Anda di halaman 1dari 5

Nama : Azka Ashla Ursila

Offering : C25
Mata Kuliah : Pendidikan Agama Islam
Tugas dan Evaluasi
1. Sebutkan perbedaan pengertian antara jihad dan qital (harb) dalam Islam?
2. Sebutkan dasar-dasar ajaran tentang jihad dan qital (harb) dalam Islam!
3. Mengapa umat Islam wajib berjihad?
4. Jelaskan ragam hukum jihad dalam Islam?
5. Bagaimana pelaksanaan jihad secara kontekstual di zaman modern?
6. Sebutkan perbedaan jihad secara universal dan jihad secara kontekstual?
7. Mengapa terjadi radikalisme umat beragama? Sebutkan dampaknya terhadap masyarakat,
dan cara menanggulanginya!
8. Buktikan bahwa Islam agama moderat!
9. Diskusikan upaya-upaya untuk menghilangkan radikalisme umat beragama, dan agar
menjadi umat yang moderat!
10. Bagaimana pandangan Anda terhadap modernisme, sekulerisme, dan radikalisme dalam
konteks penciptaan ukhuwah Islamiyah di tengah-tengah masyarakat, baik di dalam
maupun di luar negeri?

Jawaban

1. Dalam kamus al-Mawrid, jihad berarti perang di jalan akidah. Menurut Glasse, jihad
berasal dari kata jahada yang berarti sungguh-sungguh dan mempertahankan Islam dari
serangan pihak lawan. Dalam kamus al-Munawwir, jihad berasal dari kata jahada-
yujahidu yang berarti mencurahkan segala kemampuan yang dimiliki dan juga
menggunakan tenaga, daya, usaha untuk melawan hal tercela. Selain itu, jihad juga
bermakna usaha semaksimal mungkin untuk mencapai cita-cita, dan upaya membela
agama Islam dengan harta, benda, jiwa, dan raga. Jihad berbeda dengan perang (qital dan
harb), jihad di dalam al-Qur’an seperti dalam Q.S. al-Ankabut:6, Q.S. al-Hajj:78, Q.S. al-
Taubah:73, Q.S. al-Tahrim:9, Q.S. al-Baqarah:218 mempunyai arti berjuang. Sedangkan,
qital dan harb mempunyai arti perang. Jadi, jihad tidak selalu mempunyai arti perang
seperti halnya yang dijelaskan oleh orang Barat. Akan tetapi, jihad merupakan
memberikan seluruh jiwa, raga maupun hartanya untuk berjuang di jalan Allah.
2. Landasan jihad dalam Islam terdapat dalam kitab suci al-Qur’an, hadis, dan juga ijtihad
para ulama. Dalam al-Qur’an, landasan-landasan tersebut antara lain, terdapat dalam
ayat-ayat berikut :

“Barangsiapa yang berjihad, maka sesungguhnya jihadnya itu adalah untuk dirinya
sendiri. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari
semesta alam” (Q.S. al-Ankabut:6).

“Kami wajibkan manusia (untuk berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu-bapaknya. Jika
keduanya memaksamu untuk mempersekutukan-Ku dengan sesuatu yang kamu tidak
memiliki pengetahuan tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya! Hanya
kepada-Ku-lah kamu kembali, lalu Aku kabarkan kepadamu apa yang telah kamu
kerjakan” (Q.S. al-Ankabut:8).

“Berjihadlah kamu di jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah
memilihmu, dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untukmu suatu kesempitan dalam
agama. Ikutilah agama orang tuamu, Ibrahim. Dia (Allah) telah menamakanmu sekalian
orang-orang muslim sedari dulu (Maksudnya: dalam kitab-kitab yang telah diturunkan
kepada nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad SAW), dan begitu pula dalam al-Qur’an ini,
agar Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas
segenap manusia. Maka dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan berpeganglah kamu
pada tali Allah! Dia adalah pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik pelindung dan sebaik-
baik penolong” (Q.S. al-Hajj:78).

Adapun dalam hadist adalah sebagai berikut :

Anas RA berkata: Rasul Allah SAW bersabda, “Berangkat pagi hari atau senja hari untuk
berjuang di jalan Allah, itu lebih baik dari mendapatkan keuntungan dunia seisinya” (HR.
al-Bukhari dan Muslim).

Dari Abu Dzarr RA, ia bertanya: “Wahai Rasul Allah, amal apakah yang paling utama?”
Nabi SAW menjawab: “Iman kepada Allah dan berjuang untuk menegakkan agama-Nya”
(HR. al-Bukhari dan Muslim).
3. Karena dengan berjihad maka umat Islam dapat mempertahankan agamanya dan
mendapat kebebasan dalam beragama. Tidak hanya itu, jihad juga merupakan salah satu
tiang agama yang harus ditegakkan demi kebaikan agama Islam dan umat Islam itu
sendiri.
4. Menurut sebagian ulama fikih, seperti Zainuddin bin Abdul Aziz al-Malibari, Imam
Malik,
Imam Nawawi, dan Imam Syafi’i, hukum jihad adalah fardhu kifayah dan fardhu ‘ain.
Hukum jihad fardhu kifayah berarti, jika jihad telah dilakukan oleh orang yang
memenuhi persyaratan, maka gugurlah kewajiban orang yang menunaikan dan segenap
muslimin lainnya. Landasannya terdapat dalam Q.S. al-Fath:17. Sedangkan jihad
hukumnya fardhu ‘ain, berarti jika pemimpin umat Islam telah memaklumkan
mobilisasi umum bagi kaum muslimin yang memiliki kemampuan untuk melaksanakan
jihad dengan segenap kekuatan
yang dimilikinya. Seperti, saat umat Islam merasa terhalangi untuk melaksanakan rukun
Islam, dan terusik kedaulatan bangsa dan negaranya, maka mereka diperintahkan untuk
berjihad.
5. Jihad zaman modern lebih bersifat kontekstual, yakni meliputi jihad dalam bidang
ekonomi, sosial, dan ilmu pengetahuan. Jihad dalam bidang ekonomi berarti berupaya
membebaskan diri dari kemiskinan sehingga umat Islam menjadi umat yang kaya. Lalu,
menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi juga merupakan bentuk jihad untuk kemajuan
dan kejayaan suatu bangsa. Termasuk juga berjihad mengatasi pengangguran untuk
menyelamatkan dari ancaman kefakiran, kriminalitas, dan degradasi moral. Bisa juga
dengan belajar sungguh-sungguh, memberi pendidikan pada umat, kesehatan masyarakat
maupun berjuang demi kepentingan umat dalam berpolitik.
6. Jihad dalam arti universal berarti mengerahkan segala kemampuan atau berjuang
menghadapi berbagai kesulitan. Hal ini disebutkan dalam Al-Qur’an surah An-Nahl:110
yang artinya “Sesungguhnya Tuhanmu (adalah pelindung) bagi orang-orang yang
berhijrah sesudah menderita cobaan, kemudian mereka berj ihad dan sabar.
Sesungguhnya Tuhanmu setelah itu benar-benar Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” Jihad dalam pengertian universal juga mencakup seluruh ragam jihad yang
bersifat lahir dan batin, sebagaimana dicontohkan dalam perjuangan Nabi Muhammad
SAW selama di Makkah dan Madinah. Sedangkan jihad kontekstual menurut Al-Raghib
dalam Albanna (2006), ada tiga macam yakni berjuang melawan musuh yang kelihatan,
berjuang melawan setan, dan berjuang melawan hawa nafsu.
7. Bila dikelompokkan berdasarkan jenisnya, maka ada dua macam faktor latar belakang
penyebab radikalisme umat beragama, yakni ada yang bersifat umum dan ada yang
bersifat khusus.
 Latar belakang yang bersifat umum yakni di lingkungan umat beragama apapun
jenis agamanya selalu terdapat kelompok fundamentalis, minoritas, militan,
ekstrem, dan juga radikal.
 Sedangkan, latar belakang yang bersifat khusus antara lain adanya
penyalahgunaan agama, pemahaman agama yang tekstual, kaku, sempit, serta
penyalahgunaan simbol agama. Selain itu agama digunakan sebagai pembenar
tanpa mengakui eksistensi agama lain, adanya penindasan, ketidakadilan sehingga
muncul gerakan perlawanan. Tidak hanya itu adanya tekanan sosial, ekonomi, dan
politik juga politik ikut serta melatarbelakangi secara khusus terjadinya
radikalisme ini. Selain itu, latar belakang khusus lainnya yakni lingkungan
masyarakat yang tidak kondusif, menolak modernitas dan lebih mengutamakan
peran formal agama dan juga kurangnya kesadaran bermasyarakat dan berbangsa
secara sehingga menyebabkan hilangnya rasa toleran, dan timbul fanatisme atas
kebenaran agamanya sendiri.
Adapun dampak secara umum radikalisme mengakibatkan terjadinya teror dan tindak
kekerasan, selain itu juga melahirkan beragam penderitaan seperti banyak wanita yang
kehilangan suami, anak yang kehilangan orang tua, serta banyak orang yang kehilangan
tempat tinggalnya. Dari segi psikis, menimbulkan keresahan dan ketakutan pada
masyarakat, serta masyarakat menjadi kurang percaya kepada penguasa. Maka untuk
menanggulangi radikalisme ini ada beberapa upaya yang dapat diterapkan, diantaranya
yakni mengurangi dan menghapuskan kesenjangan sosial, ekonomi, pendidikan, politik,
dan juga budaya, melakukan modernisasi kehidupan umat secara selektif dengan
mengambil sisi positif dan membuang sisi negatifnya, menanamkan kesadaran kepada
masyarakat untuk bersikap tegas “setuju untuk tidak setuju” dalam menyikapi pluralisme
sosial, budaya dan juga agama yang berkembang. Selain itu, perlu adanya reorientasi
pemahaman agama yang kontekstual, fleksibel serta terbuka dan juga kesadaran
masyarakat untuk meningkatkan sikap toleran.
8. Kemoderatan Islam dapat dilihat dalam setiap aspek kehidupan, yakni tidak hanya dalam
urusan ibadah mahdhoh tetapi juga dalam urusan ibadah ghoiru mahdhah. Begitu juga
dalam sistem ekonomi, Islam berada di antara sistem ekonomi kapitalis dan sistem
ekonomi sosialis. Agama Islam tidak melarang umatnya untuk menjadi orang kaya
bahkan Allah memerintahkan untuk kita menjadi orang kaya. Kemoderatan Islam juga
terlihat dalam urusan akidah yakni Islam berada diantara paham yang tidak mengakui
adanya Tuhan (ateis) dan paham Animisme, dinamisme serta Trinitas. Itulah bukti-bukti
bahwa Islam merupakan agama yang moderat.
9. Berdasarkan penjelasan dari sumber yang saya baca, ada beberapa upaya yang telah
disusun oleh kementerian dalam negeri untuk mendukung penanganan radikalisme yakni
meliputi :
 Mendorong pemerintah daerah membuat peraturan daerah seperti surat ederan
yang memperintahkan aparatur sipil untuk bekerja sampai ke desa-desa melawan
radikalisme.
 Pemerintah harus mendorong semua pihak hingga ormas-ormas di masyarakat
untuk bekerja sama.
 Membentuk forum-forum kerukunan umat, tim kewaspadaan dini, tim
penanggulangan terorisme.
 Melaksanakan pemantauan terhadap pelaku aksi radikalisme dan terorisme secara
tegas dan waspada.
 Aparat di daerah harus memantau keberadaan kelompok-kelompok tertentu
seperti warga negara Indonesia yang baru pulang dari luar negeri dan berpotensi
membawa paham-paham radikal
10. Menurut saya modernisme, sekularisme dan juga radikalisme yang berkembang di
kalangan kelompok tertentu di Indonesia telah menyimpang dari sendi-sendi ajaran Islam
dan merusak keyakinan serta pemahaman masyarakat terhadap ajaran agama Islam.
Modernisme, sekularisme dan juga radikalisme ini telah membelokkan ajaran agama
Islam, sehingga menimbulkan keraguan umat terhadap akidah Islam. Oleh karena itulah,
perlu adanya sikap tegas dalam menghadapi perkembangan pemikiran modern, sekuler
dan juga radikal di Indonesia. Akan tetapi, hal ini justru menegaskan bahwa masing-
masing agama dapat mengokohkan kebenaran agamanya sendiri-sendiri. Namun, tetap
berkomitmen untuk saling menghargai satu sama lainnya sehingga tercipta keharmonisan
hubungan antarumat beragama.

Anda mungkin juga menyukai