Garuda 734080
Garuda 734080
Abstrak
al-Qur’an al-Karīm dan Hadits atau Sunnah Rasulullah adalah dua sumber primer
dan asasi dalam Islam. Hal ini selain telah menjadi konsensus (ijmā’) umat, juga telah
menjadi sebuah keyakinan (i’tiqād) yang bulat dan mapan (taken for granted), tidak boleh
diganggu gugat.
Menurut al-‘Utsaimin, seorang yang menjadikan al-Qur’an sebagai dalil, ia hanya
membutuhkan satu perangkat penelitian (nazhar), yaitu penelitian tentang hukum yang
dikandung oleh nash al-Qur’an (al-nazhar fī dalālah al-nash ‘alā al-hukm), tidak
membutuhkan penelitian terhadap musnad atau transmisi periwayatannya, karena al-Qur’an
diriwayatkan secara mutawatir, lafazh maupun maknanya (lafzhan wa ma’nan). Sedangkan
bagi orang yang ingin menjadikan hadits sebagai dalil, maka ia membutuhkan dua perangkat
penelitian sekaligus, yaitu: Pertama; penelitian tentang orisinilitas dan validitas hadits (al-
nazhar fī tsubūtihā ‘an al-Nabī ); apakah benar berasal dari Rasulullah , karena tidak
setiap hal yang disandarkan kepada beliau adalah benar. Kedua; penelitian tentang
hukum yang dikandung oleh nash hadits.
Untuk itulah, maka penelitian terhadap suatu hadits guna mengetahui tingkat
validitasnya sangat signifikan, agar suatu hadits dapat diketahui apakah ia dapat dijadikan
hujjah atau tidak dalam menetapkan hukum. Ini berarti mengadakan penelitian ulang
terhadap hadits-hadits, terutama dari segi sanadnya yang ditempuh dengan metode takhrīj.
Takhrīj pada prinsipnya adalah upaya meneliti kembali atau mengeluarkan suatu hadits dari
kitab-kitab hadits, untuk menganalisis keadaan sanadnya, baik aspek kesinambungan
transmisi perawi maupun tingkat kredibilitas para perawi. Dengan demikian akan diketahui
tingkat validitas hadits. Begitulah model takhrīj ini –sebagai suatu penelitian ulang–
terhadap hadits-hadits yang sudah terhimpun dalam kitab-kitab hadits memerlukan
kesungguhan dan ketelitian.
!" #$
%
didefinisikan sebagai:
kitab-kitab yang memuat hadits.
ِ
ِ ْ
ِ
َ
ْ
ِ ا َُْ ِري, bahwa hadits
“Ilmu yang menyebutkan sumber- tersebut ditakhrīj (dikeluarkan) oleh
sumber sebuah hadits, baik disertai al-Bukhārī dalam Shahīhnya.
penetapan status hukum haditsnya 2. “...pada sumber-sumber primer-
maupun tidak.”3 nya...”, maksudnya kitab-kitab
sebagai berikut:
Atau dengan ungkapan lain yang
a. Kitab-kitab sunnah yang dihimpun
seperti tafsir, fiqih dan sejarah, alasan, misalnya hadits terdapat dalam al-
yang diperkuat oleh hadits-hadits. Shahīhain, atau salah satu dari keduanya,
Dengan syarat, penyusunnya atau terdapat dalam kitab yang
meriwayatkannya dengan sanad- penyusunnya hanya mengumpulkan hadits
sanadnya secara mandiri atau shahih saja, maka penjelasan tentang status
independen. Maksudnya, ia tidak hukum hadits tidak diperlukan lagi.7
mengambilnya dari kitab-kitab
lain yang telah disusun C. Urgensi dan Kebutuhan Terhadap
sebelumnya. Misalnya Tafsīr al- Takhrīj
Thabarī dan sejarah (Tārīkh)nya, Tidak diragukan lagi bahwa
dan kitab al-Umm karya al-Syāfi’ī mengetahui takhrīj sangat penting bagi
. orang yang menggeluti ilmu-ilmu syar’i,
Kitab-kitab ini tidak dikhususkan dengan mempelajari kaidah-kaidah dan
oleh penyusunnya untuk metode-metodenya, agar ia mengetahui
menghimpun teks-teks sunnah. letak suatu hadits pada sumber-sumbernya
Mereka menyusunnya berkaitan yang primer. Kebutuhan terhadap takhrīj
dengan disiplin ilmu lain, tetapi sangat besar sekali, yaitu agar pencari ilmu
mereka memperkuat hukum- dapat memperkuat ilmunya dengan hadits,
hukum ataupun hal lainnya dengan namun tidak sekedar meriwayatkan, namun
hadits-hadits yang mereka ia pun mengetahui para ulama yang
riwayatkan dari guru-guru mereka meriwayatkan hadits dalam kitabnya secara
dengan sanad-sanadnya, dan tidak musnad (bersambung sanadnya). Oleh
mengambilnya dari kitab-kitab karena itu, ilmu takhrīj sangat dibutuhkan
lain yang sudah lebih dulu ada. oleh berbagai kalangan, khususnya orang
Adapun kitab-kitab yang yang menggeluti ilmu-ilmu syar’i dan
menghimpun hadits-hadits bukan disiplin ilmu lain yang terkait dengan ilmu
dengan menerima langsung dari syar’i tersebut.8
guru-guru, tetapi dari kitab-kitab
yang sudah ada; menurut D. Faedah Takhrīj
terminologis disiplin ilmu takhrīj, Takhrīj memiliki manfaat dan faedah
maka kitab-kitab semacam ini
yang sangat besar, terutama bagi mereka
tidak dianggap sebagai sumber
yang berkecimpung dalam hadits dan ilmu-
primer. Contohnya seperti kitab
ilmu hadits. Karena dengan perantaraannya
Bulūgh al-Marām min Adillah al- seorang dapat mengetahui salah satu
Ahkām karya Ibnu Hajar dan
sumber hadits primer yang disusun oleh
Riyādh al-Shālihīn karya al- para tokoh atau imam hadits.9
Nawawī . Meskipun demikian,
Sebagian ulama bahkan ada yang
kitab-kitab semacam ini cukup menghitung faedah takhrīj hingga
membantu dan bermanfaat. mendekati dua puluhan faedah. Di antara
3. “…menjelaskan martabat atau faedahnya yang paling penting secara
statusnya jika diperlukan”, ringkas adalah:
maksudnya menjelaskan tingkatan
suatu hadits; shahih, dha’if dan
sebagainya jika diperlukan.
7
Bakkār, Muhammad Mahmūd. ‘Ilm Takhrīj al-
Menjelaskan martabat dan status Ahādīts (Ushūluhu, Tharā’iquhu, Manāhijuhu).
hukum suatu hadits bukan hal pokok yang Dār Thayyibah: Riyadh, 1997, hlm. 19-26
8
harus ada dalam takhrīj, karena hanya al-Thahhān, Mahmūd. Ushūl al-Takhrīj wa
Dirāsah al-Asānīd. Maktabah al-Ma’ārif:
sebagai pelengkap, dibutuhkan ketika Riyadh, 1996, hlm. 12.
diperlukan. Oleh karena itu, bila tidak ada 9
Ibid., hlm. 12
.P R 26 S
haditsnya ditakhrīj oleh al-Hāfizh bin •
.P !V;
WX
•
kitabnya dengan Nashb al-Rāyah fī Takhrīj
Ahādīts al-Hidāyah.
Sedangkan ketika takhrīj telah
O
P !(5B
Y (a
dan hal lain yang terkait dengannya adalah
.P !VHI 6L
ilmu mushthalah al-hadīts. Demikian pula
* IK !^ 2
! Z; !^ 2
n
• • Kajian Hadits Kitab Durratun
Nashihin, karya Dr. Ahmad
Lutfi Fathullah, M.A. (Disertasi
5. Dalam fiqih:16 di Universitas Kebangsaan
Malaysia).
O
P !Bk
!l P
P !] " B DX
• Ramadhan, karya Prof. Dr.
K.H. Ali Mustafa Yaqub, M.A.
? U: ;%
.P R 26S !M P
•
O
P k;
!M N !E ! F< ./ !;
q F
7
.P !VHI 6L
+fD !] "'XX ! !;,
!\ !82
•
*
I/ ./ !l L7 D) ./ l I 7 .P !V;
WX !cZ !rG`/ D) E ! F<
O
P !i 2f
!] "'X !"5
• •
..P QL
X Xs DXt
!; 9!" Xs D
; 9!&
6. Dalam akhlak: G. Metodologi Takhrīj
Berdasarkan kajian teoritis yang
+; 9) ] Xs DXt
./ !E ! F< ./
• dialami langsung, Dr. Mahmūd al-Tahhān17
menyimpulkan bahwa metode-metode
.P QL
X
takhrīj hadits (turuq takhrīj al-hadīts) yang
17
al-Thahhān, Mahmūd. Ushūl al-Takhrīj wa
Dirāsah al-Asānīd. Maktabah al-Ma’ārif:
Riyadh, 1996, hlm. 37-38
16 18
Jum‘ah, ‘Imād ‘Alī. Ushūl al-Takhrīj wa Jum‘ah, ‘Imād ‘Alī. Ushūl al-Takhrīj wa
Dirāsah al-Asānīd al-Muyassarah. Dār al- Dirāsah al-Asānīd al-Muyassarah. Dār al-
Muslim: Riyadh, 2004, hlm. 6. Muslim: Riyadh, 2004, hlm. 5
O
P !(F6 56
IB
misal kitab:
Metode Pertama: Takhrīj dengan
"
] 2. Kitab-kitab yang memuat hadits-
hadits yang tersusun berdasar urutan
Metode ini digunakan ketika nama
huruf mu’jam (ensiklopedi), misal
sahabat disebutkan dalam hadits yang
O
P Q 27 !] M 7
K
lalu kita mulai menerapkan langkah- misal kitab:
langkah mentakhrījnya, maka kita
O
P !Bk
B D) P6 !h UF
takhrīj, yaitu: •
P6
D) !h < < ./ k;
1. Kitab-kitab musnad (al-masānīd),
O
P B
5 6
•
•
Metode Ketiga: Takhrīj dengan cara
2. Kitab-kitab ensiklopedi (al-ma’ājim),
.P
2B
3 L .!"X "
$ f L rj I dB /! L !l !R ]% E ! F7
bagian matan hadits.
•
!] 7 ] d[
K !^( ) /! L !l !R ]% E ! F7َا
zK
X w pKB
$ f LB
matan hadits.
{; O P !2;5
akan kehilangan banyak waktu. Untuk
menggunakan metode ini, diperlukan tiga
jenis kitab penunjang, yaitu:
!| 21
2 /! L !l !R ]% E ! F7
hadits. hadits dan sifat-sifatnya yang terdapat pada
matan hadits atau sanadnya. Lalu mencari
sumber takhrīj (makhraj) hadits dengan
Metode ini digunakan oleh orang jalan mengetahui keadaan atau sifatnya
yang memiliki ketajaman ilmu (dzauq pada kitab-kitab yang mengklasifikasi
‘ilmī) yang memungkinkannya mengetahui semua hadits yang terdapat sifat tersebuat,
topik hadits, atau dapat menentukan salah baik pada matan maupun sanadnya.
satu topik jika hadits tersebut mempunyai Contohnya:
banyak topik kajian, atau oleh orang yang 1. Pada matan.
banyak mengkaji kitab-kitab hadits. Tidak Jika pada matan hadits terdapat
semua orang mampu menentukan topik tanda-tanda hadits palsu (amārāt al-
hadits, terlebih pada sebagian hadits yang wadh’), seperti segi kerancuan lafazh,
topiknya tidak jelas bagi orang biasa. rusaknya arti, bertentangan dengan
Dalam men-takhrīj hadits dengan nash al-Qur’an atau karena sebab
menggunakan metode ini diperlukan kitab- lainnya. Cara yang paling singkat
kitab hadits penunjang yang disusun untuk mengetahui makhrajnya adalah
berdasarkan bab-bab dan topik-topik melihat kitab-kitab al-maudhū’āt,
tertentu. Kitab jenis ini banyak sekali, di maka akan ditemukan takrījnya,
antaranya: komentar atasnya dan juga pemalsu-
1. Kitab-kitab yang bab-bab dan topik- nya sekaligus. Di antara kitab ter-
e
7 6B
( e 8 F7 6B
02f
agama, misal kitab:
O
P !( p
O
P !I
.P L
•
e
~:R2B
e
K5B
]56
S
agama, misal kitab:
kitab-kitab yang khusus menghimpun
!]56
S 3% e 8 F7 6B
•
Xm !]% O!( ./ !2 V
T , Z •
hadits-hadits qudsi, di antaranya:
•
3. Kitab-kitab yang bab-bab dan topik- !. B !; 9
] 3L<( * V ;=
.P B<
.P !"% !] " .P % !] " B !] P
topiknya mencakup masalah agama
sn \ 8
• .P X6 V
tertentu, misal kitab:
h
g 7( h
7 = I
D
!" !56
e / <'
•
!E ! F7 h
7 O
P !(5B
Y (a ;L
•
•
Metode Kelima: Takhrīj dengan cara 2. Pada sanad.
memperhatikan keadaan matan dan Jika pada sanad hadits terdapat salah
satu isyarat berikut:
O
P k;
!h UF
.P % !] " B D)
• tersedia sarana berikut:
1. Komputer yang sesuai.
2. Tersedianya program takhrīj hadits.
b. Jika sanadnya berangkai, maka
3. Mengetahui cara dan penggunaan
diperlukan kitab-kitab yang
program.
menghimpun hadits-hadits yang
.P R 26
S O ;,
e
H6
6B
berangkai, seperti kitab:
Contoh program yang digunakan:
•
D
./ 6
6 r g5B
1. Program komputer umum, seperti:
• N ? !Z
% 2= 2 •
.Q;
;% !] " B B 6
6B
.v
!h=
!E; + F
.!V7 6!f6
P ( .!"X r =B
•
seperti kitab: •
!] " !]B D ;% +$<D .!"X r =B
5 ; ./ !u !L
N
O
P !i .P 5
dB
•
2. Program khusus, seperti:
d. Jika sanadnya terdapat perawi a. Program dari Markaz Khidmah al-
dha’if, maka mencarinya dari Sunnah, dibawah pengawasan
kitab-kitab al-dhu’afā’, seperti Universitas Islam Madinah.
O
P !i +$<D .!"X
r % •
kitab-kitab jenis ini adalah: diperhatikan:
O
P k;
!h UF
seperti tidak ditemukannya penetapan
.P QL
2. Program yang dihasilkan dari metode
ini tidak dianggap sebagai sumber
primer hadits, oleh karena itu untuk empat alasan yang melatarbelakangi
bidang akademisi tetap harus pentingnya kegiatan itu yakni19:
menyandarkan kajian hadits kepada
1. Sunnah merupakan salah satu sumber
kitab-kitab yang merupakan sumber-
ajaran Islam.
sumber primer hadits.
2. Tidaklah seluruh sunnah telah tertulis
resmi pada zaman Nabi .
Demikianlah pembahasan sekilas
3. Dalam sejarah, telah terjadi kegiatan
tentang metodologi takhrīj hadits.
berbagai pemalsuan sunnah yang
dilakukan oleh banyak pihak dengan
H. Kesimpulan dan Penutup berbagai tujuan; dan
Bila menemukan suatu hadits
4. Proses penghimpunan sunnah secara
kemudian mencarinya melalui bantuan resmi dan menyeluruh telah
kamus atau ensiklopedi hadits, maka hal
memakan waktu yang panjang dan
tersebut belum memberikan informasi terjadi setelah lama Nabi wafat.
langsung tentang kualitas dari hadits yang
bersangkutan. Apabila seseorang ingin
Dari paparan singkat ini, dengan jelas
mengetahui lebih lanjut tentang
kita dapat menyimpulkan bahwa kegiatan
kualitasnya, maka dia harus mempelajari
dan kajian takhrīj al-hadīts benar-benar
hadits dimaksud dalam berbagai kitab sangat dibutuhkan, sehingga diharapkan
hadits lainnya, khususnya kitab-kitab syarh metodologi takhrīj dapat dikaji dengan baik
al-hadīts, ma’ānī al-hadīts dan rijāl al- dan bahkan menjadi sebuah kajian yang
hadīts. tidak boleh terlewatkan begitu saja,
Menurut ilmu hadits (Ismail, 1999: khususnya bagi Mahasiswa di Fakultas
16-17), kegiatan mencari hadits dengan Ushuluddin Jurusan Tafsir Hadits.
cara menelusuri sampai berhasil
menemukannya di kitab-kitab yang ditulis
Daftar Pustaka
periwayatnya langsung (mukharrij al-
hadīts) disebut dengan kegiatan takhrīj al- al-‘Utsaimīn, Muhammad bin Shālih,
hadīts. Rasā’il fī al-Ushūl (Mushthalah al-
Takhrīj hadits sebagai sebuah Hadīts). Dār al-Bashīrah:
penelitian ulang terhadap hadit-hadits, pada Iskandariyah, t.t.
prinsipnya merupakan asas dasar untuk al-Asyqar, ‘Umar Sulaimān. Tārīkh al-Fiqh
menilai transmisi sebuah kabar berita (naql al-Islāmī. Dār al-Nafā’is: Oman,
al-khabar), dengan menerimanya secara 1991.
hati-hati kemudian menyaring kebenaran al-Qaththān, Mannā’. Mabāhits fi ‘Ulūm al-
transmisinya. Hal ini merupakan indikator Hadīts. Maktabah Wahbah: Kairo,
kecerdasan (kiyāsah), kejujuran (fathanah) 1992.
dan kesempurnaan akal (kamāl al-‘aql) al-Rāsikh, ‘Abd al-Mannān. Mu’jam
bagi seseorang (al-Shuwayyān, 2000: 42). Mushthalah al-Ahādīts al-
Bagi ulama hadits sebagai para Nabawiyyah. Beirut: Dār Ibn Hazm,
pembela sunnah yang berada di barisan 2004.
terdepan dalam upaya melestarikan sunnah, al-Shuwayyān, Ahmad bin ‘Abdir Rahmān.
penelitian atau kritik sanad dan matan Nahwa Manhajin Syar’iyyin li
sunnah –melalui kajian takhrīj al-hadīts– Talaqqī al-Akhbār wa Riwāyatihā.
merupakan salah satu kegiatan penting Maktab Majallah al-Bayān: Riyadh,
yang harus mereka lakukan. Minimal ada 2000.
19
Ismail, Syuhudi. Hadits Nabi Menurut Pembela,
Pengingkar dan Pemalsunya. Gema Insani
Press: Jakarta, 1995, hlm. 42-43