SKRIPSI
oleh
121101128
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2016
ABSTRAK
Salah satu jenis kanker yang paling banyak didiagnosa pada anak dan remaja
adalah leukemia dimana pengobatannya membutuhkan waktu yang lama dan
berulang di rumah sakit. Penderita leukemia semasa anak-anak banyak
terdiagnosa pada usia 0-14 tahun yang diantaranya adalah anak usia sekolah yaitu
6-12 tahun. Tujuan penelitian ini adalah untuk menggali pengalaman anak usia
sekolah dengan leukemia yang dirawat di rumah sakit kota Medan. Penelitian ini
menggunakan metode kualitatif fenomenologi dengan wawancara mendalam
kepada anak usia sekolah. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah
purposive sampling dengan jumlah partisipan sebanyak tujuh orang partisipan
yang memiliki kriteria inklusi sebagai berikut: 1) anak usia sekolah 7-12 tahun, 2)
dirawat di rumah sakit dengan diagnosa leukemia yang sedang menjalani minimal
3 hari perawatan, 3) komunikatif, 4) bersedia menjadi partisipan yang dinyatakan
secara verbal atau dengan menandatangani surat perjanjian penelitian. Hasil
wawancara dianalisis dengan metode Giorgi dan memunculkan lima tema yaitu:
1) anak mengalami penderitaan fisik, 2) anak mengalami penderitaan psikis, 3)
anak kehilangan waktu aktivitas, 4) anak mengalami perubahan lingkungan sosial,
5) anak mendapatkan dukungan keluarga. Hasil penelitian ini memperlihatkan
bahwa seluruh partisipan yang merupakan anak usia sekolah dengan leukemia
yang dirawat di rumah sakit kota Medan mengalami stresor hospitalisasi yang
disebabkan oleh tindakan pengobatan, kondisi penyakit, serta perawatan yang
membutuhkan waktu lama dan berulang. Diharapkan bagi pelayanan rumah sakit
agar memperhatikan tahap tumbuh kembang anak selama masa perawatan,
khususnya dalam menciptakan lingkungan yang nyaman, pemberian terapi
psikologis dan nutrisi yang sesuai dengan kebutuhan anak.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1. Informed Consent
2. Lembar Persetujuan Menjadi Partisipan
3. Kuisioner Penelitian
4. PanduanWawancara
5. Surat Komisi Etik
6. Surat Izin Penelitian
7. Anggaran Dana
8. Matriks Analisa Data
9. Daftar Riwayat Hidup
PENDAHULUAN
Salah satu jenis kanker yang paling banyak didiagnosa pada anak dan
penyakit keganasan pada sel darah yang berasal dari sumsum tulang (Permono &
Ugrasena, 2010). Leukemia yang terbanyak ditemui pada anak adalah leukemia
akut dan merupakan satu dari tiga keganasan pediatri (Fitzgerald, 2008).
jumlah kasus baru pada leukemia yaitu sebesar 13.300 per 100.000 pria dan
wanita setiap tahunnya. Sementara jumlah kematian sebesar 7.000 dari 100.000
pria dan wanita setiap tahunnya di Amerika Serikat. Data ini berdasarkan kasus
dan kematian dengan leukemia sejak tahun 2008 hingga 2012 dan sekitar 2.670
anak 0-14 tahun mengidap leukemia akut di Amerika Serikat pada tahun 2014
kasus baru dan jumlah kematian terbanyak pada anak di RS Kanker Dharmais
2013). Hasil penelitian Sulastriana, Muda, Jemadi pada tahun 2014 di RSUP H.
Adam Malik Medan menunjukkan adanya data Leukemia Akut pada anak
sebesar 174 kasus yaitu 84 kasus pada tahun 2011 dan 90 kasus pada tahun 2012
muncul yaitu anak terlihat pucat, demam yang tidak jelas sebabnya, permukaan
kulit tampak biru kehitaman atau lebam, nyeri anggota gerak (tulang), dan
kelemahan pada anak, luka pada mukosa mulut, ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit dan perubahan fisik seperti rambut yang berguguran dan penurunan
obatan sitostatika atau obat anti kanker yang meliputi beberapa tahapan yaitu
dirawat di rumah sakit untuk waktu yang lama (Fitzgerald, 2008; Mayo Clinic
Staff, 2008). Diagnosa dan terapi untuk kanker tersebut secara ekstrim dapat
perkembangan anak yang seharusnya (Parry & Chesler, 2005 dalam Fitzgerald
tahun 2008).
tahun (Sulastriana, Muda, & Jemadi, 2014). Anak dengan usia 6-12 tahun adalah
anak yang mulai memasuki dunia sekolah atau sering disebut dengan anak usia
sekolah. Pada usia ini, anak menghabiskan lebih banyak waktu di sekolah atau
melakukan hal-hal akademis yang terkait. Ini berarti sekolah dan hal-hal terkait
Waktu yang dihabiskan dalam lingkup akademik tidak hanya memfasilitasi anak
McKune, 2008).
Pada masa usia sekolah ini, perubahan ruang lingkup hidup yang dirasakan
anak saat dirawat dirumah sakit tentulah menimbulkan efek tertentu dan
sekolah, anak memasuki tugas perkembangan yang berbeda dari tahap usia
sebelumnya (pra sekolah). Pada usia ini anak akan mulai belajar bersosialisasi,
bersifat pribadi, mengembangkan sikap positif dan lainnya. Berbagai gejala yang
dialami dan masa rawat inap (hospitalisasi) dapat menghambat seorang anak
suasana hati yang cukup rumit. Hal ini disebabkan stresor yang terkait kanker dan
terapinya yang sangat banyak seperti prosedur medis (jarum, pungsi lumbar,
aktivitas normal menjadi kacau yang salah satunya adalah tidak dapat pergi ke
sendiri dan lingkungannya, bahkan berdampak ketika anak tersebut sudah pulang
ke rumah, baik dampak positif maupun negatif (Fitzgerald, 2008.; Wanda &
Hayati, 2007). Anak dengan leukemia memiliki prognosis yang buruk jika tidak
ditangani dengan benar (Yamazaki., et al, 2005). Penyakit kronis seperti kanker
bahkan merupakan salah satu penyebab masalah kesehatan mental pada anak usia
sekolah (Mendes, Crippa, Souza, & Loureiro, 2013). Penanganan yang dimaksud
tidak hanya berfokus pada penyembuhan kankernya namun juga bagaimana dapat
dirasakan anak dengan leukemia dari sudut pandang penderita. Penelitian oleh
Putri pada tahun 2014 menyatakan tidak ada hubungan antara perilaku koping
orang tua dengan kejadian stres hospitalisasi pada anak usia sekolah yang dirawat
di RSUD Dr. Sudarso Pontianak. Ketika orang tua dari anak yang mengalami
leukemia bisa menunjukkan koping yang tidak baik, belum tentu anak juga akan
memiliki koping yang baik dan sebaliknya. Hal ini menyatakan bahwa
mengetahui kebutuhan anak semasa perawatan. Namun respon orang tua terhadap
prosedur pengobatan serta dampak dari penyakit itu sendiri (Putri, 2014).
Cancer Society 2015 adalah merasa sedih karena kegiatan sekolah terganggu,
ingin bertemu teman sekelas, marah dan kesedihan akibat kehilangan kehidupan
normalnya, merasa bersalah, takut dan cemas, dan mencari dukungan emosional
dan sosial dari keluarga dan teman. Seperti yang dijelaskan oleh Wanda dan
Hayati (2007) dalam penelitian tentang pengalaman anak usia sekolah pasca
rawat inap, dampak negatif yang dialami anak selama menjalani perawatan di
rumah sakit perlu diminimalkan agar anak mampu bertahan dan tetap dapat
penelitian guna mengetahui dan menggali pengalaman anak usia sekolah dengan
oleh anak semasa menjalani terapi akan sangat membantu untuk mengetahui
Masa perawatan bagi anak usia sekolah dengan penyakit leukemia adalah
suatu pengalaman yang berdampak pada anak dalam proses tumbuh kembangnya.
Beberapa merasakan cemas, takut, sedih dan kemarahan karena perpisahan dan
kehilangan kontrol diri bahkan mengalami gangguan dalam cara pandang terhadap
diri dan lingkungannya dalam jangka panjang. Untuk itu peneliti tertarik untuk
menggali lebih lagi bagaimana pengalaman anak usia sekolah dengan leukemia
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengalaman anak usia sekolah
mendukung pemberian asuhan yang lebih efektif sesuai kebutuhan anak usia
referensi dan dasar bagi penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan anak
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Leukemia
sumsum tulang, ditandai oleh pembentukan sel darah putih secara berlebihan
(proliferasi), dengan manifestasi yaitu adanya sel abnormal dalam darah tepi. Pada
leukemia ada gangguan dalam pengaturan sel leukosit yang berproliferasi secara
tidak teratur, tidak terkendali dan tidak berfungsi normal yang mengakibatkan
fungsi-fungsi lain dari sel darah normal dan pembentukannya terganggu sehingga
tulang dan darah tepi. Sel abnormal tersebut menyebabkan gejala kegagalan
Kanker ini bermula dari perubahan sel-sel pembentuk darah yang ada di
sumsum tulang (bagian dalam tulang). Salah satu sel pembentuk darah pada
sumsum tulang bisa menjadi sel kanker leukemia dan sel tersebut tidak matur
dengan cara yang normal dan berkembang dengan cepat namun tidak mengalami
kematian sel pada waktu yang seharusnya seperti sel darah normal yang sehat.
Sel-sel leukemia tersebut menumpuk pada sumsum tulang dan menekan sel
leukemia tersebut masuk ke dalam aliran darah dengan cukup cepat dan
menghambat beban kerja dari sel normal lainnya sehingga timbullah gejala-gejala
menyerang sel darah putih saja, walaupun beberapa juga dapat terjadi pada sel
Sampai saat ini penyebab leukemia masih belum dapat dijelaskan dengan
pasti. Namun beberapa faktor resiko yang paling signifikan dipaparkan oleh Hadi,
Moezzi, Aminlari (2008) dalam penelitian di Iran dengan desain case control
adalah 1) tempat kelahiran dan tempat tinggal 10 tahun terakhir, 2) pekerjaan yang
Sifat khas dari leukemia adalah adanya proliferasi leukosit yang berlebihan
dan tidak teratur dalam sumsum tulang sehingga fungsi dan strukturnya tidak
normal. Produksi sel darah putih yang meningkat akan menekan elemen sel darah
tidak terkendali dan menjadi ganas. Sel-sel leukemia yang menginvasi sumsum
tulang juga mengakibatkan tulang menjadi rapuh dan nyeri. Pada akhirnya sel-sel
ini menguasai sumsum tulang dan menggantikan tempat dari sel-sel yang
menghasilkan sel-sel darah yang normal. Kanker ini juga bisa menyusup ke dalam
organ lainnya termasuk hati, limpa, kelenjar getah bening, ginjal, dan otak yang
2010).
Leukemia akut terdiri dari Leukemia Limfositik Akut (LLA) dan Leukemia
adanya proliferasi dan akumulasi sel-sel patologis dari sistem limfopoetik yang
LLA lebih sering ditemukan pada anak-anak (82%) daripada umur dewasa (18%).
Insiden LLA akan mencapai puncaknya pada umur 3-7 tahun. Tanpa pengobatan
diakibatkan oleh kegagalan dari sumsum tulang (Bakta, 2007). LMA merupakan
semua sel mieloid. LMA merupakan leukemia nonlimfositik yang paling sering
(LNLA) lebih sering ditemukan pada orang dewasa (85%) dibandingkan anak-
anak (15%). Permulaannya mendadak dan progresif dalam masa 1 sampai 3 bulan
dengan durasi gejala yang singkat. Jika tidak diobati, LNLA fatal dalam 3 sampai
6 bulan.
neoplastik dari salah satu sel yang berlangsung atau terjadi karena keganasan
keganasan klonal limfosit B (jarang pada limfosit T). Perjalanan penyakit ini
biasanya perlahan, dengan akumulasi progresif yang berjalan lambat dari limfosit
kecil yang berumur panjang. LLK cenderung dikenal sebagai kelainan ringan
produksi berlebihan sel mieloid (seri granulosit) yang relatif matang. LGK/LMK
mencakup 20% leukemia dan paling sering dijumpai pada orang dewasa usia
pertengahan (40-50 tahun) (Permono, 2010; Tierney, Phee, & Papadakis, 2003).
2.1.5.1 Kemoterapi
memberikan obat-obatan atau zat kimia yang bersifat sitostatika yang berefek
umumnya terjadi secara bertahap, meskipun tidak semua fase yang digunakan
Tahap Terapi Induksi remisi. Tujuan dari tahap ini adalah untuk
mencapai remisi komplit hematologi, yaitu eradikasi sel leukemia yang dapat
dideteksi secara morfologi dalam darah dan sumsum tulang dan kembalinya
besar sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum tulang. Terapi induksi
obat menghancurkan juga banyak sel darah normal dalam proses membunuh sel
leukemia.
komplit, segera dilakukan terapi ini untuk mengeliminasi sel leukemia residual
untu mencegah relaps (kekambuhan) dan mencegah timbulnya sel yang resisten
obat. Terapi ini dilakukan dua kali (early intensification dan late intensificasion),
Tahap terapi Profilaksis sistem saraf pusat. Tahap ini bertujuan untuk
mencegah relapse pada sistem saraf pusat. Terapi ini dapat terdiri dari kombinasi
dosis tinggi.
tahun dalam masa perawatannya. Pada LLA anak, terapi ini memperpanjang
disease-free survival, sedangkan pada masa dewasa angka relaps tetap tinggi
2.1.5.2 Radioterapi
leukemia. Sinar berenergi tinggi ini ditujukan terhadap limpa atau bagian lain
dalam tubuh tempat menumpuknya sel leukemia. Energi ini bisa menjadi
gelombang atau partikel seperti proton, elektron, x-ray dan sinar gamma.
Pengobatan dengan cara ini dapat diberikan jika terdapat keluhan pendesakan
karena pembengkakan kelenjar getah bening setempat (Hoffbrand, Pettit, & Moss,
2013)
yang rusak dengan sumsum tulang yang sehat. Sumsum tulang yang rusak dapat
disebabkan oleh dosis tinggi kemoterapi atau terapi radiasi. Pada pasien LLA
tulang alogenik pada remisi komplit yang pertama. Pasien dewasa yang
Leukosit atau sel darah putih merupakan unit yang aktif dari sistem
pertahanan tubuh, yang berfungsi melawan infeksi dan penyakit lainnya. Batas
normal jumlah sel darah putih berkisar dari 4.000 sampai 11.000/mm3.
Berdasarkan jenis granula dalam sitoplasma dan bentuk intinya, sel darah putih
2.2.1 Granulosit
bakteri, sangat fagositik dan sangat aktif. Sel-sel ini sampai di jaringan terinfeksi
untuk menyerang dan menghancurkan bakteri, virus atau agen penyebab infeksi
lainnya (Sloane, 2012). Neutrofil mempunyai inti sel yang berangkai dan kadang-
(granula). Granula neutrofil mempunyai afinitas sedikit terhadap zat warna basa
dan memberi warna biru atau merah muda pucat yang dikelilingi oleh sitoplasma
yang berwarna merah muda. Neutrofil merupakan leukosit granular yang paling
banyak, mencapai 60% dari jumlah sel darah putih. Neutrofil merupakan sel
berumur pendek dengan waktu paruh dalam darah 6-7 jam dan jangka hidup
antara 1-4 hari dalam jaringan ikat, setelah itu neutrofil mati (Fawcett, 2002).
terjadi alergi atau penyakit parasit. Eosinofil memiliki granula sitoplasma yang
kasar dan besar. Sel granulanya berwarna merah sampai merah jingga (Price,
2006). Eosinofil memasuki darah dari sumsum tulang dan beredar hanya 6-10
Basofil adalah jenis leukosit yang paling sedikit jumlahnya yaitu kurang
dari 1% dari jumlah sel darah putih. Basofil memiliki sejumlah granula sitoplasma
yang bentuknya tidak beraturan dan berwarna keunguan sampai hitam. Basofil
aliran darah ke jaringan yang cedera dan heparin untuk membantu mencegah
2.2.2 Agranulosit
berkisar 20-35% dari sel darah putih, memiliki fungsi dalam reaksi imunitas
(Sloane, 2003). Limfosit memiliki inti yang bulat atau oval yang dikelilingi oleh
pinggiran sitoplasma yang sempit berwarna biru (Price, 2006). Terdapat dua jenis
panjang, dibentuk dalam timus. Limfosit B tidak bergantung timus, tersebar dalam
darah putih, memiliki waktu paruh 12-100 jam di dalam darah.24 Intinya terlipat
atau berlekuk dan terlihat berlobus, protoplasmanya melebar, warna biru keabuan
fagositik dan sangat aktif, membuang sel-sel cedera dan mati, fragmen-fragmen
bahwa yang disebut anak sekolah adalah anak pada usia 6-12 tahun. Periode ini
pada perkembangan dan hubungan anak dengan orang lain secara signifikan.
Anak mulai bergabung dengan teman seusianya, mempelajari budaya masa kanak-
kanak, dan menggabungkan diri dalam kelompok teman sebaya yang merupakan
hubungan terdekat setelah dengan keluarga. Pada usia ini, anak menghabiskan
lebih banyak waktu di sekolah atau melakukan hal-hal akademis yang terkait
daripada hal lainnya. Ini berarti sekolah dan hal-hal terkait adalah lingkungan
yang sangat penting dalam hidup anak (Saxe & Vieira, 2012). Waktu yang
Pada masa ini pertumbuhan tinggi dan berat badan terjadi lebih lambat
bertambah hampir dua kali lipat (2 – 3 Kg per tahun). Tinggi rata-rata pada usia 6
tahun sekitar 116 cm dan pada usia 12 tahun adalah sekitar 150 cm dengan
perbedaan yang sangat sedikit antara anak laki-laki dengan perempuan. Menjelang
akhir usia sekolah, ukuran tubuh anak laki-laki dan perempuan mulai meningkat,
walaupun sebagian besar tinggi dan berat badan anak perempuan melebihi anak
yang dideskripsikan oleh Freud sebagai periode laten atau masa tenang. Selama
waktu ini, anak-anak membina hubungan dengan teman sebaya sesama jenis
setelah pangabaian pada tahun-tahun sebelumnya (Wong, 2008). Selain itu anak-
dalam pekerjaan yang berarti dan berguna secara sosial. Seringkali pencapaian
sosial. Bahaya dalam periode ini adalah terjadinya keadaan yang dapat
kejadian untuk menggambarkan mental anak yang dapat diungkapkan baik secara
verbal maupun simbolik. Tahap ini disebut oleh Piaget sebagai operasional
sesuatu hal dan ide. Anak mengalami kemajuan dari membuat penilaian
moral orang tuanya dan mempelajari perilaku yang bisa diterima kemudian
merasa bersalah jika melanggarnya. Anak pada usia 6-7 tahun lebih mengetahui
peraturan dan perilaku yang diharapkan dari mereka namun tidak memahami
alasannya. Anak usia sekolah yang lebih besar lebih mampu menilai suatu
memahami dan menerima konsep memperlakukan orang lain seperti mereka ingin
Anak usia ini berpikir dalam batasan yang sangat konkret tetapi
merupakan palajar yang baik dan berkemauan untuk mempelajari tentang Tuhan.
konsep agama harus dijelaskan kepada anak dengan istilah yang lebih konkret.
Pada usia ini anak juga tertarik pada surga dan neraka dan dengan
kesadaran diri yang semakin berkembang dan perhatian terhadap peraturan, anak
takut masuk neraka karena kesalahannya dalam berperilaku. Jika diberi pilihan,
anak cenderung memilih hukuman yang sesuai dengan kejahatannya. Sering kali
buruk yang sudah dilakukan maupun kelakuan buruk dalam imajinasinya. Jika
ritual agama merupakan bagian dari kegiatan sehari-hari anak, maka akan sangat
sejumlah hal yang penting bagi anak seperti solidaritas dan kemandirian dari
dengan teman sebaya. Melalui hubungan teman sebaya, anak belajar bagaimana
perkembangan anak, namun orang tua tetap merupakan pengaruh utama dalam
(Wong, 2008).
persepsi diri, gambaran fisik, kemampuan, nilai, ideal diri dan tanggapan atau ide-
idenya sendiri dalam hubungannya dengan orang lain. Konsep diri juga termasuk
citra tubuh, seksualitas, dan harga diri seseorang. Anak usia sekolah memiliki
persepsi akurat dan positif tentang keadaan fisik diri mereka, namun seiring
anak mempengaruhi persepsi fisik anak, walaupun bukan satu-satunya faktor yang
penting untuk anak mengetahui fungsi tubuhnya dan orang dewasa mengoreksi
inferior atau kurang diinginkan. Ketika anak mendapat sindiran atau kritik karena
berbeda dengan anak lain, dampak merasa inferior dapat terus berlangsung
(Wong, 2008).
krisis pertama yang harus dihadapi anak. Anak sangat rentan terhadap krisis
penyakit dan hospitalisasi karena: 1) Stress akibat perubahan dari keadaan sehat
tubuh dan nyeri, 2) anak memiliki mekanisme koping yang terbatas untuk
2005).
Dalam masa perawatan, anak dan orang tua akan banyak berinteraksi
dengan tenaga kesehatan, baik untuk penilaian status kesehatan maupun dalam
banyak dilakukan dengan orang tua untuk menilai atau memperoleh informasi
mengenai anak dan keluarga dimana wawancara ini adalah bentuk spesifik dari
komunikasi nonverbal bahkan diam. Orang tua lebih suka komunikasi verbal yang
tubuhnya. Anak menjadi sangat sensitif terhadap segala sesuatu yang dianggap
dan menjelaskan apa peranan atau tugas yang akan dilakukan. Menyamakan posisi
setinggi anak ketika berbicara adalah hal yang tepat agar anak merasa nyaman dan
bersahabat. Biarkan anak tetap dekat dengan orang tua jika dibutuhkan, sehingga
anak tetap merasa nyaman dan tidak takut. Senyum dan kontak mata dengan anak
jika hal itu sesuai dengan kebudayaannya. Arahkan pertanyaan dan penjelasan
kepada anak dengan baik, dan dengarkan dengan penuh perhatian dan berhenti
yang tidak tergesa-gesa dan gunakan pernyataan positif. Dorong anak untuk
sedikit sekali definisi atau konsep terhadap suatu fenomena yang akan diteliti
adalah untuk menggambarkan pengalaman hidup dan persepsi yang muncul (Polit
untuk menggambarkan pengalaman hidup dan persepsi yang muncul (Polit &
Beck, 2012).
yang cukup dalam (in-depth interview) antara peneliti dan partisipan dimana
adanya suatu diskusi. Melalui perbincangan yang cukup dalam peneliti berusaha
untuk menggali informasi sebanyak mungkin dari partisipan (Polit & Beck, 2012).
Jumlah partisipan dari penelitian ini adalah 10 orang atau pun lebih sedikit.
Partisipan yang terlibat dalam penelitian akan dipilih dengan menggunakan teknik
purposive sampling. Dalam hal ini, partisipan adalah orang-orang yang harus
memenuhi kriteria-kriteria yang telah ditentukan oleh peneliti (Polit & Beck,
2012).
dari pengalaman atau fenomena yang dialami subyek penelitian (Polit & Beck,
analisa data. Dimana ketiga tokoh ini berpedoman pada filosof Husserl yang fokus
adalah Collaizzi (1978), Giorgi (1985), dan Van Kaam (1959) (Polit & Beck,
2012).
data utama, yaitu percakapan yang mendalam antara peneliti dan partisipan
dalam wawancara yang mendalam, peneliti berusaha untuk merasakan apa yang
Menurut Lincoln & Guba (1985, dalam Polit & Beck, 2012) untuk
dan informasi yang dikumpulkan. Artinya, hasil penelitian harus dapat dipercaya
oleh semua pembaca secara kritis dan dari responden sebagai informan.
hasil penelitian yang dilakukan dalam konteks tertentu dapat ditransfer ke subyek
lain yang memiliki topologi yang sama. Transferability termasuk dalam validitas
untuk menarik kesimpulan. Kriteria ini dapat digunakan untuk menilai apakah
proses penelitian kualitatif bermutu atau tidak. Teknik terbaik adalah audit trail
kebenarannya dimana hasil penelitian sesuai dengan data yang dikumpulkan dan
hasil penelitian dengan orang yang tidak ikut dan tidak berkepentingan dalam
penelitian dengan tujuan agar hasil dapat lebih objektif. Confirmability merupakan
BAB 3
METODE PENELITIAN
dimana dalam penelitian ini adalah pengalaman anak usia sekolah dengan
leukemia yang dirawat di rumah sakit kota Medan. Hal ini sesuai dengan asumsi
bahwa ilmu pengetahuan tentang perilaku manusia hanya dapat diperoleh melalui
berbagai hal terkait pengalaman hidup tertentu (Polit & Beck, 2012), sehingga
mendalam tentang pengalaman anak usia sekolah dengan leukemia yang dirawat
3.2 Partisipan
Penelitian kualitatif tidak diarahkan pada jumlah partisipan yang besar tetapi
pada asas kesesuaiaan atau kepadatan informasi sampai mencapai saturasi data.
Saturasi data didapat apabila peneliti tidak lagi memperoleh informasi baru dari
partisipan (Polit & Beck, 2012). Pemilihan partisipan dalam penelitian ini
kriteria partisipan yang akan dilibatkan dalam penelitian (Polit & Beck, 2012).
tersebut telah memenuhi kriteria dan bersedia untuk menjadi partisipan yang
dengan rentang usia 7-12, 2) dirawat dirumah sakit kota Medan dengan diagnosa
Khususnya rumah sakit yang menyediakan fasilitas pengobatan bagi anak dengan
leukemia dan rumah singgah Yayasan Onkologi Anak Medan (YOAM) dengan
Pengumpulan data dimulai dari bulan April 2016 sampai dengan bulan
Juni 2016, yaitu mulai pengumpulan data sampai dengan selesai pengumpulan
data.
pelaksanaan penelitian, baik kepada orang tua maupun anak yang menjadi
diminta untuk menandatangani informed consent adalah orang tua dari anak yang
sedang dirawat.
pihak rumah sakit untuk mendapat izin penelitian dari rumah sakit tersebut.
Dalam permohonan izin pengumpulan data, ada rumah sakit yang tidak
Onkologi Anak Medan, dimana terdapat anak usia sekolah dengan leukemia yang
peneliti dapat mengumpulkan data dari anak-anak usia sekolah dengan leukemia
yang diperlukan.
pengumpulan data lebih lanjut dengan maksud untuk uji coba instrumen penelitian
yang digunakan dalam pengumpulan data kepada partisipan pertama agar dapat
diketahui apakah instrumen tersebut cukup baik atau tidak untuk menghasilkan
dilakukan lebih dari satu kali pada masing-masing partisipan, yaitu 2 hingga 4
kali, sampai peneliti dan partisipan dapat saling percaya sehingga partisipan
memperkenalkan diri dan menjelaskan maksud dan tujuan penelitian kepada orang
Setelah partisipan bersedia untuk diwawancarai maka orang tua dari anak
selama tidak lebih dari 60 menit dan berusaha agar wawancara hanya dilakukan
dalam satu kali pertemuan untuk setiap partisipan. Peneliti menggunakan panduan
dan memastikan bahwa kondisi perekam suara dapat digunakan dengan baik
selama proses merekam suara. Jika anak kemudian sulit untuk menjawab
pertanyaan maka peneliti meminta bantuan kepada orang tua atau pengasuh anak
untuk menanyakan pertanyaan yang diajukan tanpa mengarahkan apa yang akan
menguraikan data kedalam bentuk narasi dalam bentuk tema, sub tema dan
kategori kemudian membahas ulang hasilnya sesuai dengan analisa data yang
telah dilakukan pada partisipan sebelumnya. Pengumpulan data ini dilakukan pada
tujuh partisipan.
Alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah diri peneliti sendiri
menggunakan form berisi data umum partisipan (data demografi) meliputi inisial,
usia, jenis kelamin, agama, suku, lama anak dirawat, frekuensi dirawat di rumah
sakit dan lamanya mengidap leukemia. Kekurangan dari form data demografi
adalah jenis leukemia yang diderita partsisipan, namun pada tahap prolonged
anak dengan leukemia yang menjalani terapi di rumah sakit. Panduan pertanyaan
Sumatera Utara yang pakar di bidang keperawatan anak. Hasil dari validasi
pertanyaan dengan lima pertanyaan yang dibuat peneliti harus clear, credible dan
Selain panduan wawancara, catatan lapangan (field note) juga merupakan alat
pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini. Field note merupakan
catatan tertulis tentang apa yang didengar, dilihat, dialami, dipikirkan dalam
rangka pengumpulan data dan refleksi terhadap data dalam penelitian kualitatif.
wawancara berlangsung. Hasil catatan lapangan pada penelitian ini berisi inisial,
partisipan, serta respon non verbal partisipan selama proses wawancara. Catatan
lapangan ini peneliti kerjakan setelah melakukan wawancara agar anak dapat
secara natural dalam menyampaikan informasi. Alat bantu lainnya yang peneliti
gunakan adalah kertas dan pensil/pulpen untuk mencatat hal-hal penting terkait
Proses analisis data dalam penelitian ini akan dilakukan secara analisis isi
(content analysis) segera setelah selesai setiap satu proses wawancara yaitu
bersamaan dengan dibuatnya transkrip data. Proses analisis data dalam penelitian
Transkrip pada penelitian ini memuat beberapa data tentang inisial partisipan,
Peneliti memberikan nomor untuk setiap baris hasil transkrip (line). Penomoran
subtema. Kemudian peneliti membaca tema atau subtema yang telah diperoleh
dalam mengelompokkan data dalam suatu tema maupun sub tema. Pada tahap
Untuk memperoleh hasil penelitian yang dapat dipercaya maka data divalidasi
dependability, dan Authenticity (Lincoln & Guba, 1985 dalam Polit & Beck,
2012).
Credibility merupakan kriteria untuk memenuhi nilai kebenaran dari data dan
yaitu mengadakan pertemuan dengan partisipan 1-2 kali di tempat yang sudah
keterkaitan yang lama sehingga akan semakin akrab, semakin terbuka, dan saling
mempercayai.
catatan lapangan, tabel analisa tema kepada pembimbing lalu berdiskusi bersama
untuk menentukan tema dari hasil penelitian yang disusun dalam bentuk skema
tema.
oleh peneliti. Hal ini dilaksanakan dengan cara peneliti melibatkan pembimbing
sebagai peneliti lain yang mengaudit cara dan hasil penelitian mulai dari
yang diuraikan dengan rinci, jelas, sistematis dan mudah dimengerti oleh pembaca
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk menggali lebih dalam pengalaman anak usia
sekolah dengan leukemia yang dirawat di rumah sakit kota Medan. Berdasarkan
pengalaman anak usia sekolah dengan leukemia yang dirawat di rumah sakit kota
Medan. Hasil penelitian yang dibahas adalah karakteristik partisipan dan tema
dalam penelitian ini telah memenuhi kriteria dan bersedia untuk diwawancarai.
Semua partisipan berasal dari luar kota Medan dan sedang menjalani pengobatan
leukemia di rumah sakit yang ada di kota Medan. Karakteristik partisipan pada
penelitian ini meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan, agama , suku, lama
sakit. Dari ketujuh partisipan mayoritas berusia antara 7-9 tahun. Partisipan
berasal dari suku Batak, lama mengidap leukemia dua sampai lima bulan, lama
dirawat di rumah sakit selama tiga sampai sepuluh hari, frekuensi di rawat di
rumah sakit lebih dari 10 kali. Beragama Islam sebanyak 3 partisipan, Kristen
Protestan 3 partisipan, Katolik 1 orang partisipan. Data yang tidak tergali dari
form pengisian data demografi adalah jenis leukemia yang diderita partisipan,
Leukemia Limfositik Akut dan 1 orang mengidap Leukemia Myeloid Akut. Data
Tabel 4.1.
Karakteristik Partisipan
sekolah dengan leukemia yang dirawat di rumah sakit kota Medan, yaitu 1)
dukungan keluarga.
1. Pengobatan leukemia
transfusi darah.
a. Tindakan-tindakan pengobatan
pemeriksaan darah dan pemeriksaan sum sum tulang. Satu orang partisipan
partisipan:
“ni inilah dari sini (lengan) cek darah, em... BMP dari punggung” (P3)
Terapi untuk leukemia yang diketahui dan sedang dijalani oleh partisipan
sebagai salah satu terapi yang dibutuhkan pada waktu-waktu tertentu. Dua
“ kalau F..kalau apa.. masuk rumah sakit nangis juga.. karena disuntik” (P1)
2. Efek penyakit
merasakan gejala klinis yang membuat anak juga merasa tidak nyaman seperti
ungkapan berikut:
“ Kaki bengkak, ingat C cuma itu aja. Cuman tangan sama kaki... nanti ini (bahu)
ngilu-ngilu.” (P2)
“Bahuku sakit. Ngilu dia kayak mau copot... sakit perutku. Baru ada bisul
bisulnya besar di badanku.” (P5)
“Aku disitu gak bisa bicara waktu itu. Masih berdarah darah dari hidung.” (P7)
pengobatan di rumah sakit yang berupa takut dengan jarum suntik, sedih melihat
orang tua, tidak suka suasana rumah sakit, dan merasa bosan.
Rasa takut terhadap jarum suntik ini banyak dialami oleh partisipan di
awal perawatan dan pada tindakan medis tertentu seperti disuntik/diinfus ataupun
“Paling bikin takut em.. BMP. Kan.. ntah kekmana nanti. Ntah pendarahan.
Soalnya kan pernah.” (P3)
“itu.. apa namanya.. nanti sakit. Waktu itu aku pernah nengok kakak-kakak di
BMP nangis dia jadi aku takut nanti sakit. Aku pernah yang hari itu mengintip”
(P7)
demikian:
“sampe nangis (berdoa). Mama sedih. C lihat mamak nangis. Jadi C nangis
juga.” (P2)
“ sedih kayak mamak. Nangislah kalau mamak nangis.” (P3)
“Sedih sebenarnya. Mamak yang pas datang sama bapak pas aku sakit parah
nangis dia. Padahal mamak disitu baru melahirkan gak boeh stres karena abis
operasi. Jadi pas itu gak dikasih tau aku sakit apa.” (P7)
3. Tidak suka suasana rumah sakit
Suasana rumah sakit yang ramai dan berisik membuat anak tidak merasa
“(lebih suka) one day care. Bisa cepat pulang, udah.” (P3)
“ Kalau di rumah sakit gak suka cerita-cerita. Kalau di rumahnya mau” (P7)
4. Merasa bosan
kebosanan.
perawatan intens. Hal-hal yang hilang dari partisipan atau yang tidak lagi dapat ia
lakukan seperti sedia kala adalah (1) tidak melakukan rutinitas (2) tidak bebas
di rawat adalah sekolah, kegiatan belajar, aktifitas rohani, dan rekreasi seperti
“Enggak pernah lagilah datang (gereja), kan gak pernah pulang.” (P3)
“Gak pernah lagi sekolah selama di medan. Udah permisi sama ibuk guru.” (P4)
“Nggak ada kubawa buku kesini. Buku dari sekolah gak bisa dibawa ke rumah
tapi dipulangkan. Kalau gak sekolah gak bisalah aku belajar.” (P6)
Hal ini diungkapkan oleh lima dari tujuh partisipan. Selain karena diinfus,
sum sum tulang (BMP) yang mengharuskan mereka untuk beristirahat dan tidak
“ Em.. gak bisalah main-main. Gaenak dia (selang infus) nanti nyangkot-
nyangkot” (P5)
membatasi aktifitasnya agar tidak terlalu berlebihan dan menjaga asupan makanan
“dulu bisa main-main. Sekarang gak bisa. Kan gak boleh kecapean” (P3)
lingkungan sosialnya. Perubahan ini terjadi pada sikap teman dan orangtuanya
dimana mereka adalah orang terdekat anak. Partisipan juga terlibat interaksi sosial
baik itu di sekolah maupun lingkungan rumah. Saat partisipan kembali dari
rumah saja. Perubahan lain yang dirasakan partisipan adalah sikap temannya yang
“Dulu senang, sekarang orang itu (orang tua) sedih. Tapi gak sering” (P3)
“Kalau berobat kesini jadi gak bisa mama bekerja. Gak bisa pergi ke kebun.
Kalau dulu sama ayah pergi orang itu ngapain sawit.” (P6)
Pada saat menjalani perawatan dalam waktu yang cukup lama, membuat anak
terlibat interaksi sosial di rumah sakit, baik dengan sesama pasien maupun dengan
tenaga medis.
yang pasti terjadi dan tidak dapat dielakkan. Bentuk-bentuk interaksi dengan
“ dipanggil (tenaga medis) namanya. B...... gitu. Ketawa ketawa orang itu.” (P3)
“ baik (dokternya). Mau bicara-bicara sama dokternya. Kalau masukin obat, bisa
cerita dulu” (P6)
bersama dengan partisipan. Beberapa dukungan yang diterima anak dari keluarga
selama masa perawatan berbentuk seperti (1) dikunjungi keluarga (2) didampingi
1. Dikunjungi keluarga
itu keluarga inti, maupun sanak saudara yang datang untuk menjenguk partisipan
di rumah sakit. Keluarga yang berkunjung lebih banyak dari kota Medan, dan
tempat untuk melakukan pemeriksaan ataupun hal lain. Partisipan juga perlu
mendapatkan perhatian intens terkait kondisinya yang lemah. Orang tua berperan
rumah sakit.
“ Mama saja sama ayah yang kawani. Kalau libur adek ikut dia” (P6)
“...kalau opung sakit bapak datang dari Jambiuntuk jaga di rumah sakit” (P7)
3. Dirawat ibu
ibu, yang paling sering mendampingi, untuk juga memberi perawatan sendiri agar
partisipan merasa lebih baik. Perawatan yang diberikan ibu adalah hal-hal
Tabel 4.2.
Pengalaman Anak Usia Sekolah dengan Leukemia yang Dirawat di Rumah Sakit
Kota Medan
1. Tema 1: Mengalami penderitaan fisik
4.4 Pembahasan
khususnya yang berkaitan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan dan
diperoleh oleh peneliti. Bagian ini juga akan membahas 5 tema yang ditemukan,
tindakan dalam pengobatan leukemia yang membuat anak mengalami rasa sakit
akibat perlukaan tubuh karena tindakan tersebut dan bagaimana efek penyakit
1. Pengobatan leukemia
sakit kota Medan melewati berbagai proses perawatan yang didalamnya ada
medis yang diterima partisipan hampir semua menyebabkan perlukaan tubuh yang
tubuh atau cedera tubuh yang menimbulkan rasa nyeri, seperti jarum suntik.
akan diberikan (Sudoyo., et al., 2010), sehingga anak akan berulang kali
pemeriksaan darah dan sumsum tulang, juga pada saat pemasangan infus.
Berdasarkan hasil wawancara, rasa nyeri yang dirasakan pada saat pemasangan
waktu anak menjadi lebih terbiasa dengan rasa nyeri diinfus. Hal ini juga didapati
oleh Sposito et al. (2015) dalam penelitiannya pada anak dengan kanker yang
et al (2015) mengidentifikasi hal ini sebagai bentuk rasa bertahan dalam rasa tidak
harapan untuk segera sembuh dan harus melewatinya. Anak usia sekolah mampu
menahan rasa sakit ini karena mereka memiliki harapan kuat untuk sembuh.
kelelahan, rambut rontok, kehilangan berat badan, mulut kering, konstipasi, dan
diare. Efek samping dari kemoterapi yang paling sering disebutkan partisipan
sebagai bagian yang sepertinya sulit untuk dilalui adalah mual dan muntah. Studi
Rheingans (2008) dalam Sposito et al. (2010) mendapatkan hal yang sama yaitu
nama obat dan prosedur pengobatan dengan baik. Hal ini disebabkan oleh
Pada umumnya mereka hanya mampu mengingat namun tidak dapat mengerti arti
dari berbagai kata tersebut maupun makna yang sebenarnya dari penyakit mereka
(Cancer Council New South Wales, 2010). Sposito (2015) menemukan hal yang
memiliki koping yang adaptif terhadap pengobatan. Hildenbrand et al. (2014) juga
dan kesulitan yang sedang dialami anak merupakan strategi yang tepat untuk
Efek samping lain dari kemoterapi ini juga adalah menurunnya nafsu
anak. Perubahan ini mungkin akan menyebabkan makanan terasa lebih pahit
sehingga membuat nafsu makan anak menurun (American Cancer Society, 2015).
namun juga rasa makanan yang disediakan rumah sakit tidak sesuai dengan
terkadang tidak terlalu baik membuat anak tidak menyukai makanannya. Sposito
et al. (2015) dalam penelitiannya juga menyatakan bahwa anak tidak menyukai
makanan rumah sakit. Pengetahuan akan “makan dengan baik sangat penting agar
lekas sembuh dan keluar dari rumah sakit” membuat anak bertahan dengan rasa
tidak nyaman seperti demikian, sehingga beberapa anak akan tawar menawar
dengan orangtua agar diberikan makanan yang disukai sebagai cara anak agar
Hal yang juga perlu diperhatikan dalam hal ini adalah nutrisi bagi anak.
Nutrisi adalah hal yang sangat penting bagi kesehatan semua anak, tetapi lebih
terkhusus lagi bagi anak yang menjalani pengobatan kanker (American Cancer
Society, 2014). Bila peristiwa yang demikian berlangsung dalam waktu yang
kemoterapi pada tubuh mereka. Partisipan yang lebih tua mengatakan bahwa
perubahan ini tidak menjadi masalah karena ia tahu keadaannya yang saat ini
memiliki rambut kurang baik akibat kemoterapi akan kembali normal jika dia
2. Efek penyakit
atau dampak dari penyakitnya. Penyakit leukemia memiliki berbagai gejala klinis
akibat kelainan fungsi sel darah. Partisipan menyatakan mengalami bentuk alergi
seperti bisul, pembengkakan sendi, suhu tubuh meningkat, nyeri perut, penurunan
pembengkakan pada organ tersebut. Infiltrasi ini juga menyebabkan rasa ngilu
atau tidak nyaman pada anggota gerak, pembengkakan karena alergi ataupun
Selain itu gejala klinis sebagai dampak penyakit pada leukemia adalah
anemia dan trombositopenia (Lee, et al., 2009). Kedua gejala klinis ini juga
menghindari perdarahan hebat (Rofinda, 2012). Selain itu anemia juga sering
terjadi pada anak leukemia. Anemia adalah suatu kondisi dimana volume sel
darah merah menurun atau penurunan konsentrasi hemoglobin (Hb) dalam darah
terkait pengobatan, pemberian transfusi darah adalah hal yang tidak lazim bagi
transfusi darah bahkan pada hari pertama mereka datang ke rumah sakit kota
Medan. Perasaan cemas juga dialami anak ketika pihak rumah sakit mengatakan
Penderitaan psikis yang dialami partisipan adalah rasa takut terhadap jarum
suntik, sedih melihat orang tua, tidak suka suasana rumah sakit dan merasa bosan.
menyisakan rasa takut pada partisipan meskipun sudah menjalani perawatan yang
peneliti berdiskusi dengan orangtua terkait perawatan yang sedang dijalani dan
dari tahap awal. Relapse atau kegagalan pengobatan ini adalah ketakutan yang
terbesar yang dikatakan oleh anak dalam penelitian Sposito et al pada tahun 2015.
orang lain yang mengalaminya masih merasa takut hingga saat ini. Hal ini
terhadap masker atau lingkungan yang asing, sedangkan anak usia sekolah merasa
takut terhadap apa yang akan terjadi pada saat mereka tidur, apakah mereka akan
bangun kembali dan apakah mereka akan mati (Wong, 2009; Fitzgerald, 2008).
Perasaan lain yang ada pada partisipan adalah perasaan sedih ketika melihat
orang tua. Orangtua dari partisipan sering memperlihatkan rasa khawatir di depan
anak mereka. Beberapa partisipan mengatakan ini lebih sering terjadi jika anak
sedang dalam masa yang berat, mengikuti tindakan pengobatan yang menurut
orang tua mengerikan dan pada saat berdoa. Orangtua sering menangis dalam
memperlihatkan rasa cemas dan sedih yang dialaminya. Tentu saja orangtua
merasa sedih ketika anak mereka didiagnosa penyakit tersebut. Setiap orangtua
pasti berharap anak mereka sehat, bahagia dan bebas dari perawatan rumah sakit,
orangtua yang seperti itu akan mempengaruhi perasaan mereka, khususnya dalam
2010)
kondisi rumah sakit yang tidak kondusif. Berbagai kebisingan dan orang-orang
yang tidak mereka kenal akan membuat mereka merasa tidak nyaman. Hal ini
dengan baik. Hal ini merupakan salah satu faktor penyebab stress pada saat anak
macam bunyi dari mesin yang digunakan, dan bau yang khas, dapat menimbulkan
2012).
Perasaan bosan yang dilalui partisipan diakui mereka sebagai akibat dari
tidak adanya kegiatan yang cukup berarti selama mereka dirawat. Beberpa
partisipan biasanya hanya tidur dan memainkan handphone ketika mereka merasa
bosan. Anak usia sekolah merupakan anak dalam tahap tumbuh kembang yang
berpartisipasi dalam pekerjaan yang berguna secara sosial. Bahaya dari kondisi ini
akibat dari ketidak tercapaian tahap tumbuh kembang pada saat ini (Wong, 2009)
pengobatan dalam jangka waktu yang cukup lama di rumah sakit. Kemoterapi
masih menjadi pengobatan utama bagi anak dengan leukemia dan pemberian
waktu-waktu rutin dalam menerima kemoterapi. Hal ini membuat partisipan, yang
semuanya berasal dari luar kota Medan, harus rela untuk terpisah dari kehidupan
normalnya.
teman dan orang-orang terdekat lainnya, bahkan menyebabkan anak tidak lagi
aktifitas rohani dengan leluasa. Hal yang sama dikemukakan oleh McGrath &
Hufff (2001) dalam Sposito et al. (2015) bahwa hospitalisasi dianggap sangat
yang tidak dikenal, rutinitas yang tidak fleksibel, peralatan medis, dan pengobatan
menghabiskan lebih banyak waktu disekolah dan melakukan hal-hal akademis. Ini
berarti sekolah dan hal-hal terkait adalah lingkungan yang sangat penting bagi
anak (Saxe & Vieira, 2012). Menurut Wong (2009), anak usia sekolah mendapat
dampak yang sangat besar dan signifikan dengan masuknya anak ke lingkungan
perawatan.
melakukan hal sederhana seperti menggaruk bagian tubuh yang gatal dan
untuk bergerak bebas ini membuat anak merasa terkekang, khususnya karena ia
juga menyatakan bahwa mereka harus membatasi aktifitas mereka agar tidak
terlalu lelah. Pembatasan aktivitas ini dilakukan anak dengan sadar dan
pergerakan atau aktivitas tidak hanya di sebabkan oleh tindakan prosedural medis
tatapi juga orang tua partisipan yang melarang anak mereka untuk bergerak terlalu
banyak atau melakukan aktivitas fisik yang berlebih karena khawatir kesehatan
anaknya terganggu. Partsipan juga menyadari bahwa kondisi fisik mereka tidak
sama lagi seperti saat mereka belum sakit. Hal ini terlihat pada sikap anak yang
tidak lagi mengkonsumsi makanan yang tidak baik bagi tubuh mereka. Sposito et
al. (2015) juga menemukan hal yang sama pada partisipan penelitiannya, bahwa
seperti teman dan orang tua. Lingkungan sosial partisipan yang normal adalah
berada pada sekolah dan lingkungan rumah, sehingga ketika partisipan harus
yang berubah dimana salah satunya adalah lingkup bermain. Perpisahan anak
dengan teman sebaya yang dikenal di lingkungan rumah hanya bisa dilakukan jika
partisipan pulang ke daerah asal pada saat jadwal pengobatan sedang tidak
berlangsung. Hal ini juga ditemukan oleh Wanda & Hayati (2007) dimana
rumah sakit membuat partisipan lebih sering bermain (permainan yang tidak
melibatkan aktivitas fisik berlebih) bersama dengan pasien lainnya. Pasien merasa
senang dapat bermain dan berbagi dengan pasien lainnya yang ada di ruangan
anak. Menurut perkembangan psikososialnya, ini adalah hal yang wajar karena
teman sebaya adalah lingkungan utama bagi anak usia sekolah, sehingga dimana
pun ia berada pada suatu lingkungan, teman sebaya tetap menjadi orang yang
Separasi dari lingkungan normal tidak hanya dialami oleh anak saja
tidak lagi dapat melakukan aktivitas normal seperti bekerja karena harus
sedih dalam beberapa kesempatan. Penelitian Wanda & Hayati (2007) tentang
pengalaman anak usia sekolah pasca rawat inap, dimana partisipan juga
merasakan adanya perubahan pada orang terdekat dalam hal sikap dan cara
orangtua memperlakukannya.
Lingkungan interaksi sosial lain saat anak di rumah sakit adalah dengan
di lingkungan rumah sakit dan ruangan yang sama berulang kali semenjak
nama petugas kesehatan di rumah sakit. Sposito et al. (2015) juga menemukan hal
yang sama dalam penelitiannya, dimana hal ini juga merupakan bagian dari
membuat anak percaya bahwa tindakan yang dia terima adalah penting dan
perasaan senang pada anak. Partisipan menyatakan pada saat dikunjungi, anak
dapat bercerita, mengobrol dan diberi uang oleh keluarga yang datang. Anak yang
terlebih pada saat masa-masa yang berat (Ciraci, Nesrin, Salturk, 2016).
selalu mendampingi anaknya selama masa pengobatan. Ini bagian yang penting
bagi anak karena orangtua merupakan sosok yang paling dipercaya anak dan anak
merasa aman jika orang tua selalu bersamanya. Partsipan merasa lebih merasa
aman dan tidak takut jika ia berada bersama orangtuanya. Menurut American
Cancer Society (2015), dukungan ini sangat diperlukan baik pada saat didiagnosa,
selama masa hospitalisasi, pada saat kekambuhan, dan hari-hari menjelang hari
terakhir anak.
terhadap partisipan. Gejala klinis maupun efek kemoterapi yang membuat anak
mengalami sakit diringankan oleh adanya perawatan sederhana dari ibu seperti
memberi kompres air hangat ketika demam, maupun masase jika anak merasa
pusing atau kesakitan. Ibu merupakan orang yang paling mengerti kondisi
anaknya dan yang selalu ada bersama partisipan sehingga segala kebutuhan
anaknya termasuk tindakan perawatan dapat dipenuhi oleh ibu (American Cancer
Society, 2015).
1.1 Kesimpulan
partisipan, maka penelitian ini menemukan ada 5 tema terkait pengalaman anak
dengan leukmia yang dirawat di rumah sakit kota Medan, yaitu: 1) mengalami
penyakit, dan perawatan yang membutuhkan waktu lama serta berulang di rumah
sakit kota Medan. Ketujuh partisipan mengalami masa-masa yang sulit dalam
proses pengobatannya, namun disaat yang sama, partisipan yang merupakan anak
usia sekolah terlihat berjuang untuk dapat melewati proses pengobatan dengan
sekolah dengan leukemia yang dirawat di rumah sakit kota Medan, peneliti
bagi perkembangan ilmu keperawatan dan informasi tentang apa yang dialami
mendukung pemberian asuhan yang lebih efektif sesuai kebutuhan anak usia
Penelitian ini dapat dijadikan sumber acuan dan pertimbangan bagi tenaga
psikologi seperti terapi bermain dan konseling pada anak dan orangtua,
menciptakan lingkungan yang nyaman dan pemberian nutrisi yang sesuai bagi
Peneliti,
Masita R.I
Lumbantoruan
INFORMED CONSENT
Medan, 2016
Partisipan,
( )
KUISIONER PENELITIAN
3. Usia :
4. Jenis Kelamin :
5. Pendidikan :
Jawa
Panduan Wawancara
leukemia?
sehari-hari?
perawatan?
5. Apa hal-hal yang sangat ingin adik lakukan selama dirawat di rumah sakit?
ANGGARAN DANA
NO KEGIATAN BIAYA
Matriks Tema
Pengalaman Anak Usia Sekolah dengan Leukemia yang Dirawat di Rumah Sakit
Kota Medan
1. Tema 1: Mengalami penderitaan fisik
Riwayat Hidup
Riwayat Pendidikan :