................9
2.1.4 Klasifikasi ....................................................................................11
2.1.5 Pengobatan Leukemia............. ...................................................13
2.2 Sel Darah Putih Normal .........................................................................13
2.2.1 Granulosit .....................................................................................13
2.2.2 Agranulosit ...................................................................................14
2.3 Anak Usia Sekolah.................................................................................15
2.4 Perawatan Anak di Rumah Sakit ...........................................................20
2.5 Studi Fenomenologi ..............................................................................22

BAB 3. METODE PENELITIAN ...........................................................................27


3.1 Desain Penelitian ...................................................................................27
3.2 Partisipan................................................................................................27
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................28
3.4 Pertimbangan Etik..................................................................................29
3.5 Pengumpulan Data .................................................................................30
3.6 Alat Pengumpulan Data .........................................................................32
3.7 Analisa Data ...........................................................................................33
3.8 Tingkat Kepercayaan Data .....................................................................35

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................37


4.1 Hasil Penelitian ......................................................................................37
4.2 Karakteristik Partisipan ..........................................................................37
4.3 Hasil Wawancara ...................................................................................39
4.4 Pembahasan............................................................................................49

Universitas Sumatera Utara


BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................62
5.1 Kesimpulan ............................................................................................62
5.2 Saran ......................................................................................................63
5.2.1 Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan .........................................63
5.2.2.Bagi Pelayanan Rumah Sakit .........................................................63
5.2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya ...............................................................63

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................64

LAMPIRAN-LAMPIRAN
1. Informed Consent
2. Lembar Persetujuan Menjadi Partisipan
3. Kuisioner Penelitian
4. PanduanWawancara
5. Surat Komisi Etik
6. Surat Izin Penelitian
7. Anggaran Dana
8. Matriks Analisa Data
9. Daftar Riwayat Hidup

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Karakteristik Partisipan ..............................................................................38


Tabel 4.2 Matriks Tema .............................................................................................48

Universitas Sumatera Utara


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu jenis kanker yang paling banyak didiagnosa pada anak dan

remaja adalah leukemia (National Cancer Institute, 2015). Leukemia adalah

penyakit keganasan pada sel darah yang berasal dari sumsum tulang (Permono &

Ugrasena, 2010). Leukemia yang terbanyak ditemui pada anak adalah leukemia

akut dan merupakan satu dari tiga keganasan pediatri (Fitzgerald, 2008).

Beberapa lembaga kesehatan yang khusus memperhatikan kanker menyatakan

jumlah kasus baru pada leukemia yaitu sebesar 13.300 per 100.000 pria dan

wanita setiap tahunnya. Sementara jumlah kematian sebesar 7.000 dari 100.000

pria dan wanita setiap tahunnya di Amerika Serikat. Data ini berdasarkan kasus

dan kematian dengan leukemia sejak tahun 2008 hingga 2012 dan sekitar 2.670

anak 0-14 tahun mengidap leukemia akut di Amerika Serikat pada tahun 2014

(National Cancer Institute, 2015; American Cancer Society, 2015).

Selama tahun 2010-2013, leukemia juga merupakan penyakit dengan jumlah

kasus baru dan jumlah kematian terbanyak pada anak di RS Kanker Dharmais

(Instalasi Deteksi Dini dan Promosi Kesehatan RS Kanker Dharmais, 2010-

2013). Hasil penelitian Sulastriana, Muda, Jemadi pada tahun 2014 di RSUP H.

Adam Malik Medan menunjukkan adanya data Leukemia Akut pada anak

sebesar 174 kasus yaitu 84 kasus pada tahun 2011 dan 90 kasus pada tahun 2012

dengan rentang umur 0-14 tahun.

Universitas Sumatera Utara


Pada leukemia, sel kanker darah yang terbentuk mendesak sel darah yang

normal. Sel darah normal tidak dapat melakukan tugasnya sehingga

menimbulkan gejala klinis (National Cancer Institute, 2015). Gejala-gejala yang

muncul yaitu anak terlihat pucat, demam yang tidak jelas sebabnya, permukaan

kulit tampak biru kehitaman atau lebam, nyeri anggota gerak (tulang), dan

pembengkakan perut. Setelah menjalani terapi juga akan menyebabkan

kelemahan pada anak, luka pada mukosa mulut, ketidakseimbangan cairan dan

elektrolit dan perubahan fisik seperti rambut yang berguguran dan penurunan

berat badan (Fitzgerald, 2008).

Pengobatan untuk leukemia biasanya dilakukan dengan memberikan obat-

obatan sitostatika atau obat anti kanker yang meliputi beberapa tahapan yaitu

induksi remisi, terapi konsolidasi/ intensifikasi, profilaksis SSP, dan

pemeliharaan jangka panjang. Tahapan-tahapan terapi ini mengharuskan anak

dirawat di rumah sakit untuk waktu yang lama (Fitzgerald, 2008; Mayo Clinic

Staff, 2008). Diagnosa dan terapi untuk kanker tersebut secara ekstrim dapat

menimbulkan stress dan berpotensi menyebabkan adaptasi yang negatif pada

perkembangan anak yang seharusnya (Parry & Chesler, 2005 dalam Fitzgerald

tahun 2008).

Penderita leukemia semasa anak-anak banyak terdiagnosa pada usia 0-14

tahun (Sulastriana, Muda, & Jemadi, 2014). Anak dengan usia 6-12 tahun adalah

anak yang mulai memasuki dunia sekolah atau sering disebut dengan anak usia

sekolah. Pada usia ini, anak menghabiskan lebih banyak waktu di sekolah atau

melakukan hal-hal akademis yang terkait. Ini berarti sekolah dan hal-hal terkait

Universitas Sumatera Utara


adalah lingkungan yang sangat penting dalam hidup anak (Saxe & Vieira, 2012).

Waktu yang dihabiskan dalam lingkup akademik tidak hanya memfasilitasi anak

dalam perkembangan kognitifnya, tetapi juga memiliki dampak jangka panjang

terhadap perkembangan perilaku dan emosionalnya (Mikaela, Parcel, &

McKune, 2008).

Pada masa usia sekolah ini, perubahan ruang lingkup hidup yang dirasakan

anak saat dirawat dirumah sakit tentulah menimbulkan efek tertentu dan

berdampak pada tumbuh kembangnya. Menurut Hurlock (1999), pada usia

sekolah, anak memasuki tugas perkembangan yang berbeda dari tahap usia

sebelumnya (pra sekolah). Pada usia ini anak akan mulai belajar bersosialisasi,

belajar memainkan perannya di masyakat, belajar memperoleh kebebasan yang

bersifat pribadi, mengembangkan sikap positif dan lainnya. Berbagai gejala yang

dialami dan masa rawat inap (hospitalisasi) dapat menghambat seorang anak

dalam mencapai tugas perkembangannya tersebut.

Orang tua melaporkan bahwa kebanyakan anak menunjukkan perilaku dan

suasana hati yang cukup rumit. Hal ini disebabkan stresor yang terkait kanker dan

terapinya yang sangat banyak seperti prosedur medis (jarum, pungsi lumbar,

pemerikasaan tulang belakang), efek kemoterapi (nyeri, kelemahan, mual dan

muntah), kehilangan kontrol diri, hospitalisasi, infeksi, terisolasi dari teman,

aktivitas normal menjadi kacau yang salah satunya adalah tidak dapat pergi ke

sekolah (Tremolada., et al, 2010).

Universitas Sumatera Utara


Peristiwa tersebut dapat mempengaruhi cara anak memandang dirinya

sendiri dan lingkungannya, bahkan berdampak ketika anak tersebut sudah pulang

ke rumah, baik dampak positif maupun negatif (Fitzgerald, 2008.; Wanda &

Hayati, 2007). Anak dengan leukemia memiliki prognosis yang buruk jika tidak

ditangani dengan benar (Yamazaki., et al, 2005). Penyakit kronis seperti kanker

bahkan merupakan salah satu penyebab masalah kesehatan mental pada anak usia

sekolah (Mendes, Crippa, Souza, & Loureiro, 2013). Penanganan yang dimaksud

tidak hanya berfokus pada penyembuhan kankernya namun juga bagaimana dapat

memenuhi kebutuhan-kebutuhan anak tersebut selama dirawat secara holistik

yang kemudian diharapkan berpengaruh baik pada tumbuh kembangnya.

Penelitian sebelumnya tidak banyak menjelaskan tentang apa yang

dirasakan anak dengan leukemia dari sudut pandang penderita. Penelitian oleh

Putri pada tahun 2014 menyatakan tidak ada hubungan antara perilaku koping

orang tua dengan kejadian stres hospitalisasi pada anak usia sekolah yang dirawat

di RSUD Dr. Sudarso Pontianak. Ketika orang tua dari anak yang mengalami

leukemia bisa menunjukkan koping yang tidak baik, belum tentu anak juga akan

memiliki koping yang baik dan sebaliknya. Hal ini menyatakan bahwa

laporan/pengalaman orang tua belum cukup untuk dijadikan acuan dalam

mengetahui kebutuhan anak semasa perawatan. Namun respon orang tua terhadap

penyakit anak dapat mempengaruhi ketaatan anak dalam mengikuti setiap

prosedur pengobatan serta dampak dari penyakit itu sendiri (Putri, 2014).

Universitas Sumatera Utara


Beberapa hal yang mungkin dirasakan anak usia sekolah menurut American

Cancer Society 2015 adalah merasa sedih karena kegiatan sekolah terganggu,

ingin bertemu teman sekelas, marah dan kesedihan akibat kehilangan kehidupan

normalnya, merasa bersalah, takut dan cemas, dan mencari dukungan emosional

dan sosial dari keluarga dan teman. Seperti yang dijelaskan oleh Wanda dan

Hayati (2007) dalam penelitian tentang pengalaman anak usia sekolah pasca

rawat inap, dampak negatif yang dialami anak selama menjalani perawatan di

rumah sakit perlu diminimalkan agar anak mampu bertahan dan tetap dapat

mencapai tugas perkembangannya.

Berdasarkan pemaparan tersebut peneliti berencana untuk melakukan

penelitian guna mengetahui dan menggali pengalaman anak usia sekolah dengan

leukemia yang dirawat di rumah sakit. Pengalaman yang diceritakan langsung

oleh anak semasa menjalani terapi akan sangat membantu untuk mengetahui

kebutuhan anak secara biologis, psikologis, sosiologis, dan spiritual.

1.2 Rumusan Masalah

Masa perawatan bagi anak usia sekolah dengan penyakit leukemia adalah

suatu pengalaman yang berdampak pada anak dalam proses tumbuh kembangnya.

Beberapa merasakan cemas, takut, sedih dan kemarahan karena perpisahan dan

kehilangan kontrol diri bahkan mengalami gangguan dalam cara pandang terhadap

diri dan lingkungannya dalam jangka panjang. Untuk itu peneliti tertarik untuk

menggali lebih lagi bagaimana pengalaman anak usia sekolah dengan leukemia

yang dirawat di rumah sakit kota Medan.

Universitas Sumatera Utara


1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengalaman anak usia sekolah

dengan leukemia yang dirawat di rumah sakit kota Medan.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Penelitian Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi tentang apa yang

dialami anak usia sekolah dengan leukemia sehingga mahasiswa keperawatan

dapat meningkatkan pembelajarannya dibidang keperawatan onkologi anak dan

mendukung pemberian asuhan yang lebih efektif sesuai kebutuhan anak usia

sekolah yang mengidap leukemia.

1.4.2 Manfaat Penelitian Bagi Rumah Sakit.

Sebagai sumber acuan dan pertimbangan bagi tenaga medis di rumah

sakit untuk meningkatkan kualitas pelayanan sesuai dengan kebutuhan pasien

anak dengan leukemia.

1.4.3 Manfaat Bagi Penelitian Keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pertimbangan sebagai

referensi dan dasar bagi penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan anak

yang mengidap leukemia.

Universitas Sumatera Utara


7

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Leukemia

2.1.1 Definisi Leukemia

Leukemia merupakan penyakit keganasan sel darah yang berasal dari

sumsum tulang, ditandai oleh pembentukan sel darah putih secara berlebihan

(proliferasi), dengan manifestasi yaitu adanya sel abnormal dalam darah tepi. Pada

leukemia ada gangguan dalam pengaturan sel leukosit yang berproliferasi secara

tidak teratur, tidak terkendali dan tidak berfungsi normal yang mengakibatkan

fungsi-fungsi lain dari sel darah normal dan pembentukannya terganggu sehingga

menimbulkan gejala-gejala klinik leukemia. (Permono & Ugrasena, 2010).

Menurut Hoffbrand, Pettit, dan Moss, 2013, leukemia merupakan

kelompok kelainan yang ditandai dengan akumulasi leukosit ganas di sumsum

tulang dan darah tepi. Sel abnormal tersebut menyebabkan gejala kegagalan

sumsum tulang (mis, anemia, neutropenia, trombositopenia) dan infiltrasi

terhadap organ-organ seperti hati, limpa, meningen, kelenjar limfe, meningen,

otak, kulit atau testis.

Kanker ini bermula dari perubahan sel-sel pembentuk darah yang ada di

sumsum tulang (bagian dalam tulang). Salah satu sel pembentuk darah pada

sumsum tulang bisa menjadi sel kanker leukemia dan sel tersebut tidak matur

dengan cara yang normal dan berkembang dengan cepat namun tidak mengalami

kematian sel pada waktu yang seharusnya seperti sel darah normal yang sehat.

Sel-sel leukemia tersebut menumpuk pada sumsum tulang dan menekan sel

Universitas Sumatera Utara


normal sehingga sel normal tidak dapat melakukan tugasnya. Biasanya sel-sel

leukemia tersebut masuk ke dalam aliran darah dengan cukup cepat dan

menghambat beban kerja dari sel normal lainnya sehingga timbullah gejala-gejala

patologis seperti yang sudah dipaparkan sebelumnya. Biasanya leukemia

menyerang sel darah putih saja, walaupun beberapa juga dapat terjadi pada sel

darah lainnya (American Cancer Society, 2015).

2.1.2 Faktor Risiko Leukemia

Sampai saat ini penyebab leukemia masih belum dapat dijelaskan dengan

pasti. Namun beberapa faktor resiko yang paling signifikan dipaparkan oleh Hadi,

Moezzi, Aminlari (2008) dalam penelitian di Iran dengan desain case control

adalah 1) tempat kelahiran dan tempat tinggal 10 tahun terakhir, 2) pekerjaan yang

berhubungan dengan pertanian/peternakan, 3) kontak dengan bahan-bahan kimia,

4) riwayat kontak dengan binatang, 5) riwayat keluarga dengan kanker dikalangan

kerabat tingkat pertama, dan 6) merokok lebih dari 10 tahun.

2.1.3 Patofisiologi Leukemia

Sifat khas dari leukemia adalah adanya proliferasi leukosit yang berlebihan

dan tidak teratur dalam sumsum tulang sehingga fungsi dan strukturnya tidak

normal. Produksi sel darah putih yang meningkat akan menekan elemen sel darah

yang lain sehingga menimbulkan gejala-gejala klinik seperti anemia,

trombositopenia yang selanjutnya akan mempermudah terjadinya perdahan dan

leukopenia yang mempermudah terjadinya infeksi (Bakta, 2007).

Universitas Sumatera Utara


Leukemia terjadi jika proses pematangan dari stem sel menjadi sel darah

putih mengalami gangguan dan menghasilkan perubahan ke arah keganasan.

Perubahan tersebut seringkali melibatkan penyusunan kembali bagian dari

kromosom (bahan genetik sel yang kompleks). Translokasi kromosom

mengganggu pengendalian normal dari pembelahan sel, sehingga sel membelah

tidak terkendali dan menjadi ganas. Sel-sel leukemia yang menginvasi sumsum

tulang juga mengakibatkan tulang menjadi rapuh dan nyeri. Pada akhirnya sel-sel

ini menguasai sumsum tulang dan menggantikan tempat dari sel-sel yang

menghasilkan sel-sel darah yang normal. Kanker ini juga bisa menyusup ke dalam

organ lainnya termasuk hati, limpa, kelenjar getah bening, ginjal, dan otak yang

menyebabkan organ tersebut mengalami pembesaran (Bakta, 2007; Permono,

2010).

2.1.4 Klasifikasi Leukemia

2.1.4.1 Leukemia Akut

Leukemia akut adalah keganasan primer sumsum tulang yang

berakibat terdesaknya komponen darah normal oleh komponen darah abnormal

(blastosit) yang disertai dengan penyebaran ke organ-organ lain (Nursalam, 2005).

Leukemia akut terdiri dari Leukemia Limfositik Akut (LLA) dan Leukemia

Mielositik Akut (LMA). LLA merupakan jenis leukemia dengan karakteristik

adanya proliferasi dan akumulasi sel-sel patologis dari sistem limfopoetik yang

mengakibatkan organomegali (pembesaran alat-alat dalam) dan kegagalan organ.

LLA lebih sering ditemukan pada anak-anak (82%) daripada umur dewasa (18%).

Insiden LLA akan mencapai puncaknya pada umur 3-7 tahun. Tanpa pengobatan

Universitas Sumatera Utara


sebagian anak-anak akan hidup 2-3 bulan setelah terdiagnosis terutama

diakibatkan oleh kegagalan dari sumsum tulang (Bakta, 2007). LMA merupakan

leukemia yang mengenai sel stem hematopoetik yang akan berdiferensiasi ke

semua sel mieloid. LMA merupakan leukemia nonlimfositik yang paling sering

terjadi (Handayani, Haribowo, 2008). LMA atau Leukemia Nonlimfositik Akut

(LNLA) lebih sering ditemukan pada orang dewasa (85%) dibandingkan anak-

anak (15%). Permulaannya mendadak dan progresif dalam masa 1 sampai 3 bulan

dengan durasi gejala yang singkat. Jika tidak diobati, LNLA fatal dalam 3 sampai

6 bulan.

2.1.4.2 Leukemia Kronik

Leukemia kronik merupakan suatu penyakit yang ditandai proliferasi

neoplastik dari salah satu sel yang berlangsung atau terjadi karena keganasan

hematologi (Permono, 2010). Leukemia Kronik terdiri atas Leukemia Limfositik

Kronis (LLK) dan Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik. LLK adalah suatu

keganasan klonal limfosit B (jarang pada limfosit T). Perjalanan penyakit ini

biasanya perlahan, dengan akumulasi progresif yang berjalan lambat dari limfosit

kecil yang berumur panjang. LLK cenderung dikenal sebagai kelainan ringan

yang menyerang individu yang berusia 50 sampai 70 tahun dengan perbandingan

2:1 untuk laki-laki (Smeltzer, & Bare, 2002).

LGK/LMK adalah gangguan mieloproliferatif yang ditandai dengan

produksi berlebihan sel mieloid (seri granulosit) yang relatif matang. LGK/LMK

mencakup 20% leukemia dan paling sering dijumpai pada orang dewasa usia

pertengahan (40-50 tahun) (Permono, 2010; Tierney, Phee, & Papadakis, 2003).

Universitas Sumatera Utara


2.1.5 Pengobatan Leukemia

2.1.5.1 Kemoterapi

Kemoterapi adalah cara pengobatan tumor/kanker dengan cara

memberikan obat-obatan atau zat kimia yang bersifat sitostatika yang berefek

menghambat atau membunuh sel kanker. Keberhasilan pengobatan pada LLA

terdiri dari kontrol sumsum tulang dan penyakit sistemiknya. Pengobatan

umumnya terjadi secara bertahap, meskipun tidak semua fase yang digunakan

untuk semua orang, tergantung protokol pengobatan yang ditetapkan.

Tahap Terapi Induksi remisi. Tujuan dari tahap ini adalah untuk

mencapai remisi komplit hematologi, yaitu eradikasi sel leukemia yang dapat

dideteksi secara morfologi dalam darah dan sumsum tulang dan kembalinya

hematopoiesis normal. Tujuan pengobatan ini adalah untuk membunuh sebagian

besar sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum tulang. Terapi induksi

kemoterapi biasanya memerlukan perawatan di rumah sakit yang panjang karena

obat menghancurkan juga banyak sel darah normal dalam proses membunuh sel

leukemia.

Tahap Terapi Konsolidasi atau Intensifikasi. Setelah tercapai masa remisi

komplit, segera dilakukan terapi ini untuk mengeliminasi sel leukemia residual

untu mencegah relaps (kekambuhan) dan mencegah timbulnya sel yang resisten

obat. Terapi ini dilakukan dua kali (early intensification dan late intensificasion),

terapi yang kedua dilakukan 6 bulan kemudian.

Tahap terapi Profilaksis sistem saraf pusat. Tahap ini bertujuan untuk

mencegah relapse pada sistem saraf pusat. Terapi ini dapat terdiri dari kombinasi

Universitas Sumatera Utara


kemoterapi intratekal, radiasi intrakranial, dan pemberian sistemik obat dalam

dosis tinggi.

Tahap Pemeliharaan Jangka Panjang. Terapi ini dapat mencapai 2-3

tahun dalam masa perawatannya. Pada LLA anak, terapi ini memperpanjang

disease-free survival, sedangkan pada masa dewasa angka relaps tetap tinggi

(Sudoyo., et al., 2010).

2.1.5.2 Radioterapi

Radioterapi menggunakan sinar berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel

leukemia. Sinar berenergi tinggi ini ditujukan terhadap limpa atau bagian lain

dalam tubuh tempat menumpuknya sel leukemia. Energi ini bisa menjadi

gelombang atau partikel seperti proton, elektron, x-ray dan sinar gamma.

Pengobatan dengan cara ini dapat diberikan jika terdapat keluhan pendesakan

karena pembengkakan kelenjar getah bening setempat (Hoffbrand, Pettit, & Moss,

2013)

2.1.5.3 Transplantasi Sumsum Tulang

Transplantasi sumsum tulang dilakukan untuk mengganti sumsum tulang

yang rusak dengan sumsum tulang yang sehat. Sumsum tulang yang rusak dapat

disebabkan oleh dosis tinggi kemoterapi atau terapi radiasi. Pada pasien LLA

yang mempunyai resiko tinggi untuk relaps dilakukan transplantasi sumsum

tulang alogenik pada remisi komplit yang pertama. Pasien dewasa yang

mengalami relaps setelah mencapai remisi komplit harus menjalani transplantasi

sumsum tulang begitu remisi kedua tercapai (Sudoyo., et al., 2010).

Universitas Sumatera Utara


2.2 Sel Darah Putih Normal

Leukosit atau sel darah putih merupakan unit yang aktif dari sistem

pertahanan tubuh, yang berfungsi melawan infeksi dan penyakit lainnya. Batas

normal jumlah sel darah putih berkisar dari 4.000 sampai 11.000/mm3.

Berdasarkan jenis granula dalam sitoplasma dan bentuk intinya, sel darah putih

digolongkan menjadi 2 yaitu: granulosit (leukosit polimorfonuklear) dan

agranulosit (leukosit mononuklear) (Sudoyo., et al., 2010).

2.2.1 Granulosit

Granulosit merupakan leukosit yang memiliki granula sitoplasma.

Berdasarkan warna granula sitoplasma saat dilakukan pewarnaan terdapat 3 jenis

granulosit yaitu neutrofil, eosinofil, dan basofil (Sloane, 2012).

Neutrofil adalah garis pertahanan pertama tubuh terhadap invasi oleh

bakteri, sangat fagositik dan sangat aktif. Sel-sel ini sampai di jaringan terinfeksi

untuk menyerang dan menghancurkan bakteri, virus atau agen penyebab infeksi

lainnya (Sloane, 2012). Neutrofil mempunyai inti sel yang berangkai dan kadang-

kadang seperti terpisah- pisah, protoplasmanya banyak bintik-bintik halus

(granula). Granula neutrofil mempunyai afinitas sedikit terhadap zat warna basa

dan memberi warna biru atau merah muda pucat yang dikelilingi oleh sitoplasma

yang berwarna merah muda. Neutrofil merupakan leukosit granular yang paling

banyak, mencapai 60% dari jumlah sel darah putih. Neutrofil merupakan sel

berumur pendek dengan waktu paruh dalam darah 6-7 jam dan jangka hidup

antara 1-4 hari dalam jaringan ikat, setelah itu neutrofil mati (Fawcett, 2002).

Universitas Sumatera Utara


Eosinofil merupakan fagositik yang lemah. Jumlahnya akan meningkat saat

terjadi alergi atau penyakit parasit. Eosinofil memiliki granula sitoplasma yang

kasar dan besar. Sel granulanya berwarna merah sampai merah jingga (Price,

2006). Eosinofil memasuki darah dari sumsum tulang dan beredar hanya 6-10

jam sebelum bermigrasi ke dalam jaringan ikat, tempat eosinofil menghabiskan

sisa 8-12 hari dari jangka hidupnya.

Basofil adalah jenis leukosit yang paling sedikit jumlahnya yaitu kurang

dari 1% dari jumlah sel darah putih. Basofil memiliki sejumlah granula sitoplasma

yang bentuknya tidak beraturan dan berwarna keunguan sampai hitam. Basofil

memiliki fungsi menyerupai sel mast, mengandung histamin untuk meningkatkan

aliran darah ke jaringan yang cedera dan heparin untuk membantu mencegah

pembekuan darah intravaskular (Sloane, 2012)

2.2.2 Agranulosit

Agranulosit merupakan leukosit tanpa granula sitoplasma. Agranulosit

terdiri dari limfosit dan monosit.

Limfosit adalah golongan leukosit kedua terbanyak setelah neutrofil,

berkisar 20-35% dari sel darah putih, memiliki fungsi dalam reaksi imunitas

(Sloane, 2003). Limfosit memiliki inti yang bulat atau oval yang dikelilingi oleh

pinggiran sitoplasma yang sempit berwarna biru (Price, 2006). Terdapat dua jenis

limfosit yaitu limfosit T dan limfosit B. Limfosit T bergantung timus, berumur

panjang, dibentuk dalam timus. Limfosit B tidak bergantung timus, tersebar dalam

folikel-folikel kelenjar getah bening. Limfosit T bertanggung jawab atas respons

kekebalan selular melalui pembentukan sel yang reaktif antigen sedangkan

Universitas Sumatera Utara


limfosit B, jika dirangsang dengan semestinya, berdiferesiansi menjadi sel-sel

plasma yang menghasilkan imunoglobulin, sel-sel ini bertanggung jawab atas

respons kekebalan hormonal (Price, 2006).

Monosit merupakan leukosit terbesar. Monosit mencapai 3-8% dari sel

darah putih, memiliki waktu paruh 12-100 jam di dalam darah.24 Intinya terlipat

atau berlekuk dan terlihat berlobus, protoplasmanya melebar, warna biru keabuan

yang mempunyai bintik-bintik sedikit kemerahan. Monosit memiliki fungsi

fagositik dan sangat aktif, membuang sel-sel cedera dan mati, fragmen-fragmen

sel, dan mikroorganisme (Price, 2006).

2.3 Anak Usia Sekolah

2.3.1 Perkembangan Dasar

Wong dalam Buku Ajar Keperawatan Pediatrik (2008), menjelaskan

bahwa yang disebut anak sekolah adalah anak pada usia 6-12 tahun. Periode ini

dimulai dengan masuknya anak ke lingkungan sekolah yang kemudian berdampak

pada perkembangan dan hubungan anak dengan orang lain secara signifikan.

Anak mulai bergabung dengan teman seusianya, mempelajari budaya masa kanak-

kanak, dan menggabungkan diri dalam kelompok teman sebaya yang merupakan

hubungan terdekat setelah dengan keluarga. Pada usia ini, anak menghabiskan

lebih banyak waktu di sekolah atau melakukan hal-hal akademis yang terkait

daripada hal lainnya. Ini berarti sekolah dan hal-hal terkait adalah lingkungan

yang sangat penting dalam hidup anak (Saxe & Vieira, 2012). Waktu yang

dihabiskan dalam lingkup akademik tidak hanya memfasilitasi anak dalam

Universitas Sumatera Utara


perkembangan kognitifnya, tetapi juga memiliki dampak jangka panjang terhadap

perkembangan perilaku dan emosionalnya (Mikaela, Parcel & McKune, 2008).

2.3.1.1 Perkembangan Biologis

Pada masa ini pertumbuhan tinggi dan berat badan terjadi lebih lambat

jika dibandingkan dengan masa sebelumnya. Pertambahan tinggi badan berkisar 5

cm per tahun untuk mencapai tinggi badan 30 cm – 60 dan berat badannya

bertambah hampir dua kali lipat (2 – 3 Kg per tahun). Tinggi rata-rata pada usia 6

tahun sekitar 116 cm dan pada usia 12 tahun adalah sekitar 150 cm dengan

perbedaan yang sangat sedikit antara anak laki-laki dengan perempuan. Menjelang

akhir usia sekolah, ukuran tubuh anak laki-laki dan perempuan mulai meningkat,

walaupun sebagian besar tinggi dan berat badan anak perempuan melebihi anak

laki-laki (Wong, 2008)

2.3.1.2 Perkembangan Psikososial

Anak pada masa ini masuk pada periode perkembangan psikoseksual

yang dideskripsikan oleh Freud sebagai periode laten atau masa tenang. Selama

waktu ini, anak-anak membina hubungan dengan teman sebaya sesama jenis

setelah pangabaian pada tahun-tahun sebelumnya (Wong, 2008). Selain itu anak-

anak usia sekolah ingin sekali megembangkan keterampilan dan berpartisipasi

dalam pekerjaan yang berarti dan berguna secara sosial. Seringkali pencapaian

keterampilan merupakan cara untuk memperoleh keberhasilan dalam aktivitas

sosial. Bahaya dalam periode ini adalah terjadinya keadaan yang dapat

mengakibatkan rasa inferioritas akibat dari ketidaktercapaian tahap sebelumnya

Universitas Sumatera Utara


dengan sempurna atau tidak dipersiapkan untuk memilkul tanggung jawab yang

terkait dengan perkembangan rasa pencapaian (Wong, 2008)

2.3.1.3 Perkembangan Kognitif (Piaget)

Anak mulai memperoleh kemampuan menghubungkan serangkaian

kejadian untuk menggambarkan mental anak yang dapat diungkapkan baik secara

verbal maupun simbolik. Tahap ini disebut oleh Piaget sebagai operasional

konkret. Selama tahap ini, anak mengembangkan pemahaman mengenai hubungan

sesuatu hal dan ide. Anak mengalami kemajuan dari membuat penilaian

berdasarkan apa yang mereka lihat (pemikiran perseptual) sampai membuat

penilaian berdasarkan alasan mereka (pemikiran konseptual). (Wong, 2008).

2.3.1.4 Perkembangan Moral (Kohlberg)

Selama masa prasekolah, anak mengadopsi dan menginternalisasi nilai

moral orang tuanya dan mempelajari perilaku yang bisa diterima kemudian

merasa bersalah jika melanggarnya. Anak pada usia 6-7 tahun lebih mengetahui

peraturan dan perilaku yang diharapkan dari mereka namun tidak memahami

alasannya. Anak usia sekolah yang lebih besar lebih mampu menilai suatu

tindakan berdasarkan niat dibandingkan akibat yang dihasilkan dan menggunakan

berbagai pandangan yang berbeda untuk membuat penilaian. Mereka mampu

memahami dan menerima konsep memperlakukan orang lain seperti mereka ingin

diperlakukan (Wong, 2008).

Universitas Sumatera Utara


2.3.1.5 Perkembangan Spiritual

Anak usia ini berpikir dalam batasan yang sangat konkret tetapi

merupakan palajar yang baik dan berkemauan untuk mempelajari tentang Tuhan.

Mereka menggambarkan Tuhan sebagai manusia yang memiliki sifat seperti

“sayang” dan “membantu” secara supranatural. Mereka mulai membedakan antara

natural dan supranatural tetapi kesulitan untuk memahami simbol-simbol sehingga

konsep agama harus dijelaskan kepada anak dengan istilah yang lebih konkret.

Pada usia ini anak juga tertarik pada surga dan neraka dan dengan

kesadaran diri yang semakin berkembang dan perhatian terhadap peraturan, anak

takut masuk neraka karena kesalahannya dalam berperilaku. Jika diberi pilihan,

anak cenderung memilih hukuman yang sesuai dengan kejahatannya. Sering kali

anak menggambarkan penyakit atau cedera sebagai hukuman karena kelakuan

buruk yang sudah dilakukan maupun kelakuan buruk dalam imajinasinya. Jika

ritual agama merupakan bagian dari kegiatan sehari-hari anak, maka akan sangat

membantu anak melakukan koping dalam menghadapi situasi yang mengancam

ketika melakukan aktivitas rohani tersebut (Wong, 2008)

2.3.1.6 Perkembangan Sosial

Selain orang tua, kelompok teman sebaya cukup banyak memberi

sejumlah hal yang penting bagi anak seperti solidaritas dan kemandirian dari

orang dewasa. Pengalaman berharga banyak dipelajari dari interaksi sehari-hari

dengan teman sebaya. Melalui hubungan teman sebaya, anak belajar bagaimana

menghadapi dominasi dan rasa dipimpin juga memimpin, belajar untuk

menghargai perbedaan sudut pandang, serta menggali ide-ide dan lingkungan

Universitas Sumatera Utara


fisik. Kelompok teman sebaya memang berpengaruh dan penting untuk

perkembangan anak, namun orang tua tetap merupakan pengaruh utama dalam

membentuk kepribadian anak, membuat standar perilaku, menetapkan sistem nilai

(Wong, 2008).

2.3.1.7 Perkembangan Konsep Diri

Istilah konsep diri merujuk kepada pengetahuan yang disadari mengenai

persepsi diri, gambaran fisik, kemampuan, nilai, ideal diri dan tanggapan atau ide-

idenya sendiri dalam hubungannya dengan orang lain. Konsep diri juga termasuk

citra tubuh, seksualitas, dan harga diri seseorang. Anak usia sekolah memiliki

persepsi akurat dan positif tentang keadaan fisik diri mereka, namun seiring

pertambahan usia mereka kurang menyukai keadaan fisiknya. Lingkungan sekitar

anak mempengaruhi persepsi fisik anak, walaupun bukan satu-satunya faktor yang

menentukan. Seiring bertambahnya usia anak akan semakin menyadari tubuhnya

sendiri, tubuh teman sebayanya, dan tubuh orang dewasa.

Mereka juga mulai menyadari adanya penyimpangan dari norma. Sangat

penting untuk anak mengetahui fungsi tubuhnya dan orang dewasa mengoreksi

pemahaman anak tentang tubuhnya. Kerusakan fisik dalam bentuk apapun,

khususnya yang dapat mempengaruhi kemampuan anak untuk berpartisipasi

dalam permainandan aktivitas masa anak-anak dapat menyebabkan anak merasa

inferior atau kurang diinginkan. Ketika anak mendapat sindiran atau kritik karena

berbeda dengan anak lain, dampak merasa inferior dapat terus berlangsung

(Wong, 2008).

Universitas Sumatera Utara


2.4 Perawatan Anak di Rumah Sakit (Hospitalisasi)

Penyakit dan perawatannya di rumah sakit (hospitaslisasi) seringkali menjadi

krisis pertama yang harus dihadapi anak. Anak sangat rentan terhadap krisis

penyakit dan hospitalisasi karena: 1) Stress akibat perubahan dari keadaan sehat

dan rutinitas lingkungan yang meliputi perpisahan, kehilangan kendali, cedera

tubuh dan nyeri, 2) anak memiliki mekanisme koping yang terbatas untuk

menyelesaikan stresor. Reaksi anak terhadap krisis-krisis tersebut dipengaruhi

usia, pengalaman mereka sebelumnya dengan penyakit dan perpisahan,

keterampilan koping yang mereka miliki, keparahan diagnosis, dan sistem

pendukung yang ada (Fitzgerald, 2008; Nursalam, Susilaningrum, dan Utami,

2005).

2.4.1 Komunikasi Selama Hospitalisasi

Dalam masa perawatan, anak dan orang tua akan banyak berinteraksi

dengan tenaga kesehatan, baik untuk penilaian status kesehatan maupun dalam

memberikan tindakan tertentu. Proses wawancara adalah metode yang paling

banyak dilakukan dengan orang tua untuk menilai atau memperoleh informasi

mengenai anak dan keluarga dimana wawancara ini adalah bentuk spesifik dari

komunikasi yang dirahkan pada sebuah tujuan (Wong, 2013).

Wawancara pada anak berbeda dengan wawancara yang dapat

dilakukan kepada orang dewasa. Beberapa anak cenderung menggunakan sedikit

kata-kata, dibandingkan dengan orang dewasa dan lebih mengandalkan

komunikasi nonverbal bahkan diam. Orang tua lebih suka komunikasi verbal yang

mengarah pada penilaian dan pemecahan masalah (neutral communication),

Universitas Sumatera Utara


sementara anak-anak lebih sering menginginkan komunikasi yang mengarah pada

pembentukan hubungan dan kepercayaan dan memberikan kenyamanan (affective

communication). Cara terbaik berkomunikasi pada anak adalah dengan

mendapatkan keseimbangan atau penggabungan antara neutral communication

dan affective communication (Kyle & Carman, 2013).

Anak usia sekolah juga memiliki kekhawatiran terhadap integritas

tubuhnya. Anak menjadi sangat sensitif terhadap segala sesuatu yang dianggap

mengancam atau indikasi timbulnya cedera pada tubuhnya. Kekhawatiran ini

mengarah juga pada kepemilikan barang-barang yang menimbulkan reaksi yang

berlebihan terhadap kehilangan. Membantu anak dalam mengungkapkan

kekhawatiran mereka akan memudahkan dalam meyakinkan dan

mengimplementasikan aktifitas yang dapat mengurangi kekhawatiran tersebut.

Ketika anak merasa nyaman, mereka biasanya akan menyampaikan ide-ide

pribadi, perasaan dan interpretasi dari setiap kejadian (Wong, 2013).

Dalam berkomunikasi pada anak, pastikan untuk memperkenalkan diri

dan menjelaskan apa peranan atau tugas yang akan dilakukan. Menyamakan posisi

setinggi anak ketika berbicara adalah hal yang tepat agar anak merasa nyaman dan

bersahabat. Biarkan anak tetap dekat dengan orang tua jika dibutuhkan, sehingga

anak tetap merasa nyaman dan tidak takut. Senyum dan kontak mata dengan anak

jika hal itu sesuai dengan kebudayaannya. Arahkan pertanyaan dan penjelasan

kepada anak dengan baik, dan dengarkan dengan penuh perhatian dan berhenti

sejenak untuk memberikan waktu bagi anak untuk merumuskan pikirannya.

Universitas Sumatera Utara


Berbicaralah dengan anak dengan suara lembut, tenang dan yakin dan nada suara

yang tidak tergesa-gesa dan gunakan pernyataan positif. Dorong anak untuk

mengungkapkan perasaannya dan perhatikan isyarat nonverbal. Meminta izin jika

ingin melakukan pendekatan kepada anak agar menghindari timbulnya perasaan

terancam (Kyle & Carman, 2013).

2.5 Studi Fenomenologi

Riset fenomenologi dikembangkan oleh Husserl dan Heidegger yang

bersumber dari sebuah tradisi filsafat yang merupakan sebuah pendekatan

mengenai pengalaman hidup manusia. Seorang fenomenolog memiliki keyakinan

bahwa kebenaran utama tentang realitas didasarkan pada pengalaman hidup

seseorang (Polit & Beck, 2012). Pendekatan fenomenologi digunakan ketika

sedikit sekali definisi atau konsep terhadap suatu fenomena yang akan diteliti

(Polit, Beck & Hungler, 2001). Tujuan penelitian fenomenologi sepenuhnya

adalah untuk menggambarkan pengalaman hidup dan persepsi yang muncul (Polit

& Hungler, 1997)

Fenomenologi adalah suatu ilmu yang memiliki tujuan untuk

menjelaskan fenomena dalam bentuk pengalaman hidup. Penggunaan desain

penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi bertujuan untuk

memperoleh data yang lebih komprehensif, mendalam, credible dan

bermakna. Selain itu, pendekatan fenomenologi ini bertujuan untuk memahami

respon seluruh manusia terhadap suatu atau sejumlah peristiwa dan

memberikan gambaran terhadap makna sebuah pengalaman yang dialami

beberapa individu dalam situasi yang dialami. Fenomenologi berfokus pada

Universitas Sumatera Utara


apa yang dialami oleh manusia pada beberapa fenomena dan bagaimana mereka

menafsirkan pengalaman tersebut. Penelitian dalam pandangan fenomenolog

berusaha memahami arti peristiwa dan kaitannya terhadap orang-orang yang

berada dalam situasi tertentu. Tujuan penelitian fenomenologi sepenuhnya adalah

untuk menggambarkan pengalaman hidup dan persepsi yang muncul (Polit &

Beck, 2012).

Didalam studi fenomenologi, sumber data utama berasal dari perbincangan

yang cukup dalam (in-depth interview) antara peneliti dan partisipan dimana

peneliti membantu partisipan untuk menggambarkan pengalaman hidupnya tanpa

adanya suatu diskusi. Melalui perbincangan yang cukup dalam peneliti berusaha

untuk menggali informasi sebanyak mungkin dari partisipan (Polit & Beck, 2012).

Dalam studi fenomenologi, jumlah partisipan yang terlibat tidaklah banyak.

Jumlah partisipan dari penelitian ini adalah 10 orang atau pun lebih sedikit.

Partisipan yang terlibat dalam penelitian akan dipilih dengan menggunakan teknik

purposive sampling. Dalam hal ini, partisipan adalah orang-orang yang harus

memenuhi kriteria-kriteria yang telah ditentukan oleh peneliti (Polit & Beck,

2012).

Berdasarkan dari cara pengambilan kesimpulan dari fenomena dari subyek

penelitian, ada dua jenis penelitian fenomenologi, yaitu fenomenologi deskriptif

dan fenomenologi interpretatif. Fenomenologi deskriptif berfokus pada

penyelidikan fenomena, kemudian pengalaman yang seperti apakah yang terlihat

dalam fenomena, sedangkan fenomenologi interpretatif lebih kepada penafsiran

dari pengalaman atau fenomena yang dialami subyek penelitian (Polit & Beck,

Universitas Sumatera Utara


2012). Dalam fenomenologi deskriptif ada tiga fenomenoligist dalam proses

analisa data. Dimana ketiga tokoh ini berpedoman pada filosof Husserl yang fokus

utamanya adalah mengetahui gambaran sebuah fenomena. Ketiga tokoh tersebut

adalah Collaizzi (1978), Giorgi (1985), dan Van Kaam (1959) (Polit & Beck,

2012).

Kehidupan seseorang bagi fenomenolog adalah sesuatu yang sangat berharga

dan menarik. Pada penelitian fenomenologi komunikasi merupakan suatu sumber

data utama, yaitu percakapan yang mendalam antara peneliti dan partisipan

sebagai subyeknya. Seorang fenomenolog berusaha untuk membantu partisipan

menggambarkan pengalaman hidupnya tanpa harus memimpin diskusi. Selain itu,

dalam wawancara yang mendalam, peneliti berusaha untuk merasakan apa yang

pernah dialami oleh informan untuk mendapatkan informasi penuh tentang

pengalaman hidup mereka (Polit & Beck, 2012).

Menurut Lincoln & Guba (1985, dalam Polit & Beck, 2012) untuk

memperoleh hasil penelitian yang dapat dipercaya (trustworthiness) maka data

divalidasi dengan beberapa kriteria, yaitu Credibility, Transferability,

Dependability, Confirmability, Authenticity,

Credibility merupakan kriteria untuk memenuhi nilai kebenaran dari data

dan informasi yang dikumpulkan. Artinya, hasil penelitian harus dapat dipercaya

oleh semua pembaca secara kritis dan dari responden sebagai informan.

Credibility termasuk validitas internal. Cara memperoleh tingkat kepercayaan

yaitu perpanjangan kehadiran peneliti/pengamat (prolonged engagement),

ketekunan pengamatan (persistent observation), triangulasi (triangulation),

Universitas Sumatera Utara


diskusi teman sejawat (peer debriefing), analisis kasus negatif (negative case

analysis), pengecekan atas kecukupan referensial (referencial adequacy checks),

dan pengecekan anggota (member checking).

Transferability adalah kriteria yang digunakan untuk memenuhi bahwa

hasil penelitian yang dilakukan dalam konteks tertentu dapat ditransfer ke subyek

lain yang memiliki topologi yang sama. Transferability termasuk dalam validitas

eksternal. Maksudnya adalah dimana hasil suatu penelitian dapat diaplikasikan

dalam situasi lain.

Dependability mengacu pada kekonsistenan peneliti dalam mengumpulkan

data, membentuk dan menggunakan konsep-konsep ketika membuat interpretasi

untuk menarik kesimpulan. Kriteria ini dapat digunakan untuk menilai apakah

proses penelitian kualitatif bermutu atau tidak. Teknik terbaik adalah audit trail

yaitu meminta dependen atau independen auditor untuk memeriksa aktifitas

peneliti. Dependability menurut istilah konvensional disebut reliabilitas atau

syarat bagi validitas.

Confirmability memfokuskan apakah hasil penelitian dapat dibuktikan

kebenarannya dimana hasil penelitian sesuai dengan data yang dikumpulkan dan

dicantumkan dalam laporan lapangan. Hal ini dilakukan dengan membicarakan

hasil penelitian dengan orang yang tidak ikut dan tidak berkepentingan dalam

penelitian dengan tujuan agar hasil dapat lebih objektif. Confirmability merupakan

kriteria untuk menilai kualitas hasil penelitian.

Universitas Sumatera Utara


Authenticity memfokuskan pada sejauh mana peneliti dapat menunjukkan

berbagai realitas. Authenticity muncul dalam penelitian ketika partisipan

menyampaikan pengalaman mereka dengan penuh perasaan. Penelitian memiliki

keaslian jika dapat mengajak pembaca merasakan pengalaman kehidupan yang

digambarkan, dan memungkinkan pembaca untuk mengembangkan kepekaan

yang meningkat sesuai masalah yang digambarkan.

Universitas Sumatera Utara


27

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan

fenomenologi yaitu berusaha mengungkapkan kajian dari sebuah pengalaman,

dimana dalam penelitian ini adalah pengalaman anak usia sekolah dengan

leukemia yang dirawat di rumah sakit kota Medan. Hal ini sesuai dengan asumsi

bahwa ilmu pengetahuan tentang perilaku manusia hanya dapat diperoleh melalui

penggalian secara langsung terhadap pengalaman yang didefenisikan oleh

manusia tersebut (Polit & Hungler,1996).

Studi fenomenologi berfokus pada bagaimana seseorang mengalami

berbagai hal terkait pengalaman hidup tertentu (Polit & Beck, 2012), sehingga

dari pendekatan fenomenologi ini diharapkan memperoleh pemahaman yang

mendalam tentang pengalaman anak usia sekolah dengan leukemia yang dirawat

di rumah sakit kota Medan.

3.2 Partisipan

Penelitian kualitatif tidak diarahkan pada jumlah partisipan yang besar tetapi

pada asas kesesuaiaan atau kepadatan informasi sampai mencapai saturasi data.

Saturasi data didapat apabila peneliti tidak lagi memperoleh informasi baru dari

partisipan (Polit & Beck, 2012). Pemilihan partisipan dalam penelitian ini

dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling yaitu metode

pemilihan partisipan dalam suatu penelitian dengan menentukan terlebih dahulu

kriteria partisipan yang akan dilibatkan dalam penelitian (Polit & Beck, 2012).

Universitas Sumatera Utara


Penelitian ini melibatkan partisipan berjumlah 7 orang dimana semua partisipan

tersebut telah memenuhi kriteria dan bersedia untuk menjadi partisipan yang

dinyatakan secara verbal maupun dengan menandatangani surat perjanjian

penelitian (inform consent). Pada proses perencanaan penelitian ini, diharapkan

ada 10 partisipan yang akan disertakan, namun dalam perjalanannya peneliti

hanya mampu mengumpulkan data dari 7 partisipan sehingga data tidak

sepenuhnya saturasi, ini adalah kekurangan dari penelitian ini.

Kriteria partisipan dalam penelitian ini adalah 1) Anak usia sekolah

dengan rentang usia 7-12, 2) dirawat dirumah sakit kota Medan dengan diagnosa

leukemia yang sedang menjalani perawatan minimal 3 hari, 3) komunikatif, dan 4)

bersedia menjadi partisipan yang dinyatakan secara verbal atau dengan

menandatangani surat perjanjian penelitian.

3.3 Tempat dan Waktu Penelitian

3.3.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di rumah sakit yang ada di kota Medan.

Khususnya rumah sakit yang menyediakan fasilitas pengobatan bagi anak dengan

leukemia dan rumah singgah Yayasan Onkologi Anak Medan (YOAM) dengan

pertimbangan anak dengan leukemia dipastikan ada yang sedang menjalani

perawatan di rumah sakit tersebut ataupun menginap di rumah singgah YOAM

pada saat menunggu jadwal pengobatannya.

Universitas Sumatera Utara


3.3.2 Waktu Penelitian

Pengumpulan data dimulai dari bulan April 2016 sampai dengan bulan

Juni 2016, yaitu mulai pengumpulan data sampai dengan selesai pengumpulan

data.

3.4 Pertimbangan Etik

Sebelum melakukan pengumpulan data, penelitian ini sudah mendapat

rekomendasi dari bagian pendidikan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera

Utara. Selanjutnya ethical clearance diperoleh dari Komisi Etik Penelitian

Kesehatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Setelah

mendapatkan persetujuan untuk melakukan penelitian, selanjutnya peneliti

mencari partisipan sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan.

Setelah terbina hubungan saling percaya antara peneliti dan partisipan

(prolonged engagement), peneliti menjelaskan tujuan dari penelitian dan prosedur

pelaksanaan penelitian, baik kepada orang tua maupun anak yang menjadi

partisipan. Calon partisipan yang bersedia berpatisipasi dalam penelitian,

dipersilahkan untuk menandatangani informed consent. Dalam penelitian ini yang

diminta untuk menandatangani informed consent adalah orang tua dari anak yang

sedang dirawat.

Peneliti tidak memaksa jika partisipan menolak untuk diwawancarai dan

menghormati hak-haknya sebagai partisipan dalam penelitian ini. Untuk menjaga

kerahasiaan identitas partisipan maka peneliti tidak mencantumkan nama dari

partisipan (anonymity). Nama partisipan dicantumkan dengan inisial. Selanjutnya

yang diperlukan saja yang dituliskan dan dicantumkan dalam penelitian.

Universitas Sumatera Utara


3.5 Pengumpulan Data

Pelaksanaan pengumpulan data dilakukan setelah memperoleh surat izin

penelitian dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan

memperoleh ethical clearance dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas

Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang kemudian diserahkan kepada

pihak rumah sakit untuk mendapat izin penelitian dari rumah sakit tersebut.

Dalam permohonan izin pengumpulan data, ada rumah sakit yang tidak

memberi balasan untuk menyatakan pemberian izin penelitian sehingga peneliti

berinisiatif untuk mengajukan surat permohonan izin ke rumah singgah Yayasan

Onkologi Anak Medan, dimana terdapat anak usia sekolah dengan leukemia yang

sedang tinggal sementara ditempat tersebut untuk menunggu jadwal

pengobatannya. Setelah memperoleh izin dari pengurus rumah singgah YOAM

peneliti dapat mengumpulkan data dari anak-anak usia sekolah dengan leukemia

yang terdaftar sebagai anggota di rumah singgah tersebut. Pengumpulan data

dilakukan dengan kajian kualitatif, dan peneliti mengumpulkan sendiri data-data

yang diperlukan.

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

wawancara mendalam (indepth interview). Peneliti melakukan pilot study sebelum

pengumpulan data lebih lanjut dengan maksud untuk uji coba instrumen penelitian

yang digunakan dalam pengumpulan data kepada partisipan pertama agar dapat

diketahui apakah instrumen tersebut cukup baik atau tidak untuk menghasilkan

wawancara yang komunikatif dan dapat dipahami.

Universitas Sumatera Utara


Setelah pilot study, peneliti melakukan wawancara kepada partisipan yang

sebelumnya direkomendasikan oleh pengurus YOAM untuk menjadi calon

partisipan kemudian menghubungi calon partisipan untuk membuat janji

pertemuan dan membuat persetujuan untuk menjadi partisipan penelitian. Proses

wawancara dimulai dengan melakukan pendekatan kepada calon partisipan, yang

disebut juga prolonged engagement untuk menumbuhkan hubungan saling

percaya dan mendapatkan persetujuan oleh partisipan. Prolonged engagement

dilakukan lebih dari satu kali pada masing-masing partisipan, yaitu 2 hingga 4

kali, sampai peneliti dan partisipan dapat saling percaya sehingga partisipan

merasa nyaman untuk membagikan pengalamannya dalam wawancara mendalam

tersebut dengan tetap memperhatikan prinsip komunikasi pada anak. Peneliti

memperkenalkan diri dan menjelaskan maksud dan tujuan penelitian kepada orang

tua dan anak.

Setelah partisipan bersedia untuk diwawancarai maka orang tua dari anak

yang menjadi partisipan diminta membaca dan menandatangani informed concent

dan mengisi data demografi. Kemudian peneliti mulai melakukan wawancara

mendalam atau in-depth interview dengan menggunakan pertanyaan terbuka

selama tidak lebih dari 60 menit dan berusaha agar wawancara hanya dilakukan

dalam satu kali pertemuan untuk setiap partisipan. Peneliti menggunakan panduan

wawancara yang dibuat untuk membantu peneliti dalam mengumpulkan

informasi. Kemudian peneliti juga mengajukan beberapa pertanyaan yang lebih

dalam dari apa yang sudah dinyatakan partisipan pada pertanyaan-pertanyaan

sebelumnya (probing). Proses wawancara direkam dengan menggunakan perekam

Universitas Sumatera Utara


suara dimana peneliti menggunakan fitur perekam suara pada telepon genggam

dan memastikan bahwa kondisi perekam suara dapat digunakan dengan baik

selama proses merekam suara. Jika anak kemudian sulit untuk menjawab

pertanyaan maka peneliti meminta bantuan kepada orang tua atau pengasuh anak

untuk menanyakan pertanyaan yang diajukan tanpa mengarahkan apa yang akan

menjadi jawaban dari partisipan.

Langkah selanjutnya adalah peneliti membuat transkrip hasil wawancara

setiap kali selesai melakukan wawancara. Peneliti mengelompokan data dan

menguraikan data kedalam bentuk narasi dalam bentuk tema, sub tema dan

kategori kemudian membahas ulang hasilnya sesuai dengan analisa data yang

telah dilakukan pada partisipan sebelumnya. Pengumpulan data ini dilakukan pada

tujuh partisipan.

3.6 Alat Pengumpul Data

Alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah diri peneliti sendiri

sebagai instrumen penelitian untuk mengumpulkan deskripsi antara peneliti dan

partisipan melalui wawancara intensif. Dalam mengumpulkan data, peneliti akan

menggunakan form berisi data umum partisipan (data demografi) meliputi inisial,

usia, jenis kelamin, agama, suku, lama anak dirawat, frekuensi dirawat di rumah

sakit dan lamanya mengidap leukemia. Kekurangan dari form data demografi

adalah jenis leukemia yang diderita partsisipan, namun pada tahap prolonged

engagement peneliti mendapatkan informasi tersebut. Peneliti juga menggunakan

panduan wawancara sebagai instrumen penelitian.

Universitas Sumatera Utara


Panduan wawancara ini berisi pertanyaan yang diajukan kepada partisipan,

dimana pertanyaan tersebut dibuat sendiri oleh peneliti.

Panduan wawancara ini berisi pertanyaan-pertanyaan seputar pengalaman

anak dengan leukemia yang menjalani terapi di rumah sakit. Panduan pertanyaan

ini kemudian akan divalidasi oleh dosen Fakultas Keperawatan Universitas

Sumatera Utara yang pakar di bidang keperawatan anak. Hasil dari validasi

pertanyaan dengan lima pertanyaan yang dibuat peneliti harus clear, credible dan

relevant dengan judul penelitian.

Selain panduan wawancara, catatan lapangan (field note) juga merupakan alat

pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini. Field note merupakan

catatan tertulis tentang apa yang didengar, dilihat, dialami, dipikirkan dalam

rangka pengumpulan data dan refleksi terhadap data dalam penelitian kualitatif.

Catatan lapangan berupa dokumentasi respon non verbal selama proses

wawancara berlangsung. Hasil catatan lapangan pada penelitian ini berisi inisial,

tempat wawancara, tanggal, waktu, situasi tempat, deskripsi atau gambaran

partisipan, serta respon non verbal partisipan selama proses wawancara. Catatan

lapangan ini peneliti kerjakan setelah melakukan wawancara agar anak dapat

secara natural dalam menyampaikan informasi. Alat bantu lainnya yang peneliti

gunakan adalah kertas dan pensil/pulpen untuk mencatat hal-hal penting terkait

kata-kata kunci penting dan kejadian yang penting.

Universitas Sumatera Utara


3.7 Analisa Data

Proses analisis data dalam penelitian ini akan dilakukan secara analisis isi

(content analysis) segera setelah selesai setiap satu proses wawancara yaitu

bersamaan dengan dibuatnya transkrip data. Proses analisis data dalam penelitian

ini menggunakan langkah-langkah menurut Giorgi (1985 dalam Zyblock 2009;

Polit dan Beck, 2012) yaitu:

Rekaman hasil wawancara didengarkan dan diketik dalam bentuk transkrip.

Transkrip pada penelitian ini memuat beberapa data tentang inisial partisipan,

waktu wawancara, tempat wawancara, dan deskripsi partisipan, serta catatan

lapangan yang memuat informasi nonverbal dari partisipan selama wawancara.

Peneliti memberikan nomor untuk setiap baris hasil transkrip (line). Penomoran

ini membantu peneliti dalam menemukan kembali kutipan wawancara partisipan.

Kemudian peneliti membaca seluruh transkrip yang diperoleh dari rekaman

wawancara, transkrip dibaca beberapa kali untuk memperoleh gambaran umum

tentang seluruh pernyataan-pernyataan partisipan.

Selanjutnya peneliti menentukan pernyataan-pernyataan yang signifikan dan

bermakna pada setiap transkrip yang berhubungan dengan pengalaman partisipan,

beberapa pernyataan yang mempunyai makna yang sama digabungkan menjadi

satu kategori, sedangkan pernyataan yang berbeda dipertimbangkan untuk

dijadikan sebagai kategori baru atau dihilangkan, selanjutnya peneliti

mengelompokkan kategori yang saling berhubungan membentuk tema atau

subtema. Kemudian peneliti membaca tema atau subtema yang telah diperoleh

dan harus disesuaikan dengan tujuan penelitian. Pemahaman akan konsep

Universitas Sumatera Utara


hospitalisasi, tahapan tumbuh kembang anak dan leukemia membantu peneliti

dalam mengelompokkan data dalam suatu tema maupun sub tema. Pada tahap

akhir adalah mengintegrasikan dan mensintesis tema dan subtema kedalam

deskripsi yang menyeluruh.

3.8 Tingkat Kepercayaan Data

Untuk memperoleh hasil penelitian yang dapat dipercaya maka data divalidasi

dengan beberapa kriteria, yaitu credibility, confirmability, transferability,

dependability, dan Authenticity (Lincoln & Guba, 1985 dalam Polit & Beck,

2012).

Credibility merupakan kriteria untuk memenuhi nilai kebenaran dari data dan

informasi yang dikumpulkan. Peneliti melakukan teknik prolonged engagement

yaitu mengadakan pertemuan dengan partisipan 1-2 kali di tempat yang sudah

dijanjikan bersama partisipan, sehingga antara peneliti dan partisipan memiliki

keterkaitan yang lama sehingga akan semakin akrab, semakin terbuka, dan saling

mempercayai.

Confirmability dilakukan dengan memperlihatkan seluruh transkip dan

catatan lapangan, tabel analisa tema kepada pembimbing lalu berdiskusi bersama

untuk menentukan tema dari hasil penelitian yang disusun dalam bentuk skema

tema.

Dependability digunakan untuk menilai kualitas dari proses yang ditempuh

oleh peneliti. Hal ini dilaksanakan dengan cara peneliti melibatkan pembimbing

sebagai peneliti lain yang mengaudit cara dan hasil penelitian mulai dari

Universitas Sumatera Utara


penentuan masalah, pengambilan data penelitian, analisa data dan uji keabsahan

data sampai dengan pembuatan kesimpulan.

Transferability dilakukan dengan cara peneliti menulis laporan penelitian

yang diuraikan dengan rinci, jelas, sistematis dan mudah dimengerti oleh pembaca

sehingga pembaca dapat memperoleh gambaran yang jelas tentang pengalaman

anak dengan leukemia yang dirawat di rumah sakit kota Medan.

Authenticity memfokuskan pada sejauh mana peneliti dapat menunjukkan

berbagai realitas. Authenticity muncul dalam penelitian ketika partisipan

menyampaikan pengalaman mereka dengan penuh perasaan. Penelitian memiliki

keaslian jika dapat mengajak pembaca merasakan pengalaman kehidupan yang

digambarkan, dan memungkinkan pembaca untuk mengembangkan kepekaan

yang meningkat sesuai masalah yang digambarkan.

Universitas Sumatera Utara


37

BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menggali lebih dalam pengalaman anak usia

sekolah dengan leukemia yang dirawat di rumah sakit kota Medan. Berdasarkan

hasil penelitian, ditemukan lima tema yang menggambarkan fenomena

pengalaman anak usia sekolah dengan leukemia yang dirawat di rumah sakit kota

Medan. Hasil penelitian yang dibahas adalah karakteristik partisipan dan tema

hasil analisa data penelitian.

4.2 Karakteristik Partisipan

Partisipan dalam penelitian ini berjumlah tujuh orang. Ketujuh partisipan

dalam penelitian ini telah memenuhi kriteria dan bersedia untuk diwawancarai.

Semua partisipan berasal dari luar kota Medan dan sedang menjalani pengobatan

leukemia di rumah sakit yang ada di kota Medan. Karakteristik partisipan pada

penelitian ini meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan, agama , suku, lama

mengidap leukemia, lama dirawat di rumah sakit, frekuensi dirawat di rumah

sakit. Dari ketujuh partisipan mayoritas berusia antara 7-9 tahun. Partisipan

mayoritas berjenis kelamin laki-laki, pendidikan kelas 2 sampai kelas 5 SD,

berasal dari suku Batak, lama mengidap leukemia dua sampai lima bulan, lama

dirawat di rumah sakit selama tiga sampai sepuluh hari, frekuensi di rawat di

rumah sakit lebih dari 10 kali. Beragama Islam sebanyak 3 partisipan, Kristen

Protestan 3 partisipan, Katolik 1 orang partisipan. Data yang tidak tergali dari

form pengisian data demografi adalah jenis leukemia yang diderita partisipan,

Universitas Sumatera Utara


namun dari hasil prolonged engagement diketahui bahwa 6 partisipan mengidap

Leukemia Limfositik Akut dan 1 orang mengidap Leukemia Myeloid Akut. Data

demografi partisipan dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1.
Karakteristik Partisipan

Frekuensi Persentase (%)


Karakteristik
Usia
7 – 9 tahun 4 57,1
10 – 12 tahun 3 42,8
Jenis kelamin
Perempuan 3 42,8
Laki- Laki 4 57,1
Pendidikan
Kelas 2 – 5 SD 5 71,4
Kelas 6 SD 2 28,5
Agama
Islam 3 42,8
Kristen Protestan 3 42,8
Katolik 1 14,2
Suku
Batak 6 85,7
Minang 1 14,2
Lama mengidap Leukemia
1-12 bulan 6 85,7
> 1 tahun 1 14,2
Lama dirawat di rumah sakit
3-10 hari 5 71,4
>10 hari 2 28,5
Frekuensi dirawat di rumah sakit
1-10 kali 2 28,5
>10 kali 5 71,4

Universitas Sumatera Utara


4.3 Pengalaman Anak Usia Sekolah dengan Leukemia yang Dirawat di

Rumah Sakit Kota Medan

Hasil penelitian ini mendapatkan 5 tema terkait pengalaman anak usia

sekolah dengan leukemia yang dirawat di rumah sakit kota Medan, yaitu 1)

mengalami pendertitaan fisik, 2) mengalami penderitaan psikis, 3) kehilangan

waktu aktifitas, 4) mengalami perubahan lingkungan sosial, 5) mendapatkan

dukungan keluarga.

4.3.1 Mengalami penderitaan fisik

Berdasarkan hasil analisa data dapat diketahui bahwa partisipan dalam

penelitian ini mengalami penderitaan penderitaan fisik yang disebabkan oleh

pengobatan leukemia dan efek penyakit.

1. Pengobatan leukemia

Partisipan yang didiagnosa penyakit leukemia menjalani pengobatan

leukemia dimana pada penelitian ini partisipan menyatakan telah melakukan

pemeriksaan fisik dan penunjang, mendapatkan kemoterapi, dan mendapatkan

transfusi darah.

a. Tindakan-tindakan pengobatan

Beberapa tindakan pengobatan yang dilakukan partisipan terdiri dari

pemeriksaan fisik dan penunjang, mendapatkan kemoterapi, dan mendapatkan

transfusi darah. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan oleh partisipan adalah

pemeriksaan darah dan pemeriksaan sum sum tulang. Satu orang partisipan

menyatakan melakukan pemeriksaan fisik. Berikut beberapa ungkapan dari

partisipan:

Universitas Sumatera Utara


“yang semalam itu BMP ketiga” (P2)

“ni inilah dari sini (lengan) cek darah, em... BMP dari punggung” (P3)

“periksa jantung (EKG), tensi, temp ukur suhu...” (P6)

Terapi untuk leukemia yang diketahui dan sedang dijalani oleh partisipan

adalah kemoterapi. Beberapa partisipan menyebutkan obat-obatan yang mereka

terima seperti berikut:

“ udah banyak kali. Udah lebih sepuluh kali (kemoterapi)” (P2)


“ ...nanti kalau udah masuk dua kali namanya MTX, sama kekgini, vinkristin.
Baru.. lima minggulah libur. Baru masuk kekgini lagi, terus minggu keberapa lagi
cuma yang kekgini aja” (P3)
“kalau satu vinkristin, MTX oral, yang disuntik dari belakang itu
MTX IT” (P7)
Selama proses perawatan beberapa anak mendapatkan transfusi darah

sebagai salah satu terapi yang dibutuhkan pada waktu-waktu tertentu. Dua

partisipan menyatakan mendapatkan transfusi darah sebagai berikut:

“Langsung transfusi...10 kantong masuk darahnya.” (P4)


“Diinfus teruslah. Transfusi.. masuk obat, BMP” (P5)
b. Kesakitan akibat perlukaan tubuh

Selama masa perawatan di rumah sakit atau hospitalisasi, anak melalui

tindakan-tindakan medis yang menyebabkan ia mengalami perlukaan tubuh

sehingga menimbulkan perasaan sakit seperti yang diungkapkan demikian:

“ kalau F..kalau apa.. masuk rumah sakit nangis juga.. karena disuntik” (P1)

“oh pernah sakit BMPnya waku demam” (P3)

“Sakit semua.. sudah delapan bulan kekgini” (P6)

“sakit disuntik obat yang dipunggung” (P7)

2. Efek penyakit

Universitas Sumatera Utara


Penyakit leukemia yang diderita partisipan menyebabkan partisipan

merasakan gejala klinis yang membuat anak juga merasa tidak nyaman seperti

ungkapan berikut:

“ Kaki bengkak, ingat C cuma itu aja. Cuman tangan sama kaki... nanti ini (bahu)
ngilu-ngilu.” (P2)

“Bahuku sakit. Ngilu dia kayak mau copot... sakit perutku. Baru ada bisul
bisulnya besar di badanku.” (P5)

“Aku disitu gak bisa bicara waktu itu. Masih berdarah darah dari hidung.” (P7)

4.3.2 Mengalami penderitaan psikis

Partisipan juga mengalami berbagai penderitaan psikis selama menjalani

pengobatan di rumah sakit yang berupa takut dengan jarum suntik, sedih melihat

orang tua, tidak suka suasana rumah sakit, dan merasa bosan.

1. Takut dengan jarum suntik

Rasa takut terhadap jarum suntik ini banyak dialami oleh partisipan di

awal perawatan dan pada tindakan medis tertentu seperti disuntik/diinfus ataupun

dengan berbagai tindakan medis yang menggunakan jarum suntik. Empat

partisipan kemudian menyatakan merasakan kesakitan akibat tindakan-tindakan

yang berhubungan dengan jarum suntik. Berikut ungkapan dari partisipan:

“Paling bikin takut em.. BMP. Kan.. ntah kekmana nanti. Ntah pendarahan.
Soalnya kan pernah.” (P3)

“...takut nginfus belum pernah diinfus aku...” (P6)

“itu.. apa namanya.. nanti sakit. Waktu itu aku pernah nengok kakak-kakak di
BMP nangis dia jadi aku takut nanti sakit. Aku pernah yang hari itu mengintip”
(P7)

2. Sedih melihat orang tua sedih

Universitas Sumatera Utara


Orang tua yang mendampingi partisipan sepanjang pengobatannya

terkadang memperlihatkan rasa sedih mendalam yang membuat partisipan juga

merasa sedih dan merasa bersalah. Beberapa partisipan mengungkapkannya

demikian:

“sampe nangis (berdoa). Mama sedih. C lihat mamak nangis. Jadi C nangis
juga.” (P2)
“ sedih kayak mamak. Nangislah kalau mamak nangis.” (P3)
“Sedih sebenarnya. Mamak yang pas datang sama bapak pas aku sakit parah
nangis dia. Padahal mamak disitu baru melahirkan gak boeh stres karena abis
operasi. Jadi pas itu gak dikasih tau aku sakit apa.” (P7)
3. Tidak suka suasana rumah sakit

Suasana rumah sakit yang ramai dan berisik membuat anak tidak merasa

nyaman untuk dirawat seperti yang diungkapkan berikut:

“(lebih suka) one day care. Bisa cepat pulang, udah.” (P3)

“ Banyak orang. Berisik. Banyak nangis anak-anak...sakit kepalaku” (P6)

“ Kalau di rumah sakit gak suka cerita-cerita. Kalau di rumahnya mau” (P7)

4. Merasa bosan

Partisipan yang menjalani perawatan di rumah sakit tidak banyak

melakukan aktifitas yang berarti. Hal ini menyebabkan partisipan merasakan

kebosanan.

“Em.. tidurlah. Mau juga duduk... bosansih.” (P3)

“Bosen.. nggak ada (ngapa-ngapain). Diam-diam aja.” (P4)

“Ya bosan, bosan. Tapi gak boleh jalan-jalan.” (P7)

4.3.3 Kehilangan waktu aktifitas

Universitas Sumatera Utara


Partisipan yang dirawat di rumah sakit menyatakan ia tidak lagi dapat

melakukan berbagai aktifitas dan kebiasaan lainnya seperti sebelum mengalami

perawatan intens. Hal-hal yang hilang dari partisipan atau yang tidak lagi dapat ia

lakukan seperti sedia kala adalah (1) tidak melakukan rutinitas (2) tidak bebas

bergerak (3) membatasi aktifitas dan pola makan.

1. Tidak melakukan rutinitas

Aktifitas-aktifitas rutin yang tidak lagi dikerjakan oleh partisipan selama

di rawat adalah sekolah, kegiatan belajar, aktifitas rohani, dan rekreasi seperti

yang diungkapkan beberapa partisipan berikut:

“Enggak pernah lagilah datang (gereja), kan gak pernah pulang.” (P3)

“Gak pernah lagi sekolah selama di medan. Udah permisi sama ibuk guru.” (P4)

“Nggak ada kubawa buku kesini. Buku dari sekolah gak bisa dibawa ke rumah
tapi dipulangkan. Kalau gak sekolah gak bisalah aku belajar.” (P6)

2. Tidak bebas bergerak

Dalam keadaan diinfus, partisipan merasa sangat terbatas untuk bergerak.

Hal ini diungkapkan oleh lima dari tujuh partisipan. Selain karena diinfus,

partisipan juga mengaku terbatas untuk bergerak setalah melakukan pemeriksaan

sum sum tulang (BMP) yang mengharuskan mereka untuk beristirahat dan tidak

boleh bergerak selama beberapa jam.

“ Diinfus... gak bisa garuk tangannya” (P4)

“ Em.. gak bisalah main-main. Gaenak dia (selang infus) nanti nyangkot-
nyangkot” (P5)

“diinfus gak suka. Gak bisa jalan-jalan sendiri” (P6)

3. Membatasi aktifitas dan pola makan

Universitas Sumatera Utara


Partisipan yang mengetahui tentang penyakitnya dan kondisi tubuhnya

membatasi aktifitasnya agar tidak terlalu berlebihan dan menjaga asupan makanan

yang tidak boleh dikonsumsi oleh partisipan.

“ nggak boleh (makan) saos, bakso, yang pengawet” (P1)

“dulu bisa main-main. Sekarang gak bisa. Kan gak boleh kecapean” (P3)

4.3.4 Mengalami perubahan lingkungan sosial

Sepanjang perawatannya di rumah sakit, partisipan mengalami perubahan dari

lingkungan sosialnya. Perubahan ini terjadi pada sikap teman dan orangtuanya

dimana mereka adalah orang terdekat anak. Partisipan juga terlibat interaksi sosial

yang cukup dekat dengan beberapa tenaga medis.

1. Perubahan orang terdekat

Partisipan menyadari adanya perubahan-perubahan dari orang-orang

terdekatnya seperti orang tua dan teman.

a. Perubahan sikap/perilaku teman

Sebelum partisipan didiagnosa penyakit leukemia dan menjalani

perawatan di kota Medan, partisipan dan teman-temannya dapat bermain bersama,

baik itu di sekolah maupun lingkungan rumah. Saat partisipan kembali dari

pengobatannya, teman-teman berkunjung dan bermain bersama partisipan di

rumah saja. Perubahan lain yang dirasakan partisipan adalah sikap temannya yang

menjadi lebih baik.

“Datang kerumah (buat main) kawan-kawannya.” (P1)

Universitas Sumatera Utara


“Kawan-kawanlah berubah... kalau dulu sering musuhin. Orang itu
jadi baek” (P2)

“Orang itu (teman-teman) datang ke rumah.” (P6)

b. Perubahan orang tua

Partisipan menyadari beberapa perubahan orang tuanya. Dua dari tujuh

partisipan menyatakan adanya perubahan sikap dan pekerjaan seperti berikut:

“Dulu senang, sekarang orang itu (orang tua) sedih. Tapi gak sering” (P3)

“Kalau berobat kesini jadi gak bisa mama bekerja. Gak bisa pergi ke kebun.
Kalau dulu sama ayah pergi orang itu ngapain sawit.” (P6)

2. Terlibat dalam interaksi sosial di rumah sakit

Sebelum menjalani perawatan intens di rumah sakit, partisipan menjalin

interaksi sosial dikalangan teman-teman sekolah maupun lingkungan rumahnya.

Pada saat menjalani perawatan dalam waktu yang cukup lama, membuat anak

terlibat interaksi sosial di rumah sakit, baik dengan sesama pasien maupun dengan

tenaga medis.

a. Bermain dengan sesama pasien

Partisipan yang menjalani perawatan di rumah sakit memiliki teman-teman

baru yang sama-sama di rawat di rumah sakit.

“main sama inilah si F, si R ini. Orang-orang inilah kawan-kawan


disini...bermain-main kami. Ada mainan mereka, main kami...” (P6)

“ main main sama kawan yang di rumah sakit juga” (P7)

b. Berinteraksi dengan tenaga medis

Universitas Sumatera Utara


Komunikasi yang terjalin antara partisipan dan tenaga medis adalah situasi

yang pasti terjadi dan tidak dapat dielakkan. Bentuk-bentuk interaksi dengan

tenaga medis yang diungkapkan oleh partisipan seperti berikut

“ dipanggil (tenaga medis) namanya. B...... gitu. Ketawa ketawa orang itu.” (P3)

“ baik (dokternya). Mau bicara-bicara sama dokternya. Kalau masukin obat, bisa
cerita dulu” (P6)

4.3.5 Mendapatkan dukungan keluarga

Dalam masa perawatan, keluarga adalah orang-orang yang paling sering

bersama dengan partisipan. Beberapa dukungan yang diterima anak dari keluarga

selama masa perawatan berbentuk seperti (1) dikunjungi keluarga (2) didampingi

orang tua dan (3) dirawat ibu.

1. Dikunjungi keluarga

Partisipan mengungkapkan bahwa mereka dikunjungi keluarga, baik

itu keluarga inti, maupun sanak saudara yang datang untuk menjenguk partisipan

di rumah sakit. Keluarga yang berkunjung lebih banyak dari kota Medan, dan

partisipan mengaku senang di kunjungi.

“Banyak yang datang.. kalau banyak orang bisa cakap-cakap” (P1)

“pertama kali orang Medan sini datang, keluarga.” (P2)

“sodaralah. Opung (datang)...senang. dikasih uang.. cerita-cerita..” (P5)

2. Didampingi orang tua

Universitas Sumatera Utara


Dalam menjalani pengobatan, beberapa kali anak harus berpindah

tempat untuk melakukan pemeriksaan ataupun hal lain. Partisipan juga perlu

mendapatkan perhatian intens terkait kondisinya yang lemah. Orang tua berperan

dalam mendampingi dan memberi perhatian tersebut selama partisipan dirawat di

rumah sakit.

“ papa ikut terus..” (P2)

“ Mama saja sama ayah yang kawani. Kalau libur adek ikut dia” (P6)

“...kalau opung sakit bapak datang dari Jambiuntuk jaga di rumah sakit” (P7)

3. Dirawat ibu

Kondisi partisipan yang lemah dan sering merasakan sakit membuat

ibu, yang paling sering mendampingi, untuk juga memberi perawatan sendiri agar

partisipan merasa lebih baik. Perawatan yang diberikan ibu adalah hal-hal

sederhana namun mampu membuat partisipan lebih baik.

“ (kalau ngilu) dielus elus..dipijet...makanya minta dipijet sama mama” (P2)

“ pernah demam, terus dikompres mamak” (P3)

“...baru dibuat mamak nasi panas biar gak ngilu” (P5)

Tabel 4.2.

Universitas Sumatera Utara


Matriks Tema

Pengalaman Anak Usia Sekolah dengan Leukemia yang Dirawat di Rumah Sakit
Kota Medan
1. Tema 1: Mengalami penderitaan fisik

Sub Tema: Kategori:


1. Pengobatan leukemia 1. Tindakan pengobatan
2. Kesakitan akibat perlukaan tubuh

2. Efek penyakit 1. Pembengkakan organ


2. Nyeri
3. Kelainan fungsi sel darah

2. Tema 2: Mengalami penderitaan psikis

Sub Tema: Kategori:


1. Mengalami penderitaan psikis 1. Takut dengan jarum suntik
2. Sedih melihat orang tua sedih
3. Tidak suka suasan rumah sakit
4. Merasa bosan
3. Tema 3: Kehilangan waktu aktivitas

Sub Tema: Kategori:


1. Kehilangan waktu aktivitas 1. Tidak melakukan rutinitas
2. Tidak bebas bergerak
3. Membatasi aktivitas dan pola makan

4. Tema 4: Mengalami perubahan lingkungan sosial

Sub Tema: Kategori:


1. Perubahan orang terdekat 1. Perubahan sikap/perilaku teman
2. Perubahan orang tua

2. Terlibat dalam interaksi sosial di rumah 1. Bermain dengan sesama pasien


sakit 2. Berinteraksi dengan tenaga medis
5. Tema 5: Mendapatkan dukungan keluarga

Sub Tema: Kategori:


1. Mendapatkan dukungan keluarga 1. Dikunjungi keluarga
2. Didampingi orangtua
3. Dirawat ibu

4.4 Pembahasan

Universitas Sumatera Utara


Pada sub bab ini akan diuraikan teori-teori yang berhubungan dengan

pengalaman anak usia sekolah dengan leukemia yang menjalani perawatan,

khususnya yang berkaitan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan dan

diperoleh oleh peneliti. Bagian ini juga akan membahas 5 tema yang ditemukan,

yaitu: 1) Mengalami penderitaan fisik, 2) Mengalami penderitaan psikis, 3)

Kehilangan waktu aktivitas, 4) Mengalami perubahan lingkungan sosial, dan 5)

Mendapatkan dukungan keluarga.

1.4.1 Mengalami penderitaan fisik

Penderitaan fisik yang dialami oleh partisipan terjadi karena berbagai

tindakan dalam pengobatan leukemia yang membuat anak mengalami rasa sakit

akibat perlukaan tubuh karena tindakan tersebut dan bagaimana efek penyakit

juga membuatnya tidak nyaman.

1. Pengobatan leukemia

Penanganan leukemia yang didapatkan partisipan selama dirawat di rumah

sakit kota Medan melewati berbagai proses perawatan yang didalamnya ada

berbagai tindakan pengobatan yaitu pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang, mendapatkan kemoterapi, dan mendapatkan transfusi darah. Tindakan

medis yang diterima partisipan hampir semua menyebabkan perlukaan tubuh yang

mengakibatkan rasa sakit pada tubuh anak.

Pemeriksaan yang dijalani partisipan berupa pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang. Beberapa pemeriksaan dan tindakan medis yang

dilakukan anak menggunakan berbagai intrumen yang menyebabkan perlukaan

tubuh atau cedera tubuh yang menimbulkan rasa nyeri, seperti jarum suntik.

Universitas Sumatera Utara


Pemeriksaan ini tidak hanya bertujuan untuk memutuskan diagnosa, namun juga

perlu untuk melihat keberhasilan dan perencanaan perawatan selanjutnya yang

akan diberikan (Sudoyo., et al., 2010), sehingga anak akan berulang kali

mengalaminya selama proses pengobatan.

Partisipan menyatakan rasa sakit pada saat melakukan pemeriksaan seperti

pemeriksaan darah dan sumsum tulang, juga pada saat pemasangan infus.

Berdasarkan hasil wawancara, rasa nyeri yang dirasakan pada saat pemasangan

infus lebih menonjol pada masa-masa awal pengobatan. Seiring berjalannya

waktu anak menjadi lebih terbiasa dengan rasa nyeri diinfus. Hal ini juga didapati

oleh Sposito et al. (2015) dalam penelitiannya pada anak dengan kanker yang

menjalani kemoterapi. Angstrom-Brannstrom dan Norberg (2014) dalam Sposito

et al (2015) mengidentifikasi hal ini sebagai bentuk rasa bertahan dalam rasa tidak

nyaman selama proses pengobatan karena menyadari bahwa itu satu-satunya

harapan untuk segera sembuh dan harus melewatinya. Anak usia sekolah mampu

menahan rasa sakit ini karena mereka memiliki harapan kuat untuk sembuh.

Terapi utama yang rutin dijalani oleh partisipan adalah kemoterapi.

Kemoterapi yang diberikan kepada partisipan adalah bagian dari protokol

pengobatan leukemia. Kemoterapi yang dijalani menyebabkan efek samping

seperti mual muntah, perubahan indra pengecapan dan penghidu, kelemahan,

kelelahan, rambut rontok, kehilangan berat badan, mulut kering, konstipasi, dan

diare. Efek samping dari kemoterapi yang paling sering disebutkan partisipan

sebagai bagian yang sepertinya sulit untuk dilalui adalah mual dan muntah. Studi

Rheingans (2008) dalam Sposito et al. (2010) mendapatkan hal yang sama yaitu

Universitas Sumatera Utara


anak mengingat bahwa mual dan muntah adalah efek samping yang paling sulit

untuk diatasi selama masa pengobatan.

Dalam proses wawancara, beberapa anak mampu menyebutkan berbagai

nama obat dan prosedur pengobatan dengan baik. Hal ini disebabkan oleh

seringnya mereka terpapar dengan penyakit dan prosedur pengobatan tersebut.

Pada umumnya mereka hanya mampu mengingat namun tidak dapat mengerti arti

dari berbagai kata tersebut maupun makna yang sebenarnya dari penyakit mereka

(Cancer Council New South Wales, 2010). Sposito (2015) menemukan hal yang

sama dalam penelitiannya dan mengatakan kemampuan anak dalam menyebutkan

beberapa prosedur pengobatan termasuk obat dan berbagai pemeriksaan,

terkhusus mengetahui apa pentingnya kemoterapi sangat membantu anak untuk

memiliki koping yang adaptif terhadap pengobatan. Hildenbrand et al. (2014) juga

mengidentifikasi bahwa mencari informasi dengan tujuan mengerti akan situasi

dan kesulitan yang sedang dialami anak merupakan strategi yang tepat untuk

koping dalam pengobatan kanker.

Efek samping lain dari kemoterapi ini juga adalah menurunnya nafsu

makan pada anak. Beberapa partisipan dengan sadar menyatakan bahwa

kehilangan nafsu makan merupakan dampak dari kemoterapi yang dijalaninya.

Kanker dan pengobatannya dapat mengganggu indra pengecapan dan penghidu

anak. Perubahan ini mungkin akan menyebabkan makanan terasa lebih pahit

sehingga membuat nafsu makan anak menurun (American Cancer Society, 2015).

Keluhan yang dilontarkan partisipan bukan hanya tidak memiliki selera,

namun juga rasa makanan yang disediakan rumah sakit tidak sesuai dengan

Universitas Sumatera Utara


keinginannya. Adanya bau obat, rasa hambar dan kualitas makanan yang

terkadang tidak terlalu baik membuat anak tidak menyukai makanannya. Sposito

et al. (2015) dalam penelitiannya juga menyatakan bahwa anak tidak menyukai

makanan rumah sakit. Pengetahuan akan “makan dengan baik sangat penting agar

lekas sembuh dan keluar dari rumah sakit” membuat anak bertahan dengan rasa

tidak nyaman seperti demikian, sehingga beberapa anak akan tawar menawar

dengan orangtua agar diberikan makanan yang disukai sebagai cara anak agar

dapat melewatinya (Sposito., et al., 2015;American Cancer Society, 2015).

Hal yang juga perlu diperhatikan dalam hal ini adalah nutrisi bagi anak.

Nutrisi adalah hal yang sangat penting bagi kesehatan semua anak, tetapi lebih

terkhusus lagi bagi anak yang menjalani pengobatan kanker (American Cancer

Society, 2014). Bila peristiwa yang demikian berlangsung dalam waktu yang

lama, diperkirakan anak akan mengalami malnutrisi.

Kemoterapi juga menyebabkan perubahan fisik pada partisipan. Partisipan

menyadari dan tahu bahwa adanya perubahan tersebut dikarenakan efek

kemoterapi pada tubuh mereka. Partisipan yang lebih tua mengatakan bahwa

perubahan ini tidak menjadi masalah karena ia tahu keadaannya yang saat ini

memiliki rambut kurang baik akibat kemoterapi akan kembali normal jika dia

sudah sembuh nanti.

2. Efek penyakit

Universitas Sumatera Utara


Hal lain yang membuat anak harus mengalami penderitaan adalah efek

atau dampak dari penyakitnya. Penyakit leukemia memiliki berbagai gejala klinis

akibat kelainan fungsi sel darah. Partisipan menyatakan mengalami bentuk alergi

seperti bisul, pembengkakan sendi, suhu tubuh meningkat, nyeri perut, penurunan

Hb, dan mengalami perdarahan. Secara sadar, partisipan mengatakan bahwa

mereka memang mengalami dampak penyakitnya. Sel leukemi yang

menginfiltrasi ke organ-organ lain akan menyebabkan organ tersebut terganggu

fungsi normalnya, dan beberapa diantaranya ditandai dengan adanya

pembengkakan pada organ tersebut. Infiltrasi ini juga menyebabkan rasa ngilu

atau tidak nyaman pada anggota gerak, pembengkakan karena alergi ataupun

infeksi (American Cancer Society, 2015).

Selain itu gejala klinis sebagai dampak penyakit pada leukemia adalah

anemia dan trombositopenia (Lee, et al., 2009). Kedua gejala klinis ini juga

terdapat pada beberapa partisipan sehingga partisipan memerlukan transfusi darah

sebagai penanganannya. Trombosit harus dalam jumlah yang adekuat untuk

hemostasis normal dimana jumlah trombosit normal berkisar 150.000-

400.000/mm3. Trombositopenia merupakan komplikasi paling sering dari

leukemia akut, sehingga penderita leukemia akut yang sedang menjalani

pengobatan sering memerlukan transfusi trombosit berulang kali untuk

menghindari perdarahan hebat (Rofinda, 2012). Selain itu anemia juga sering

terjadi pada anak leukemia. Anemia adalah suatu kondisi dimana volume sel

darah merah menurun atau penurunan konsentrasi hemoglobin (Hb) dalam darah

(Desalegn, Mossie, Gedefaw, 2014). Anemia akan menyebabkan kelemahan,

Universitas Sumatera Utara


pusing, kekurangan energi, dan mudah marah. Sama dengan tindakan lainnya

terkait pengobatan, pemberian transfusi darah adalah hal yang tidak lazim bagi

anak sebelum menjalani pengobatan. Beberapa partisipan telah menerima

transfusi darah bahkan pada hari pertama mereka datang ke rumah sakit kota

Medan. Perasaan cemas juga dialami anak ketika pihak rumah sakit mengatakan

mereka kehabisan stock darah dan harus mencari pendonor.

1.4.2 Mengalami penderitaan psikis

Penderitaan psikis yang dialami partisipan adalah rasa takut terhadap jarum

suntik, sedih melihat orang tua, tidak suka suasana rumah sakit dan merasa bosan.

Rasa takut yang diungkapkan partisipan terhadap prosedur tindakan yang

menggunakan jarum suntik terjadi pada masa awal perawatannya, namun

beberapa tindakan perawatan lainnya yang menggunakan jarum suntik seperti

pemeriksaan sumsum tulang dan pemberian kemoterapi intratekal masih

menyisakan rasa takut pada partisipan meskipun sudah menjalani perawatan yang

sama berulang kali. Dalam proses pendekatan sebelum wawancara dilakukan,

peneliti berdiskusi dengan orangtua terkait perawatan yang sedang dijalani dan

menceritakan perkembangan pengobatan anaknya. Dari ketujuh partisipan, satu

orang mengalami relapse atau kekambuhan sehingga proses pengobatan diulangi

dari tahap awal. Relapse atau kegagalan pengobatan ini adalah ketakutan yang

terbesar yang dikatakan oleh anak dalam penelitian Sposito et al pada tahun 2015.

Beberapa partisipan mencemaskan masa-masa sebelum bone marrow

puncture dilakukan. Partsipan yang mengalami trauma karena pernah melihat

orang lain yang mengalaminya masih merasa takut hingga saat ini. Hal ini

Universitas Sumatera Utara


disebabkan karena anak sangat takut dengan apa yang terjadi saat dia tertidur. Bila

memperhatikan tahapan tumbuh kembang anak, anak usia prasekolah takut

terhadap masker atau lingkungan yang asing, sedangkan anak usia sekolah merasa

takut terhadap apa yang akan terjadi pada saat mereka tidur, apakah mereka akan

bangun kembali dan apakah mereka akan mati (Wong, 2009; Fitzgerald, 2008).

Perasaan lain yang ada pada partisipan adalah perasaan sedih ketika melihat

orang tua. Orangtua dari partisipan sering memperlihatkan rasa khawatir di depan

anak mereka. Beberapa partisipan mengatakan ini lebih sering terjadi jika anak

sedang dalam masa yang berat, mengikuti tindakan pengobatan yang menurut

orang tua mengerikan dan pada saat berdoa. Orangtua sering menangis dalam

memperlihatkan rasa cemas dan sedih yang dialaminya. Tentu saja orangtua

merasa sedih ketika anak mereka didiagnosa penyakit tersebut. Setiap orangtua

pasti berharap anak mereka sehat, bahagia dan bebas dari perawatan rumah sakit,

sementara kanker dan pengobatannya mengubah harapan tersebut. Perasaan ini

diperberat ketika mereka memikirkan tentang hari-hari yang berat sepanjang

perawatan (American Cancer Society, 2015). Anak yang melihat tempramen

orangtua yang seperti itu akan mempengaruhi perasaan mereka, khususnya dalam

hal ketaatan melakukan prosedur pegobatan dan meminum obat (Commodari,

2010)

Pada saat wawancara kepada partisipan, beberapa dari mereka mengeluhkan

kondisi rumah sakit yang tidak kondusif. Berbagai kebisingan dan orang-orang

yang tidak mereka kenal akan membuat mereka merasa tidak nyaman. Hal ini

merupakan suatu siksaan tersendiri menurut mereka karena mereka harus

Universitas Sumatera Utara


berusaha keras untuk beradaptasi agar dapat melewati masa pengobatan mereka

dengan baik. Hal ini merupakan salah satu faktor penyebab stress pada saat anak

di hospitalisasi. Suasana yang tidak familiar, wajah-wajah yang asing, berbagai

macam bunyi dari mesin yang digunakan, dan bau yang khas, dapat menimbulkan

kecemasan dan ketakutan, baik bagi anak ataupun orangtua (Norton-Westwood,

2012).

Perasaan bosan yang dilalui partisipan diakui mereka sebagai akibat dari

tidak adanya kegiatan yang cukup berarti selama mereka dirawat. Beberpa

partisipan biasanya hanya tidur dan memainkan handphone ketika mereka merasa

bosan. Anak usia sekolah merupakan anak dalam tahap tumbuh kembang yang

terbiasa bergerak aktif dan bermain, mengembangkan keterampilan dan

berpartisipasi dalam pekerjaan yang berguna secara sosial. Bahaya dari kondisi ini

adalah adanya perasaan inferioritas pada tahap tumbuh kembang selanjutnya

akibat dari ketidak tercapaian tahap tumbuh kembang pada saat ini (Wong, 2009)

1.4.3 Kehilangan waktu aktivitas

Semenjak partisipan dipastikan mengidap leukemia, mereka menjalani

pengobatan dalam jangka waktu yang cukup lama di rumah sakit. Kemoterapi

masih menjadi pengobatan utama bagi anak dengan leukemia dan pemberian

kemoterapi harus sesuai dengan protokol pengobatan (IDAI, 2013). Selama

mengikuti proses pengobatan sesuai protokol, penderita leukemia memiliki

waktu-waktu rutin dalam menerima kemoterapi. Hal ini membuat partisipan, yang

semuanya berasal dari luar kota Medan, harus rela untuk terpisah dari kehidupan

normalnya.

Universitas Sumatera Utara


Hospitalisasi pada partisipan menyebabkan perpisahan dengan teman-

teman dan orang-orang terdekat lainnya, bahkan menyebabkan anak tidak lagi

dapat melakukan rutinitasnya seperti sekolah, rekreasi, belajar dan melakukan

aktifitas rohani dengan leluasa. Hal yang sama dikemukakan oleh McGrath &

Hufff (2001) dalam Sposito et al. (2015) bahwa hospitalisasi dianggap sangat

potensial dalam menyebabkan situasi traumatik karena perpisahan dengan

lingkungan alami dan kehidupan sosial, menghadapkan anak dengan orang-orang

yang tidak dikenal, rutinitas yang tidak fleksibel, peralatan medis, dan pengobatan

yang agersif seperti kemoterapi.

Anak usia sekolah memiliki tahapan tumbuh kembang dimana anak

menghabiskan lebih banyak waktu disekolah dan melakukan hal-hal akademis. Ini

berarti sekolah dan hal-hal terkait adalah lingkungan yang sangat penting bagi

anak (Saxe & Vieira, 2012). Menurut Wong (2009), anak usia sekolah mendapat

dampak yang sangat besar dan signifikan dengan masuknya anak ke lingkungan

sekolah. Kehilangan beberapa dari pola rutinitas khususnya sekolah sangat

dikhawatirkan akan menghambat anak dalam mencapai tugas perkembangannya,

sehingga sangat penting membiasakan anak dalam kegiatan akademik selama

perawatan.

Pemasangan infus dan pemeriksaan sumsum tulang juga menyebabkan

partisipan menyatakan tidak bebas dalam bergerak bahkan untuk sekedar

melakukan hal sederhana seperti menggaruk bagian tubuh yang gatal dan

melakukan permainan yang melibatkan aktivitas fisik. Kehilangan kesempatan

untuk bergerak bebas ini membuat anak merasa terkekang, khususnya karena ia

Universitas Sumatera Utara


kehilangan kontrol atas diri dan kemandiriannya (Hockenberry, 2005). Partisipan

juga menyatakan bahwa mereka harus membatasi aktifitas mereka agar tidak

terlalu lelah. Pembatasan aktivitas ini dilakukan anak dengan sadar dan

pengetahuan seadanya tentang kondisi fisiknya. Beberapa kali pembatasan

pergerakan atau aktivitas tidak hanya di sebabkan oleh tindakan prosedural medis

tatapi juga orang tua partisipan yang melarang anak mereka untuk bergerak terlalu

banyak atau melakukan aktivitas fisik yang berlebih karena khawatir kesehatan

anaknya terganggu. Partsipan juga menyadari bahwa kondisi fisik mereka tidak

sama lagi seperti saat mereka belum sakit. Hal ini terlihat pada sikap anak yang

tidak lagi mengkonsumsi makanan yang tidak baik bagi tubuh mereka. Sposito et

al. (2015) juga menemukan hal yang sama pada partisipan penelitiannya, bahwa

anak meyebutkan mereka membutuhkan makanan untuk perawatan khusus

dengan kehigienisan makanan, penyimpanannya dan bagaimana mempersiapkan

makanan tersebut mengingat peningkatan resiko mereka terhadap infeksi.

1.4.4 Mengalami perubahan linkungan sosial

Partisipan menyadari adanya hal yang berubah dari orang-orang terdekat,

seperti teman dan orang tua. Lingkungan sosial partisipan yang normal adalah

berada pada sekolah dan lingkungan rumah, sehingga ketika partisipan harus

menjalani pengobatan di kota yang berbeda akan menyebabkan banyaknya hal

yang berubah dimana salah satunya adalah lingkup bermain. Perpisahan anak

dengan teman sebaya yang dikenal di lingkungan rumah hanya bisa dilakukan jika

partisipan pulang ke daerah asal pada saat jadwal pengobatan sedang tidak

berlangsung. Hal ini juga ditemukan oleh Wanda & Hayati (2007) dimana

Universitas Sumatera Utara


hospitalisasi memberi dampak negatif yang membuat anak terpisah dari dari

teman sebaya dan lingkungan sekolahnya. Teman-teman partisipan juga

menunjukkan perhatian dengan memilih untuk bermain di rumah partisipan agar

mereka dapat bermain bersama tanpa menyebabkan partisipan kelelahan.

Perpisahan anak dari dunia normalnya dan memasuki dunia baru di

rumah sakit membuat partisipan lebih sering bermain (permainan yang tidak

melibatkan aktivitas fisik berlebih) bersama dengan pasien lainnya. Pasien merasa

senang dapat bermain dan berbagi dengan pasien lainnya yang ada di ruangan

anak. Menurut perkembangan psikososialnya, ini adalah hal yang wajar karena

teman sebaya adalah lingkungan utama bagi anak usia sekolah, sehingga dimana

pun ia berada pada suatu lingkungan, teman sebaya tetap menjadi orang yang

paling nyaman untuk diajak berinteraksi (Hockenberry, 2005).

Separasi dari lingkungan normal tidak hanya dialami oleh anak saja

namun juga orangtua. Partisipan menyadari bahwa orangtuanya mengalami

perubahan. Perubahan yang dirasakan anak dari orangtuanya adalah orangtua

tidak lagi dapat melakukan aktivitas normal seperti bekerja karena harus

mendampinginya dalam proses pengobatan. Anak juga melihat orangtua terlihat

sedih dalam beberapa kesempatan. Penelitian Wanda & Hayati (2007) tentang

pengalaman anak usia sekolah pasca rawat inap, dimana partisipan juga

merasakan adanya perubahan pada orang terdekat dalam hal sikap dan cara

orangtua memperlakukannya.

Lingkungan interaksi sosial lain saat anak di rumah sakit adalah dengan

tenaga medis. Partisipan menyatakan bahwa partisipan menjalani hubungan yang

Universitas Sumatera Utara


cukup akrab dengan tenaga medis. Hal ini disebabkan oleh seringnya anak berada

di lingkungan rumah sakit dan ruangan yang sama berulang kali semenjak

menjalani pengobatan. Beberapa partisipan bahkan mampu menyebutkan nama-

nama petugas kesehatan di rumah sakit. Sposito et al. (2015) juga menemukan hal

yang sama dalam penelitiannya, dimana hal ini juga merupakan bagian dari

koping anak dalam menghadapi tindakan medis yang akan diterimanya.

Pengenalan akan petugas kesehatan yang memberi tindakan medis mampu

membuat anak percaya bahwa tindakan yang dia terima adalah penting dan

berpengaruh pada kesembuhannya sekalipun akan sedikit menyakitinya. Petugas

kesehatan yang menggunakan komunikasi yang baik akan menenangkan perasaan

anak sehingga mengurangi perasaan takut pada anak.

1.4.5 Mendapatkan dukungan keluarga

Partisipan mengatakan bahwa mereka sering dikunjungi keluarga

khususnya keluarga yang ada di kota Medan. Kunjungan ini menimbulkan

perasaan senang pada anak. Partisipan menyatakan pada saat dikunjungi, anak

dapat bercerita, mengobrol dan diberi uang oleh keluarga yang datang. Anak yang

tadinya hanya didmpingi orangtua kini mendapat perhatian tambahan dari

keluarga lainnya. Coyne (2006) sikap anak yang mengalami hospitalisasi

cenderung mencari dukungan dari orang terdekatnya seperti keluarga.

Peningkatan pengunjung anak dengan kanker mencegah adanya rasa kesepian

terlebih pada saat masa-masa yang berat (Ciraci, Nesrin, Salturk, 2016).

Bentuk dukungan keluarga lainnya yang diterima partisipan adalah

adanya pendampingan dari orangtua. Orangtua merupakan orang terdekat anak.

Universitas Sumatera Utara


Dalam proses prolonged engagement, orangtua menjelaskan bahwa orangtua

selalu mendampingi anaknya selama masa pengobatan. Ini bagian yang penting

bagi anak karena orangtua merupakan sosok yang paling dipercaya anak dan anak

merasa aman jika orang tua selalu bersamanya. Partsipan merasa lebih merasa

aman dan tidak takut jika ia berada bersama orangtuanya. Menurut American

Cancer Society (2015), dukungan ini sangat diperlukan baik pada saat didiagnosa,

selama masa hospitalisasi, pada saat kekambuhan, dan hari-hari menjelang hari

terakhir anak.

Pendampingan orangtua ini disertai perawatan yang juga dilakukan ibu

terhadap partisipan. Gejala klinis maupun efek kemoterapi yang membuat anak

mengalami sakit diringankan oleh adanya perawatan sederhana dari ibu seperti

memberi kompres air hangat ketika demam, maupun masase jika anak merasa

pusing atau kesakitan. Ibu merupakan orang yang paling mengerti kondisi

anaknya dan yang selalu ada bersama partisipan sehingga segala kebutuhan

anaknya termasuk tindakan perawatan dapat dipenuhi oleh ibu (American Cancer

Society, 2015).

Universitas Sumatera Utara


BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

1.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil wawancara mendalam yang dilakukan terhadap tujuh

partisipan, maka penelitian ini menemukan ada 5 tema terkait pengalaman anak

dengan leukmia yang dirawat di rumah sakit kota Medan, yaitu: 1) mengalami

penderitaan fisik, 2) mengalami penderitaan psikis, 3) kehilangan waktu aktivitas,

4) mengalami perubahan lingkungan sosial, 5) mendapatkan dukungan keluarga.

Dari hasil penelitian yang dilakukan kepada tujuh partisipan terdapat

banyak persamaan antara teoritis dan penelitian sebelumnya dengan hasil

penelitian ini. Dapat disimpulkan bahwa ketujuh partisipan mengalami stresor

hospitalisasi yang disebabkan oleh tindakan pengobatan yang dijalani, kondisi

penyakit, dan perawatan yang membutuhkan waktu lama serta berulang di rumah

sakit kota Medan. Ketujuh partisipan mengalami masa-masa yang sulit dalam

proses pengobatannya, namun disaat yang sama, partisipan yang merupakan anak

usia sekolah terlihat berjuang untuk dapat melewati proses pengobatan dengan

cara mengembangkan pola koping yang baik.

Universitas Sumatera Utara


1.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang pengalaman anak usia

sekolah dengan leukemia yang dirawat di rumah sakit kota Medan, peneliti

memiliki beberapa saran sebagai berikut:

5.2.1 Bagi Intitusi Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan landasan konsep

bagi perkembangan ilmu keperawatan dan informasi tentang apa yang dialami

anak usia sekolah dengan leukemia sehingga mahasiswa keperawatan dapat

meningkatkan pembelajarannya terkhusus di bidang hemato-onkologi anak dan

mendukung pemberian asuhan yang lebih efektif sesuai kebutuhan anak usia

sekolah yang mengidap leukemia.

5.2.2 Bagi Pelayanan Rumah Sakit.

Penelitian ini dapat dijadikan sumber acuan dan pertimbangan bagi tenaga

medis di rumah sakit untuk meningkatkan kualitas pelayanan sesuai dengan

kebutuhan pasien anak dengan leukemia khususnya dalam pemberian terapi

psikologi seperti terapi bermain dan konseling pada anak dan orangtua,

menciptakan lingkungan yang nyaman dan pemberian nutrisi yang sesuai bagi

pasien anak leukemia.

5.2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pertimbangan sebagai referensi

dan dasar bagi pengembangan penelitian keperawatan selanjutnya yang

berhubungan dengan anak yang mengidap leukemia, maupun dalam penggalian

pengalaman anak dengan penyakit lain.

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Lampiran 1
INFORMED CONSENT
LEMBAR PENJELASAN PENELITIAN

Nama Peneliti : Masita Ruth Irene Lumbantoruan


Nim : 121101128
Instansi Peneliti : Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara
Judul Penelitian : Pengalaman Anak Usia Sekolah Dengan Leukemia yang
Dirawat di Rumah Sakit Kota Medan
Peneliti adalah mahasiswa Program Studi S1 Ilmu Keperawatan Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
Saudara dan anak dengan leukemia yang merupakan anggota keluarga
anda, telah diminta untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Partisipasi ini
sepenuhnya bersifat sukarela. Saudara boleh memutuskan untuk berpartisipasi
atau mengajukan keberatan atas penelitian ini kapanpun saudara inginkan tanpa
ada konsekuensi dan dampak tertentu. Sebelum saudara memutuskan, saya akan
menjelaskan beberapa hal sebagai bahan pertimbangan untuk ikut serta dalam
penelitian ini, sebagai berikut:
1. Penelitian ini adalah salah satu kegiatan dalam menyelesaikan proses
belajar-mengajar di program studi Ilmu Keperawatan Universitas
Sumatera Utara. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pengalaman
anak usia sekolah dengan leukemia yang dirawat di rumah sakit.
2. Jika saudara bersedia ikut dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan
wawancara kepada anak saudara yang merupakan anak dengan leukemia
pada waktu dan tempat sesuai kesepakatan. Jika saudara mengizinkan,
peneliti akan menggunakan alat perekam suara untuk merekam apa yang
dikatakan anak saudara sebagai partisipan dalam wawancara. Wawancara
akan dilakukan satu kali selama kurang lebih 60 menit.

Universitas Sumatera Utara


3. Penelitian ini tidak menimbulkan resiko. Apabila saudara dan anak
saudara merasa tidak aman saat wawancara, anak saudara boleh tidak
menjawab atau mengundurkan diri dari penelitian ini.
4. Semua catatan yang berhubungan dengan penelitian akan dijamin
kerahasiaannya. Peneliti akan memberikan hasil penelitian ini kepada
saudara jika saudara menginginkannya. Hasil penelitian ini akan diberikan
kepada institusi tempat peneliti belajar dan pelayanan kesehatan setempat
dengan tetap menjaga kerahasiaan identitas.
5. Jika ada yang belum jelas, silahkan saudara tanyakan pada peneliti.
6. Jika saudara sudah memahami dan bersedia ikut berpartisipasi dalam
penelitian ini, silahkan saudara menandatangani lembar persetujuan yang
akan dilampirkan.
Terimakasih atas partisipasi saudara.

Peneliti,

Masita R.I
Lumbantoruan

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 2

INFORMED CONSENT

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI PARTISIPAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama (Inisial) : ……………………………………………………………..
Umur : ……………………………………………………………..
Pekerjaan : ……………………………………………………………..
Alamat : ……………………………………………………………..
Setelah membaca dan mendengarkan penjelasan dari peneliti, maka saya
memahami bahwa penelitian ini menjunjung tinggi hak-hak saya dan anak saya
yang merupakan anak dengan leukemia sebagai partisipan. Saya berhak tidak
melanjutkan berpartisipasi dalam penelitian ini jika suatu saat merugikan saya.
Saya sangat memahami bahwa anak saya menjadi partisipan pada
penelitian ini sangat besar manfaatnya bagi peningkatan kemaksimalan perawatan
bagi anak dengan leukemia. Dengan menandatangani lembar persetujuan ini,
berarti saya mengizinkan anak saya untuk berpartisipasi dalam penelitian ini
secara sukarela tanpa paksaan dari siapapun.

Medan, 2016
Partisipan,

( )

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 3

KUISIONER PENELITIAN

Pengalaman Anak dengan Leukemia yang Dirawat di Rumah Sakit Kota


Medan

1. Kuisioner Data Demografi (KDD)


Petunjuk pengisian: isilah data dibawah ini dengan tepat dan benar.
Berilah tanda check list (√) pada kotak pilihan yang tersedia, atau dengan mengisi
titik-titik sesuai dengan situasi dan kondisi Saudara saat ini. Setiap pertanyaan
dijawab hanya satu jawaban yang sesuai menurut Saudara.
Kode (diisi oleh peneliti) :

1. Nama Orang tua (Inisial) :

2. Nama Anak (Inisial) :

3. Usia :

4. Jenis Kelamin :

5. Pendidikan :

6. Agama : Islam Protestan Katolik

Hindu Budha Lain-lain,….

7. Suku : Batak Melayu

Jawa

8. Lama mengidap Leukemia :

9. Lama dirawat di rumah sakit :

10. Frekuensi dirawat di rumah sakit :

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 4

Panduan Wawancara

Pengalaman Anak dengan Leukemia yang Dirawat di Rumah Sakit Kota


Medan

1. Bagaimana perasaan adik ketika tahu bahwa adik memiliki penyakit

leukemia?

2. Bagaimana rasanya dirawat di rumah sakit?

3. Bagaimana keluhan-keluhan yang adik rasakan mempengaruhi aktivitas

sehari-hari?

4. Perubahan-perubahan apakah yang adik rasakan sebelum dan selama

perawatan?

5. Apa hal-hal yang sangat ingin adik lakukan selama dirawat di rumah sakit?

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7

ANGGARAN DANA

NO KEGIATAN BIAYA

1 Menyiapkan proposal sampai sidang proposal

 Biaya internet dan pulsa modem Rp. 50.000,00


 Kertas A4 80 gr 2 rim Rp. 80.000,00
 Fotokopi sumber-sumber daftar pustaka Rp. 50.000,00
 Memperbanyak proposal Rp. 50.000,00
 Sidang proposal Rp. 150.000,00
2 Pengumpulan data dan analisa data

 Izin penelitian dan ethical clearence Fakultas Rp. 100.000,00


Keperawatan USU
 Fotokopi KDD dan informed consent Rp. 10.000,00
 Cinderamata Rp. 150.000,00
3 Pengumpulan laporan skripsi

 Kertas A4 80 gr 2 rim Rp. 80.000,00


 Penjilidan Rp. 100.000,00
 Fotokopi laporan penelitian Rp. 30.000,00
 Sidang skripsi Rp. 200.000,00
4 Biaya tak terduga Rp. 100.000,00

5 Total Rp. 1.200.000,00

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 8

Matriks Tema

Pengalaman Anak Usia Sekolah dengan Leukemia yang Dirawat di Rumah Sakit
Kota Medan
1. Tema 1: Mengalami penderitaan fisik

Sub Tema: Kategori:


3. Pengobatan leukemia 1. Tindakan pengobatan
2. Kesakitan akibat perlukaan tubuh

4. Efek penyakit 1. Pembengkakan organ


2. Nyeri
3. Kelainan fungsi sel darah
2. Tema 2: Mengalami penderitaan psikis

Sub Tema: Kategori:


2. Mengalami penderitaan psikis 5. Takut dengan jarum suntik
6. Sedih melihat orang tua sedih
7. Tidak suka suasan rumah sakit
8. Merasa bosan
3. Tema 3: Kehilangan waktu aktivitas

Sub Tema: Kategori:


2. Kehilangan waktu aktivitas 2. Tidak melakukan rutinitas
4. Tidak bebas bergerak
5. Membatasi aktivitas dan pola makan
4. Tema 4: Mengalami perubahan lingkungan sosial

Sub Tema: Kategori:


3. Perubahan orang terdekat 3. Perubahan sikap/perilaku teman
4. Perubahan orang tua

4. Terlibat dalam interaksi sosial di rumah 1. Bermain dengan sesama pasien


sakit 2. Berinteraksi dengan tenaga medis
5. Tema 5: Mendapatkan dukungan keluarga

Sub Tema: Kategori:


2. Mendapatkan dukungan keluarga 4. Dikunjungi keluarga
5. Didampingi orangtua
6. Dirawat ibu

Universitas Sumatera Utara


No. Pernyataan Signifikan Line Kategori Sub Tema Tema
1. P1
Disuntik... Ambil darah
L37-39
P2
Yang semalam itu BMP ke tiga
L177
Ni inilah dari sini (lengan) cek P3
darah, em.. BMP dari punggung L99
P4 Melakukan pemeriksaan
Nunggu sehat dulu baru BMP
L70 penunjang
Dibius terus disuntik di punggung P5
(BMP) L52
Periksa jantung (EKG), tensi, temp P6
ukur suhu… L102
P7
Abis BMP biasanya tidur… Pengobatan Penderitaan fisik dan
L122
leukemia psikis
Udah banyak kali. Udah lebih P2
sepuluh kali (kemoterapi) L186
Ini masih satu kali. Nanti nati kalau P3
udah masuk dua kali namanya L93-95
MTX, sama kekgini, vinksristin.
Baru lima minggulah libur. Baru
Mendapatkan kemoterapi
masuk lagi. Masuk MTX sama
kekgini lagi, terus minggu ke
berapa lagi cuma yang kekgini aja.
Kalau satu vinkristin, MTX oral, P7
yang disuntik dari belakang itu L28
MTX IT
Langsung transfusi… P4 Mendapatkan transfusi

Universitas Sumatera Utara


L62 darah
P4
Masuk 10 kantong darahnya
L68
P5
Diinfus teruslah. Transfusi…
L49
Kalau F..kalau apa.. masuk rumah P1 Kesakitan akibat
sakit nangis juga...karena disuntik. L66-68 tindakan medis
Oh pernah sakit BMPnya waktu P3
demam L234
Sakit semua.. sudah depalan bulan P6
kekgini L138
Sakit disuntik obat yang P7
dipunggung L30
... sakit kali yang dipunggung P7
(BMP) L35
P2 Pembengkakan Efek penyakit
Bengkak tangan C
L111
Ada gembung tung tung tung di P5
leher L21
Kaki bengkak, ingat C Cuma itu P2
aja. Cuman tangan sama kaki... L131
Nanti ini (bahu) ngilu-ngilu.
P2
Nanti tangannya ngilu
L133 Nyeri
P2
Denyut denyut (tangannya)
L113
Bahuku sakit. Ngilu dia kayak mau P5
copot L23

Universitas Sumatera Utara


P2
Pedih (sendinya)
L117
Sakit perutku. Baru ada bisul P5
bisulnya besar dibadanku. L17
Sakit kepala juga. Rasanya mau P6
muntah. Gak suka aku makan L82
jadinya
Aku disitu gak bisa bicara waktu P7 Kelainan fungsi sel darah
itu. Masih berdarah darah dari L142
hidung
P3
Turun sikit (demamnya)...
L220
P3
Sikit Hbnya...
L241
Kalau itu dia obatnya keras. P2 Kelemahan fisik Efek kemoterapi
Obatnya warna kuning... kalau L186-190
masuk ke tubuh dia rasanya
panas...
Pernah. Muntah muntah mual. P3
Waktu masuk.. yang hari itu.. kan L205-206
ada obatnya itu kan yang kakak
datang, ha obat itulah muntah aku
Enggak (enak). muntah kuning P2
pahit. Hiii... L208
P4
Ada. Pas masuk obat muntah
L35
Pas masuk obatnya sakit kepala P6
mau muntah. L125-126

Universitas Sumatera Utara


Doxo kan, asal apa kan sebentar P7
sebentar apa jantungku gak tahan L45-47
langsung deg-degan cepat.
Gak apa apa (rambutnya rusak) P2 Perubahan fisik
nanti kan kek dulu lagi rambutnya L196
...Waktu makan prednison, besar P3
kali pipinya L46
Gak botak. Cuma sikit aja P3
rambutnya L140
Enggak (selera makan). Gaenak P2 Tidak nafsu makan
Udah muak. L224
Enggak. Kalau muntah gak selera P4
lagi makan L95
Aku nggak mau makan kalau di P6
rumah sakit... L39-40
Gak selera. Bau nasinya. Bau obat P6
semua L42
Ga enak makanan rumah sakit. P7
Bergeak geak. Ga ada rasa garam L83-84
ditarok. Bau lagi nasinya.
Sayurnya pun ga ada rasa garam
P1 Takut dengan jarum suntik
Takut…
L31
P2
Takut disuntik...sakit
L18-20
Em.. baru kesini.. em... takut, nanti P3 Penderitaan psikis
disuntik. L110
Mau ambil tulang sum-sum. P3

Universitas Sumatera Utara


Mamak mau menyetujui, kubilang L32-35
gini,”jangan setujui mak!”
kubilang.. takut.
P6
…takut nginfus belum pernah
L15-16
diinfus aku…
P6
Itu.. apa namanya... nanti sakit. P7
Waktu itu aku pernah nengok L119-120
kakak di BMP nangis dia jadi aku
takut nanti sakit. Aku penah yang
hari itu mengintip
Deg-degan jantungnya gini-gini. P2
Pas dah diambil (darahnya) dah L157-161
gak deg degan lagi…
Masuk ruangan itu (BMP) sama.. P2
deg degan juga… L163-164
Paling bikin takut em…BMP. P3
Kan.. ntah kekmana nanti. Ntah L225-226
pendarahan. Soalnya kan pernah.
P4
Deg-degan (sebelum BMP).
L33
P1
Ikut nangis juga
L22
Sampe nangis. Mama sedih. C lihat P2
Sedih melihat orang tua
mamak nangis. Jadi C nangis juga L213
menangis
Sedih kayak mamak. Nangislah P3
kalau mamak nangis L152
Sedih sebenarnya. Mamak yang P7

Universitas Sumatera Utara


pas datang sama bapak pas aku L153-155
sakit parah nangis dia…
(lebih suka) One day care. Bisa P3 Tidak suka suasana RS
cepat pulang, udah. L259
Disana (lebih enak)...Disini panas. P5
Disana dingin. Terus tuh dekat L29-31
rumah bisa kawan datang
Banyak orang. Berisik. Banyak P6
nangis anak anak. Kena suntik pun L10-11
nangis. Sakit kepalaku.
Nangislah aku. Aku nggak mau P6
masuk rumah sakit. L36-37
Banyak halak. Banyak orang. Sakit P6
kepalaku. Ribut kali orang L76
Kalau di rumah sakit gak suka P7
cerita-cerita. Kalau di rumahnya L75
mau
Em.. tidurlah. Mau juga duduk... P3 Merasa bosan
bosansih. L70
Bosen.. nggak ada (ngapa- P4
ngapain). Diam diam aja. L84
P6
…kalau di tempat tidur aja bosan
L109
Ya bosan, bosan. Tapi gak boleh P7
jalan jalan L67
2. P1
Nggak bisa ngaji (di rumah sakit)
L247
Gak ada ngajinya. P2

Universitas Sumatera Utara


L254
Enggak pernah lagilah datang P3
(sekolah minggu) kan gak pernah L176
pulang. Tidak melakukan rutinitas
Ya nggak bisa (rekreasi). Kalau di P2
rumah bisa. L242
P2
...udah lama gak sekolah...
L258-260
Eh bulan sembilan 2015 sampe P3
januari 2016 gak sekolah L88

Gak pernah lagi sekolah selama di P4


medan... L49
P2
Gak ada (belajar).
L236
P4
Enggak (belajar). Nulis nulis mau
L48
Nggak ada kubawa buku kesini. P6
Buku dari sekolah gak bisa dibawa L52-53
ke rumah tapi dipulangkan. Kalau
gak sekolah gak bisalah aku belajar
Pas belum dipasang infusnya bisa P1 Tidak bebas bergerak
main-main L120
P4
Diinfus.. Gak bisa garuk tangannya
L100
Em.. gak bisalah main-main. P5 Kehilangan waktu
Gaenak dia (selang infus) nanti L66 aktivitas
nyangkot nyangkot

Universitas Sumatera Utara


Diinfus gak suka. Gak bisa jalan- P6
jalan sendiri L107
Itu karena selang (infus) nya yang P7
pendek. Jadi gak bisa dibawa L59
kemana-mana
Diam aja nggak dikasih gerak- P1
gerak L159
Diam aja. Disuruh luruskan P2
kakinya gak boleh bergerak selama L171
4 jam
Istirahatnya 3 jam. Gak boleh P4
ngapa-ngapain L80
Gak bisa bergerak selama 2 jam. P5
Gak bisa makan gak bisa minum L54
Abis BMP biasanya tidur. Gak P7
boleh bergerak... langsung sakit dia L122-125
punggungnya kalau bergerak.
Harus dua jam gak boleh makan
gak boleh minum
Nggak boleh (makan) saos, bakso, P1 Membatasi aktivitas dan
yang pengawet L202 pola makan
Dulu bisa main-main. Sekarang P3
gak bisa. Kan gak boleh kecapean. L189-191
Ya nggak apa-apa. Siap nanti P3
diinfus kan bisa (bermain) L160
Em.. pengawet, pewarna, pemanis, P3
penyedap, coklat. Gak boleh yang L157-158
kayak gitu

Universitas Sumatera Utara


3. Datang ke rumah (main) kawan- P1 Perubahan sikap/perilaku Perubahan orang
kawannya L25 teman terdekat
Orang itu (teman-teman) datang ke P6
rumah L78
Kawan-kawanlah berubah... kalau P2
dulu sering musuhin. Orang itu jadi L144
baek
Udah sakit, mau main-main, P2
kakaklah tu kakak itu datang L73
Main sama inilah si F, si R ini. P6 Bermain dengan sesama Terlibat dalam
Orang-orang inilah kawan-kawan L69 pasien interaksi sosial di
disini rumah sakit
Bermain-main kami. Ada mainan P6 Mengalami perubahan
mereka, main kami... L115-116 lingkungan sosial
Main-main sama kawan kawan P7
yang di rumah sakit juga L60
Dipanggil (tenaga medis) P3 Berinteraksi dengan tenaga
namanya. B..... gitu. Ketawak L106 medis
ketawak orang itu.
... suster yang pernah doain aku... P3
suster P. Dibilangnya, “B kita L168-170
berdoa ya”.
Baik (dokternya). Mau bicara- P6
bicara sama dokternya. Kalau L130-131
masukin obat, bisa cerita dulu
...Dokternya baik juga P7
L54
4. Banyak yang datang .. kalau P1

Universitas Sumatera Utara


banyak orang bisa cakap cakap L284-286 Dikunjungi keluarga
...cuman pertama kali aja abang P2
datang L97
Pertama kali orang medan sini P2
datang, keluarga L99
Ada lah keluarga (mengunjungi). P3
Nontonlah... cakap cakap sama L163-164
orang itu biar gak bosan. Terus
pulang dikasih uang.
Keluarga yang dimedanlah (yang P3
menjenguk), opunglah L166
Sodaralah.opung (datang)... P5
Senang. Dikasih uang..cerita cerita. L35-37
Yang pas lagi parah banyak yang P7
datang. Kakaknya mamak datang, L139-140
kakakku. Banyak.
Papa ikut terus P2 Didampingi orang tua
L37
... Mama saja sama ayah yang P6
kawani. Kalau libur adek ikut dia L133 Mendapatkan dukungan
Ayah sering ngangkat kalau mau P6 keluarga
periksa L101
...Kalau opung sakit bapak datang P7
dari jambi untuk jaga di rumah L78-79
sakit
Pernah demam. Terus dikompres P3 Dirawat ibu
mamak L211
... Baru dibuat mamak nasi panas P5

Universitas Sumatera Utara


biar gak ngilu L25
...dipijit mamalah kepala... P6
L125-126
(kalau ngilu) dielus-elus..dipijet P2
pijet L135
Heeh (suka dipijet). Makanya P2
minta dipijet sama mama L137

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 9

Riwayat Hidup

Nama : Masita Ruth Irene Lumbantoruan

Tempat Tanggal Lahir : Medan, 8 Febuari 1993

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Jl. Sagu XIII No.21 P. Simalingkar Medan

Riwayat Pendidikan :

1. TK Swasta Santo Thomas 2 Medan Tahun 1998 - 1999

2. SD Negeri 0060818 Medan Tahun 1999 - 2005

3. SMP Negeri 18 Medan Tahun 2005 - 2008

4. SMA Negeri 4 Medan Tahun 2008 - 2011

Fakultas Keperawatan USU Tahun 2012 - Sekarang

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai